• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... IKHTISAR EKSEKUTIF... DAFTAR ISI...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... IKHTISAR EKSEKUTIF... DAFTAR ISI..."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

ii IKHTISAR EKSEKUTIF

Laporan Akuntabilitas Kinerja ini merupakan sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan beserta kepada Menteri Kesehatan, dan seluruh pemangku kepentingan serta sebagai sumber informasi untuk perbaikan perencanaan ke depan dan peningkatan kinerja secara berkelanjutan.

Secara keseluruhan hasil capaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015 belum memenuhi target yang ditetapkan dalam perjanjian kinerja. Pencapaian indikator jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi sebanyak 93 Puskesmas (26,57% dari target 350 Puskesmas), sedangkan capaian untuk indikator Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional sebanyak 50 kabupaten/kota (53,19% dari target 94 Kabupaten/kota).

Upaya yang telah dilakukan untuk pencapaian kedua indikator di atas adalah penyusunan regulasi, sosialisasi, advokasi, pengalokasian anggaran sesuai dengan kewenangannya, penyiapan SDM terlatih (pendamping dan surveior), dan pendampingan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan.

Adapun permasalahan yang dihadapi adalah beberapa pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan yang dijadwalkan karena adanya revisi anggaran, masih kurangnya SDM (pendamping, surveior, dan tenaga kesehatan yang kompeten), masih rendahnya komitmen daerah, masih adanya sarana prasarana fasyankes yang belum sesuai standar dan adanya rumah sakit yang waiting list untuk disurvei. Upaya pemecahan masalah yang diusulkan adalah sosialisasi dan advokasi lintas program dan lintas sektor, pengalokasian dana dekonsentrasi untuk pelatihan pendamping dan surveior, Dana Alokasi Khusus fisik untuk peningkatan sarana prasarana fasilitas pelayanan kesehatan, dan Dana Alokasi Khusus non fisik untuk pendampingan dan survei akreditasi.

Realisasi anggaran sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 sebesar 87,5% dari

alokasi Rp. 18.852.255.673.000,-. Dana ini dialokasikan berdasarkan

kewenangannya, yaitu untuk kantor pusat, kantor daerah, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Di samping melaksanakan kegiatan di atas, Ditjen Bina Upaya Kesehatan juga melaksanakan kegiatan yang mendukung prioritas kesehatan nasional yaitu janji presiden, rencana aksi Open Government Indonesia, rencana aksi Quick Wins, dan dukungan terhadap pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.

(4)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

IKHTISAR EKSEKUTIF... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Penjelasan Umum Organisasi... 1

B. Aspek Strategis Organisasi dan Isu Strategis yang Dihadapi Organisasi... 2

C. Sistematika... 7

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Perencanaan Kinerja... 8

B. Perjanjian Kinerja... 9

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Organisasi 1. Prestasi Ditjen Bina Upaya Kesehatan... 2. Pencapaian Indikator Sasaran Ditjen Bina Upaya Kesehatan ... 3. Dukungan Ditjen Bina Upaya Kesehatan terhadap Prioritas Kesehatan Nasional ... 11 16 31 B. Realisasi Anggaran... 37

C. Sumber Daya Lainnya... 39

BAB IV PENUTUP... 43

DAFTAR TABEL ... 44

DAFTAR GAMBAR ... 45

LAMPIRAN 1. Perjanjian Kinerja... 47

2 Daftar Puskesmas Tersertifikasi Akreditasi... 49 3. Daftar Rumah Sakit Umum Daerah yang Tersertifikasi

Akreditasi Nasional... 54

(5)

1

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN

A. PENJELASAN UMUM ORGANISASI

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan upaya kesehatan.

Dalam melaksanakan tugas Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan menyelenggarakan fungsi :

1. perumusan kebijakan di bidang pembinaan upaya kesehatan; 2. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan upaya kesehatan;

3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan upaya kesehatan;

4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan upaya kesehatan; dan

5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, maka Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan terdiri atas :

1. Sekretariat Direktorat Jenderal;

2. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar; 3. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan;

4. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisian Medik;

5. Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan; dan 6. Direktorat Bina Kesehatan Jiwa.

(6)

2

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Gambar 1. Struktur Organisasi dan Nama Pejabat Eselon I dan Eselon II Ditjen Bina Upaya Kesehatan Keadaan tanggal 31 Desember 2015

B. ASPEK STRATEGIS ORGANISASI DAN ISU STRATEGIS YANG DIHADAPI ORGANISASI

Program pembinaan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan akses fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas. Dari tahun 2009 sampai tahun 2013 telah terjadi peningkatan jumlah Puskesmas dengan laju pertambahan setiap tahun sebesar 3-3,5%. Akan tetapi akses masyarakat terhadap masih perlu ditingkatkan karena belum semua kecamatan memiliki minimal satu Puskesmas dengan standar minimal pelayanan.

Jumlah rumah sakit (RS) dan tempat tidur (TT) mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 terdapat 1.523 RS dengan 164.480 TT dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 2.228 RS dengan 278.450 TT, dengan laju pertumbuhan jumlah sakit rata-rata 147 per tahun. Untuk peningkatan kualitas di fasilitas kesehatan rujukan pada tahun 2010-2014 telah terakreditasi nasional 1.227 RS dengan menggunakan instrumen akreditasi versi 2007. Diharapkan peningkatan mutu RS dan Puskesmas secara langsung akan diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan, sehingga pada tahun mendatang harus diupayakan peningkatan Puskesmas dan RS yang terakreditasi.

(7)

3

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Pada tahun 2015 mulai berlaku Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka Indonesia harus siap menghadapi ketatnya persaingan perdagangan bebas di antara negara-negara ASEAN, termasuk bidang kesehatan. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, dan lainnya. MEA dapat dipandang suatu tantangan, tetapi dapat juga dipandang sebagai peluang. Untuk itu perlu meningkatkan daya saing fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dengan negara-negara di ASEAN lainnya. Beberapa upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan salahsatunya dengan akreditasi baik tingkat nasional maupun internasional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 71 tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, menyatakan bahwa fasilitas kesehatan tingkat pertama harus terakreditasi dan rumah sakit harus memiliki sertifikat akreditasi.

Efektivitas dan kesinambungan program Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dalam menjalankan berbagai misiya tidak dapat dilepaskan dari kondisi mutu kelembagaan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Hasil asesmen yang dilakukan pada tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi maturitas pengelolaan organisasi Ditjen Bina Upaya Kesehatan saat ini masih berada pada level 2 (Hammer). Hal ini mengisyarakatkan bahwa masih diperlukan kerja keras di masa yang akan datang untuk pembenahan kelembagaan Ditjen Bina Upaya Kesehatan.

Berdasarkan kondisi di atas, maka tantangan strategis yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dalam meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan yang tertuang di dalam Rencana Aksi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan 2015-2019 adalah sebagai berikut:

1. Perlunya penguatan pelayanan kesehatan primer

2. Perlunya penetapan sistem regionalisasi rujukan di seluruh provinsi 3. Perlunya penetapan dan pembangunan sistem rujukan nasional 4. Tidak meratanya jumlah, jenis dan kompetensi SDM Kesehatan

5. Kapasitas manajemen puskesmas dan rumah sakit yang tidak merata, dan belum berbasiskan sistem manajemen kinerja

(8)

4

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

6. Belum tersedianya sarana prasarana dan alkes pada PPK I yang sesuai standar secara merata di seluruh Indonesia

7. Belum terintegrasinya data dan sistem informasi di pusat, daerah, rumah sakit dan puskesmas.

8. Kebijakan pemerintah daerah yang belum tersinkronisasi dengan kebijakan pemerintah pusat.

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan upaya kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan menetapkan visi:

Untuk mewujudkan visinya, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan menjalankan misi sebagai berikut:

1. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan

2. Menyelenggarakan tata kelola yang baik.

Sasaran strategis menggambarkan rincian dan penjabaran pencapaian Visi Ditjen Bina Upaya Kesehatan 2019, yang diperoleh dari tantangan strategis dan analisis SWOT. Sasaran strategis Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan 2015-2019 adalah:

1. Terwujudnya Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan

2. Terwujudnya Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan (akreditasi fasyankes)

3. Terwujudnya Inovasi pelayanan kesehatan

4. Terwujudnya kemitraan yang berdaya guna tinggi 5. Terwujudnya optimalisasi fungsi fasyankes

6. Terwujudnya sistem manajemen kinerja fasyankes

7. Terwujudnya sistem kolaborasi pendidikan nakes (dokter spesialis dan layanan primer)

“AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG TERJANGKAU DAN BERKUALITAS BAGI MASYARAKAT”

(9)

5

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

8. Terwujudnya penguatan sistem rujukan 9. Terwujudnya optimalisasi peran UPT Vertikal 10. Terwujudnya ketepatan alokasi anggaran

11. Terwujudnya penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan 12. Terwujudnya sistem perencanaan yang terintegrasi

13. Terwujudnya penguatan mutu organisasi Ditjen Bina Upaya Kesehatan 14. Tersedianya dukungan regulasi

15. Tersedianya SDM kompeten dan berbudaya kinerja.

Dalam rangka pencapaian visi 2019, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan telah menetapkan suatu peta strategi yang menggambarkan hipotesis jalinan sebab akibat dari 15 sasaran strategis (yang menggambarkan arah dan prioritas strategis Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan yang diperlukan guna memampukannya dalam mencapai target kinerja yang berkelanjutan di masa yang akan datang). Peta strategi pencapaian visi tersebut disusun berbasiskan pendekatan the balanced-score card dengan memperhatikan peta strategi pada Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019.

Gambar 2. Peta Strategis Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015-2019

(10)

6

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Peta strategi disusun untuk mencapai visi Ditjen Bina Upaya Kesehatan 2019 menciptakan Akses pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas bagi masyarakat. Visi tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk 2 (dua) tujuan strategis (outcome), yaitu: terwujudnya peningkatan akses pelayanan kesehatan dan terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan (akreditasi fasyankes).

Terwujudnya peningkatan akses pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan memastikan proses-proses strategis berikut dikerjakan secara ekselen yakni: mewujudkan inovasi pelayanan kesehatan, mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan tenaga kesehatan (dokter spesialis dan dokter layanan primer), mewujudkan kemitraan yang berdaya guna tinggi, mewujudkan penguatan sistem rujukan dan mewujudkan optimalisasi fungsi fasyankes. Tiga sasaran strategis terakhir juga menjadi kunci untuk memastikan terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Selain itu, proses-proses strategis lain yang yang harus dilaksanakan secara ekselen adalah mewujudkan sistem manajemen kinerja fasyankes dan mewujudkan optimalisasi peran UPT vertikal. Sasaran-sasaran strategis terkait upaya strategis yang harus dilakukan secara ekselen dalam meningkatkan mutu kelembagaan organisasi Ditjen Bina Upaya Kesehatan adalah: 1) terwujudnya ketepatan alokasi anggaran, 2) terwujudnya penguatan mutu, advokasi, pembinaan dan mutu pengawasan, 3) terwujudnya sistem perencanaan yang terintegrasi, 4) terwujudnya penguatan mutu organisasi Ditjen Bina Upaya Kesehatan .

Agar sasaran-sasaran strategis terkait perspektif upaya strategis dapat dicapai secara berkelanjutan, maka dua sasaran strategis terkait dengan perspektif sumber daya harus diwujudkan: 1) tersedianya dukungan regulasi, 2) tersedianya aparatur Ditjen Bina Upaya Kesehatan yang kompeten dan berbudaya kinerja. Dua sasaran strategis ini merupakan fondasi utama yang sangat menentukan pencapaian visi dan tujuan Kemenkes.

(11)

7

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

C. SISTEMATIKA

Sistematika penulisan laporan akuntabilitas kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan terdiri dari:

Bab I Pendahuluan

A. Penjelasan Umum Organisasi

B. Aspek Strategis Organisasi dan Isu Strategis yang Dihadapi Organisasi

C. Sistematika

Bab II Perencanaan Kinerja

A. Perencanaan Kinerja B. Perjanjian Kinerja Bab III Akuntabilitas Kinerja

A. Capaian Kinerja Organisasi

1. Prestasi Ditjen Bina Upaya Kesehatan

2. Pencapaian Indikator Sasaran Ditjen Bina Upaya Kesehatan 3. Dukungan Ditjen Bina Upaya Kesehatan Terhadap Prioritas

Kesehatan Nasional Lainnya B. Realisasi Anggaran

C. Sumber Daya Lainnya

Bab IV Penutup

(12)

8

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan Kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam sasaran strategis. Dalam rencana kinerja Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan tahun 2015, sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan target masing-masing indikator untuk mencapai sasaran strategis organisasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015-2019, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan melaksanakan program pembinaan upaya kesehatan.

Sasaran strategis dan sasaran program/kegiatan yang ingin dicapai selama kurun waktu 5 tahun sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.

Tabel 1. Sasaran Program Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015-2019 No Sasaran

Program Indikator Kinerja

Target 2015 2016 2017 2018 2019 1 Meningkatnya akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas bagi masyarakat 1 Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi 350 700 1.400 2.800 5.600 2 Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional 94 190 287 384 481

(13)

9

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

B. PERJANJIAN KINERJA

Perjanjian kinerja yang diwujudkan dalam penetapan kinerja merupakan dokumen pernyataan kinerja atau kesepakatan kinerja atau perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan menyusun perjanjian kinerja tahun 2015 mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019. Target kinerja ini menjadi komitmen bagi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan untuk mencapainya dalam tahun 2015.

Tabel 2. Perjanjian Kinerja yang Berisi Sasaran Program, Indikator Kinerja dan Target Tahun 2015 Ditjen Bina Upaya Kesehatan

No Sasaran Program Indikator Kinerja

Target 2015

1. Meningkatnya akses

pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas bagi

masyarakat

1. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi

350

2. Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional

(14)

10

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI

Pengukuran kinerja dilakukan untuk tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana, atau target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana realisasi atau capaian kinerja yang berhasil dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan Desember 2015.

Tahun 2015 adalah tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan realisasi capaian dengan rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator program dalam Rencana Strategis, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan masing-masing indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut dapat diperoleh informasi pencapaian indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan program di masa yang akan datang, agar setiap program yang direncanakan ke depan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna.

Sasaran Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan adalah sebagai berikut:

.

Indikator pencapaian sasaran tahun 2015 dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi

MENINGKATNYA AKSES PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN YANG BERKUALITAS BAGI MASYARAKAT

(15)

11

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

2. Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional.

Di bawah ini akan disampaikan pencapaian program dan kegiatan Ditjen Bina Upaya Kesehatan tahun 2015, yaitu:

1. PRESTASI DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

a. Rumah Sakit Terakreditasi Internasional

Dalam rangka menghadapi persaingan perdagangan bebas dunia terutama di ASEAN, maka perlu meningkatan mutu fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar kelas dunia (internasional). Kementerian Kesehatan berupaya untuk mewujudkan hal tersebut yaitu dengan adanya fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang tersertifikasi akreditasi internasional oleh lembaga independent dalam hal ini Joint Commision International (JCI).

Sampai dengan tahun 2015 terdapat 20 rumah sakit yang telah tersertifikasi akreditasi dari JCI, yaitu

1) RSUP Cipto Mangunkusumo 2) RSUP Sanglah

3) RSUP Fatmawati 4) RSUP dr Wahidin S 5) RSUP dr Sardjito

6) RSPAD Gatot Soebroto 7) RSUP dr Kariadi

8) RS Siloam LV

9) RS Mata JEC Kedoya 10) RS Awal Bros BEkasi 11) RS Awal bros Tangerang 12) RS Awal Bros Pekanbaru 13) RS Awal bros Batam 14) RS Premier Surabaya 15) RS Premier Jatinegara

(16)

12

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (FKTP) Berprestasi

Penganugerahan FKTP berprestasi dilaksanakan dengan tujuan

memberikan reward bagi keberhasilan fasilitas pelayanan kesehatan primer dalam menjalankan program.

Kegiatan penganugerahan FKTP berprestasi dilaksanakan pada tanggal 27 November 2015. Adapun penilaian berdasarkan kategori :

1) Puskesmas Kawasan Terpencil dan Sangat Terpencil Juara I: Puskesmas Siberut Kab Mentawai Sumbar Juara II: Puskesmas Mahalona Kab. Luwu Timur Sulsel Juara III: Puskesmas Kahala, Kab Kutai Kartanegara Kaltim. 2) Puskesmas Kawasan Pedesaan

Juara I: Puskesmas Nusa Penida I, Kab Klungkung Bali Juara II: Puskesmas Sukamaju Kab. Luwu Utara, Sulsel Juara III: Puskesmas Air Amo Kab Sijunjung Sumbar. 3) Puskesmas Kawasan Perkotaan

Juara I: Puskesmas Mantrijeron Kota Yogyakarta Juara II: Puskesmas Malili Kab Luwu Timur Sulsel

Juara III: Puskesmas Cempaka Putih Kota Banjarmasin Kalsel. 4) Klinik Pratama

Juara I: Klinik Nurjaya Kab Badung Bali Juara II: Klinik Fathir Kab Pinrang Sulsel Juara III: Nayaka Husada Kota Mataram, NTB. 16) RS Premier Bintaro

17) RS Pondok Indah Puri Indah 18) RS Santosa Bandung

19) RS Eka Hospital Pekanbaru 20) RS Eka Hospital BSD.

(17)

13

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Gambar 3. Penganugerahan FKTP Berprestasi di Jakarta

c. Dukungan terhadap Sail Tomini

Acara Sail Tomini 2015 merupakan rangkaian Indonesia Sail yang ketujuh, dan puncak acaranya berpusat di Parigi Mountong, Sulawesi Tengah yang dilaksanakan pada 19 September 2015. Dukungan terhadap Sail Tomini dilaksanakan dalam rangka terbentuknya sistem koordinasi pelayanan gawat darurat terutama di Kabupaten Parigi Moutong dan Boalemo.

Gambar 4. Pembukaan Sail Tomini dan Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Terutama Gawat Darurat

d. Sistem Informasi, Perencanaan, Monitoring, dan Evaluasi (SIPERMON) Dalam rangka menerapkan reward and punishment dalam siklus penganggaran Ditjen Bina Upaya Kesehatan telah melaksanakan SIPERMON. SIPERMON adalah integrasi antara sistem informasi, perencanaan, monitoring dan evaluasi, dimana masing-masing sistem tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Alur kerja adalah setiap satker sebelum menyampaikan usulan perencanaan tahun berikutnya berkewajiban menyampaikan update data RS Online, melaporkan capaian

(18)

14

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

kegiatan Kantor Daerah dan DAK (Dana Alokasi Khusus), updating data ASPAK (Aplikasi Sarana, Prasarana dan Alat Kesehatan) dan updating data usulan hibah BMN (Barang Milik Negara). Apabila satker tidak menyampaikan data tersebut di atas, maka tidak bisa mengusulkan perencanaan tahun berikutnya melalui e-planning.

Gambar 5. Aplikasi SIPERMON Ditjen Bina Upaya Kesehatan

e. Penerapan Transparasi Informasi Melalui Penyediaan Data Secara Online

1) SIRANAP (Sistem Informasi Rawat Inap)

Adanya keluhan masyarakat tentang kesulitan mendapatkan informasi ketersediaan tempat tidur di rumah sakit direspon Ditjen Bina Upaya Kesehatan dengan membangun sistem informasi rawat inap di Indonesia. Sistem ini memberikan informasi ketersediaan jumlah dan jenis tempat tidur di rumah sakit yang dapat diakses secara online melalui situs sirs.buk.kemkes.go.id/si-ranap/ atau aplikasi yang diunduh melalui smartphone berbasis android. Sampai dengan akhir tahun 2015

(19)

15

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

terdapat 17 RS UPT Vertikal yang telah menyediakan data tempat tidur melalui aplikasi SIRANAP, yaitu: RSU Cipto Mangunkusumo, RSUP Fatmawati, RSUP Persahabatan, RS Kanker Dharmais, RSJPD Harapan Kita, RSAB Harapan Kita, RSPI Prof. Sulianti Saroso, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP Dr. Sardjito, RSU Kariadi, RSU Dr. Wahidin Sudirohusodo, RS Mata Cicendo, RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat, RS Paru H.A. Rotinsulu, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, RSUP Sanglah, dan RSU Prof. Dr. R.D. Kandou.

Gambar 6. Aplikasi SIRANAP Ditjen Bina Upaya Kesehatan

2) SIMPADU (Sistem Informasi Pelayanan Terpadu)

Citra pelayanan publik di sejumlah lembaga pemerintahan yang terkesan lambat dan berbelit-belit menjadi perhatian khusus dalam program percepatan reformasi birokrasi. Oleh karenanya, tuntutan pelayanan publik yang cepat dan inovatif terus diupayakan sebagai salah satu dari sembilan program percepatan reformasi birokrasi.

Dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, Ditjen Bina Upaya Kesehatan telah mengembangkan Sistem Informasi Pelayanan Terpadu (Simpadu). Simpadu merupakan aplikasi berbasis web yang digunakan di Loket 8 Unit Layanan Terpadu (ULT) Kementerian Kesehatan RI.

(20)

16

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Pada 4 Mei 2015 Loket 8 Ditjen Ditjen Bina Upaya Kesehatan membuka layanan untuk pengurusan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) jabatan fungsional kesehatan Ditjen Bina Upaya Kesehatan. Inovasi yang berupa aplikasi SIMPADU BUK yang dapat di akses di www.simpadubuk.net. Aplikasi ini memudahkan pemohon/pelanggan dalam melakukan tracking berkas sehingga kepegurusan DUPAK dapat lebih cepat, tepat, mudah, dan transparan.

Gambar 7. Aplikasi SIMPADU Ditjen Bina Upaya Kesehatan

2. PENCAPAIAN INDIKATOR SASARAN DITJEN BINA UPAYA KESEHATAN

Indikator kinerja program Ditjen Bina Upaya Kesehatan merupakan indikator outcome. Dalam upaya mendapatkan capaian indikator outcome tersebut diperlukan proses-proses strategis yang yang dapat diukur melalui indikator kinerja kegiatan di masing-masing eselon II Kantor Pusat Ditjen Bina Upaya Kesehatan. Pada LAKIP Ditjen Bina Upaya Kesehatan ini hanya memaparkan pencapaian indikator kinerja program Ditjen Bina Upaya Kesehatan sesuai dengan perjanjian kinerja. Adapun pencapaian indikator kinerja kegiatan dapat dilihat di masing-masing LAKIP eselon II Kantor Pusat Ditjen Bina Upaya Kesehatan

(21)

17

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan pada tahun 2015 telah melaksanakan program dan kegiatan untuk mencapain indikator kinerja program. Uraian pencapaian kinerja dari masing-masing indikator adalah sebagai berikut:

a. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi

1) Sasaran strategis

Meningkatnya akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas bagi masyarakat.

2) Definisi Operasional

Yang dimaksud kecamatan yang memiliki satu Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi yaitu kecamatan yang memiliki minimal satu Puskesmas yang telah memiliki sertifikat akreditasi yang dikeluarkan oleh Lembaga independen penyelenggara akreditasi atau Komisi Akreditasi FKTP sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3) Cara Perhitungan

Cara perhitungan adalah dengan menjumlah seluruh kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang terakreditasi pada tahun berjalan. Sedangkan cara mengukur adalah dengan dibuktikan adanya sertifikat akreditasi nasional untuk Puskesamas yang dikeluar oleh Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

Akreditasi Puskesmas, Klinik, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi standar akreditasi.

(22)

18

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

4) Pencapaian Kinerja

Tabel 3. Pencapaian Puskesmas yang Tersertifikasi Akreditasi

Indikator Target 2015 Realisasi 2015 Persentase Capaian Target 2019 Jumlah kecamatan

yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi

350 93 26,57% 5.600

Jika dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan, maka realisasi tahun 2015 mencapai 93 kecamatan (26,57%) dari 350 kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi. Dari 93 kecamatan tersebut jumlah Puskesmas yang sudah terakreditasi sebanyak 100 Puskesmas tersertifikasi akreditasi (sumber data dari laporan Komisi Akreditasi per 31 Desember 2015). Apabila capaian tersebut dibandingkan dengan target akhir tahun Rencana Strategis (5.600 kecamatan), maka masih diperlukan upaya percepatan pencapaian indikator tersebut. Akreditasi Puskesmas merupakan kegiatan yang baru dilaksanakan mulai tahun 2015, sehingga tidak ada pencapaian pada tahun-tahun sebelumnya.

Kegiatan yang dilakukan dalam pencapaian indikator program ini adalah: a) Penyusunan regulasi dengan diterbitkannya Permenkes No. 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.

b) Pertemuan sosialisasi dan advokasi kebijakan akreditasi Puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter dan tempat praktik mandiri dokter gigi pada pertemuan rutin Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar.

(23)

19

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Gambar 8. Workshop Teknis Akreditasi FKTP yang Diselenggarakan pada tanggal 11-13 Mei 2015 di Jakarta

c) Peningkatan sarana dan prasarana Puskesmas melalui alokasi Dana Tugas Pembantuan.

d) Operasional Komisi Akreditasi FKTP yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan Kepmenkes No. HK.02.02/059/2015. Komisi Akreditasi FKTP memiliki tugas sebagai pelaksana survei dan penetapan status akreditasi.

e) Pelatihan untuk surveior dan tim TOT tim pendamping tingkat propinsi melalui DIPA Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar.

Gambar 9. Pelatihan Surveior Akreditasi FKTP yang Diselenggarakan pada tgl 31 Agustus sd 10 September 2015 di Yogyakarta

(24)

20

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

f) Pelatihan pendamping kabupaten/kota pada 14 propinsi melalui dana dekonsentrasi. Ke empat belas provinsi tersebut adalah Aceh, Bengkulu, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Bali, dan NTB.

Gambar 10. Pelatihan TOT Pendamping Akreditasi FKTP yang Diselenggarakan pada tgl 5-19 April 2015

di Bapelkes Semarang

g) Penyusunan NSPK terkait akreditasi FKTP.

Berdasar kegiatan tersebut di atas maka, sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 didapatkan hasil sebagai berikut:

a) Kab/Kota yang telah memiliki tim pendamping sebanyak 224 kab/kota. Pendampingan pra akreditasi pada Puskesmas yang akan diusulkan akan diakreditasi dilakukan oleh tim pendamping dari Dinas Kesehatan Kab/Kota yang telah dilatih. Dalam pendampingan Puskesmas, tim pendamping akan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :

 Melaksanakan lokakarya di Puskesmas

 Pelatihan pemahaman standar dan instrumen akreditasi

Puskesmas dan persiapan asesmen.

 Penyiapan dokumen akreditasi Puskesmas.  Implementasi dokumen akreditasi Puskesmas.

(25)

21

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

 Pemilaian pra sertifikasi/ pra akreditasi sebagai dasar menilai kesiapan Puskesmas apakah layak untuk diusulkan disurvei oleh surveyor.

 Pengajuan permohonan untuk disurvei oleh dinas kesehatan kabupaten/kota melalui dinas kesehatan provinsi.

Pada tahun 2015 telah dialokasikan pelatihan pendamping akreditasi FKTP melalui Dana Dekon bagi 14 provinsi. Selain melalui pembiayaan Dana Dekon, pelaksanaan pelatihan pendamping akreditasi FKTP bagi dinkes kab/kota juga melalui pembiayaan APBD II. Jumlah kab/kota yang telah memiliki tim pendamping akreditasi FKTP sebanyak 224 kab/kota.

b) Puskesmas yang sudah mengajukan untuk disurvei sebanyak 223 Puskesmas yang berasal dari 11 propinsi .

Sesuai dengan Permenkes No. 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, selama lembaga independen penyelenggara akreditasi belum terbentuk, pelaksanaan survey dan penetapan status akreditasi menjadi tanggung jawab Komisi Akreditasi FKTP. Berdasarkan laporan Komisi, hingga 31 Desember 2015 tercatat Puskesmas yang mengajukan untuk disurvei sebanyak 223 Puskesmas.

c) Puskesmas yang sudah disurvey sebanyak 126 Puskesmas

Survei dilakukan oleh tim surveior yang telah dilatih. Survei dilakukan setelah ada permohonan survei yang disampaikan kepada Komisi Akreditasi FKTP. Komisi Akreditasi FKTP akan menugaskan tim surveior untuk melakukan survei. Survei dilakukan selama 3 (tiga) hari efektif. Tim survei akan menyampaikan hasil survei ke Komisi Akreditasi FKTP untuk ditetapkan hasil survei.Berdasarkan laporan Komisi, hingga 31 Desember 2015 dari 223 usulan survey yang masuk, Puskesmas yang sudah disurvei sebanyak 126 Puskesmas

(26)

22

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

d) Puskesmas yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi

Berdasarkan laporan Komisi Akreditasi FKTP, hingga 31 Desember 2015 Puskesmas yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi sebanyak 100 Puskesmas yang terdapat di 93 kecamatan.

5) Permasalahan

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian indikator adalah:

a) Faktor Dana:

 Tidak cairnya dana refokusing APBN tahun 2015 mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya pelatihan pendamping dan surveior bagi 10 provinsi yang sudah mengusulkan akreditasi di tahun 2015

 Tidak ada dana untuk pelaksanaan pendampingan dan survei di kabupaten/kota karena keterbatasan APBD maupun proses revisi anggaran, sehingga banyak kabupaten/kota yang sudah mengusulkan di dalam roadmap tetapi tidak menindaklanjuti dengan pengusulan survei.

b) Faktor Waktu

 Pencairan dana dekon 04 (BUK) ke beberapa provinsi baru terlaksana pertengahan tahun 2015 sehingga mempengaruhi pelaksanaan pelatihan tim pendamping kab/kota, sebagai akibatnya waktu untuk pendampingan ke Puskesmas terbatas sehingga belum siap untuk disurvei

 DIPA dana tugas pembantuan tahun 2015 untuk Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar terbit pada tanggal 30 Oktober 2015, sehingga dinas kesehatan kab/kota yang mengalokasikan dana untuk pembangunan fisik tidak dilaksanakan karena waktu pelaksanaan sangat singkat.

 Pengiriman berkas pengajuan survei oleh provinsi sebagian besar pada bulan November 2015.

(27)

23

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

c) Faktor SDM

 Masih kurangnya jumlah tim pendamping di beberapa

kabupaten/kota

 Masih kurangnya jumlah tim surveior di provinsi

 Tenaga kesehatan di Puskesmas belum semuanya memahami konsep akreditasi.

d) Faktor Sarana

 Komisi Akreditasi FKTP yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan belum mempunyai ruangan tersendiri sehingga belum dapat bekerja secara optimal

 Mekanisme pengajuan berkas kelengkapan survei masih manual lewat surat belum berbasis web.

6) Usulan Pemecahan Masalah a) Dana :

 Penganggaran dana pelatihan TOT pendamping dan pelatihan surveior melalui APBN 2016

 Penganggaran dana survei dan pendampingan melalui DAK non fisik 2016

 Integrasi menu DAK non fisik ke e planning. b) Waktu :

 Alokasi dana dekon 2016 menu akreditasi untuk provinsi yang mengusulkan.

 Pembahasan dukungan anggaran ke daerah baik DAK,

dekonsentrasi maupun tugas pembantuan perlu

memperhitungkan waktu pelaksanaan kegiatan.

 Bersurat ke provinsi mengenai batas waktu pengiriman berkas survei yang akan dilaksanakan tahun 2016.

(28)

24

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

c) SDM :

 Peningkatan kompetensi SDM (pendamping dan surveior) melalui pelatihan

 Seleksi calon surveior baru

 Sosialisasi ke lintas program dan lintas sektor. d) Sarana :

 Pengusulan ruangan untuk KAFKTP ke Biro Umum

 Penganggaran kegiatan pembuatan sistem informasi akreditasi untuk mempermudah pelaksanaan dan pengorganisasian survei akreditasi FKTP.

7) Realisasi Anggaran

Tabel 4. Alokasi dan Realisasi Anggaran Kegiatan yang Mendukung Pencapaian Indikator Puskesmas Tersertifikasi Akreditasi

No Kewenangan Alokasi Realisasi %

1 Kantor Pusat 79.096.952.000 15.487.602.168 19,6 2 Dekonsentrasi 45.346.331.000 34.285.582.824 75,6 3 Tugas Pembantuan 679.500.104.000 490.862.180.234 72,2 803.943.387.000 540.635.365.226 67,2 Pada tahun 2015 alokasi anggaran untuk kegiatan ini sebesar Rp. 803.943.387.000,- dengan realisasi 67,2% (Rp.540.635.365.234,-). Anggaran dialokasi berdasarkan kewenangan yaitu: kantor pusat, dana dekonsentrasi, dan dana tugas pembantuan.

b. Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional.

1) Sasaran strategis

Meningkatnya akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas bagi masyarakat.

(29)

25

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

2) Definisi Operasional

RSUD adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh daerah (kabupaten, kota atau propinsi).

Yang dimaksud kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional yaitu kabupaten/kota yang memiliki minimal satu RSUD yang telah memiliki sertifikat akreditasi yang dikeluarkan oleh Lembaga independen penyelenggara akreditasi atau Komisi Akreditasi Rumah Sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3) Cara Perhitungan

Cara perhitungan adalah dengan menjumlahkan kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional. Sedangkan cara pengukuran hasil adalah dengan dibuktikan adanya sertifikat akreditasi rumah sakit dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

4) Pencapaian Kinerja

Tabel 5. Pencapaian RSUD yang Tersertifikasi Akreditasi Nasional Indikator Target 2015 Realisasi 2015 Pencapaian 2015 Target 2019 Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi

akreditasi nasional

94 50 53,19% 481

Pada tahun 2015, pencapaian indikator sebanyak 50 kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional (53,19%). Dari 50 RSUD yang terakreditasi pada 50 kab/kota tersebut,

(30)

26

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

terdapat 22 RSUD yang menginginkan peningkatan status kelulusan akreditasi. Data capaian berasal dari laporan Komisi Akreditasi Rumah Sakit per 31 Desember 2015. Base line data capaian pada tahun 2014 sebanyak terdapat 10 kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional. Dan jika dibandingkan target akhir jangka menengah (481 kab/kota), maka perlu upaya yang keras untuk mencapainya.

Pada tahun 2015 terdapat 271 rumah sakit yang sudah terakreditasi nasional (versi 2012) yang terdiri dari 25 RS Pemeintah Pusat, 55 RS daerah, 18 RS Kementerian Lainnya, 5 RS BUMN, dan 168 RS swasta.

Kegiatan yang dilakukan dalam pencapaian indikator program ini adalah: a) Penyusunan regulasi berupa draft petunjuk teknis standar akreditasi

rumah sakit

b) Peningkatan sarana dan prasarana RSUD melalui dana tugas pembantuan dan dana alokasi khusus yang berupa pemenuhan standar ruangan dan alat di IGD, ICU, ruang operasi, TT kelas III, IPAL, dan ambulance.

c) Melakukan bimbingan teknis pra akreditasi nasional kepada rumah sakit rujukan regional dan rumah sakit kabupaten/kota bersama dengan tim dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit atau tim pendamping yang terlatih.

(31)

27

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

d) Melakukan peningkatan kapasitas pendamping akreditasi rumah sakit sebanyak 2 tahap dan dilaksanakan di Jakarta. Pendamping dipilih dari RS vertikal yang sudah terakreditasi internasional maupun terakreditasi nasional paripurna (RS Sanglah, RS Sardjito, RS Kariadi, RS Fatmawati, RS Moh. Hoesin, RS Adam Malik, RS Othopedi Surakarta) dan RSPAD Gatot Subroto. Jumlah total pendamping saat ini sebanyak 76 orang.

Gambar 12. Peningkatan Kapasitas Pendamping Akreditasi di Rumah Sakit

e) Melakukan koordinasi dengan KARS mulai dari penyusunan road map pelaksanaan akreditasi

f) Melakukan evaluasi penilaian akreditasi yang dilakukan oleh KARS. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 78 rumah sakit yang telah terakreditasi pada tahun 2014.

Dari hasil kegiatan tersebut di atas maka, sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 didapatkan hasil adalah:

a) Rumah sakit yang telah mendapatkan pendampingan/visitasi dari KARS sebanyak 145 rumah sakit

b) Rumah sakit yang sudah siap dan mengajukan survei simulasi sebanyak 101 rumah sakit

(32)

28

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

d) Rumah sakit yang sudah mendapatkan sertifikasi akreditasi: 192 rumah sakit. Dari 192 rumah sakit yang sudah terakreditasi tersebut, yang berkategori sebagai RSUD sebanyak 50 rumah sakit.

5) Permasalahan a) Dana

Belum semua Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran yang mendukung pelaksanaan akreditasi di RSUD wilayah kerjanya.

b) Waktu

 Proses akreditasi mulai dari pelatihan sampai terakreditasi merupakan rangkaian yang panjang dan memakan waktu yang lama.

 RSUD yang akan melakukan workshop,bimbingan, maupun

survey simulasi harus masuk dalam waiting list oleh KARS karena banyaknya permintaan RS sementara jumlah SDM pembimbing terbatas. Padahal pengunaan pendanaan hanya berlaku 1 tahun.

c) SDM

 Komitmen pemerintah daerah yang belum merata sehingga kurang mendukung persyaratan pelaksanaan akreditasi yaitu dengan menunjuk Direktur Rumah Sakit yang bukan Tenaga Medis, sehingga struktur organisasi RS tidak sesuai dengan

Permenkes Nomor 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang

Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.

 Komitmen Pimpinan RS dan pegawai yang kurang sehingga tidak terlibat aktif dalam kegiatan persiapan akreditasi dan kurang mendukung kegiatan akreditasi.

 Ketersediaan SDM tenaga kesehatan yang masih belum

(33)

29

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

 Diperlukan perubahan budaya kerja dalam memberikan

pelayanan kesehatan yang senantiasa berorientasi pada peningkatan mutu pelayanan sesuai dengan standar akreditasi.  Minimnya pelatihan SDM dalam memenuhi persyaratan akreditasi

seperti pelatihan bantuan hidup dasar, PPI, bencana dan keselamatan pasien.

 Kemampuan propinsi dalam persiapan akreditasi belum cukup untuk dapat mendorong Dinkes dalam menjalankan fungsi pembinaan sesuai Permenkes 12/2012.

d) Sarana dan Prasarana

Masih banyak Rumah Sakit yang akan diakreditasi, namun belum memiliki sarana, prasarana dan alat kesehatan yang sesuai dengan standar akreditasi.

6) Usulan Pemecahan Masalah a) Dana

Menyediakan alokasi dana melalui DAK Non Fisik 2016 untuk 212 RSUD yang akan mencapai akreditasi pada tahun 2016.

b) Waktu

 Mengkoordinasikan dengan KARS untuk menjadwalkan survei simulasi akreditasi agar sesuai dengan target indikator RS akreditasi.

 Melakukan advokasi kepada Dinkes Propinsi untuk melakukan bimbingan akreditasi ke RSUD Kab/Kota dalam mengatur proses akreditasi mulai dari pelatihan sampai dengan survei akreditasi dalam satu tahun anggaran.

c) SDM

 Peningkatan keterlibatan dinas kesehatan dalam persiapan akreditasi RS.

(34)

30

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

 Koordinasi dengan Kemendagri untuk dapat meningkatkan komitmen Pimpinan Daerah dalam Akreditasi RS, dalam penyusunan struktur organisasi RS dan penunjukan Direktur RS.

 Melakukan koordinasi kepada PPSDM untuk melakukan

pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan sesuai dengan kelas Rumah Sakit.

 Membuat Pakta Integritas Direktur RS terutama RS Regional dalam persiapan akreditasi.

 Mensosialisasikan transformasi budaya kerja untuk meningkatkan budaya Mutu.

 Membentuk tim pendamping akreditasi yang dapat memberikan bimbingan kepada RS yang membutuhkan sesuai dengan penugasan Kemenkes.

d) Sarana dan prasarana

Mengalokasikan anggaran DAK Fisik 2016 untuk seluruh RSUD dalam pemenuhan standar, prasarana dan alat kesehatan sesuai kelas RS untuk standar akreditasi.

7) Realisasi Anggaran

Pada tahun 2015 alokasi anggaran untuk kegiatan ini sebesar Rp. 7.592.660.686.000,- dengan realisasi 90,0% (Rp. 6.836.588.953.723,-). Alokasi anggaran berdasarkan kewenangan, yaitu kantor pusat, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan).

Tabel 6. Alokasi dan Realisasi Anggaran Kegiatan yang Mendukung Pencapaian Indikator RSUD Tersertifikasi Akreditasi

No Kewenangan Alokasi Realisasi %

1. Kantor Pusat 22.057.657.000 10.604.061.445 48,1 2. Dekonsentrasi 10.019.237.000 8.172.361.905 81,6 3. Tugas Pembantuan 2.412.173.316.000 1.896.634.969.171 78,6 2.444.250.210.000 1.915.411.392.521 78,4

(35)

31

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

3. DUKUNGAN DITJEN BINA UPAYA TERHADAP PRIORITAS KESEHATAN NASIONAL LAINNYA

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan harus melaksanakan program dan kegiatan untuk mencapaian target indikator yang telah ditetapkan. Di samping itu Ditjen Bina Upaya Kesehatan yang merupakan salah satu unsur dari Kementerian Kesehatan di samping berkewajiban untuk turut mendukung pencapaian target dalam Nawacita/Janji Presiden, prioritas nasional Kementerian Kesehatan, Sustainable Development Goals (SDGs), Quick Wins, Percepatan Papua dan Papua Barat, dan lain-lainnya.

Dukungan Ditjen Bina Upaya Kesehatan terhadap prioritas kesehatan nasional lainnya adalah:

a. Janji Presiden

Presiden Joko Widodo menyampaikan beberapa janji untuk

menyejahterakan rakyat Indonesia. Pada tahun 2015 Kantor Staf Presiden (KSP) memilih 100 program dan kegiatan prioritas nasional dari janji-janji presiden dan wakil presiden. Dari 100 janji presiden yang dipantau oleh KSP terdapat 10 janji di bidang kesehatan, dan yang menjadi tanggung jawab Ditjen Bina Upaya Kesehatan sebanyak 2 janji, yaitu:

1) Pelayanan Puskesmas sesuai Standar di 6.000 Puskesmas

Untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas kepada masyarakat diperlukan Puskesmas yang memberikan sesuai standar. Adapun target 6.000 Puskesmas untuk tahun 2019 akan dicapai secara bertahap seperti dalam tabel dibawah ini.

(36)

32

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Tabel 7. Target Indikator Puskesmas yang Memberikan Pelayanan Sesuai Standar Tahun 2015-2019

Indikator

Target

2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah puskesmas non rawat

inap dan puskesmas rawat inap yang memberikan pelayanan sesuai standar

700 1.400 2.800 5.600 6.000

KSP memantau proses pencapaian indikator dengan melakukan pemantauan pencapaian indikator proses yang telah disepakati bersama antara KSP dengan Kemenkes setiap tiga bulan sekali. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 pencapaian sebesar 121% (847 Puskesmas) dan mendapatkan rapor hijau.

2) Pelayanan Kesehatan Bergerak di 150 Kabupaten/kota

Adanya keterbatasan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan, maka Kemenkes untuk meningkatkan jangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat di daerah terpencil perbatasan dan kepulauan, salah satunya dengan melaksanakan pelayanan kesehatan bergerak.

Tabel 8. Target Indikator Kabupaten/kota yang Melakukan

Pelayanan Kesehatan Bergerak di Daerah Terpencil dan Sangat Terpencil Tahun 2015-2019

Indikator

Target

2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah kabupaten/kota yang

melakukan Pelayanan

Kesehatan Bergerak di daerah terpencil dan sangat terpencil

(37)

33

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Pencapaian sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 sebesar 108% (116 kabupaten/kota) dan mendapatkan rapor hijau.

b. Quick Wins

Quick Wins adalah program yang mempunyai daya ungkit (key leverage) yang berkaitan dengan perbaikan pada core business. Hasil perbaikan dapat dengan mudah terlihat dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.

Berdasarkan kesepakatan antara Bappenas dan Kemenkes pada tahun 2015 Ditjen Bina Upaya Kesehatan bertanggungjawab terhadap 6 rencana aksi, yaitu:

1) Pembuatan RPP/Perpres yang diperlukan untuk menindaklanjuti isi UU 44/2009 tentang Pengelolaan Dana Kesehatan oleh RSUD dan Pemda Defisini operasional: RPP tindak lanjut UU Nomor 44 Tahun 2009 yang berisi mengenai peraturan pembiayaan kesehatan di RSUD yang berasal dari pemerintah/pemda.

Pencapaian: 100% yaitu telah tersusun RPP tentang subsidi atau bantuan pemerintah untuk pembiayaan rumah sakit sedang dalam proses legalisasi.

2) Sistem kerjasama Puskesmas dengan unit transfusi darah untuk mencegah kematian ibu melahirkan

Definisi operasionalnya: tersedianya pedoman dan terlaksananya program kerjasama puskesmas melalui Dinas Kesehatan dengan UTD dan rumah sakit untuk rekrutmen dan seleksi donor guna persiapan penyediaan darah bagi Ibu melahirkan.

Indikator dalam Renstra adalah Jumlah Puskesmas yang telah bekerjasama melalui Dinkes dengan Unit Transfusi Darah (UTD) dan rumah sakit. Target tahun 2015 = 200, tahun 2016 = 1.600, tahun 2017 = 3.000, tahun 2018 = 4.400, dan tahun 2019 = 5.600 Puskesmas.

(38)

34

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Pencapaian:

a) Telah terbit Permenkes 92/2015 tentang Juknis pelaksanaan program kerja sama antara Puskesmas, UTD, dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan AKI.

b) Puskesmas yang telah bekerjasama melalui Dinkes dengan Unit Transfusi Darah (UTD) dan rumah sakit sebanyak 212 Puskesmas (106%).

3) Pendataan Kebutuhan Kapal Rumah Sakit di Kabupaten-kabupaten Kepulauan

Definisi operasional: adanya data kebutuhan kapal rumah sakit di kabupaten kepulauan.

Indikator dalam Renstra: jumlah dokumen tentang kebutuhan kapal RS di daerah kepulauan. Target tahun 2015 = 1 dokumen dan tahun 2016 = 1 dokumen.

Pencapaian: telah tersusun satu dokumen tentang kebutuhan kapal RS di daerah kepulauan.

4) Kesiapan 6000 Puskesmas dalam memberikan pelayanan termasuk Puskemas Rawat Inap

Definisi operasional: sebanyak 6000 Puskesmas termasuk di dalamnya Puskesmas Rawat Inap yang memenuhi standar pelayanan sesuai PMK nomor 75 tahun 2014.

Indikator dalam Renstra: jumlah Puskesmas non rawat inap dan rawat inap yang memberikan pelayanan sesuai standar. Target tahun 2015 = 700, tahun 2016 = 1.400, tahun 2017 = 2.800, tahun 2018 = 5.600, dan tahun 2019 = 6.000 Puskesmas.

Pencapaian: Puskesmas non rawat inap dan rawat inap yang memberikan pelayanan sesuai standar sebanyak 848 Puskesmas (121%).

5) Pengembangan RS Rujukan Nasional dengan RS Rujukan Regional yang menerapkan integrasi data rekam medis

(39)

35

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Definisi operasional: tersedia 60 RS Rujukan Nasional dengan RS Rujukan Regional yang menerapkan integrasi data rekam medis.

Indikator dalam Renstra: jumlah RS Rujukan Nasional dengan RS Rujukan Regional yang menerapkan integrasi data rekam medis. Target tahun 2015 = 0, tahun 2016 = 15, tahun 2017 = 30, tahun 2018 = 45, dan tahun 2019 = 60 RS.

Pencapaian: pada tahun 2015 Ditjen Bina Upaya Kesehatan masih dalam proses persiapan (menyusun regulasi).

6) Jumlah RS Rujukan regional yang memiliki pelayanan sesuai standar Definisi operasional: tersedianya 150 RS (180 RS/184 RS) rujukan regional yang sesuai standar RS Rujukan Regional.

Indikator dalam Renstra: jumlah RS Rujukan Regional yang memiliki pelayanan sesuai standar. Target tahun 2015 = 30, tahun 2016 = 60, tahun 2017 = 90, tahun 2018= 120, tahun 2019 = 150 RS.

Pencapaian: RS Rujukan Regional yang memiliki pelayanan sesuai standar sebanyak 8 RS (26,7%).

c. Open Government Indonesia

Open Government Indonesia (OGI) adalah sebuah gerakan bersama pemerintah dengan masyarakat untuk mewujudkan keterbukaan pemerintah Indonesia dan percepatan perbaikan pelayanan publik di Indonesia sebagaimana sudah diamanahkan oleh UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan UU No. 25 tahun 2009

tentang Pelayanan Publik. OGI mempunyai komitmen untuk

mengimplementasikan program yang berlandaskan pada 3 pilar: transparansi, partisipasi, dan inovasi. OGI mulai didirikan pada tanggal 20 September 2011. OGI adalah bagian dari gerakan global Open Government Partnership (OGP) yang saat ini memiliki 63 negara anggota.

Pada tahun 2015 Ditjen Bina Upaya Kesehatan melaksanakan 3 rencana aksi OGI, yaitu: Badab Pengawas Rumah Sakit (BPRS) provinsi, sistem kegawatdaruratan, dan (Orang Dengan Gangguan Jiwa) ODGJ.

(40)

36

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Tabel 9. Rencana Aksi Open Government Indonesia Tahun 2015

No Rencana Aksi Indikator Target

Reali- sasi Capaian 1. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam peningkatan kualitas layanan kesehatan Terbentuknya BPRS Provinsi sebanyak 20% dari total provinsi yang memiliki minimal 10 RS di tahun 2015 (kumulatif 6 Provinsi) 6 7 116,7% 2. Pengembangan infrastruktur pelayanan terintegrasi Terbangunnya sistem kegawatdaruratan di 5 provinsi 5 7 140% Terbangunnya sistem Call Center 119 yang terintegrasi dengan rumah sakit di 3 Provinsi

3 3 100% 3. Perlindungan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) melalui pemberdayaan masyarakat Terlaksananya pengembangan komunitas peduli kesehatan jiwa di 10 provinsi 10 10 100% Terlaksananya publikasi informasi fasilitas layanan kesehatan yang melayani ODGJ melalui website Kemenkes 100% 100% 100% Terlaksananya kampanye publik menyangkut informasi kesehatan jiwa di 10 provinsi 10 10 100%

d. Jaminan Kesehatan Nasional

Dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah suatu program Pemerintah dan Masyarakat/Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.

(41)

37

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional maka sistem pelayanan kesehatan harus diatur sedemikian rupa, sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu maka Kementerian Kesehatan menyusun suatu sistem rujukan berjenjang dalam pelayanan kesehatan, yaitu yang dimulai dari:

1) Pelayanan kesehatan dasar (puskesmas, klinik, dll); 2) Rumah sakit rujukan kabupaten/kota;

3) Rumah sakit rujukan regional; dan

4) Rumah sakit rujukan propinsi/nasional (tersier).

Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas, maka seluruh rumah sakit perlu ditingkatkan mutunya termasuk rumah sakit rujukan nasional (tertier). Untuk itu maka Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana untuk peningkatan sarana dan prasarana mulai dari Puskesmas dan rumah sakit (termasuk di dalamnya RS UPT Vertikal).

B. REALISASI ANGGARAN

Tabel 10. Alokasi dan Realisasi Anggaran Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015 Berdasarkan Kewenangan

NO KEWENANGAN ALOKASI REALISASI %

1 Kantor Pusat 961.458.985.000 323.144.925.523 33,6 2 Kantor Daerah 14.713.115.294.000 13.721.530.191.005 93,3 3 Dekonsentrasi 86.007.974.000 66.032.639.400 76,8 4 Tugas Pembantuan 3.091.673.420.000 2.387.497.149.405 77,2 18.852.255.673.000 16.498.204.905.333 87,5

(sumber: SAI unaudited)

Realisasi Ditjen Bina Upaya Kesehatan sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp. 16.498.204.905.333,- (87,5%). Persentase realisasi anggaran yang paling rendah adalah kantor pusat, hal ini disebabkan lamanya revisi DIPA di kantor pusat yang berdampak realisasi anggaran.

(42)

38

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Tabel 11. Alokasi dan Realisasi Anggaran Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015 Berdasarkan Kegiatan

NO KEGIATAN ALOKASI REALISASI %

1 Pembinaan Upaya Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan 135.831.262.000 108.990.354.915 80,2 2 Pembinaan Pelayanan Keperawatan dan Ketehnisian Medis 15.907.182.000 11.246.317.070 70,7 3 Pembinaan Upaya Kesehatan Dasar 803.943.387.000 540.635.365.226 67,3 4 Pembinaan Upaya Kesehatan Rujukan 14.731.919.807.000 13.179.253.071.132 89,5 5 Dukungan Manajemen

dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya 3.148.244.951.000 2.643.717.476.276 84,0 6 Pembinaan Pelayanan Kesehatan Jiwa 16.409.084.000 14.362.320.714 87,5 18.852.255.673.000 16.498.204.905.333 87,5 (sumber: SAI unaudited)

Persentase realisasi anggaran berdasarkan kegiatan yang paling rendah adalah pembinaan upaya kesehatan dasar. Turunnya DIPA kantor pusat dan DIPA TP dasar yang terlambat. Hal ini menyebabkan sebagian satker TP dasar yang mengambil menu fisik tidak dapat melaksanakan kegiatan tersebut karena terbentur sempitnya waktu pelaksanaan.

Tabel 12. Alokasi dan Realisasi Anggaran Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015 Berdasarkan Jenis Belanja

NO JENIS BELANJA ALOKASI REALISASI %

1 BELANJA PEGAWAI 2.343.097.786.000 2.060.062.516.461 87,9 2 BELANJA BARANG 10.624.265.289.000 9.964.074.379.677 93,8 3 BELANJA MODAL 5.884.892.598.000 4.474.068.009.195 76,0 18.852.255.673.000 16.498.204.905.333 87,5 (sumber: SAI unaudited)

(43)

39

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

Persentase realisasi anggaran berdasarkan jenis belanja yang paling rendah adalah belanja modal. Turunnya DIPA TP dasar yang terlambat sehingga sebagian satker TP dasar yang mengambil menu fisik tidak dapat melaksanakan kegiatan tersebut karena terbentur sempitnya waktu pelaksanaan.

Tabel 13. Alokasi dan Realisasi Anggaran Ditjen Bina Upaya Kesehatan

Yang Mendukung Langsung Pencapaian Indikator Kinerja Tahun 2015

No Indikator Alokasi Realisasi %

1 Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi 803.943.387.000 540.635.365.226 67,2 2 Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional 2.444.250.210.000 1.915.411.392.521 78,4 3.248.193.597.000 2.456.046.757.747 75,6 (sumber: SAI unaudited)

Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan telah mengalokasikan sebesar Rp. 3.248.193.597.000,- untuk mendukung pencapaian indikator kinerja program dengan realisasi sebesar 75,6% (Rp. 2.456.046.757.747,-). Apabila Dana tersebut dialokasikan ke berbagai satuan kerja berdasarkan kewenangannya, yaitu kantor pusat, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Alokasi anggaran yang mendukung pencapaian indikator kinerja program sebesar 17,2% dari total alokasi anggaran Ditjen Bina Upaya Kesehatan tahun 2015. Alokasi anggaran lainnya dipergunakan Ditjen Bina Upaya Kesehatan untuk mendukung pelaksanaan prioritas kesehatan nasinal.

C. SUMBER DAYA LAINNYA

1. SUMBER DAYA MANUSIA

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak bisa dilepaskan dari sebuah organisasi atau institusi. SDM dalam hal ini disebut sebagai pegawai merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan organisasi atau dapat dikatakan sebagai penggerak untuk

(44)

40

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

mencapai tujuan organisasi tersebut. Keadaan Pegawai Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan pada tanggal 31 Desember 2015 berjumlah 567 pegawai, yang dapat dilihat secara lebih rinci pada tabel sebagai berikut :

Tabel 14. Distribusi Pegawai Ditjen Bina Upaya Kesehatan Berdasarkan Golongannya

No Golongan

Satuan Kerja

Jumlah

Sekretariat BUKD BUKR

Kepera-watan Penun-jang Keswa 1 Golongan IV 13 16 15 9 14 10 77 2 Golongan III 173 59 69 46 60 42 449 3 Golongan II 28 1 1 3 7 1 41 4 Golongan I 0 0 0 0 0 0 0 Total 214 76 85 58 81 53 567

Berdasar tabel di atas maka golongan pegawai di Ditjen Bina Upaya Kesehatan yang terbanyak adalah golongan III, diikuti golongan IV dan golongan II.

Tabel 15. Distribusi Pegawai Ditjen Bina Upaya Kesehatan Berdasarkan Tingkat Pendidikannya

No Pendidikan

Satuan Kerja

Jumlah

Sekretariat BUKD BUKR

Kepera-watan Penun-jang Keswa 1 S3 3 0 1 0 0 0 4 2 S2 27 40 44 21 30 22 184 3 Spesialis 1/2/A V 0 0 2 1 2 5 10 4 A IV 0 0 0 0 0 0 0 5 S1 101 26 21 23 26 13 210 6 D IV 0 0 0 4 1 1 6 7 D III 31 1 5 5 7 4 53 8 Akademi 2 0 1 0 0 1 4 9 SM 1 0 0 0 0 0 1 10 D II 0 0 0 0 0 0 0 11 DI 0 0 0 0 0 0 0 12 SMA 46 9 11 3 13 6 88 13 SMP 2 0 0 0 0 0 2 14 SD 1 0 0 1 1 0 3 15 Tidak ada dokumen 0 0 0 0 1 1 2 Total 214 76 85 58 81 53 567

Idealnya jumlah pegawai yang ada disesuaikan dengan hasil perhitungan kebutuhan pegawai berdasarkan Analisis Beban Kerja (ABK) pada suatu unit

(45)

41

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

organisasi. ABK dapat digunakan sebagai tolak ukur bagi pegawai/unit organisasi dalam melaksanakan kegiatannya yaitu berupa norma waktu penyelesaian pekerjaan, tingkat efisiensi kerja dan standar beban kerja dan prestasi kerja, menyusun formasi pegawai, serta penyempurnaan sistem prosedur kerja dan manajemen lainnya. Selain itu ABK juga dapat dijadikan tolak ukur untuk meningkatkan produktivitas kerja serta langkah-langkah lainnya dalam rangka meningkatkan pembinaan, penyempurnaan dan pemberdayaan aparatur negara baik dari segi kelembagaan, ketatalaksanaan maupu kepegawaian.

Berdasarkan kedua tabel di atas dan hasil ABK tahun 2014 di linngkungan Ditjen Bina Upaya Kesehatan diperoleh informasi bahwa jumlah pegawai tersebut belum mencukupi kebutuhan organisasi dan tentunya hai ini mempengaruhi pada pencapaian target kinerja di lingkungan Ditjen Bina Upaya Kesehatan. Guna mengefisienkan pegawai yang ada diperlukan penguatan kinerja pegawai. Penguatan tersebut berupa program-program dalam kerangka pengembangan kapasitas pegawai yang memerlukan dukungan dan komitmen para pimpinan organisasi untuk segera merealisasikan dengan kegiatan-kegiatan dalam bentuk investasi jangka panjang, misalnya peningkatan pendidikan formal pegawai sampai ke jenjang strata 1, strata 2, dan strata 3 serta pengembangan diklat khusus pegawai yang terpadu dan berkelanjutan. Peningkatan kapasitas pegawai menjadi salah satu titik tolak yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan kapasitas pegawai sekaligus peningkatan kapasitas organisasi.

2. SUMBER DAYA SARANA DAN PRASARANA

Pengelolaan Barang Milik Negara Ditjen Bina Upaya Kesehatan selama periode 1 Januari s/d 31 Desember 2015, dapat dilaporkan dalam bentuk Intrakomtable, Ekstrakomtable, Gabungan Intrakomtable dan Ekstrakomtable, Aset Tak Berwujud dan Konstruksi dalam pengerjaaan.

Adapun laporan perkembangan masing-masing Barang Milik Negara adalah sebagai berikut :

(46)

42

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

a. BMN INTRAKOMTABLE

Posisi Awal ( 1 Januari 2015 ) : Rp. 44.559.628.044.169,-

Penambahan : Rp. 5.657.562.762.291,-

Pengurangan : Rp. 1.743.628.578.779,-

Posisi Akhir ( 31 Desember 2015 ) : Rp. 48.473.562.227.681,- b. BMN EKSTRAKOMTABEL

Posisi Awal ( 1 Januari 2015 ) : Rp. 59.016.294.754,-

Penambahan : Rp. 8.563.522.293,-

Pengurangan : RP. 1.714.951.528,-

Posisi Akhir ( 31 Desember 2015) : Rp. 65.864.865.559,- c. BMN GABUNGAN INTRA & EKSTRA

Posisi Awal ( 1 Januari 2015) : Rp. 44.618.644.338.963,-

Penambahan : Rp. 5.666.126.284.584,-

Pengurangan : Rp. 1.745.343.530.307,-

Posisi Akhir ( 31 Desember 2015) : Rp. 48.539.427.093.240,- d. BMN ASET TAK BERWUJUD

Posisi Awal ( 1 Januari 2015 ) : Rp. 67.475.128.087,-

Penambahan : Rp. 13.126.031.996,-

Aset Definitif : Rp. 1.300.000,-

Posisi Akhir ( 31 Desember 2015) : Rp. 80.603.860.083,- e. KONTRUKSI DALAM PENGERJAAN

Posisi Awal ( 1 Januari 2015 ) : Rp. 1.748.477.690.272,-

Penambahan : Rp. 1.691.215.237.621,-

Pengurangan : Rp. 1.297.577.565.740,-

Posisi Akhir ( 31 Desember 2015) : Rp. 2.142.115.362.153,-

Berdasarkan hasil laporan Posisi Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan berdasarkan Neraca sampai dengan 31 Desember 2015 tercatat bruto sebesar Rp. 51.479.114.317.424,- dan netto sebesar Rp

30.223.013.694.221,- dengan angka penyusutan sebesar Rp.

(47)

43

Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015

BAB IV PENUTUP

Laporan Akuntabilitas Kinerja ini merupakan media untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja Ditjen Bina Upaya Kesehatan kepada Menteri Kesehatan, dan seluruh pemangku kepentingan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung selama periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2015.

Tahun 2016 merupakan tahun pertama pelaksanaan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan (Renstra Kemenkes), sehingga tahun 2016 ini oleh Ditjen Bina Upaya Kesehatan digunakan untuk penyusunan regulasi, sosialisasi, advokasi, pelatihan pendamping dan surveior. Secara umum dapat disimpulkan bahwa Ditjen Bina Upaya Kesehatan belum dapat mencapai target program tahun 2015, khususnya yang ditetapkan dalam Renstra Kemenkes Tahun 2015-2019.

Pencapaian pada tahun 2015 ini merupakan titik awal Renstra Kemenkes 2015-2019, diharapkan dapat menjadi parameter agar kegiatan-kegiatan di masa mendatang dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien. Sedangkan hal-hal yang menghambat tercapainya target diharapkan dapat ditemukan solusi serta alternatif penyelesaiannya dengan mengedepankan profesionalisme di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

Mengingat pencapaian pada tahun 2015 belum mencapai target, maka pada tahun 2016 Ditjen Bina Upaya harus melakukan teroboson inovatif yang berguna untuk mengejar ketertinggalan dan mempercepat pencapaian target yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan perencanaan yang baik dan pengimplementasian kegiatan yang konsisten dengan perencanaan tersebut.

Gambar

Gambar 1. Struktur Organisasi dan Nama Pejabat Eselon I dan Eselon II                     Ditjen Bina Upaya Kesehatan Keadaan tanggal 31 Desember 2015
Gambar 2. Peta Strategis Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan                     Tahun 2015-2019
Tabel 1. Sasaran Program Ditjen Bina Upaya Kesehatan Tahun 2015-2019  No  Sasaran
Tabel 2. Perjanjian Kinerja yang Berisi Sasaran Program, Indikator Kinerja dan                 Target Tahun 2015 Ditjen Bina Upaya Kesehatan
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Target kinerja IKU Persentase Kualitas Pelaksanaan Anggaran KPPN yang ditetapkan dalam Kontrak Kinerja Tahun 2020 adalah sebesar 95% dengan periode pelaporan secara triwulanan

Puji Syukur atas berkat karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan pertolongan dan mendampingi penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan skripsi

1) Dilakukan pewarnaan Gram, kultur, dan tes sensitivitas sebelum memulai terapi antibiotik. 2) Terapi empirik harus berdasarkan data epidemiologi setempat. 3) Terapi definitif

Prosedur kerja  tempat penyimpanan masing-masing kelompok bahan reagen tersebut diberi label dengan warna yang berbeda missal, merah untuk bahan berbahaya, Biru untuk bahan

1 Ma'rifah, A.Ma PNS SDN 05 Banyumudal Jl, Pemuda Komplek Masjid Al Hidayah, Pemalang.. 2 Waniroh PNS SD Negri 02 Gunungjaya Jl, Pemuda Komplek Masjid Al

Kegiatan pelaksanaan sertifikasi media pembawa yang dilalulintaskan melalui tempat pemasukan dan pengeluaran pada wilayah kerja Stasiun Karantina Pertanian Kelas I

Selama tahun 2015, setidaknya 37 pertemuan dan perundingan Economic Partnership Agreement dilakukan, antara lain: Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA),

Identifikasi dan perancangan petunjuk pelaksanaan dan prosedur teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Republik