• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.2. Rekomendasi

8 BAB II

PROFIL KEMISKINAN DAERAH

2.1 Kondisi Umum Daerah

Kota Banda Aceh yang sudah berusia 811 tahun termasuk salah satu kota tertua di Asia Tenggara yang merupakan ibukota Kerajaan Aceh Darussalam. Kota Banda Aceh didirikan oleh Sultan Johan Syah pada hari Jum’at, tanggal 1 Ramadhan 601 H atau 22 April 1205 M.

Kota Banda Aceh terletak pada posisi geografis antara 05016’15”- 05036’16” Lintang Utara (LU) dan 95016’15”-95022’35” Bujur Timur (BT), dengan luas wilayah sebesar 59,002 kilometer persegi (km2), atau 1,08 persen dari luas wilayah Provinsi Aceh. Posisi geografis kota sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia di bagian barat dan Selat Malaka di bagian utara. Dengan posisi tersebut Kota Banda Aceh merupakan pintu masuk di bagian barat Republik Indonesia bagi wisatawan dalam negeri dan manca negara. Adapun di bagian timur dan selatan, Kota Banda Aceh berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Besar.

Secara administratif, Kota Banda Aceh terdiri dari 9 kecamatan, 90 gampong, dan 17 mukim dengan jumlah penduduk 250.303 jiwa pada tahun 2015. Kota Banda Aceh berperan sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat pembelajaran Islam, pusat kebudayaan, pusat kesehatan, dan juga sebagai daerah tujuan wisata.

Saat ini kota Banda Aceh belum lepas dari masalah kemiskinan dan untuk menanggulangi kemiskinan secara lebih efektif, Pemerintah Kota Banda Aceh telah menetapkan beberapa indikator kemiskinan yang merupakan perpaduan antara indikator nasional dengan indikator lokal, perpaduan indikator tersebut adalah sebagai berikut :

9 Tabel 2. 1

Indikator Fakir dan Miskin Kota Banda Aceh

NO INDIKATOR KLASIFIKASI

FAKIR MISKIN

1 2 3 4

1 Pendapatan Rumah Tangga per bulan Kurang dari Rp 450.000 Rp 450.000 – Rp 900.000 2 Luas lantai tempat tinggal 0 - 4 m2 / orang 5 - 7 m2 / orang 3 Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga Tidak ada Serabutan/tidak tetap

4 Sumber air minum Sumur Sumur

5 Frekuensi makan daging sapi/ayam dalam seminggu Tidak pernah Satu kali

6 Kemampuan membeli pakaian baru selama 6 (enam) bulan Tidak pernah Satu kali

7 Kemampuan berobat Puskesmas RSU

8 Memiliki tabungan dalam bentuk uang atau barang Aset < Rp 500.000 1.000.000 Aset ≤ Rp

9 Jenis lantai bangunan Semen kasar Semen halus 10 Jenis dinding bangunan Kayu kualitas rendah Tembok kualitas rendah 11 Sumber penerangan utama Petromak/pelita PLN (4 A) 12 Kondisi kesehatan balita Kurang gizi Kurang gizi

13 Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala rumah tangga Tamat SD/MI Tamat SMP/MTs

14 Kemampuan menyekolahkan anak (usia 7-15 tahun) Hanya sampai SD Hanya sampai SLTA

2.2. Kondisi Kemiskinan Multidimensi

2.2.1. Dimensi Kemiskinan dan Ketenagakerjaan 2.2.1.1. Dimensi Kemiskinan

Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang menuntut perhatian serius dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Pengertian Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan perangkat pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses pada pendidikan dan pekerjaan.

10 Perlu diingat bahwa kemiskinan bukan seratus persen kesalahan pemerintah. Pada dasarnya, kemiskinan adalah tentang kualitas hidup masing-masing individu, yang dapat diubah seiring berkembangnya pola pikir manusia. Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu: Kemiskinan mutlak (absolut) dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan mutlak mengacu pada satu set standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara. Kemiskinan absolut juga adalah situasi dimana penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari jumlah makanan yang dikonsumsi dibawah jumlah yang cukup untuk menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari.

Sedangkan kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Kemiskinan struktural dan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur dan faktor-faktor adat budaya dari suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang (Sudantoko, 2009:43-46).

Untuk Kota Banda Aceh, garis kemiskinan tahun 2015 (Rp. 523.444,-) berada jauh diatas rata-rata Provinsi Aceh (tahun 2015 Rp. 394.419,-) dan Nasional (tahun 2015 Rp. 333.03,-) Dilihat dari garis kemiskinan dalam bentuk rupiah memang untuk Kota Banda Aceh lebih tinggi di bandingkan dengan Kota/Kabupaten lainnya di Provinsi Aceh, hal ini disebabkan karena Banda Aceh sebagai Ibu Kota Provinsi Aceh mempunyai persentase penduduk miskin yang lebih rendah dibandingkan Provinsi dan Nasional, sehingga terjadi tingkat kesenjangan yang sangat tinggi, oleh karenanya tingkat garis kemiskinan lebih tinggi dibandingkan dengan Kota/Kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Aceh (dapat dilihat pada Grafik berikut):

11 Grafik 2.1

Garis Kemiskinan Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015 390, 150 311, 351 351, 409 288, 619 212, 025 244, 628 380, 371 523, 444 328, 048 380, 858 424, 227 366, 676 374, 031 301, 027 280, 683 292, 323 286, 882 343, 246 361, 359 316, 304 338, 719 475, 111 307, 260 303, 155 100, 000 200, 000 300, 000 400, 000 500, 000 600, 000

Sumber : BPS Aceh Tahun 2016

Adapun persentase penduduk miskin Kota Banda Aceh selama periode 5 tahun kebelakang terus mengalami penurunan yakni dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 menunjukkan penurunan yang semakin melambat dimana tahun 2011 sebesar 9.08%, tahun 2012 sebesar 8.65%, tahun 2013 sebesar 8.03%, tahun 2014 sebesar 7.78% dan tahun 2015 sebesar 7,72%, dapat dilihat pada Grafik berikut:

Grafik 2.2

Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Banda Aceh Tahun 2011 - 2015 9.08 8.65 8.03 7.78 7.72 7 7.5 8 8.5 9 9.5 2011 2012 2013 2014 2015

12 Jika dilihat posisi relatif persentase kemiskinan Kota Banda Aceh berdasarkan Kota/Kab di Provinsi Aceh pada tahun 2014, maka persentase kemiskinan Kota Banda Aceh menunjukkan dibawah rata-rata Provinsi dan Nasional. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 2.3

Posisi Relatif Persentase Penduduk Miskin (%) Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2014

19 .9 2 17 .7 7 12 .7 9 13 .7 5 15.8 8 16 .9 9 22 .9 7 16 .1 3 20 .2 9 16 .9 4 19.5 8 17 .9 9 21 .4 3 14 .5 8 20 .8 5 16 .5 2 22 .4 5 21 .7 8 7.7 8 17 .0 2 12 .0 8 11 .9 3 19 .7 2

Kab/Kota Nasional (10.96%) Provinsi Aceh (16.98%)

Sumber: BPS, diolah

Sumber : BPS Aceh Tahun 2015

2.2.1.2 Dimensi Ketenagakerjaan

Pengangguran merupakan masalah serius yang dihadapi berbagai negara di dunia, tingginya angka pengangguran akan berakibat pada lambannya jalan perekonomian. Pengangguran merupakan salah satu penyakit ekonomi yang harus dapat diatasi dengan baik. Pengangguran yang terlalu besar membawa efek terhadap permasalahan sosial kemasyarakatan, seperti meningkatnya angka kemiskinan, memperlambat proses pembangunan, meningkatnya angka kriminalitas dan lain sebagainya.

13 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di kota Banda Aceh dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 2. 4

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Banda Aceh periode 2009-2015

TPT (Persen) 0 5 10 15 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 9.78 11.56 8.52 7.17 10.24 12.00

Keterangan : Data tahun 2013 tidak dipublikasikan

Sumber : Badan Pusat Statitik Kota Banda Aceh 2010-2016

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kota Banda Aceh yang merupakan ibu kota Provinsi Aceh, tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2009 mencapai 9,78 persen. Pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan menjadi 11,56 persen. Tingkat pengangguran ini terus berfluktuatif dari tahun 2009 sampai 2015. Dalam tujuh tahun terakhir yaitu pada tahun 2015 TPT kota Banda Aceh mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu mencapai 12,00 persen dari jumlah angkatan kerja sebanyak 115.696 orang. Jika dibandingkan dengan TPT Provinsi Aceh, kondisi pengangguran di Kota Banda Aceh pada tahun 2015 berada diatas persentase pengangguran Provinsi Aceh yang rata-rata 9,93 persen dan tingkat pengangguran rata-rata nasional sebesar 6,18 persen. Posisi Relatif Tingkat Pengangguran Terbuka kabupaten/kota se Provinsi Aceh tahun 2015 dapat kita lihat pada grafik di bawah ini:

14 Grafik 2. 5

Posisi Relatif Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Kabupaten/Kota Provinsi Aceh 2015

Sumber : Badan Pusat Statitik Aceh dan Nasional

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa TPT Kota Banda Aceh (12%) merupakan salah satu kabupaten/kota yang TPT-nya masih diatas rata-rata TPT Nasional (6,18%) dan Provinsi Aceh sebesar 9,93 persen. Kabupaten/kota yang mempunyai TPT tertinggi di Provinsi Aceh adalah Kabupaten Aceh Utara yang angka penganggurannya mencapai 17,05 persen. Sayangnya, peningkatan jumlah angkatan kerja atau pengangguran tersebut yang terus meningkat tidak dibarengi oleh perluasan lapangan kerja atau kapasitas produksi, akibatnya jumlah pengangguran pun meningkat seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja. Masih tingginya angka pengangguran di Kota Banda Aceh ini tentu banyak faktor penyebabnya. Selain masih terbatasnya lapangan pekerjaan, pengangguran di kota Banda Aceh disebabkan juga oleh beberapa

15 faktor seperti arus urbanisasi dari daerah/kabupaten lain ke Kota Banda Aceh untuk mencari pekerjaan, skill yang masih kurang dari pencari kerja sesuai standart dunia kerja dan masih kurang minatnya pencari kerja untuk berwirausaha secara mandiri.

Posisi relatif Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) kota Banda Aceh sebesar 61,05 % pada tahun 2015 berada di bawah rata-rata Nasional (65,76%) dan Provinsi Aceh (63,44%), ini menunjukkan bahwa penduduk usia kerja kota Banda Aceh yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa dalam kurun waktu tertentu tidak sebanyak rata-rata Nasional dan Provinsi Aceh.

Sumber : Badan Pusat Statitik Aceh dan Nasional

2.2.2. Dimensi Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu urusan wajib Pemerintah untuk memenuhi hak dasar setiap individu dan semua warga negara. Undang-Undang No 20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan setiap warga negara berhak mendapatkan layanan pendidikan berkualitas untuk mencerdaskan warga negera dan bangsa.

Grafik 2. 6

Posisi Relatif Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) Kabupaten

di Provinsi Aceh 2015

16 Saat ini Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan kebijakan untuk lebih memfokuskan penuntasan wajib belajar 12 tahun. Dasar pemikirannya adalah kewajiban dasar pemerintah dan juga hasil kajian bahwa pencapaian wajib belajar 12 tahun berdampak pada peningkatan kesempatan mendapatkan pendidikan bagi warga negara sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Pemerintah terus memantapkan penjaminan layanan pendidikan melalui berbagai kebijakan seperti meningkatkan anggaran pendidikan 20% dari APBN, peningkatan dana BOS dan lainnya, merupakan langkah awal dari peningkatan akses pelayanan pendidikan bagi seluruh warga negara. Penyaluran dana BOS diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dalam mendapatkan layanan pendidikan.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga sebagai leading sektor pendidikan melalui kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh telah melakukan secara teknis dan mengkoordinir dengan satuan pendidikan masing-masing jenjang, terus berupaya melakukan berbagai inovasi dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat Kota Banda Aceh. Upaya peningkatan akses pelayanan pendidikan yang dilakukan diarahkan pada pencapaian standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan serta upaya inovatif lainnya lebih memberikan kepuasan bagi masyarakat, terutama pada peningkatan sumber daya manusia.

Diantara Indikator yang dapat memberikan gambaran terhadap pencapaian akses layanan pendidikan yang berkualitas dalam bidang pendidikan dapat dilihat diantaranya yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisifasi Murni (APM), Angka Putus Sekolah (APS), Perkiraan Lama Sekolah (EYS) dan Rasio siswa dan guru.

2.2.2.1. Perkembangan antar-waktu dan antar-wilayah a. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Keberhasilan pembangunan suatu wilayah ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu strategi dalam meningkatkan kualitas SDM. Oleh karena itu peningkatan mutu pendidikan harus terus diupayakan, dimulai dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, hingga pada peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan

17 prasarana pendidikan. Untuk mengetahui seberapa banyak penduduk yang memanfaatkan fasilitas pendidikan dapat dilihat dari persentase penduduk menurut partisipasi sekolah. Pemerintah telah mewajibkan program pendidikan wajib belajar 12 tahun, angka partisipasi kasar yang digunakan dalam analisis ini adalah APK tingkat SMA/Sederajat. APK Kota Banda Aceh telah mencapai angka lebih dari 100% pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak siswa yang terlalu cepat atau terlalu lambat masuk SMA/Sederajat. Perkembangan antar waktu APK SMA/Sederajat di Kota Banda Aceh menunjukkan kecenderungan menurun menuju angka ideal 100%, namun menurun dibawah angka 100% pada tahun 2014 sebagaimana ditunjukkan dalam grafik berikut:

Grafik 2.7

Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/Sederajat Tahun 2011 - 2015

Sumber : Disdikpora Kota Banda Aceh Tahun 2016

Secara wilayah, APK tertinggi tahun 2015 terdapat di Kecamatan Banda Raya dan Kuta Alam. Hal ini menunjukkan bahwa banyak siswa di area ini yang terlalu cepat masuk atau terlalu tua lulus SMA. APK SMA/Sederajat dapat dilihat pada grafik berikut:

107.65 106.10 101.61 96.32 100.69 90.00 92.00 94.00 96.00 98.00 100.00 102.00 104.00 106.00 108.00 110.00 2011 2012 2013 2014 2015

APK

APK

18 Grafik 2.8

Perbandingan APK SMA/Sederajat Antar Kecamatan Tahun 2015

Sumber : Disdikpora Kota Banda Aceh Tahun 2016

Perkembangan Angka Partisipasi Kasar sangat mempengaruhi kondisi belajar karena saat APK tinggi, rasio murid-guru dan rasio murid-kelas ikut meningkat. Rasio murid guru dan murid-kelas yang terlalu tinggi berpengaruh terhadap kenyamanan belajar. Hal ini menunjukkan bahwa perlu upaya penurunan APK dengan membatasi jumlah murid. Hal ini telah dilakukan pemerintah kota sejak 2010 dengan pembatasan penerimaan jumlah siswa dari luar Banda Aceh. Keterkaitan tiga indikator dalam kasus Kota Banda Aceh ini dapat dilihat dalam grafik berikut:

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 91.72 32.75 226.50 45.32 51.43 219.84 53.31 56.07 37.02

19 Grafik 2.9

Analisis Keterkaitan APK dengan Rasio Siswa-Kelas dan Rasio Siswa-Guru Tahun 2011 - 2015

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh Tahun 2016

b. Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka Partisipasi Murni Kota Banda Aceh menunjukkan bahwa adanya selisih yang cukup jauh dengan angka partisipasi kasar. Hal ini menunjukkan bahwa banyak siswa di Kota Banda Aceh yang terlalu cepat atau terlalu lambat bersekolah. Hal ini dapat dilihat di tahun 2015, dimana APM mencapai 61,28% sementara APK menunjukkan angka 100,69%. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa terdapat proporsi sebesar 39,41% siswa yang terlalu cepat atau terlalu lambat masuk SMA/Sederajat.

Kecendrungan Angka Partisipasi Murni pada SMP, SMA dan MA/SMK tidak mencapai 100% diakibatkan oleh masih adanya anak usia sekolah di kota Banda Aceh yang tidak melanjutkan lagi pada pendidikan formal setelah tamat SD. Sebagian dari mereka lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan pada pesantren-pesantren atau dayah.

20 Dalam beberapa tahun terakhir terjadi penurunan APM di tingkat SMA/Sederajat dan juga di tingkat lain di setiap jenjang pendidikan. Hal ini terjadi karena masih banyak orang tua yang cenderung lebih cepat memasukkan anaknya bersekolah pada tingkat dasar pada usia dibawah enam tahun sehingga berpengaruh pada APM masing-masing jenjang pendidikan. Perkembangan APM SMA/Sederajat Kota Banda Aceh dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 2.10

Perkembangan APM SMA/Sederajat Tahun 2011 - 2015

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh Tahun 2016

Angka Partisipasi Murni SMA/Sederajat Banda Aceh juga menunjukkan sebaran spasial terkonsentrasi di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kuta Alam (142,45%) dan Banda Raya (138,81%). Angka APM yang lebih tinggi dari 100% menunjukkan adanya indikasi banyaknya murid di luar usia sekolah yang bersekolah di daerah tersebut pada tingkat menengah. 72.17 70.84 68.27 61.33 61.28 54.00 56.00 58.00 60.00 62.00 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00 2011 2012 2013 2014 2015 APM

21 Grafik 2.11

Perbandingan APM SMA/Sederajat Antar Kecamatan Tahun 2015

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh

c. Angka Putus Sekolah (APS)

Dalam lima tahun berakhir, Kota Banda Aceh beberapa kali mencapai angka putus sekolah nol persen. Tahun 2012 terdapat angka putus sekolah 0.3104% namun tahun 2015 berhasil ditekan menjadi 0%. Prestasi ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan kualitas lulusan pada masa mendatang.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 57.77 30.43 142.45 40.24 29.17 24.13 33.94 138.81 21.43 APM

22 Grafik 2.12

Angka Putus Sekolah di Kota Banda Aceh Jenjang SMA/Sederajat

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh Tahun 2016

Dari sembilan kecamatan di Kota Banda Aceh, Angka Putus Sekolah semuanya sudah berada pada angka 0 persen.

d. Perkiraan Lama Sekolah/tahun

Perkiraan Lama Sekolah/tahun atau EYS Kota Banda Aceh dalam empat tahun terakhir cukup baik. Hal ini terlihat dari angka EYS yang mencapai 17,01 tahun pada 2015. Angka EYS di Banda Aceh dapat dilihat pada grafik berikut:

23 Grafik 2.13

Perkiraan Lama Sekolah/Tahun (EYS) di Kota Banda Aceh Tahun 2012 – 2015 2012 2013 2014 2015 15.60 15.80 16.00 16.20 16.40 16.60 16.80 17.00 17.20 16.16 16.26 16.36 17.01

Sumber: BPS Aceh dan BPS Kota Banda Aceh

2.2.2.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas a. Angka Partisipasi Kasar

Angka Partisipasi Kasar Banda Aceh menunjukkan kecenderungan menurun dalam lima tahun terakhir. Hal ini berarti bahwa semakin banyak penduduk yang usianya sesuai dengan jenjang pendidikannya. Sementara APK nasional terus meningkat untuk menuju angka ideal 100%, demikian juga APK Aceh dari 2011 – 2013 mengalami penurunan namun 2014 – 2015 naik mendekati kondisi ideal 100%. Perbandingan ini dapat dilihat dalam grafik berikut:

24 Grafik 2.14

Analisis Relevansi APK SMA/Sederajat Tahun 2011 - 2015

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 2011 2012 2013 2014 2015 64,90 68,80 66,61 74,26 78,02 79,29 77,62 75,09 81,53 83,33 107,65 106,10 101,61 96,32 100,69 Nasional Aceh Banda Aceh

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh dan BPS

b. Angka Partisipasi Murni

Angka Partisipasi Murni Banda Aceh terus menurun menjauh dari angka ideal 100% sejak 2011, tapi pada 2015 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit siswa sekolah yang sesuai usia dengan jenjang pendidikannya.

Sementara itu, APM nasional jauh lebih rendah namun menunjukkan kecenderungan naik. Hal ini menunjukkan bahwa tren di tingkat nasional tidak relevan dengan tren APM di tingkat Kota Banda Aceh. Untuk itu, Banda Aceh perlu melakukan program-program untuk meningkatkan APM Kota Banda Aceh untuk mencapai angka ideal 100%.

Sementara APM Aceh menunjukkan kecenderungan stabil, yang berarti bahwa tidak ada program yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangan APM di tingkat propinsi. Perbandingan APM ini dapat dilihat dalam grafik berikut:

25 Grafik 2.15

Analisis Relevansi APM SMA/Sederajat Tahun 2011 - 2015

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 2011 2012 2013 2014 2015 48.07 51.88 54.25 59.35 59.71 61.37 61.82 63.43 69.20 69.82 72.17 70.84 68.27 61.33 61.28 Nasional Aceh Banda Aceh

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh dan BPS

2.2.3. Dimensi Kesehatan

Dalam UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, kesehatan didefinisikan secara lebih kompleks sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Tidak hanya terbebas dari gangguan secara fisik, mental, dan sosial, tetapi kesehatan dipandang sebagai alat atau sarana untuk hidup secara produktif. Dengan demikian, upaya kesehatan yang dilakukan, diarahkan pada upaya yang dapat mengarahkan masyarakat mencapai kesehatan yang cukup agar dapat hidup produktif.

Kerangka pembangunan kesehatan yang berkaitan dengan perubahan situasi dunia yang menggunakan konsep MGDs sekarang diganti Sustainable Development Goals (SDGs) yang akan melanjutkan konsep pembanguan MDGs yang berakhir pada tahun 2015.

26 1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Jumlah kematian bayi di Kota Banda Aceh tahun 2015 berjumlah 17 kematian dari 5.257 kelahiran hidup, setelah dikonversikan angka kematian bayi menjadi 3 per 1000 kelahiran hidup terjadi penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2014 sebesar 8 per 1000 kelahiran hidup dan tahun 2013 sebesar 6 per 1000 kelahiran hidup sedangkan Tahun 2012 sebesar 2 per 1000 kelahiran hidup dan untuk tahun 2011 sebesar 2 per 1000 kelahiran hidup, untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik 2.16.

Berbagai faktor yang diidentifikasikan sebagai penyebab kematian bayi diantaranya fasilitas kesehatan, aksesibilitas, pelayanan kesehatan dengan tenaga medis yang terampil dan kesediaan masyarakat untuk merubah pola kehidupan tradisional ke norma kehidupan yang lebih modern dalam bidang kesehatan. Secara nasional, target pencapaian MDGs untuk AKB adalah 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015, kondisi ini telah dicapai oleh Kota Banda Aceh sejak Tahun 2011.

Grafik 2.16

Angka Kematian Bayi (AKB) Kota Banda Aceh Tahun 2011-2015

0

2

4

6

8

2011

2012

2013

2014

2015

2 2

6

8

3

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2016

Jumlah kematian bayi di Kota Banda Aceh, dimana kematian bayi tertinggi di UPTD Puskesmas Meuraxa sebesar 4 kematian, dan terdapat 2 UPTD Puskesmas yang melaporkan tidak ada kematian bayi pada tahun 2015

27 yakni UPTD Puskesmas Kuta Alam dan Lampulo. Dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 2.17

Jumlah Kematian Bayi Menurut UPTD dalam Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2015

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4 1 3 2 1 0 0 1 2 1 2

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2016

2. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)

Angka kematian ibu di Kota Banda Aceh pada tahun 2015 adalah 114 per 100.000 kelahiran hidup, terjadi kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 92 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 119 per 100.000 kelahiran hidup, Tahun 2012 sebesar 20 per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2011 sebesar 104 oer 100.000 kelahiran hidup.

Target MDGs yang ingin dicapai Indonesia untuk AKI adalah menurunkan AKI menjadi 110 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2015 angka target MDGs belum tercapai di Kota Banda Aceh. Dapat dilihat pada grafik berikut:

28 Grafik 2.18

Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota Banda Aceh Tahun 2011 - 2015 104 20 119 92 114 0 20 40 60 80 100 120 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2016

3. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Hasil pantauan untuk tahun 2015 dilaporkan ada 24 bayi yang lahir dengan kasus BBLR di Kota Banda Aceh dengan BBLR tertinggi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Banda Raya 8 bayi, dan tidak ditemukan di UPTD Puskesmas Baiturrahman, Lampulo, Jeulingke dan Ulee Kareng, untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut:

29 Grafik 2.19

Jumlah Kasus BBLR Menurut UPTD Puskesmas di Kota Banda Aceh Tahun 2015

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 1 2 5 0 0 0 0 3 0 0 0 1 4 3 0 1 1 0 0 3 0 0

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2016

4. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dan Kunjungan Nifas Hasil pengumpulan data indikator SPM di Kota Banda Aceh pada tahun 2011–2015 menunjukkan bahwa persentase cakupan persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan mengalami peningkatan yang cukup berarti yaitu dari 89,7% tahun 2011 menjadi 96,90% pada tahun 2015. Dengan demikian manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan secara profesional di Kota Banda Aceh sudah berjalan baik.

30 Grafik 2.20

Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dan Kunjungan Nifas di Kota Banda Aceh Tahun 2011 - 2015

8 4 8 6 8 8 9 0 9 2 9 4 9 6 9 8 2011 2012 2013 2014 2015 8 9 ,7 9 2 ,0 3 9 3 ,2 7 9 4 ,2 9 6 ,9 8 8 ,9 9 2 ,0 3 9 3 ,1 8 9 4 ,1 1 9 6 ,8 9

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2015

5. Perbaikan Gizi Masyarakat

a.

Pemberian ASI Eksklusif

Asi eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman lain, kecuali obat, vitamin dan mineral. Target pemberian ASI Eksklusif 6 bulan adalah sebesar 80% sedangkan pencapaian di Kota Banda Aceh masih rendah, akan tetapi apabila dilihat pada tahun 2012 terjadi kenaikan dari 66,08% menjadi 70,11% pada tahun 2013, namun terjadi penurunan pada tahun 2014 sebesar 56.81% dan pada tahun 2015 menurun dengan jumlah bayi dibawah 6 bulan berjumlah 2.879 bayi dan yang mendapatkan ASI Eksklusif adalah 1.604 bayi (55.71%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

Dokumen terkait