• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Landasan Hukum Sistematika Penulisan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Landasan Hukum Sistematika Penulisan."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

I

1.1. Latar Belakang ……… 2

1.2. Maksud dan Tujuan ………. 5

1.3. Landasan Hukum ……….. 5

1.4. Sistematika Penulisan ………. 6

BAB II – PROFIL KEMISKINAN DAERAH ……… 8

2.1. Kondisi Umum Daerah ……… 8

2.2. Kondisi Kemiskinan Multidimensi ……….. 9

2.2.1. Dimensi Kemiskinan dan Ketenagakerjaan ………. 9

2.2.2. Dimensi Pendidikan ………. 15

2.2.2.1. Perkembangan Antar Waktu dan Antar Wilayah …….. 16

2.2.2.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas ……….. 23

2.2.3. Dimensi Kesehatan ……….. 25

2.2.4. Dimensi Prasarana Dasar ……….. 33

2.2.4.1. Akses Sanitasi Layak ……….. 33

2.2.4.2. Akses Air Minum Layak ………. 34

2.2.4.3. Akses Listrik ……….. 36

2.2.5. Dimensi Ketahanan Pangan ……….. 38

2.2.5.1. Perkembangan Harga Beras ………. 39

2.2.5.2. Perkembangan Harga Bahan Kebutuhan Pokok Utama 39

BAB III – KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN ……… 42

3.1. Regulasi Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan ……….. 42

3.2. Program dan Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan ………... 44

3.2.1. Klaster 1 ………... 44

3.2.2. Klaster 2 ……… 45

3.2.3. Klaster 3 ……… 46

3.2.4. Klaster 4 ……… 47

3.3. Evaluasi APBD untuk Penanggulangan Kemiskinan ……… 47

(2)

II

4.3. Pengendalian Penanggulangan Kemiskinan ………. 55

4.3.1. Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan Kemiskinan …………. 55

4.3.2. Penanganan Pengaduan Masyarakat ……… 58

BAB V – PENUTUP ……… 62

5.1. Kesimpulan ……….. 62

5.2. Rekomendasi ………. 62

(3)

III Grafik 2.2. Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Banda Aceh

Tahun 2011 – 2015 ……… … 11

Grafik 2.3. Posisi Relatif Persentase Penduduk Miskin (%) Kab/Kota

Di Provinsi Aceh Tahun 2014 ……….. 12

Grafik 2.4. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di

Kota Banda Aceh (%) Tahun 2009-2015 ... 13

Grafik 2.5. Posisi Relatif Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Menurut

Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh ... 14 Grafik 2.6. Posisi Relatif Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)

Kabupaten di Provinsi Aceh Tahun 2015 ……... 15

Grafik 2.7. Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/Sederajat Tahun

2011-2015 ... 17 Grafik 2.8. Perbandingan APK SMA/Sederajat Antar Kecamatan

Tahun 2015 ……… 18

Grafik 2.9. Analisis Keterkaitan APK dengan Rasio Siswa-Kelas dan

Rasio Siswa-Guru Tahun 2011 – 2015 ……… 19

Grafik 2.10. Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/

Sederajat Tahun, 2011 - 2015... 20 Grafik 2.11. Perbandingan APM SMA/Sederajat Antar Kecamatan

Tahun 2015 ... 21 Grafik 2.12. Angka Putus Sekolah di Kota Banda Aceh jenjang SMA/

Sederajat Tahun 2011 – 2015 ……….. 22

Grafik 2.13. Perkiraan Lama Sekolah /Tahun (EYS) di Kota Banda Aceh

Tahun 2012 – 2015 ………. 23

Grafik 2.14. Analisis Relevansi APK SMA/Sederajat ……… 24

Grafik 2.15. Analisis Relevansi APM SMA/Sederajat ………... 25

Grafik 2.16 Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Banda Aceh, 2011-2015 .. 26

Grafik 2.17 Jumlah Kematian Bayi Menurut UPTD dalam Wilayah Kota

Banda Aceh Tahun 2015 ... 27 Grafik 2.18 Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota Banda Aceh

Tahun 2011 – 2015 ………. 28

Grafik 2.19. Jumlah Kasus BBLR Menurut UPTD Puskesmas di Kota

(4)

IV

Tahun 2011 – 2015 ………. 31

Grafik 2.22. Persentase Baduta Ditimbang Per UPTD Puskesmas di

Kota Banda Aceh Tahun 2015 ………. 32

Grafik 2.23. Persentase Rumah Tangga Bersanitasi Layak ……… 33

Grafik 2.24. Rumah Tangga Berdasarkan Sumber Air Minum di Kota

Banda Aceh (persen), 2009 – 2015 ... 34

Grafik 2.25. Cakupan Kelistrikan PT.PLN untuk Rumah Tangga di

Kota Banda Aceh (%), 2009 – 2014 ... 36

Grafik 2.26. Posisi Relatif Proporsi Rumah Tangga dengan Akses

Listrik (%) Kabupaten di Provinsi Aceh 2014 ……… 37

Grafik 2.27. Posisi Relatif Proporsi Desa dengan Jaringan Listrik (%)

Kabupaten di Provinsi Aceh Tahun 2014 ………. 38

Grafik 2.28. Perkembangan Harga Beras/Kg di Kota Banda Aceh (rupiah),

Tahun 2011 – 2015 ………..……. 39 Grafik 2.29. Perkembangan Harga Bahan Kebutuhan Pokok Utama

di Kota Banda Aceh (rupiah), 2011 – 2015 ... . 40

Grafik 2.30. Inflasi Kota Banda Aceh Tahun 2011 – 2015 ……….. 41

Grafik 3.1. Realisasi Pendapatan Kota Banda Aceh ..……….. 48

Grafik 3.2. Perkembangan Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah

Kota Banda Aceh Tahun 2011 – 2015 ……… 49

Grafik 3.3. Perkembangan Target dan Realisasi Dana Perimbangan

Kota Banda Aceh Tahun 2011 – 2015 ……….. 50

Grafik 3.4. Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain-lain Pendapatan

Daerah Yang Sah dan Kontribusinya ……….……… 51

(5)

V

Tabel 2.1. Indikator Fakir dan Miskin Kota Banda Aceh ……….. 9

Tabel 2.2. Indikator Dimensi Prasarana Dasar di Kota Banda Aceh (persen),

Tahun 2014 ………….………. 33

Tabel 2.3. Persentase Rumah Tangga menurut Kab/Kota dan Sumber Air

Minum Tahun 2013 ………. 35

Tabel 4.1. Sarana dan Prasarana Pasar di Kota Banda Aceh yang dibangun

dengan Dana CSR ……… 53

Tabel 4.2. Rekapan Evaluasi Per SKPD Program Penanggulangan

Kemiskinan Kota Banda Aceh Tahun 2016 ……….. 56 Tabel 4.3. Persentase Realisasi Fisik dan Keuangan Program/Kegiatan

Penanggulangan Kemiskinan Kota Banda Aceh tahun 2016 ……. 57

Tabel 4.4. Rekap Realisasi Fisik dan Keuangan Kegiatan Penanggulangan

(6)

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan KaruniaNya kepada kita semua, Salawat dan Salam kita persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga dan sahabat beliau sekalian, sehingga Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kota Banda Aceh Tahun 2016 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) merupakan laporan pelaksanaan dan capaian program penanggulangan kemiskinan di daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Laporan ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan koordinasi antara Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dengan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan TKPK Kabupaten/Kota, yang diatur dalam Bab Hubungan Kerja dan Tata Kerja, Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010.

Penyiapan dan penyusunan laporan ini merupakan tugas dan fungsi TKPK Provinsi dan TKPK Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010, Pasal 9 dan Pasal 11. Laporan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di daerah paling sedikit disampaikan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. Laporan pertama adalah Laporan Kinerja TKPK Kota Banda Aceh tahun 2016 dan Laporan kedua merupakan laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) tahun 2016 ini.

Laporan LP2KD ini merupakan hasil sinkronisasi dan koordinasi TKPK Kota Banda Aceh yang melibatkan instansi terkait, baik lembaga yang bersifat horizontal maupun vertikal. Buku ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi kemiskinan Kota Banda Aceh dan sekaligus upaya yang telah dilakukan Pemko Banda Aceh dalam Penanggulangan Kemiskinan Kota serta menjadi panduan Pemerintah Kota Banda Aceh dan pihak-pihak lain yang ingin bersama-sama membangun kota ini menjadi lebih baik.

(7)

lebih baik.

Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini, seraya berharap buku ini benar-benar dapat memberi gambaran dan informasi tentang kemiskinan Kota Banda Aceh.

Banda Aceh, Desember 2016

Sekretaris Daerah Kota Banda Aceh Selaku Wakil Ketua TKPK Kota Banda Aceh

(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

Menurut Badan Pusat Statistik (2015), penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Sementara Garis Kemiskinan Non Makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan (luas lantai bangunan, penggunaan air bersih dan fasilitas tempat pembuangan air besar), pendidikan (angka melek huruf, wajib belajar 9 tahun dan angka putus sekolah) dan kesehatan (rendahnya konsumsi makanan bergizi, kurangnya sarana kesehatan serta keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak memadai).

Menurut Paul Spicker (2002, Poverty And The Welfare State: Dispelling The Myths, A Catalyst Working Paper, London: Catalyst) penyebab kemiskinan dapat dibagi dalam empat kategori:

1. Individual explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri: malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan, belum siap memiliki anak dan sebagainya.

2. Familial explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor keturunan, di mana antar generasi terjadi ketidak beruntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.

3. Subcultural explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat. 4. Structural explanation, menganggap kemiskinan sebagai produk dari

masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status atau hak.

Oleh karenanya kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistemik, terpadu dan menyeluruh. Millenium Development Goals

(9)

2

(MDG’s) mempunyai target pengurangan angka kemiskinan pada tahun 2015 yaitu setengah dari angka kemiskinan tahun 1990. Kota Banda Aceh sebagai pusat pemerintahan Provinsi Aceh, memiliki tanggung jawab yang besar dalam hal penurunan tingkat kemiskinan sesuai dengan target MDG’s. Persentase penduduk miskin Banda Aceh tahun 2015 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 7,72%, namun persentase tingkat pengangguran Kota Banda Aceh tahun 2015 lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 yaitu mencapai 12% dan pada 2014 adalah 10,24%.

Secara umum penanggulangan kemiskinan di Kota Banda Aceh memiliki beberapa target dan prioritas. Dengan adanya target-target tersebut, prioritas percepatan penanggulangan kemiskinan yang terarah dapat ditentukan. Prioritas tersebut diantaranya: 1) meningkatkan kesempatan kerja, yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat; 2) meningkatkan kualitas tenaga kerja; 3) menyusun kebijakan penguatan sektor riil; 4) memperkuat ekonomi kerakyatan; 5) membangun kerjasama dalam bidang agrikultur; 6) meningkatkan aksesiblitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan; 7) memperbaiki program perlindungan sosial; 8) Penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi.

1.1 Latar Belakang

Wilayah Kota Banda Aceh berada di posisi paling barat pulau Sumatera

yang juga merupakan ibu kota Provinsi Aceh dan terletak antara 050

30’-05035’ LU dan 95030’-99016’BT. Tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan

laut, dengan luas wilayah 61,36 km2. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki 9 Kecamatan dan 90 Gampong (Desa), dengan jumlah penduduk pada tahun 2015 adalah sebanyak 250.303 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Banda Aceh pada tahun 2015 adalah 4.078 jiwa/km2.

Adapun batas-batas administrasi wilayah Kota Banda adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Selat Malaka

Sebelah Timur : Kecamatan Barona Jaya dan Kecamatan

(10)

3

Sebelah Selatan: Kecamatan Darul Imarah dan Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar

Sebelah Barat : Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar

1.1.1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) disusun sebagai penjabaran dari Visi, Misi, dan Agenda (Nawa Cita) Presiden/Wakil Presiden, Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla. Visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah: TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG

Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu:

1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan

wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis

berlandaskan negara hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri

sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan

sejahtera.

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju,

kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan

RPJMN dimaksudkan untuk memberikan petunjuk penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 untuk menghasilkan dokumen perencanaan yang disusun dengan alur logika yang strategis, konsisten dan koheren. Diharapkan, dokumen RPJMN 2015-2019 mudah dipahami dan dioperasionalisasikan, sehingga mendukung upaya reformasi perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan anggaran

(11)

4

pembangunan yang berbasis kinerja. Perumusan indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran dari setiap tahap kebijakan pembangunan merupakan bagian yang penting dalam perumusan RPJMN 2015-2019. Keberhasilan pencapaian sasaran pada setiap tingkatan dapat diukur dengan menggunakan indikator kinerja dan target- target yang direncanakan. Melalui monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan pembangunan akan dihasilkan informasi kinerja yang dapat menjadi masukan bagi proses perencanaan dan penganggaran dalam periode berikutnya. Dengan demikian pelaksanaan pembangunan menjadi lebih efisien, efektif, disertai dengan akuntabilitas pelaksanaan yang jelas.

1.1.2 Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014.

Guna meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan,

pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014 tentang

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Dalam Perpres tersebut

diamanatkan untuk membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di tingkat pusat yang keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya. Sedangkan di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Pada Peraturan Presiden nomor 166 Tahun 2014 pasal 1 poin pertama menyebutkan bahwa Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Pada Peraturan Presiden nomor 166 Tahun 2014 pasal 1 poin kedua menyebutkan bahwa Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

(12)

5

1.1.3 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Banda Aceh 2012-2017

Isu kemiskinan juga termaktub dalam revisi RPJM Kota Banda Aceh 2012-2017 sebagai bagian dari prioritas pembangunan sebagai berikut:

1. Pemahaman dan pengamalan Syariat Islam.

2. Tata kelola pemerintahan yg baik dan reformasi birokrasi.

3. Ekonomi kerakyatan dan penanggulangan kemiskinan.

4. Pendidikan, Pemuda dan Olahraga.

5. Kesehatan.

6. Infrastruktur perkotaan berbasis bencana dan lingkungan hidup.

7. Pariwisata, seni dan budaya.

8. Pengarusutamaan gender (PUG).

1.2. Maksud dan Tujuan.

Maksud dari penyusunan Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah kota Banda Aceh tahun 2016 adalah untuk menjelaskan perkembangan dalam pelaksanaan dan capaian penanggulangan kemiskinan di Kota Banda Aceh .

Tujuannya adalah untuk :

1. Menjelaskan secara terperinci kinerja TKPKD Kota Banda Aceh dalam melaksanakan koordinasi, kebijakan baik itu program, anggaran dan regulasi serta pencapaian penanggulangan dan pengendalian pelaksanaan program penanggulangan di kota Banda Aceh tahun 2016.

2. Menjelaskan tentang setiap pelaksanaan kebijakan baik itu program, anggaran dan regulasi penanggulangan kemiskinan pada daerah

3. Menjelaskan setiap pencapaian yang telah dicapai oleh daerah dalam penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan.

1.3. Landasan Hukum

1. Peraturan Presiden No. 166 Tahun 2014 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan.

2. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan

yang Berkeadilan sebagai arah implementasi program-program percepatan penanggulangan kemiskinan.

(13)

6

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 42 Tahun 2010 tentang TKPK

Provinsi dan Kabupaten/Kota.

4. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2011 tentang Tim Koordinasi

Peningkatan dan Perluasan Program Pro-Rakyat.

5. Peraturan Walikota Banda Aceh No.37 Tahun 2012 tentang RPJM Kota

Banda Aceh 2012-2017.

6. Keputusan Walikota Banda Aceh Nomor 491 Tahun 2016 tentang

Perubahan Atas Keputusan Walikota No. 146 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPK) Kota Banda Aceh Tahun 2016.

1.4. Sistematika Penulisan Kata Pengantar Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi BAB I – PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1.3. Landasan Hukum 1.4. Sistematika Penulisan

BAB II – PROFIL KEMISKINAN DAERAH 2.1. Kondisi Umum Daerah

2.2. Kondisi Kemiskinan Multidimensi

2.2.1. Dimensi Kemiskinan dan Ketenagakerjaan 2.2.2. Dimensi Pendidikan

2.2.3. Dimensi Kesehatan

2.2.4. Dimensi Prasarana Dasar 2.2.5. Dimensi Ketahanan Pangan

BAB III – KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 3.1. Regulasi Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan 3.2. Program dan Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan

(14)

7

3.3. Evaluasi APBD untuk Penanggulangan Kemiskinan 3.3.1. Analisis Pendapatan Daerah

BAB IV – KELEMBAGAAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 4.1. Kelembagaan TKPK

4.2. Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan 4.3. Pengendalian Penanggulangan Kemiskinan

4.3.1. Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan Kemiskinan 4.3.2. Penanganan Pengaduan Masyarakat

BAB V – PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi

(15)

8

BAB II

PROFIL KEMISKINAN DAERAH

2.1 Kondisi Umum Daerah

Kota Banda Aceh yang sudah berusia 811 tahun termasuk salah satu kota tertua di Asia Tenggara yang merupakan ibukota Kerajaan Aceh Darussalam. Kota Banda Aceh didirikan oleh Sultan Johan Syah pada hari Jum’at, tanggal 1 Ramadhan 601 H atau 22 April 1205 M.

Kota Banda Aceh terletak pada posisi geografis antara 05016’15”-

05036’16” Lintang Utara (LU) dan 95016’15”-95022’35” Bujur Timur (BT),

dengan luas wilayah sebesar 59,002 kilometer persegi (km2), atau 1,08 persen

dari luas wilayah Provinsi Aceh. Posisi geografis kota sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia di bagian barat dan Selat Malaka di bagian utara. Dengan posisi tersebut Kota Banda Aceh merupakan pintu masuk di bagian barat Republik Indonesia bagi wisatawan dalam negeri dan manca negara. Adapun di bagian timur dan selatan, Kota Banda Aceh berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Besar.

Secara administratif, Kota Banda Aceh terdiri dari 9 kecamatan, 90 gampong, dan 17 mukim dengan jumlah penduduk 250.303 jiwa pada tahun 2015. Kota Banda Aceh berperan sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat pembelajaran Islam, pusat kebudayaan, pusat kesehatan, dan juga sebagai daerah tujuan wisata.

Saat ini kota Banda Aceh belum lepas dari masalah kemiskinan dan untuk menanggulangi kemiskinan secara lebih efektif, Pemerintah Kota Banda Aceh telah menetapkan beberapa indikator kemiskinan yang merupakan perpaduan antara indikator nasional dengan indikator lokal, perpaduan indikator tersebut adalah sebagai berikut :

(16)

9

Tabel 2. 1

Indikator Fakir dan Miskin Kota Banda Aceh

NO INDIKATOR KLASIFIKASI

FAKIR MISKIN

1 2 3 4

1 Pendapatan Rumah Tangga per bulan Kurang dari Rp 450.000 Rp 450.000 – Rp 900.000

2 Luas lantai tempat tinggal 0 - 4 m2 / orang 5 - 7 m2 / orang

3 Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga Tidak ada Serabutan/tidak tetap

4 Sumber air minum Sumur Sumur

5 Frekuensi makan daging sapi/ayam dalam seminggu Tidak pernah Satu kali 6 Kemampuan membeli pakaian baru selama 6 (enam) bulan Tidak pernah Satu kali

7 Kemampuan berobat Puskesmas RSU

8 Memiliki tabungan dalam bentuk uang atau barang Aset < Rp 500.000 1.000.000 Aset ≤ Rp

9 Jenis lantai bangunan Semen kasar Semen halus

10 Jenis dinding bangunan Kayu kualitas rendah Tembok kualitas rendah

11 Sumber penerangan utama Petromak/pelita PLN (4 A)

12 Kondisi kesehatan balita Kurang gizi Kurang gizi

13 Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala rumah tangga Tamat SD/MI Tamat SMP/MTs 14 Kemampuan menyekolahkan anak (usia 7-15 tahun) Hanya sampai SD Hanya sampai SLTA

2.2. Kondisi Kemiskinan Multidimensi

2.2.1. Dimensi Kemiskinan dan Ketenagakerjaan 2.2.1.1. Dimensi Kemiskinan

Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang menuntut perhatian serius dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Pengertian Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan perangkat pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses pada pendidikan dan pekerjaan.

(17)

10

Perlu diingat bahwa kemiskinan bukan seratus persen kesalahan pemerintah. Pada dasarnya, kemiskinan adalah tentang kualitas hidup masing-masing individu, yang dapat diubah seiring berkembangnya pola pikir manusia. Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu: Kemiskinan mutlak (absolut) dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan mutlak mengacu pada satu set standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara. Kemiskinan absolut juga adalah situasi dimana penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari jumlah makanan yang dikonsumsi dibawah jumlah yang cukup untuk menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari.

Sedangkan kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum. Kemiskinan struktural dan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur dan faktor-faktor adat budaya dari suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang (Sudantoko, 2009:43-46).

Untuk Kota Banda Aceh, garis kemiskinan tahun 2015 (Rp. 523.444,-) berada jauh diatas rata-rata Provinsi Aceh (tahun 2015 Rp. 394.419,-) dan Nasional (tahun 2015 Rp. 333.03,-) Dilihat dari garis kemiskinan dalam bentuk rupiah memang untuk Kota Banda Aceh lebih tinggi di bandingkan dengan Kota/Kabupaten lainnya di Provinsi Aceh, hal ini disebabkan karena Banda Aceh sebagai Ibu Kota Provinsi Aceh mempunyai persentase penduduk miskin yang lebih rendah dibandingkan Provinsi dan Nasional, sehingga terjadi tingkat kesenjangan yang sangat tinggi, oleh karenanya tingkat garis kemiskinan lebih tinggi dibandingkan dengan Kota/Kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Aceh (dapat dilihat pada Grafik berikut):

(18)

11

Grafik 2.1

Garis Kemiskinan Kabupaten/Kota Provinsi Aceh Tahun 2015 390, 150 311, 351 351, 409 288, 619 212, 025 244, 628 380, 371 523, 444 328, 048 380, 858 424, 227 366, 676 374, 031 301, 027 280, 683 292, 323 286, 882 343, 246 361, 359 316, 304 338, 719 475, 111 307, 260 303, 155 100, 000 200, 000 300, 000 400, 000 500, 000 600, 000

Sumber : BPS Aceh Tahun 2016

Adapun persentase penduduk miskin Kota Banda Aceh selama periode 5 tahun kebelakang terus mengalami penurunan yakni dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 menunjukkan penurunan yang semakin melambat dimana tahun 2011 sebesar 9.08%, tahun 2012 sebesar 8.65%, tahun 2013 sebesar 8.03%, tahun 2014 sebesar 7.78% dan tahun 2015 sebesar 7,72%, dapat dilihat pada Grafik berikut:

Grafik 2.2

Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Banda Aceh Tahun 2011 - 2015 9.08 8.65 8.03 7.78 7.72 7 7.5 8 8.5 9 9.5 2011 2012 2013 2014 2015

(19)

12

Jika dilihat posisi relatif persentase kemiskinan Kota Banda Aceh berdasarkan Kota/Kab di Provinsi Aceh pada tahun 2014, maka persentase kemiskinan Kota Banda Aceh menunjukkan dibawah rata-rata Provinsi dan Nasional. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 2.3

Posisi Relatif Persentase Penduduk Miskin (%) Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2014

19 .9 2 17 .7 7 12 .7 9 13 .7 5 15.8 8 16 .9 9 22 .9 7 16 .1 3 20 .2 9 16 .9 4 19.5 8 17 .9 9 21 .4 3 14 .5 8 20 .8 5 16 .5 2 22 .4 5 21 .7 8 7.7 8 17 .0 2 12 .0 8 11 .9 3 19 .7 2

Kab/Kota Nasional (10.96%) Provinsi Aceh (16.98%)

Sumber: BPS, diolah

Sumber : BPS Aceh Tahun 2015

2.2.1.2 Dimensi Ketenagakerjaan

Pengangguran merupakan masalah serius yang dihadapi berbagai negara di dunia, tingginya angka pengangguran akan berakibat pada lambannya jalan perekonomian. Pengangguran merupakan salah satu penyakit ekonomi yang harus dapat diatasi dengan baik. Pengangguran yang terlalu besar membawa efek terhadap permasalahan sosial kemasyarakatan, seperti meningkatnya

angka kemiskinan, memperlambat proses pembangunan,

(20)

13

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di kota Banda Aceh dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 2. 4

Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Banda Aceh periode 2009-2015

TPT (Persen) 0 5 10 15 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 9.78 11.56 8.52 7.17 10.24 12.00

Keterangan : Data tahun 2013 tidak dipublikasikan

Sumber : Badan Pusat Statitik Kota Banda Aceh 2010-2016

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kota Banda Aceh yang merupakan ibu kota Provinsi Aceh, tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2009 mencapai 9,78 persen. Pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan menjadi 11,56 persen. Tingkat pengangguran ini terus berfluktuatif dari tahun 2009 sampai 2015. Dalam tujuh tahun terakhir yaitu pada tahun 2015 TPT kota Banda Aceh mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu mencapai

12,00 persen dari jumlah angkatan kerja sebanyak 115.696 orang. Jika

dibandingkan dengan TPT Provinsi Aceh, kondisi pengangguran di Kota Banda Aceh pada tahun 2015 berada diatas persentase pengangguran Provinsi Aceh yang rata-rata 9,93 persen dan tingkat pengangguran rata-rata nasional sebesar 6,18 persen. Posisi Relatif Tingkat Pengangguran Terbuka kabupaten/kota se Provinsi Aceh tahun 2015 dapat kita lihat pada grafik di bawah ini:

(21)

14

Grafik 2. 5

Posisi Relatif Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Kabupaten/Kota Provinsi Aceh 2015

Sumber : Badan Pusat Statitik Aceh dan Nasional

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa TPT Kota Banda Aceh (12%) merupakan salah satu kabupaten/kota yang TPT-nya masih diatas rata-rata TPT Nasional (6,18%) dan Provinsi Aceh sebesar 9,93 persen. Kabupaten/kota yang mempunyai TPT tertinggi di Provinsi Aceh adalah Kabupaten Aceh Utara yang angka penganggurannya mencapai 17,05 persen. Sayangnya, peningkatan jumlah angkatan kerja atau pengangguran tersebut yang terus meningkat tidak dibarengi oleh perluasan lapangan kerja atau kapasitas produksi, akibatnya jumlah pengangguran pun meningkat seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja. Masih tingginya angka pengangguran di Kota Banda Aceh ini tentu banyak faktor penyebabnya. Selain masih terbatasnya lapangan pekerjaan, pengangguran di kota Banda Aceh disebabkan juga oleh beberapa

(22)

15

faktor seperti arus urbanisasi dari daerah/kabupaten lain ke Kota Banda Aceh untuk mencari pekerjaan, skill yang masih kurang dari pencari kerja sesuai standart dunia kerja dan masih kurang minatnya pencari kerja untuk berwirausaha secara mandiri.

Posisi relatif Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) kota Banda Aceh sebesar 61,05 % pada tahun 2015 berada di bawah rata-rata Nasional (65,76%) dan Provinsi Aceh (63,44%), ini menunjukkan bahwa penduduk usia kerja kota Banda Aceh yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha terlibat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa dalam kurun waktu tertentu tidak sebanyak rata-rata Nasional dan Provinsi Aceh.

Sumber : Badan Pusat Statitik Aceh dan Nasional

2.2.2. Dimensi Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu urusan wajib Pemerintah untuk memenuhi hak dasar setiap individu dan semua warga negara. Undang-Undang No 20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan setiap warga negara berhak mendapatkan layanan pendidikan berkualitas untuk mencerdaskan warga negera dan bangsa.

Grafik 2. 6

Posisi Relatif Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) Kabupaten

di Provinsi Aceh 2015

(23)

16

Saat ini Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan kebijakan untuk lebih memfokuskan penuntasan wajib belajar 12 tahun. Dasar pemikirannya adalah kewajiban dasar pemerintah dan juga hasil kajian bahwa pencapaian wajib belajar 12 tahun berdampak pada peningkatan kesempatan mendapatkan pendidikan bagi warga negara sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Pemerintah terus memantapkan penjaminan layanan pendidikan melalui berbagai kebijakan seperti meningkatkan anggaran pendidikan 20% dari APBN, peningkatan dana BOS dan lainnya, merupakan langkah awal dari peningkatan akses pelayanan pendidikan bagi seluruh warga negara. Penyaluran dana BOS diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dalam mendapatkan layanan pendidikan.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga sebagai leading sektor pendidikan melalui kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh telah melakukan secara teknis dan mengkoordinir dengan satuan pendidikan masing-masing jenjang, terus berupaya melakukan berbagai inovasi dalam meningkatkan akses pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat Kota Banda Aceh. Upaya peningkatan akses pelayanan pendidikan yang dilakukan diarahkan pada pencapaian standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan serta upaya inovatif lainnya lebih memberikan kepuasan bagi masyarakat, terutama pada peningkatan sumber daya manusia.

Diantara Indikator yang dapat memberikan gambaran terhadap pencapaian akses layanan pendidikan yang berkualitas dalam bidang pendidikan dapat dilihat diantaranya yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisifasi Murni (APM), Angka Putus Sekolah (APS), Perkiraan Lama Sekolah (EYS) dan Rasio siswa dan guru.

2.2.2.1. Perkembangan antar-waktu dan antar-wilayah a. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Keberhasilan pembangunan suatu wilayah ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu strategi dalam meningkatkan kualitas SDM. Oleh karena itu peningkatan mutu pendidikan harus terus diupayakan, dimulai dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, hingga pada peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan

(24)

17

prasarana pendidikan. Untuk mengetahui seberapa banyak penduduk yang memanfaatkan fasilitas pendidikan dapat dilihat dari persentase penduduk menurut partisipasi sekolah. Pemerintah telah mewajibkan program pendidikan wajib belajar 12 tahun, angka partisipasi kasar yang digunakan dalam analisis ini adalah APK tingkat SMA/Sederajat. APK Kota Banda Aceh telah mencapai angka lebih dari 100% pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak siswa yang terlalu cepat atau terlalu

lambat masuk SMA/Sederajat. Perkembangan antar waktu APK

SMA/Sederajat di Kota Banda Aceh menunjukkan kecenderungan menurun menuju angka ideal 100%, namun menurun dibawah angka 100% pada tahun 2014 sebagaimana ditunjukkan dalam grafik berikut:

Grafik 2.7

Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/Sederajat Tahun 2011 - 2015

Sumber : Disdikpora Kota Banda Aceh Tahun 2016

Secara wilayah, APK tertinggi tahun 2015 terdapat di Kecamatan Banda Raya dan Kuta Alam. Hal ini menunjukkan bahwa banyak siswa di area ini yang terlalu cepat masuk atau terlalu tua lulus SMA. APK SMA/Sederajat dapat dilihat pada grafik berikut:

107.65 106.10 101.61 96.32 100.69 90.00 92.00 94.00 96.00 98.00 100.00 102.00 104.00 106.00 108.00 110.00 2011 2012 2013 2014 2015

APK

APK

(25)

18

Grafik 2.8

Perbandingan APK SMA/Sederajat Antar Kecamatan Tahun 2015

Sumber : Disdikpora Kota Banda Aceh Tahun 2016

Perkembangan Angka Partisipasi Kasar sangat mempengaruhi kondisi belajar karena saat APK tinggi, rasio murid-guru dan rasio murid-kelas ikut meningkat. Rasio murid guru dan murid-kelas yang terlalu tinggi berpengaruh terhadap kenyamanan belajar. Hal ini menunjukkan bahwa perlu upaya penurunan APK dengan membatasi jumlah murid. Hal ini telah dilakukan pemerintah kota sejak 2010 dengan pembatasan penerimaan jumlah siswa dari luar Banda Aceh. Keterkaitan tiga indikator dalam kasus Kota Banda Aceh ini dapat dilihat dalam grafik berikut:

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 91.72 32.75 226.50 45.32 51.43 219.84 53.31 56.07 37.02

(26)

19

Grafik 2.9

Analisis Keterkaitan APK dengan Rasio Siswa-Kelas dan Rasio Siswa-Guru Tahun 2011 - 2015

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh Tahun 2016

b. Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka Partisipasi Murni Kota Banda Aceh menunjukkan bahwa adanya selisih yang cukup jauh dengan angka partisipasi kasar. Hal ini menunjukkan bahwa banyak siswa di Kota Banda Aceh yang terlalu cepat atau terlalu lambat bersekolah. Hal ini dapat dilihat di tahun 2015, dimana APM mencapai 61,28% sementara APK menunjukkan angka 100,69%. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa terdapat proporsi sebesar 39,41% siswa yang terlalu cepat atau terlalu lambat masuk SMA/Sederajat.

Kecendrungan Angka Partisipasi Murni pada SMP, SMA dan MA/SMK tidak mencapai 100% diakibatkan oleh masih adanya anak usia sekolah di kota Banda Aceh yang tidak melanjutkan lagi pada pendidikan formal setelah tamat SD. Sebagian dari mereka lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan pada pesantren-pesantren atau dayah.

(27)

20

Dalam beberapa tahun terakhir terjadi penurunan APM di tingkat SMA/Sederajat dan juga di tingkat lain di setiap jenjang pendidikan. Hal ini terjadi karena masih banyak orang tua yang cenderung lebih cepat memasukkan anaknya bersekolah pada tingkat dasar pada usia dibawah enam tahun sehingga berpengaruh pada APM masing-masing jenjang pendidikan. Perkembangan APM SMA/Sederajat Kota Banda Aceh dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 2.10

Perkembangan APM SMA/Sederajat Tahun 2011 - 2015

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh Tahun 2016

Angka Partisipasi Murni SMA/Sederajat Banda Aceh juga

menunjukkan sebaran spasial terkonsentrasi di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kuta Alam (142,45%) dan Banda Raya (138,81%). Angka APM yang lebih tinggi dari 100% menunjukkan adanya indikasi banyaknya murid di luar usia sekolah yang bersekolah di daerah tersebut pada tingkat menengah. 72.17 70.84 68.27 61.33 61.28 54.00 56.00 58.00 60.00 62.00 64.00 66.00 68.00 70.00 72.00 74.00 2011 2012 2013 2014 2015 APM

(28)

21

Grafik 2.11

Perbandingan APM SMA/Sederajat Antar Kecamatan Tahun 2015

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh

c. Angka Putus Sekolah (APS)

Dalam lima tahun berakhir, Kota Banda Aceh beberapa kali mencapai angka putus sekolah nol persen. Tahun 2012 terdapat angka putus sekolah

0.3104% namun tahun 2015 berhasil ditekan menjadi 0%. Prestasi ini perlu

dipertahankan dan ditingkatkan kualitas lulusan pada masa mendatang.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 57.77 30.43 142.45 40.24 29.17 24.13 33.94 138.81 21.43 APM

(29)

22

Grafik 2.12

Angka Putus Sekolah di Kota Banda Aceh Jenjang SMA/Sederajat

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh Tahun 2016

Dari sembilan kecamatan di Kota Banda Aceh, Angka Putus Sekolah semuanya sudah berada pada angka 0 persen.

d. Perkiraan Lama Sekolah/tahun

Perkiraan Lama Sekolah/tahun atau EYS Kota Banda Aceh dalam empat tahun terakhir cukup baik. Hal ini terlihat dari angka EYS yang mencapai 17,01 tahun pada 2015. Angka EYS di Banda Aceh dapat dilihat pada grafik berikut:

(30)

23

Grafik 2.13

Perkiraan Lama Sekolah/Tahun (EYS) di Kota Banda Aceh Tahun 2012 – 2015 2012 2013 2014 2015 15.60 15.80 16.00 16.20 16.40 16.60 16.80 17.00 17.20 16.16 16.26 16.36 17.01

Sumber: BPS Aceh dan BPS Kota Banda Aceh

2.2.2.2. Analisis Relevansi dan Efektifitas a. Angka Partisipasi Kasar

Angka Partisipasi Kasar Banda Aceh menunjukkan kecenderungan menurun dalam lima tahun terakhir. Hal ini berarti bahwa semakin banyak penduduk yang usianya sesuai dengan jenjang pendidikannya. Sementara APK nasional terus meningkat untuk menuju angka ideal 100%, demikian juga APK Aceh dari 2011 – 2013 mengalami penurunan namun 2014 – 2015 naik mendekati kondisi ideal 100%. Perbandingan ini dapat dilihat dalam grafik berikut:

(31)

24

Grafik 2.14

Analisis Relevansi APK SMA/Sederajat Tahun 2011 - 2015

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 2011 2012 2013 2014 2015 64,90 68,80 66,61 74,26 78,02 79,29 77,62 75,09 81,53 83,33 107,65 106,10 101,61 96,32 100,69 Nasional Aceh Banda Aceh

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh dan BPS

b. Angka Partisipasi Murni

Angka Partisipasi Murni Banda Aceh terus menurun menjauh dari angka ideal 100% sejak 2011, tapi pada 2015 mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit siswa sekolah yang sesuai usia dengan jenjang pendidikannya.

Sementara itu, APM nasional jauh lebih rendah namun menunjukkan kecenderungan naik. Hal ini menunjukkan bahwa tren di tingkat nasional tidak relevan dengan tren APM di tingkat Kota Banda Aceh. Untuk itu, Banda Aceh perlu melakukan program-program untuk meningkatkan APM Kota Banda Aceh untuk mencapai angka ideal 100%.

Sementara APM Aceh menunjukkan kecenderungan stabil, yang berarti bahwa tidak ada program yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangan APM di tingkat propinsi. Perbandingan APM ini dapat dilihat dalam grafik berikut:

(32)

25

Grafik 2.15

Analisis Relevansi APM SMA/Sederajat Tahun 2011 - 2015

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 2011 2012 2013 2014 2015 48.07 51.88 54.25 59.35 59.71 61.37 61.82 63.43 69.20 69.82 72.17 70.84 68.27 61.33 61.28 Nasional Aceh Banda Aceh

Sumber: Disdikpora Kota Banda Aceh dan BPS

2.2.3. Dimensi Kesehatan

Dalam UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, kesehatan didefinisikan

secara lebih kompleks sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Tidak hanya terbebas dari gangguan secara fisik, mental, dan sosial, tetapi kesehatan dipandang sebagai alat atau sarana untuk hidup secara produktif. Dengan demikian, upaya kesehatan yang dilakukan, diarahkan pada upaya yang dapat mengarahkan masyarakat mencapai kesehatan yang cukup agar dapat hidup produktif.

Kerangka pembangunan kesehatan yang berkaitan dengan perubahan situasi dunia yang menggunakan konsep MGDs sekarang diganti Sustainable Development Goals (SDGs) yang akan melanjutkan konsep pembanguan MDGs yang berakhir pada tahun 2015.

(33)

26

1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Jumlah kematian bayi di Kota Banda Aceh tahun 2015 berjumlah 17 kematian dari 5.257 kelahiran hidup, setelah dikonversikan angka kematian bayi menjadi 3 per 1000 kelahiran hidup terjadi penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2014 sebesar 8 per 1000 kelahiran hidup dan tahun 2013 sebesar 6 per 1000 kelahiran hidup sedangkan Tahun 2012 sebesar 2 per 1000 kelahiran hidup dan untuk tahun 2011 sebesar 2 per 1000 kelahiran hidup, untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik 2.16.

Berbagai faktor yang diidentifikasikan sebagai penyebab kematian bayi diantaranya fasilitas kesehatan, aksesibilitas, pelayanan kesehatan dengan tenaga medis yang terampil dan kesediaan masyarakat untuk merubah pola kehidupan tradisional ke norma kehidupan yang lebih modern dalam bidang kesehatan. Secara nasional, target pencapaian MDGs untuk AKB adalah 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015, kondisi ini telah dicapai oleh Kota Banda Aceh sejak Tahun 2011.

Grafik 2.16

Angka Kematian Bayi (AKB) Kota Banda Aceh Tahun 2011-2015

0

2

4

6

8

2011

2012

2013

2014

2015

2

2

6

8

3

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2016

Jumlah kematian bayi di Kota Banda Aceh, dimana kematian bayi tertinggi di UPTD Puskesmas Meuraxa sebesar 4 kematian, dan terdapat 2 UPTD Puskesmas yang melaporkan tidak ada kematian bayi pada tahun 2015

(34)

27

yakni UPTD Puskesmas Kuta Alam dan Lampulo. Dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 2.17

Jumlah Kematian Bayi Menurut UPTD dalam Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2015

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4 1 3 2 1 0 0 1 2 1 2

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2016

2. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)

Angka kematian ibu di Kota Banda Aceh pada tahun 2015 adalah 114 per 100.000 kelahiran hidup, terjadi kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 92 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 119 per 100.000 kelahiran hidup, Tahun 2012 sebesar 20 per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2011 sebesar 104 oer 100.000 kelahiran hidup.

Target MDGs yang ingin dicapai Indonesia untuk AKI adalah menurunkan AKI menjadi 110 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2015 angka target MDGs belum tercapai di Kota Banda Aceh. Dapat dilihat pada grafik berikut:

(35)

28

Grafik 2.18

Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota Banda Aceh Tahun 2011 - 2015 104 20 119 92 114 0 20 40 60 80 100 120 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2016

3. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Hasil pantauan untuk tahun 2015 dilaporkan ada 24 bayi yang lahir dengan kasus BBLR di Kota Banda Aceh dengan BBLR tertinggi di wilayah kerja UPTD Puskesmas Banda Raya 8 bayi, dan tidak ditemukan di UPTD Puskesmas Baiturrahman, Lampulo, Jeulingke dan Ulee Kareng, untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut:

(36)

29

Grafik 2.19

Jumlah Kasus BBLR Menurut UPTD Puskesmas di Kota Banda Aceh Tahun 2015

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 1 2 5 0 0 0 0 3 0 0 0 1 4 3 0 1 1 0 0 3 0 0

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2016

4. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dan Kunjungan Nifas

Hasil pengumpulan data indikator SPM di Kota Banda Aceh pada tahun 2011–2015 menunjukkan bahwa persentase cakupan persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan mengalami peningkatan yang cukup berarti yaitu dari 89,7% tahun 2011 menjadi 96,90% pada tahun 2015. Dengan demikian manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan secara profesional di Kota Banda Aceh sudah berjalan baik.

(37)

30

Grafik 2.20

Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dan Kunjungan Nifas di Kota Banda Aceh Tahun 2011 - 2015

8 4 8 6 8 8 9 0 9 2 9 4 9 6 9 8 2011 2012 2013 2014 2015 8 9 ,7 9 2 ,0 3 9 3 ,2 7 9 4 ,2 9 6 ,9 8 8 ,9 9 2 ,0 3 9 3 ,1 8 9 4 ,1 1 9 6 ,8 9

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2015

5. Perbaikan Gizi Masyarakat

a.

Pemberian ASI Eksklusif

Asi eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman lain, kecuali obat, vitamin dan mineral. Target pemberian ASI Eksklusif 6 bulan adalah sebesar 80% sedangkan pencapaian di Kota Banda Aceh masih rendah, akan tetapi apabila dilihat pada tahun 2012 terjadi kenaikan dari 66,08% menjadi 70,11% pada tahun 2013, namun terjadi penurunan pada tahun 2014 sebesar 56.81% dan pada tahun 2015 menurun dengan jumlah bayi dibawah 6 bulan berjumlah 2.879 bayi dan yang mendapatkan ASI Eksklusif adalah 1.604 bayi (55.71%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut:

(38)

31

Grafik 2.21

Persentase Pemberian ASI Eksklusif di Kota Banda Aceh Tahun 2011 - 2015 0 10 20 30 40 50 60 70 80 2015 2014 2013 2012 2011 55.71 56.81 70.11 66.08 11.13

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2015

b.

Balita usia 0 – 23 bulan yang ditimbang

Jumlah anak usia 0 – 23 bulan (baduta) yang ditimbang berjumlah 6.414 baduta dari jumlah keseluruhan 17.048 baduta, persentase jumlah baduta yang ditimbang (D/S) adalah 37,62 %. Persentase baduta yang ditimbang per UPTD Puskesmas dapat dilihat pada grafik berikut ini:

(39)

32

Grafik 2.22

Persentase Baduta Ditimbang Per UPTD Puskesmas di Kota Banda Aceh Tahun 2015

38.66 48.66 38.18 35.53 38.18 25.9 38.06 48.29 60.62 27.03 32.27 0 10 20 30 40 50 60 70

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2015

c.

Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Gizi buruk atau malnutrisi adalah suatu bentuk terparah akibat kurang gizi menahun. Balita gizi buruk yang dimaksud disini adalah balita yang memiliki nilai berat badan <-3 melalui pemeriksaan antropometri. Data ini diperoleh dari laporan penimbangan bulanan di posyandu.

Pada tahun 2015 diketahui terdapat 5 anak balita gizi buruk (2 Perempuan dan 1 laki-laki) yang terdapat di 2 UPTD Puskesmas yaitu UPTD Puskesmas Baiturrahman 2 anak balita, UPTD Puskesmas Batoh 1 anak balita, UPTD Puskesmas Lampaseh 1 anak balita dan UPTD Puskesmas Ulee Kareng 1 anak balita. Semua anak balita gizi buruk tersebut telah ditangani oleh UPTD Puskesmas masing-masing dan hasilnya sudah dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh untuk ditindak lanjuti.

(40)

33

2.2.4. Dimensi Prasarana Dasar

Tabel 2.2

Indikator Dimensi Prasarana Dasar di Kota Banda Aceh (persen) Tahun 2014

No. INDIKATOR Capaian

Daerah (2014)

1 Proporsi Rumah Tangga dengan Air Minum

Layak 83,39%

2 Proporsi Rumah Tangga dengan Sanitasi Layak 84%

3 Proporsi Rumah Tangga dengan Ases Listrik 100%

4 Proporsi Desa dengan Akses Jalan R Sepanjang

Tahun 100%

5 Proporsi Desa dengan Jaringan Listrik 100%

2.2.4.1.

Akses Sanitasi Layak

Perkembangan persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak di Kota Banda Aceh dapat dilihat grafik berikut:

Grafik 2.23

Presentase Rumah Tangga Bersanitasi Layak di Kota Banda Aceh Tahun 2009 - 2014

(41)

34

Akses sanitasi layak di Kota Banda Aceh tahun 2014 telah melebihi standar sanitasi layak Aceh sebesar 29,54% dan Nasional sebesar 61,06%

(Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014) dan Sebaran persentase rumah tangga dengan sanitasi layak juga hampir sama.

Meskipun begitu, Banda Aceh terus berupaya meningkatkan pelayanan air limbah dengan menyusun Master Plan Air Limbah Kota Banda Aceh yang akan menjadi acuan dalam pengembangan/ pembangunan sistem air limbah Kota Banda Aceh tahun 2012-2032.

2.2.4.2. Akses Air Minum Layak

Pelayanan air minum di Kota Banda Aceh, dilayani oleh PDAM Tirta Daroy. Berdasarkan data tahun 2014, persentase penduduk dengan air minum layak mencapai sekitar 83%. Persentase jumlah penduduk yang belum terlayani oleh PDAM Tirta Daroy adalah 17%. Rumah tangga dengan akses ke air minum layak di Kota Banda Aceh terus meningkat setiap tahunnya, sebagaimana diperlihatkan dalam grafik berikut:

Grafik 2.24

Rumah Tangga Berdasarkan Sumber Air Minum di Kota Banda Aceh (persen), 2009-2014

Sumber : Statistik Banda Aceh 2010-2014

Dalam peningkatan pelayanan dilakukan pengadaan dan peningkatan infrastruktur jaringan yang selama ini dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Banda Aceh yang juga berkoordinasi dengan PDAM. Masalah

(42)

35

yang dihadapi selama ini adalah tingginya tingkat kehilangan air. Hal ini terutama disebabkan oleh kebocoran di jaringan distribusi, sambungan illegal dan sistem penagihan yang belum optimal.

Tabel 2.3

Persentase Rumah Tangga Menurut Kab/Kota Provinsi Aceh dan Sumber Air Minum Tahun 2013

KABUPATEN/KOTA 1 2 3 4 Sumber Air Minum 5 6 7 8 9 10 11

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) 1101 Simeulue 47.99 0.74 0.00 5.70 25.67 6.21 3.63 2.78 0.40 6.88 0.00 1102 Aceh Singkil 25.10 4.30 0.23 5.71 23.54 19.66 0.09 0.84 5.92 14.6 0.00 1103 Aceh Selatan 13.35 1.18 0.00 3.85 51.09 8.86 16.22 1.82 3.64 0.00 0.00 1104 Aceh Tenggara 9.69 2.37 1.99 5.75 21.54 8.76 37.81 5.24 6.84 0.00 0.00 1105 Aceh Timur 22.91 5.81 5.86 6.29 26.48 25.54 2.66 0.16 3.42 0.48 0.40 1106 Aceh Tengah 13.88 14.37 0.40 3.12 8.08 9.44 22.71 22.90 1.98 2.38 0.74 1107 Aceh Barat 40.33 2.81 0.00 7.57 37.45 7.39 2.21 0.00 2.17 0.06 0.00 1108 Aceh Besar 54.96 3.76 0.00 0.96 28.51 3.02 6.29 0.00 2.50 0.00 0.00 1109 Piddie 20.57 1.47 0.14 4.27 65.14 4.36 2.74 1.32 0.00 0.00 0.00 1110 Bireuen 20.45 12.30 0.35 0.52 54.24 9.23 0.00 0.36 1.67 0.00 0.88 1111 Aceh Utara 20.49 10.68 4.66 2.60 43.15 14.35 0.14 0.00 3.86 0.00 0.08 1112 Aceh Barat Daya 18.02 0.73 0.00 10.09 37.32 19.19 7.47 1.04 5.78 0.37 0.00 1113 Gayo Lues 10.51 10.83 0.54 5.74 5.05 0.97 44.77 17.99 3.60 0.00 0.00 1114 Aceh Tamiang 51.47 1.07 4.25 12.62 16.47 8.79 3.93 0.44 0.81 0.14 0.00 1115 Nagan Raya 13.89 0.00 0.00 0.51 62.48 16.05 6.71 0.37 0.00 0.00 0.00 1116 Aceh Jaya 29.53 5.93 0.09 1.47 34.70 4.24 19.53 2.34 2.18 0.00 0.00 1117 Bener Meriah 24.02 9.59 0.00 5.00 5.31 1.52 42.31 5.71 1.32 5.23 0.00 1118 Pidie Jaya 25.05 16.38 4.05 0.47 38.97 11.82 1.30 0.78 1.19 0.00 0.00 1171 Kota Banda Aceh 92.67 5.40 0.47 0.21 1.26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1172 Kota Sabang 78.28 7.67 0.41 1.09 9.22 1.02 0.85 0.89 0.00 0.57 0.00 1173 Kota Langsa 74.44 3.84 0.75 14.76 5.36 0.77 0.08 0.00 0.00 0.00 0.00 1174 Kota Lhokseumawe 80.14 0.24 2.53 2.43 13.50 0.23 0.00 0.00 0.00 0.00 0.93 1175 Subulussalam 25.66 2.94 0.00 3.97 28.28 16.84 0.00 0.00 22.03 0.00 0.28 Total 33.68 5.72 1.63 4.22 32.74 9.22 7.38 2.07 2.42 0.75 0.18

1. Air dalam kemasan dan air isi ulang

2. Leding meteran

3. Leding enceran

4. Sumur bor/pompa

5. Sumur terlindung

6. Sumur tak terlindung

7. Mata air terlindung

(43)

36

9. Air sungai

10. Air hujan

11. Lainnya

Sumber : Statistik Provinsi Aceh

2.2.4.3. Akses Listrik

Pada tahun 2014 proporsi rumah tangga dengan akses listrik yang berasal dari PT.PLN di kota Banda Aceh telah mencapai 100%. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah.

Grafik 2. 25

Cakupan Kelistrikan PT.PLN untuk Rumah Tangga di Kota Banda Aceh (persen), 2009-2014

Sumber : Statistik Banda Aceh, 2010-2015

Pada tahun 2014 proporsi rumah tangga dengan akses listrik kota Banda Aceh sebesar 100% berada di atas rata-rata Nasional (97,01%) dan di atas propinsi Aceh (97,55%) seperti pada grafik 2.26 di bawah ini

(44)

37

Jika dibandingkan dengan Nasional dan Provinsi Aceh maka proporsi gampong dengan jaringan listrik di kota Banda Aceh sebesar 100% berada di atas rata-rata Nasional (96,94%) dan di atas propinsi Aceh (99,83%), dapat dilihat pada grafik 2.27

Grafik 2. 26

Posisi Relatif Proporsi Rumah Tangga dengan Akses Listrik (%)

Kabupaten di Provinsi Aceh 2014

(45)

38

2.2.5 Dimensi Ketahanan Pangan

Ketersediaan pangan sangat penting diketahui secara periodik, karena kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang berkelanjutan sepanjang waktu dan dengan ketersediaan pangan yang cukup akn menjamin adanya ketahanan pangan yang kuat.

Ketersediaan pangan merupakan salah satu subsistem utama dalam sistem ketahanan pangan, yang menjelaskan tentang jumlah bahan pangan yang tersedia di suatu wilayah.

Ketersediaan pangan adalah sejumlah bahan pangan (makanan) yang tersedia untuk dikonsumsi setiap penduduk suatu negara/daerah dalam suatu kurun waktu tertentu baik dalam bentuk natural maupun bentuk gizinya. Ketersediaan pangan dihitung dari produksi dalam negeri ditambah cadangan pangan dan import dikurangi ekspor.

Grafik 2. 27

Posisi Relatif Proporsi Desa dengan Jaringan Listrik (%) Kabupaten

di Provinsi Aceh 2014

(46)

39

2.2.5.1. Perkembangan Harga Beras

Sebagaimana ditunjukkan dalam grafik 2.28 Perkembangan Harga Beras di Kota Banda Aceh 2011-2015 berikut, harga beras di Banda Aceh terus meningkat dari tahun ke tahun, yakni Rp 7.686 per kilogram menjadi Rp 9.341 pada tahun 2015.

Grafik 2.28

Perkembangan Harga Beras/Kg di Kota Banda Aceh 2011-2015

7686 8078 8584 8867 9341 0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000 10,000 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: Banda Aceh Dalam Angka 2011-2016

2.2.5.2. Perkembangan harga bahan kebutuhan pokok utama

Harga bahan kebutuhan pokok utama di Kota Banda Aceh juga menunjukkan peningkatan. Hal ini ditunjukkan dalam grafik berikut:

(47)

40

Gambar 2.29

Perkembangan Harga Bahan Kebutuhan Pokok Utama Kota Banda Aceh Tahun 2011 - 2015

Sumber: Statistik Banda Aceh 2016

Kota Banda Aceh merupakan ibu kota Provinsi Aceh dengan luas wilayah yang sangat terbatas, sehingga lahan untuk pertanian sudah tidak tersedia. Semua kebutuhan pangan untuk Kota Banda Aceh dipasok dari daerah lain.

Harga ayam dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, yaitu Rp. 20539 /ekor di tahun 2011 menjadi Rp. 29763/ekor di tahun 2015. Untuk harga minyak goreng mengalami ketidakstabilan harga tiap tahunnya, untuk tahun 2011 Rp. 10588/kg menjadi Rp. 10488/kg untuk tahun 2015. Sementara harga telur ayam tiap tahunnya tidak mengalami perubahan harga yang berarti untuk tahun 2011 Rp. 1006/butir menjadi Rp. 1275/butir tahun 2015. Harga gula pasir mengalami naik turun dimana tahun 2011 Rp. 11235/kg menjadi Rp. 12269/kg di tahun 2015.

(48)

41

Grafik 2.30

Inflasi Kota Banda Aceh Tahun 2011-2015

3.32 0.06 6.39 7.83 1.27 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: Statistik Banda Aceh 2016

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa, harga barang kebutuhan pokok sangat erat kaitannya dengan laju inflasi, dimana dengan terjadinya inflasi membuat harga barang kebutuhan pokok terus meningkat setiap tahun.

(49)

42

BAB III

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

3.1. Regulasi Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan

Tahun 2016 merupakan tahun keempat pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Banda Aceh tahun 2012 – 2017. Terkait dengan program penanggulangan kemiskinan, tertuang dalam misi ketiga dari RPJM yaitu Memperkuat Ekonomi Kerakyatan. Pemerintah Kota Banda Aceh berkomitmen untuk menurunkan angka kemiskinan setiap tahunnya. Selain mengamanatkan pembentukan TNP2K ditingkat pusat, Perpres no.15 tahun 2010 juga mengamanatkan pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di tingkat Propinsi dan Kabupaten Kota. Tim ini merupakan tim lintas sektor dan lintas pemangku-pemangku kepentingan di tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kota untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan di masing-masing tingkat daerah yang bersangkutan. Struktur kelembagaan dan mekanisme kerja TKPK kemudian diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.42 tahun 2010 dan keputusan Walikota no. 146 dan 491 tahun 2016.

Pemerintah Kota Banda Aceh dalam rangka penanggulangan kemiskinan telah melakukan beberapa kebijakan, yaitu :

1. Melakukan updating database kemiskinan berdasarkan data TNP2K

dengan menggunakan 14 (empat belas) indikator, yang merupakan gabungan antara indikator nasional dan indikator lokal dan ditetapkan dengan Keputusan Walikota

2. Menetapkan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

(TKPKD) Kota Banda Aceh dengan Keputusan Walikota Banda Aceh Tahun 2016

3. TKPK melalui UPTB GIS Bappeda Kota Banda Aceh telah membangun

aplikasi DKMG (Database Kemiskinan Masyarakat Gampong) yang merupakan pengembangan dari aplikasi sebelumnya yaitu aplikasi SPPKS (Sistem Pemantauan Program Kesejahteraan Sosial). Dalam pembaruan data diaplikasi DKMG nantinya data penduduk miskin per gampong akan diinput oleh masing-masing gampong

(50)

43

4. Melakukan koordinasi program dan kegiatan penanggulangan

kemiskinan lintas SKPD terkait

5. Melakukan monitoring, evaluasi dan pengendalian pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan

6. Mengalokasikan dana setiap tahun untuk program penanggulangan

kemiskinan

Untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan, Pemerintah Kota Banda Aceh telah melakukan beberapa upaya dan strategi diantaranya :

1. Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin melalui pemberian

bantuan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil serta peningkatan dan perluasan program pro rakyat miskin.

2. Meningkatkan kapasitas dan pendapatan masyarakat miskin melalui

pendidikan dan pelatihan serta pemberian modal usaha.

3. Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil

melalui penyediaan tempat promosi dan pemasaran.

4. Mensinergikan kegiatan anggaran program sektor dan daerah yang

diarahkan langsung kepada kelompok masyarakat miskin.

5. Meningkatkan kapasitas pemerintah Kecamatan dan Gampong/Desa

melalui Musrenbang, Forum SKPD dan forum publik lainnya dalam rangka pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.

6. Mengembangkan forum publik untuk melakukan monitoring dan

evaluasi pelaksanaan pembangunan daerah.

Adapun target dan prioritas percepatan penanggulangan kemiskinan daerah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh antara lain:

1. Berkurangnya penduduk miskin sebesar 0,53 persen sejak 2013 menjadi

7,5 persen pada akhir tahun 2017 (RPJM Kota Banda Aceh 2012-2017)

2. Menurunnya angka pengangguran menjadi 7,06 persen pada akhir

tahun 2017 (RPJM Kota Banda Aceh 2012-2017)

3. Menurunnya angka kematian bayi menjadi 1/1000 kelahiran pada akhir

(51)

44

4. Persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak menjadi 87

persen pada tahun 2017 (RPJM Kota Banda Aceh 2012-2017)

5. Peningkatan persentase rumah tangga dengan air minum layak sebesar

6,98 persen sejak 2012 menjadi 86,88 persen pada akhir tahun 2017 (RPJM Kota Banda Aceh 2012-2017)

6. Terwujudnya percepatan pembangunan ekonomi di wilayah-wilayah

prioritas penanggulangan kemiskinan.

Agar kebijakan penanggulangan kemiskinan dapat berjalan efektif dan efisien, Pemerintah Kota Banda Aceh telah menentukan isu-isu yang menjadi prioritas dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan, yaitu:

1. Meningkatkan kesempatan kerja, investasi dan ekspor;

2. Meningkatkan kualitas tenaga kerja;

3. Menyusun kebijakan penguatan sektor riil;

4. Memperkuat ekonomi kerakyatan;

5. Membangun kerjasama dalam bidang agrikultur;

6. Meningkatkan aksesiblitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan;

7. Memperbaiki program perlindungan sosial;

8. Penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi.

Untuk mewujudkan keterpaduan dan ketepatan dalam penanggulangan kemiskinan dengan sasaran individu, Pemerintah Aceh telah mengembangkan sistem informasi kependudukan berbasis kesejahteraan sosial yang didasarkan atas Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang bersifat unik, satu nomor satu jiwa

3.2. Program dan Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan

Pemerintah Kota Banda Aceh melaksanakan program penanggulangan kemiskinan secara terpadu, dengan melibatkan beberapa SKPD yang dibagi dalam 4 klaster.

(52)

45

Adapun klaster-klaster dalam program penanggulangan kemiskinan

Kota Banda Aceh Tahun 2016 adalah sebagai berikut :

3.2.1.Klaster 1

Program dan kegiatan dalam klaster ini berbasis pada bantuan dan perlindungan sosial bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus pemenuhan hak dasar ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin untuk kehidupan lebih baik, seperti pemenuhan hak atas pangan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan.

Karakteristik program pada kelompok Klaster 1 adalah bersifat pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah tangga miskin yang meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pangan. Ciri lain dari kelompok program ini adalah mekanisme pelaksanaan kegiatan yang bersifat langsung dan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat miskin.

Adapun program dan kegiatan Klaster 1 yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh, yaitu:

1. Bantuan Operasional Sekolah (BOS);

2. Beasiswa Miskin;

3. Sosialisasi pendataan masyarakat untuk mempunyai Kartu Jaminan

Kesehatan;

4. Penyaluran Raskin;

5. Bantuan Sosial;

6. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM);

7. Program Keluarga Harapan (PKH);

Untuk dinas yang terlibat pada klaster ini yaitu : Disdikpora , DPKAD, Baitul Mal, Dinkes, Bagian Ekonomi dan Dinsosnaker.

3.2.2.Klaster 2

Program dan kegiatan dalam klaster ini berbasis pada pemberdayaan masyarakat dimana kelompok masyarakat yang dikategorikan miskin tetapi masih mempunyai kemampuan untuk menggunakan potensi yang dimiliki walaupun terdapat keterbatasan. Pendekatan pemberdayaan dimaksudkan

Gambar

Grafik 2.9.  Analisis Keterkaitan APK dengan Rasio Siswa-Kelas dan
Tabel 2.3.  Persentase Rumah Tangga menurut Kab/Kota dan Sumber Air

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui korelasi antara susut yang terjadi pada jaringan distribusi dengan variasi bentuk kurva beban dan variasi besar

Penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran OPD tersusunnya dokumen perencanaan dan penganggaran dinas 1 kegiatan 50.000.000 Penyusunan dokumen perencanaan dan

bagi cyclomatic complexity menentukan jumlah jalur-jalur yang independen dalam kumpulan basis suatu program dan yang independen dalam kumpulan basis suatu program dan

Dalam hal sudah terdapat harga penawaran yang sama atau dibawah Owner Estimate, spesifikasi kapal yang ditawarkan telah sesuai atau lebih baik dari spesifikasi

Korea Selatan saat krisis ekonomi tersebut, sedang dalam pemerintahan Kim Dae Jung mengambil kebijakan untuk mengatasi krisis ekonomi tahun 1997 dengan merestrukturisasi

Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini sebagai syarat

Adobe Flash CS3 merupakan sarana untuk merancang animasi, Flash juga memiliki sarana image editing program, kebanyakan dari sarana yang tersedia pada Flash adalah

Dalam pengertian sehari-hari istilah kebutuhan sering disamakan dengan keinginan. Seringkali terjadi seseorang mengatakan kebutuhan padahal sebetulnya yang dimaksud adalah