• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi tentang harapan dari pembuatan KUA Kabupaten Pesisir Barat Tahun Anggaran 2015 agar dapat menjadi pedoman penyusunan APBD Kabupaten Pesisir Barat Tahun Anggaran 2015.

BAB II

KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

2.1 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah

Salah satu indikator ekonomi makro yang dapat

menggambarkan perkembangan ekonomi suatu wilayah adalah pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan produktifitas dan pendapatan masyarakat daerah tersbut akan meningkat melalui penciptaan kesempatan kerja, investasi dan peluang berusaha. Struktur perekonomian yang dimiliki oleh Kabupaten Pesisir Barat masih mengacu pada kabupaten induk yaitu Kabupaten Lampung Barat yang didominasi oleh sektor pertanian sebagai penopang utama perekonomian.

Sektor pertanian didukung oleh 5 sub sektor. Sub sektor perkebunan dan tanaman bahan makanan (tabama) mampu membentuk 45,34 persen dari nilai PDRB Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2013. Besarnya sumbangan sub sektor tersebut dapat dilihat dari luas panen dan produksi padi untuk Kabupaten Pesisir Barat. Perhatikan (Tabel II.1) dan produksi tanaman perkebunan rakyat (Tabel II.2) di bawah ini:

Tabel II.1

Luas Panen dan Produksi Tanaman Padi Sawah dan Padi Ladang per Kecamatan

NO Kecamatan

Padi Sawah Padi Ladang

Luas (Ha) Produksi (Ha) Luas (Ha) Produksi (Ha) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 01 Pesisir Selatan 2.529 20.632 129 337 02 Bengkunat 600 4.917 600 1.645 03 Bengkunat Belimbing 1.085 7.222 2.875 7.084 04 Ngambur 1.502 11.946 175 610 05 Pesisir Tengah 345 2.112 10 13 06 Karya Penggawa 915 6.221 - - 07 Way Krui 303 2.823 10 - 08 Krui Selatan 435 3.751 35 13 09 Pesisir Utara 479 3.962 5 13 10 Lemong 490 4.077 55 40 11 Pulau Pisang - - - - Jumlah 8.683 67.663 3.849 9.755

Tabel II.2

Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Kabupaten Pesisir Barat per Kecamatan NO Kecamatan Luas (Ha) Kelapa Dalam Kelapa Kopi Robusta Lada **) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 01 Pesisir Selatan 2.166,8 3.065,4 710,0 32,8 02 Bengkunat 488,3 32.685,1 810,0 346,3 03 Bengkunat Belimbing 649,3 5.742,1 935,0 391,9 04 Ngambur 937,6 17.187,9 735,8 263,9 05 Pesisir Tengah 299,9 - 22,0 4,1 06 Karya Penggawa 502,3 - 465,5 33,3 07 Way Krui 252,0 - 27,0 7,2 08 Krui Selatan 115,5 - 44,0 8,5 09 Pesisir Utara 939,3 - 1.154,0 45,2 10 Lemong 748,7 - 2.070,0 740,4 11 Pulau Pisang * * * * Jumlah 7.100,3 58.680,5 6.973,3 1.873,6

*sumber: PDRB Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2013 (diolah)

Berikutnya (Tabel II.3) menyajikan populasi dan produksi daging hewan ternak di Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2014 di bawah ini:

TABEL II.3

PRODUKSI DAGING HEWAN TERNAK PER KECAMATAN

NO Kecamatan Ternak Besar Ternak Kecil

Sapi Kerbau Kambing Domba

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 01 Pesisir Selatan 8.047 3.182 - 245 02 Bengkunat 6.733 3.500 - 147 03 Bengkunat Belimbing 6.405 2.705 - 98 04 Ngambur 9.196 - - 98 05 Pesisir Tengah 21.677 - 1.950 69 06 Karya Penggawa 4.270 3.182 - - 07 Way Krui 4.762 1.114 - 20 08 Krui Selatan 4.927 1.591 - - 09 Pesisir Utara 5.419 3.819 - 245 10 Lemong 6.733 1.273 - - 11 Pulau Pisang * * * * Jumlah 2012 78.169 20.366 1.950 922 Jumlah 2011 ** ** ** **

Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Barat

* data masih bergabung dengan kecamatan induk ** data masih bergabung dengan kabupaten induk

Pertumbuhan ekonomi Lampung triwulan III 2014 diperkirakan sedikit mengalami perlambatan dari 5,7% (yoy) pada triwulan II 2014, dan berada dalam kisaran 5,3 – 5,8% (yoy) pada triwulan III 2014. Pada sisi perkembangan harga, tekanan inflasi Provinsi Lampung pada triwulan III 2014 berada pada kisaran inflasi sekitar 3,90% - 4,40% (yoy). Sesuai dengan polanya, inflasi menjelang perayaan hari besar keagamaan nasional cenderung meningkat. Namun demikian secara tahunan tren penurunan masih terjadi dikarenakan base year

effect yang sangat tinggi akibat kenaikan BBM pada tahun 2013.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung melambat signifikan dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya dari 6,4% (yoy) pada triwulan IV 2013 menjadi 5,3% (yoy) pada triwulan I 2014. Pertumbuhan periode laporan lebih rendah dibanding rata-rata lima tahun terakhir 5,9% (yoy). Secara triwulanan, PDRB Provinsi Lampung tumbuh 7,6% (qtq) atau di bawah rata-rata pertumbuhan triwulan I selama lima tahun terakhir (9,9% qtq). Dengan perkembangan tersebut, maka perekonomian Lampung pada periode ini mencatatkan

output riil sebesar Rp11,89 triliun. Walaupun mengalami perlambatan,

pertumbuhan Provinsi Lampung triwulan I 2014 masih lebih tinggi daripada nasional yang sebesar 5,2% (yoy).

Dari sisi permintaan, penyebab perlambatan ekonomi pada periode laporan berasal dari penurunan kinerja investasi dan perlambatan ekspor. Sementara itu, dari sisi penawaran, perlambatan kinerja sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas dan air menahan laju pertumbuhan

ekonomi Lampung pada periode laporan, meskipun sektor lainnya mengalami peningkatan.

Struktur perekonomian Lampung pada triwulan I 2014 masih didominasi oleh 3 sektor utama yaitu pertanian (36,9%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) (16,1%) dan industri pengolahan (14,7%). Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pangsa sektor pertanian dan sektor PHR mengalami peningkatan cukup signifikan (5,1% dan 0,2%). Sementara sektor industri pengolahan mengalami penurunan pangsa dalam total perekonomian (-2,4%).

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung meningkat

dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya dari 5,3% (yoy) pada triwulan I 2014 menjadi 5,7% (yoy) pada triwulan II 2014. Pertumbuhan Prov. Lampung triwulan II 2014 masih lebih tinggi daripada nasional yang sebesar 5,1% (yoy). Secara triwulanan, PDRB Provinsi Lampung tumbuh 4,7% (qtq) atau di atas rata-rata pertumbuhan triwulan II selama lima tahun terakhir (4,1% qtq). Dengan perkembangan tersebut, maka perekonomian Lampung pada periode ini mencatatkan output riil sebesar Rp 12,44 triliun atau mencapai 2,3% dari perekonomian nasional.

Dari sisi permintaan, pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi pada periode laporan berasal dari masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan peningkatan konsumsi nirlaba. Sementara itu, dari sisi penawaran, peningkatan kinerja sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) menjadi penggerak terbesar laju pertumbuhan ekonomi Lampung pada periode

laporan, meskipun sektor lainnya mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwulan I 2014.

Struktur perekonomian Lampung pada triwulan II 2014 masih didominasi oleh 3 sektor utama yaitu sektor pertanian (36,7%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) (15,5%) dan industri pengolahan (13,3%). Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pangsa sektor industri pengolahan dan sektor PHR mengalami peningkatan (1,0% dan 0,1%). Sementara sektor pertanian mengalami penurunan pangsa dalam total perekonomian (-1,4%).

Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat memprediksi laju

pertumbuhan ekonomi sebesar 12,19% sampai dengan 15%. Ada beberapa sektor yang diharapkan mampu naik pertumbuhan ekonominya, yaitu: sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa. Dari beberapa sektor di atas akan dapat digunakan untuk mengukur kemajuan ekonomi di Kabupaten Pesisir Barat sebagai hasil dari pembangunan di bidang ekonomi, sebagai dasar proyeksi awal atau perkiraan penerimaan wilayah untuk perencanaan pembangunan baik sektoral maupun regional. Berikut ini adalah table laju pertumbuhan ekonomi Atas Dasar Harga Konstan, sebagai berikut

Tabel Ii.4

Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pesisir Barat Atas Dasar Harga Konstan

Tahun 2011 - 2013 ( Persen ) LAPANGAN USAHA 2012 2013 2014* 1. PERTANIAN 8,67 3,00 5,83 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 4,12 6,09 5,11 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 3,01 7,79 5,40

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH

5,13 14,05 9,59 5. BANGUNAN 4,43 6,82 5,63

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 5,92 4,62 5,27 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 12,60 6,81 9,71 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 4,92 8,31 6,61 9. JASA-JASA 12,09 7,24 9,67

Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat, Tahun 2014 * Angka Prediksi

2.2 Kontribusi Sektor Perekonomian Terhadap PDRB Kabupaten Pesisir Barat

Seiring laju pertumbuhan ekonomi sebagaimana analisa di atas, kesembilan sektor mengalami perubahan peran dalam pembentukan PDRB baik menurut harga berlaku maupun harga konstan. Berikut tabel kontribusi sektor perekonomian terhadap PDRB berdasarkan ADHB dan ADHK.

Tabel lI.5

Kontribusi Per Sektor PDRB ADHB Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2011-2013 dan Prediksi 2014 (Persen)

LAPANGAN USAHA 2011 2012 2013 2014* PRIMER 57,10 58,06 57,24 57,24 1. PERTANIAN 54,39 55,49 54,66 54,66 2. PERTAMBA -NGAN & PENGGALIAN 2,71 2,57 2,58 2,58 LAPANGAN USAHA 2011 2012 2013 2014* SEKUNDER 6,28 5,91 5,97 5,97 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 2,94 2,78 2,88 2,88 4. LISTRIK, GAS &

5. KONSTRUKSI DAN BANGUNAN 2,92 2,73 2,67 2,67 TERSIER 36,62 36,03 36,79 36,79 1. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 13,77 13,13 13,58 13,58 2. PENGANGKU-TAN & KOMUNIKASI 4,38 4,44 4,57 4,57 3. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSA-HAAN 3,12 2,99 3,15 3,15 4. JASA-JASA 15,34 15,47 15,49 15,49 TOTAL PDRB (Ratus Rp) 1.106.887,31 1.266.944,39 1.392.640,31 1.601.536,36 Sumber : Analisa PDRB ADHB Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2013, diolah *Angka Prediksi

Tabel II.6

Kontribusi Per Sektor PDRB ADHK Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2011-2013 dan Prediksi 2014 (Persen)

LAPANGAN USAHA 2011 2012 2013 2014* PRIMER 58,60 58,97 58,30 58,20 1. PERTANIAN 55,59 56,06 55,34 55,26 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3,01 2,91 2,96 2,94 SEKUNDER 8,47 8,16 8,42 8,13 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 3,60 3,44 3,55 3,41

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 0,50 0,49 0,54 0,55 5. KONSTRUKSI DAN BANGUNAN 4,37 4,23 4,34 4,17 TERSIER 32,93 32,87 33,28 33,41 1. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 20,70 20,34 20,40 20,30 2. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 4,24 4,44 4,54 4,65 3. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 3,37 3,28 3,41 3,42 4. JASA-JASA 4,62 4,81 4,94 5,05 TOTAL PDRB (Ratusan Rp) 507.786,14 547.164,14 570.948,50 589.649,80

Sumber : Analisa PDRB ADHK Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2013, diolah

Sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi, bahwa PDRB perkapita Kabupaten Pesisir Barat juga akan bergerak sesuai perkembangan yang ada. Pada tahun 2012 PDRB perkapita riil per bulan adalah Rp 314.977,- dan secara nominal mampu mencapai Rp 729.321,- per bulan. Sedangkan pada tahun 2013 PDRB per kapita riil per bulan adalah Rp 302.298,34,- dengan nilai nominal perkapita adalah sebesar Rp 737.357,- .

Dapat diilustrasikan, bahwa setiap penduduk Kabupaten Pesisir Barat pada tahun 2013 yang jumlah penduduk tengah tahunnya diperkirakan 157.391 jiwa, berpendapatan rata-rata 737 ribu rupiah untuk setiap bulannya. Yang dimaksud pendapatan disini adalah nilai tambah bruto (upah, gaji, laba, sewa tanah, bunga uang, penyusutan dan pajak tak langsung neto), bukan nilai produksi (perkalian dari jumlah produksi dengan harga satuannya). Nilai tambah bruto merupakan bagian dari nilai produksi. Berikut ini tabel III.6 PDRB perkapita Kabupaten Pesisir Barat tahun 2012-2013

Tabel II.7

Rata-rata PDRB Perkapita Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2012 dan 2013

URAIAN 2012 2013

PDRB HK (JUTA RUPIAH) 547.164,14 570.948,50

PDRB HB (JUTA RUPIAH) 1.266.944,39 1.392.640,31

Jumlah penduduk tengah tahun 144.763 157.391

PDRB per kapita HK Rp 3.779.724 3.627.580

PDRB per kapita HB Rp 8.751.852 8.848.284

Pada tahun 2012 PDRB perkapita riil per bulan adalah Rp 314.977,- dan secara nominal mampu mencapai Rp 729.321,- per bulan. Sedangkan pada tahun 2013 PDRB per kapita riil per bulan adalah Rp 302.298,34,- dengan nilai nominal perkapita adalah sebesar Rp 737.357,-

Dapat diilustrasikan, bahwa setiap penduduk Kabupaten Pesisir Barat pada tahun 2013 yang jumlah penduduk tengah tahunnya diperkirakan 157.391 jiwa, berpendapatan rata-rata 737 ribu rupiah untuk setiap bulannya. Yang dimaksud pendapatan disini adalah nilai tambah bruto (upah, gaji, laba, sewa tanah, bunga uang, penyusutan dan pajak tak langsung neto), bukan nilai produksi (perkalian dari jumlah produksi dengan harga satuannya). Nilai tambah bruto merupakan bagian dari nilai produksi.

2.3 Perkembangan Harga (Inflasi)\

Perubahan harga barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga merupakan hal yang dapat dielakkan dalam sebuah perekonomian. Perubahan harga tersebut dapat berupa kenaikan, penurunan. Rata-rata tertimbang perubahan harga tersebut pada kurun waktu tertentu dalam suatu wilayah itulah yang kita kenal dengan inflasi.

Laju inflasi di Kabupaten Pesisir Barat tahun 2010 adalah 4,31 % dan di tahun 2011 naik 9,89% dan pada tahun 2012 mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 3,67%, begitu juga tahun

2013 turun hingga mencapai 2,30%. Secara jelas terlihat pada Tabel.III.7 berikut ini :

Tabel II.8

Tingkat Inflasi Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2010-2013

NO TAHUN INFLASI KOMULATIF

1. 2010 4,31

2. 2011 9,89

3. 2012 3,67

4. 2013 2,30

Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat, Tahun 2013

Perkembangan inflasi Provinsi Lampung pada triwulan I 2014 menunjukkan laju yang menurun di angka 5,22% (yoy) dari sebelumnya 7,56% (yoy) pada triwulan IV 2013. Penyumbang inflasi non fundamental yaitu volatile foods mengalami penurunan signifikan, sementara inflasi fundamental/inti dan inflasi administered price masih mengalami peningkatan. Selain itu, ekspektasi konsumen terhadap inflasi masih mengalami peningkatan yang diperkirakan karena akan diselenggarakan Pemilihan Umum Legislatif pada April 2014 sehingga mendorong peningkatan ekspektasi.

Perkembangan inflasi tahunan Provinsi Lampung pada triwulan II 2014 menunjukkan laju yang menurun di angka 6,39% (yoy) dari sebelumnya 6,55% (yoy) pada triwulan I 2014. Penyumbang inflasi

non fundamental yaitu volatile foods mengalami penurunan signifikan,

mengalami peningkatan. Selain itu, ekspektasi konsumen terhadap inflasi masih mengalami peningkatan yang diperkirakan karena akan diselenggarakan Pemilihan umum Presiden Bulan Juli 20014 dan kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada Juli 2014 sehingga mendorong peningkatan ekspektasi.

2.4 Rancangan Target Ekonomi Makro Pada Tahun Perencanaan

Dari sisi pengeluaran, perekonomian domestik pada triwulan II 2014 masih menunjukan tren melambat meskipun masih tumbuh cukup kuat. Konsumsi Rumah Tangga tumbuh melambat sejalan dengan melambatnya indeks penjualan eceran dan penjualan mobil. Sementara Konsumsi Pemerintah tumbuh lebih rendah akibat bergesernya pembayaran gaji ke-13 ke triwulan III 2014 dan

penghematan belanja kementrian dan lembaga. Di sisi lain,

pertumbuhan investasi cenderung melambat khususnya investasi bangunan sebagai dampak kebijakan stabilisasi akan tetapi investasi non bangunan diperkirakan meningkat yang ditopang oleh kinerja manufaktur yang masih kuat. Kinerja sektor eksternal masih lemah tertahan oleh kinerja ekspor batubara dan mineral. Selain itu, investor diperkirakan mulai bersikap “wait and see” sejalan dengan menunggu

hasil Pemilu Presiden Tahun 2014. Dengan melambatnya

pertumbuhan investasi dan konsumsi, maka impor mengalami kontraksi. Secara year on year, sepanjang triwulan II 2014 Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar 5,60%, Konsumsi Pemerintah 1,15%, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 4,83%, Ekspor 0,74%, dan

Ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2014. Perlunya pemerintah meningkatkan penyerapan anggaran APBN dan meningkatkan konsumsi masyarakat, serta meningkatkan kemajuan sektor perdagangan dan jasa. Berikutnya yang harus menjadi perhatian khusus dan mendalam oleh pemerintah adalah kebijakan tentang BBM bersubsidi, perlu dicarikan penyelesaian yang bisa diterima secara baik oleh semua stakeholder. Laju pertumbuhan ekonomi pada semester II-2014 masih akan dibayangi kebijakan Bank Indonesia yang masih memprioritaskan stabilisasi ekonomi dengan mempertahankan BI rate. Dengan demikian, pasokan dana ke dalam perekonomian tidak akan meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi pun tidak bisa melaju kencang. Selain mempertahankan BI rate pada level 7,5%, bank sentral juga menerapkan kebijakan pengetatan uang muka atau loan to value (LTV) untuk mengerem laju pertumbuhan kredit properti (KPR). Dalam pada itu, lembaga keuangan Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan global tahun fiskal 2014. Penurunan tersebut dipicu prediksi lemahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia khususnya Amerika Serikat (AS) pada kuartal I dan penurunan proyeksi pertumbuhan sebagian negara berkembang. IMF memprediksi perekonomian global tumbuh 3,4% tahun ini atau 0,3% lebih rendah dari prediksi sebelumnya. Meski begitu, proyeksi IMF itu masih di alas tingkat pertumbuhan global pada 2013 sebesar 3.2%.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 didorong dengan upaya antara lain meningkatkan koordinasi kebijakan dengan pemerintah

dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ke depan yang lebih sustainable. Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan lingkungan eksternal dan domestik, pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan sekitar 5,8 persen–6,2 persen lebih

tinggi dari perkiraan pertumbuhan tahun 2013 sebesar 5,7 persen.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga.

Pada tahun 2015, laju pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan tumbuh positif sebesar 5,5–6,0 persen dengan tingkat laju inflasi sebesar 3,5-5,0 persen, menurunnya angka penggangguran terbuka sebesar 1-2 persen, perkiraan pendapatan per kapita sebesar Rp 7,63 – Rp 7,88 juta dengan asumsi kenaikan tingkat inflasi dipengaruhi oleh harga beberapa komoditas di awal tahun 2015, adanya kebijakan pemerintah penyumbang inflasi dan trend inflasi yang mengikuti harga minyak dunia.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar berlaku pada triwulan I-2014 mencapai Rp. 2.401,2 triliun dan PDB atas dasar harga

konstan 2000 mencapai Rp.706,6 triliun, pertumbuhan ekonomi

triwulan I-2014 dibandingkan triwulan IV-2013 yang diukur dari kenaikan PDB atas dasar harga konstan meningkat sebesar 0,95 persen (q-to-q).

Perekonomian Indonesia tumbuh 5,21 persen pada triwulan

I-2014 karena ditopang oleh semua sektor, kecuali sektor

Pertambangan dan Penggalian yang mengalami penurunan sebesar

0,38 persen. Pada tahun 2006 laju pertumbuhan hanya 3,50 persen

terendah sepanjang lima tahun terakhir, tahun 2009 sebesar 5,64 persen dan mencapai puncaknya tahun 2012 mampu menembus dikisaran angka 5,72 persen. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pertahunnya selama kurun waktu 2008-2013 yaitu 5,17 persen per tahun atau secara total sebesar 25,83 persen. Capaian laju pertumbuhan pada tahun 2010 sebesar 5,72 persen merupakan hasil dari capaian seluruh sektor ekonomi.

Selanjutnya, dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan

ekonomi pada triwulan I 2013 didorong oleh hampir semua sektor kecuali sektor Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh sebesar 0,38% (YoY). Sementara itu, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi secara year on year pada triwulan I-2014 adalah sektor

Pengangkutan dan Komunikasi (10,23%), sektor gas diperkirakan naik

30-50%, perdagangan besar dan eceran meningkat 8-10% serta industri logam dasar besi dan baja sebesar 3-5%.

BAB III

ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA DAERAH

RAPBN 2015 disusun pada masa transisi antara pemerintah dan DPR saat ini kepada pemerintah dan DPR baru hasil pemilihan umum 2014. Oleh karena itu, RAPBN 2015 disusun sebagai baseline budget,

dalam artian hanya memperhitungkan kebutuhan pokok

penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu ditujukan untuk memberi ruang gerak bagi pemerintahan baru untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai dengan platform, visi dan misi yang telah direncanakan. RAPBN 2015 juga menjadi bagian awal pelaksanaan RPJMN ketiga periode 2015-2019 dari empat tahapan pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Selain memenuhi amanat Undang-undang Dasar Tahun 1945, RAPBN 2015 disusun dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan RKP Tahun 2015. Di samping itu, penyusunan RAPBN 2015 juga memperhatikan kesepakatan pemerintah dengan DPR dan pertimbangan DPD pada pembicaraan pendahuluan RAPBN 2015.

Kebijakan fiskal dan moneter Indonesia pada tahun 2015 akan lebih konservatif dan berhati-hati. Hal ini terkait dengan tantangan-tantangan global yang akan muncul tahun depan, seperti perbaikan di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa dan risiko yang harus diwaspadai adalah dari perlambatan

Oleh karena itu, pemerintah harus dapat menjaga stabilitas ekonomi agar pertumbuhan berkelanjutan dapat terus terjadi. Stabilitas ekonomi mutlak perlu dijaga, mengingat hal tersebut akan memberikan landasan yang solid serta menjadi prasyarat bagi pertumbuhan yang berimbang dan berkelanjutan. Stabilitas yang harus dijaga ini utamanya dari neraca transaksi berjalan yang masih mengalami defisit dan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hal ini dituangkan dalam asumsi pertumbuhan yang juga ditetapkan pada tingkatan realistis dan konservatif yaitu sebesar 5,6 persen di RAPBN 2015.

Inflasi pada bulan juli 2014 yang mencapai 4,53 persen diantisipasi dengan bertahannya BI rate selama 7 bulan sebesar 7,5 persen pada bulan juli 2014. pada keseluruhan tahun 2014 diharapkan laju inflasi dapat terjaga sebesar 5 Persen. Rendahnya tingkat inflasi pada bulan Juli 2014 disebabkan antara lain dari beberapa produk pertanian yang menjadi kebutuhan konsumsi mengalami penundaan panen. Sehingga ketika kita berada pada bulan ramadhan yang bertepatan dengan musim panen, pelemahan pertumbuhan di sektor retail menyebabkan pasokan untuk rumah tangga tersedia cukup melimpah dan dapat memenuhi permintaan yang ada, keberhasilan dari perubahan strategi dalam mempersiapkan pasokan bahan kebutuhan pokok jelang ramadhan di tahun 2014 dan konstibusi dari pasar-pasar modern yang cukup mampu mengendalikan harga.

Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 masih beresiko karena setidaknya ada empat tantangan yang harus dihadapi, keempat tantangan pertumbuhan ekonomi itu tidak lepas dari isu global dari luar negeri. Meskipun upaya pemulihan ekonomi global menunjukan

perbaikan seperti menguatnya pertumbuhan Amerika, Jepang, dan negara maju lainnya, kondisi ekonomi global masih dihadapkan pada ketidakstabilan yang cukup tinggi dan dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi nasional.

Dengan tetap menerapkan 4 (empat) pilar strategi pembangunan (pro growth, pro job, pro poor, pro environment), RAPBN 2015 diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional dalam RKP 2015, seperti pertumbuhan ekonomi 5,6 persen, angka kemiskinan menjadi 9-10 persen, dan tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,5-5,7 persen. Selain itu, sasaran pembangunan 2015 yang akan dicapai adalah antara lain peningkatan taraf pendidikan penduduk menjadi 8,37 tahun, jumlah peserta jaminan kesehatan menjadi 86,4 juta jiwa, rasio polisi dengan jumlah penduduk menjadi sebesar 1 berbanding 582, serta penurunan biaya logistik nasional menjadi 23,6 persen dari PDB. Terkait lingkungan dan SDA, Pemerintah menargetkan indeks kualitas lingkungan hidup mencapai sebesar 64,5, peningkatan rasio elektrifikasi menjadi 83,18 persen, bauran energi baru dan terbarukan 6 persen serta pembangunan infrastruktur limbah di 764 kawasan. RAPBN 2015 diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional dalam RKP 2015.

Dalam kerangka tersebut, asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam RAPBN 2015 adalah sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi 5,6 persen; (2) inflasi 4,4 persen; (3) suku bunga SPN 3 bulan 6,2 persen; (4) rata nilai tukar rupiah Rp11.900 per dolar Amerika Serikat; (5) harga minyak mentah Indonesia (ICP)

USD105 per barel; (6) lifting minyak mentah 845 ribu barel per hari dan lifting gas bumi 1.248 ribu barel setara minyak per hari.

Dalam kerangka tersebut, asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam RAPBN 2015 adalah sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi 5,6 persen; (2) inflasi 4,4 persen; (3) suku bunga SPN 3 bulan 6,2 persen; (4) rata nilai tukar rupiah Rp11.900 per dolar Amerika Serikat; (5) harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD105 per barel; (6) lifting minyak mentah 845 ribu barel per hari dan lifting gas bumi 1.248 ribu barel setara minyak per hari.

Faktor eksternal yang berpotensi menghadang pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2015 antara lain; (1) Isu rencana kebijakan pengurangan stimulus moneter (tapering off) oleh Bank Sentral Amerika Serikat; (2) Resiko perlambatan pertumbuhan dan perlambatan kinerja perekonomian sejumlah negara mitra seperti Tiongkok, seperti diketahui laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal pertama tahun 2014 ini hanya 7,4 persen atau lebih rendah daripada periode yang sama tahun 2013 yakni 7,7 persen; (3) Resiko gejolak likuiditas masih mewarnai pasar keuangan global akibat dimulainya normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat, termasuk antisipasi kenaikan suku bunga; (4) Tren penurunan harga komoditas internasional, penurunan harga komoditas ini secara langsung berdampak pada penurunan kinerja ekspor nasional.

Selanjutnya tantangan dari dalam negeri antara lain terkait dukungan infrastruktur dan sumber energi serta dampak jangka pendek kebijakan pelarangan ekspor bahan mineral tambang sebagai upaya hilirisasi, masalah ketimpangan pendapatan dan stabilitas fiskal

nasional. Kebijakan fiskal tahun 2015 akan diarahkan untuk penguatan kebijakan fiskal dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, dengan arah kebijakan ekonomi makro memperhatikan berbagai faktor serta perkembangan ekonomi global dan domestik. Perkiraan asumsi dasar ekonomi makro dalam RAPBN 2015, antara lain pertumbuhan ekonomi 5,5 persen-6,0 persen, inflasi 3,5 persen-5,0 persen dan nilai tukar Rp.11.500-Rp.12.100 per dolar AS.

Tingkat suku bunga SPN 3 bulan sebesar 6,0 persen-6,5 persen, harga ICP minyak 830 ribu-900 ribu barel per hari, defisit anggaran pada RAPBN 2015 ditetapkan sebesar 1,7 persen-2,5 persen terhadap PDB, atau tidak mengalami perubahan dari usulan awal.

Dokumen terkait