• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTAR SUKU DAN ANALISIS

III.1. Hubungan Harmonis Suku Melayu-Jawa di Kwala Gunung

Etnisitas atau kesukuan merupakan istilah yang relatif baru. Konotasi arti yang terkandung dalam istilah tersebut lebih dipergunakan untuk menunjuk kandungan sifat-sifat atau kualitas kesukubangsaan, karenanya etnisitas dapat pula diartikan sebagai “kesukubangsaan“. Pada hakekatnya, berbagai konsepsi ethnic group atau suku bangsa yang selama ini ada, lebih berpangkal dari konsep budaya, karenanya keaneka ragaman suku bangsa juga tergantung dari sudut manakah kebudayan didefinisikan.

Semakin beraneka ragam suku bangsa disuatu negara, maka semakin banyak terdapat variasi perbedaan kebudayaan, karena jika hanya mendasarkan konsepsi hukum bangsa semata tidak cukup dipakai untuk menganalisis etnisitas berbagai perbedaan yang ada, tidak selalu dapat dianggap etnisitas sepanjang diantara mereka terjadi efektivitas relasi yang mencerminkan suatu tinggi rendahnya level integrasi sosial. Dengan kata lain, bahwa fenomena utama dari masalah etnisitas yang dianggap sebagai masalah kesukubangsaan apabila interaksi mereka cukup rendah, karena itulah banyak ahli cenderung menilai bahwa etnisitas adalah lebih merupakan fenomena politik.

Studi etnisitas penting bagi suatu negara yang plural, agar keanekaragaman suku bangsa dapat dikembangkan sebagai strategi nasional

kearah terwujudnya integrasi nasional. Nasionalisme yang dikembangkan tentunya membutuhkan adanya saling pengakuan loyalitas dan solidaritas diantara kebudayaan yang berbeda. Untuk menuju bagian dari masyarakat yang lebih luas, misalnya sebagai satu nation state, pada dasarnya ada tiga masalah pokok yang dibahas dalam etnisitas.

Pelaksanaan pemilihan kepala desa di Indonesia sering menimbulkan permasalahan di daerah-daerah di Indonesia seperti konflik yang terjadi pada saat-saat momentum pelaksanaan pemilihan kepala desa di desa yang memiliki etnis yang heterogen. Pemahaman etnisitas penting bagi suatu daerah atau desa, agar keanekaragaman suku bangsa dapat dikembangkan sebagai strategi nasional kearah untuk terwujudnya integrasi nasional. Nasionalisme yang dikembangkan tentunya membutuhkan adanya saling pengakuan, loyalitas dan solidaritas diantara kebudayaan yang berbeda yang ada di desa-desa tersebut.

Permasalahan yang timbul di daerah yang merusak dan mengancam stabilitas nasional seperti:

- Pertama, budaya politik etnis dalam pemilihan kepala Daerah.

- Kedua, mental pejabat birokrasi yang mengedepankan jiwa

etnosentrisme pada etnis lain.

- Ketiga, kurangnya pemahaman Pancasila dan konstitusi terhadap

hak-hak bernegara.

- Keempat, budaya kompetisi tidak sehat.

- Keenam, etnis pendatang tidak mampu melakukan asimilasi dan akulturasi didaerah yang dia tempati.

Ide multikulturalisme pada dasarnya adalah gagasan mengatur keberagaman dengan prinsip dasar pengakuan dengan keragaman itu sendiri (politics of recognition). Lebih jauh lagi, gagasan ini menyangkut pengaturan relasi antara kelompok mayoritas dan minoritas. Diskursus ide yang berkaitan dengan kesukuan sejauh ini berkaitan dengan penghargaan eksistensi masyarakat dan stabilisasi pengakuan terhadap kelompok minoritas baik dari sisi etnis maupun kepercayaan.

Gelombang pasang diskusi multikulturalisme sebagai ide tak bisa dilepaskan dari keterbatasan teori demokrasi yang saat ini ada, menyangkut upaya menjawab pertanyaan seperti apa sebuah daerah demokratis mengelola isu keberagaman kelompok etniskultural. Dalam konteks ini gagasan heterogenisasi digunakan oleh banyak kalangan. Multikulturalisme sesungguhnya merupakan salah satu dari sebagian alternatif pemikiran dalam mengelola keberagaman.

Alternatif lain yang tersedia adalah otonomi territorial dan non territorial power sharing atau yang lebih dikenal sebagai demokrasi konsensual. Inti gagasan yang terakhir ini adalah representasi politik berdasarkan keberadaan kelompok yang ada disebuah masyarakat. Gagasan yang dikenal sebagai power sharing ini lebih jauh lagi mendasarkan diri pada prinsip sebagai berikut:

- Pertama, ide proporsionalitas.

- Ketiga, pemilikan hak veto.

- Keempat, pemberian otonomi pada kelompok minoritas, misalnya

pemberian hak pemerintahan sendiri44.

Pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa karakteristik hubungan antar etnis disebuah daerah masing masing memiliki upaya untuk mendapatkan pengakuan terhadap eksistensi kelompok minoritas lewat ide multikulturalisme menyangkut hak menggunakan bahasa ibu bagi masing-masing kelompok dan upaya institusionalisasi ide multikulturalisme ini tidak mudah.

Disamping kebutuhan perangkat hukum dan infrakstruktur pengaturan teknis yang amat rumit, ide ini memiliki nilai politis yang sangat kuat yakni sebagai syarat bagi keharmonisasian suatu wilayah (daerah). Lebih jauh lagi adalah pertanyaan sejauh mana hak-hak kelompok minoritas ini dapat dieksekusi apabila dikaitkan dengan eksistensi nation state disisi lain. Apakah ide liberal ini akan mentoleransi kemungkinan praktek liberal oleh kelompok minoritas itu terhadap komunitasnya. Terlepas dari pandangan kritis diskursus ide ini dilevel akademik dan rumitnya pengejewantahan gagasan ini di level praktis, mulai tampaknya raut keterbatasan teoritisasi liberal tentang pengelolaan pluralitas dapat terus menjadi remantik bagi keberlangsungan diskusi ini ke depan.

Pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung pada tanggal 26 Mei 2015 lalu merupakan bentuk yang nyata suatu wilayah menununjukan harmonisasinya. Setiap suku baik itu suku mayoritas Jawa (62%) serta suku yang lebih minoritas

      

seperti suku Melayu (24%), suku Batak (65%) dan 8% suku lainnya menunjukan keberagaman yang sangat maksimal.

Hal ini diperkuat oleh Bapak Abdul Latif yang mengatakan:

“Kesadaran tentang keberagaman terhadap konstitusi membuat masyarakat dan pemerintah desa di sini tidak diskriminasi atas etnis lain yang hidup dan berdomisili didaerah di Desa Kwala Gunung. Disamping itu etnis lain selain dari suku Jawa yang mayoritas diberikan pengetahuan tentang tradisi masyarakat lokal, dengan tujuan etnis lain yang minoritas dapat berinteraksi dengan etnis mayoritas di Kwala Gunung, siapa yang mampu mengharmonisasikannya dia yang

akan jadi pemimpin disini dan Jum’ah Haidiryah sangat mampu” 45 .

Dengan strategi ini, konflik yang terjadi dimasyarakat dapat diminimalisir, karena masing-masing etnik punya peranan yang sama dalam mensukseskan pembangunan di Desa Kwala Gunung. Wujudnya adalah ketika pada perayaan hari-hari besar negara, seluruh etnis dipersatukan dalam kegiatan, baik kegiatan olahraga, kesenian maupun dalam kehidupan keagamaan atau perayaan budaya dari masing-masing etnis.

Interaksi yang terlihat dan telah menjadi tradisi pada sebagian masyarakat yang ada di Kwala Gunung, adalah tradisi yang ada pada etnis Jawa, dalam penyelenggaraan yang tadinya hanya bersifat rasa syukur kepada sang pencipta atas keberhasilan panen, yang diwujudkan dalam kegiatan perayaan ritual keagamaan. Telah menjadi tradisi pada sebagian mayarakat penduduk Kwala Gunung yang juga di rayakan semua etnis di desa tersebut.

      

45Wawancara dengan Bapak Abdul Latifyang merupakan Mantan kepala Desa Kwala Gunung sebelum kepemimpinan Bapak Jum’ah Haidiryah di kediamannya di Desa Kwala Gunung, tanggal 23 Januari 2016, Pukul.12.00 wib. 

Hal ini menunjukan antara etnis Jawa dan etnis lain terjalin hubungan yang sangat harmonis. Sehingga etnis Jawa dan enis Melayu serta etnis lain menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Desa Kwala Gunung. Kemudian untuk menelusuri interaksi antar etnik lain, kita dapat melihat Desa Kwala Gunung dalam bidang perekonomian dikuasai secara merata oleh etnis Jawa, etnis Melayu, etnis Batak dan etnis yang lain dalam berbagai bentuk usaha. Ini dapat dilihat dari kepemilikan usaha-usaha yang dapat menggerakkan perekonomian di Desa Kwala Gunung ini.

Secara teori, hubungan dominasi etnis sendiri pada dasarnya sudah mengandung kekerasan struktural, karena bukan merupakan hubungan setara, melainkan ditandai oleh keunggulan dominan satu pihak dan ketergantungan pada pihak lain. Kalau dominasi ini kemudian menimbulkan represi langsung oleh pihak yang kuat dalam bidang politik, atau perbedaan yang terlalu besar dalam penguasaan aset dan penghasilan ekonomi, maka cepat atau lambat akan muncul perlawanan dari pihak yang mengalami deperesi atau ketergantungan.

Hal ini di perkuat oleh bapak Abdul Latif yang mengatakan :

“Jika kepemimpinan Jum’ah Haidiryah yang merupakan suku melayu tidak maksimal bisa menyebabkan konflik antara pihak yang menguasai dan pihak yang merasa dikuasai, yang apabila mengalami peningkatan, dapat berkembang menjadi kekerasan. Peran strategi komunikasi juga sangat diperlukan dalam pengelolaan konflik terutama pada konflik

laten di Desa Kwala Gunung” 46.

      

46Wawancara dengan Bapak Abdul Latif yang kbjmerupakan Mantan kepala Desa Kwala Gunung sebelum kepemimpinan Bapak Jum’ah Haidiryah di kediamannya di Desa Kwala Gunung, tanggal 23 Januari 2016, Pukul.12.00 wib. 

Komunikasi harmonis antar suku merupakan kunci Jum’ah Haidiryah menjaga toleransi suku. Komunikasi merupakan kunci dalam mengelola konflik, dengan komunikasi seseorang dapat mengelola konflik kearah yang lebih baik. Komunikasi yang baik dapat membantu pihak yang bertikai mengidentifikasi masalah serta dapat memahami masalah dari sudut pandang masing-masing pihak. Komunikasi dapat mencegah konflik di Desa Kwala Gunung, apabila aktor komunikasi menggunakan pesan yang dapat diterima secara psikolog dan sosial oleh para pihak yang terlibat komunikasi, dan jika salah satu atau semua aktor komunikasi menghormati simbol adat, suku, agama dan kepercayaan, serta jika salah satu aktor atau semua aktor komunikasi mau dan mampu menempatkan diri atau setara dengan pihak yang lain.

Strategi komunikasi harmonisasi etnis merupakan strategi komunikasi Jum’ah Haidiryah untuk mengelola konflik di Desa Kwala Gunung. Dengan pola hubungan yang dipenuhi dengan suasana saling mendukung dan bukan pola hubungan yang menang sendiri di Desa Kwala Gunung, pola hubungan yang saling bergantung atau membutuhkan dan bukan pola hubungan dimana kedua pihak saling menandingi di Desa Kwala Gunung, pola hubungan yang ditunjukkan dengan kemajuan dan bukan menunjukkan kemunduran di Desa Kwala Gunung dan hubungan yang diisi dengan saling percaya dan optimisme kerjasama dalam mencapai tujuan bersama, bukan tujuan bersama yang diisi dengan saling tidak percaya dan pesimisme untuk mencapai tujuan bersama di Desa Kwala Gunung.

Secara garis besar masyarakat Desa Kwala Gunung adalah masyarakat religius dengan prinsip keagamaan yang bersumber pada kegamaan yang harmonis, ditambah dengan agama Islam menjadi agama mayoritas di derah tersebut. Hal inilah yang memperkuat harmonisasi interaksi antar etnis di Desa Kwala Gunung Sebagai perekat persaudaraan antar etnis. Kesadaran seperti ini akan membuat pemerintah daerah dan masyarakat Desa Kwala Gunung khususnya memperlakukan etnis lain diluar etnis Jawa dan Melayu mendapatkan hak yang sama bahkan pada jabatan politik tertinggi di desa itu sebagai kepala desa tidak dipersoalkan oleh masyarakat Desa Kwala Gunung.

Interaksi antar etnis yang harmonis menjadi harapan semua desa di Indonesia. Setelah melihat tragedi yang terjadi di negara lain yang porak poranda karena etnis, hal ini harus kita hindari bersama, sehingga upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah memperlakukan semua etnis yang ada di Desa Kwala Gunung secara adil dan merata dalam semua kegiatan dan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa.

Data sesuai dengan fakta yang ada pada Desa Kwala Gunung termasuk salah satu daerah yang ada di Indonesia yang menunjukan tentang kehidupan antar etnisnya sangat harmonis. Hal inilah tentang seperti apa upaya pemerintah desa dalam membina kehidupan antar etnis yang ada di Desa Kwala Gunung. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa dan pemerintah daerah di kecamatan Lima Puluh memperlakukan semua etnis di Desa Kwala Gunung, sama dengan etnis lokal, selanjutnya perlakuan masyarakat Desa Kwala Gunung pada etnis lain

diluar Desa Kwala Gunung (etnis lainnya) adalah melibatkan mereka dalam semua aktivitas, misalnya setiap tanggal 17 Agustus dilaksanakan perayaan olahraga dan kesenian, seluruh masyarakat dilibatkan tak terkecuali etnis diluar Jawa dan Melayu di Desa Kwala Gunung.

Hal ini dipertegas oleh Bapak Syahmidun yang mengatakan:

“Selain itu pembinaan interaksi antar etnis dilakukan dengan melalui penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah daerah pada generasi muda melalui peran karang taruna yang ada pada kecamatan Lima Puluh dan Desa Kwala Gunung, desa-desa yang ada, kegiatan seperti ini sangat efektif karena pemerintah daerah memiliki rasa tanggung jawab yang sama pada seluruh etnis yang ada di Desa Kwala Gunung. Dengan kegiatan seperti itu seluruh komponen masyarakat Desa Kwala Gunung merasa diperhatikan oleh pemerintah desa. Sehingga dengan demikian hal itu akan membuat kehidupan antar etnis Desa Kwala

Gunung menjadi semakin harmonis” 47.

Pemerintahan daerah merupakan perpanjangan pemerintahan pusat yang ada di daerah, pemerintahan desa adalah bagian dari pelaksanaan organisasi negara dalam hal melaksanakan fungsi pemerintahan di desa. Kita ketahui bersama bahwa tanggung jawab pemerintah daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sistem desentralisasi adalah dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang telah diberikan kewenangan dalam menyelenggarakan pemerintahan. Termasuk dalam hal stabilitas didaerahnya.

      

47Wawancara dengan Bapak Syahmidun merupakan Tokoh Masyarakat etnis Jawa Kwala Gunung di kediamannya di Desa Kwala Gunung, tanggal 23 Januari 2016, Pukul. 08.00 wib. 

Persoalan etnis kalau tidak dicermati dengan baik, akan menjadi penghambat dalam melaksanakan pembangunan didalam negeri khusunya Desa Kwala Gunung, pemberian otonomi daerah oleh pemerintah pusat untuk menjawab tuntutan pemerintah daerah yang menghendaki adanya sistem desentralisasi kekuasaan, yaitu daerah meminta sebagian kewenangan dan potensi pendapatan asli daerahnya dikelola oleh daerah untuk kepentingan kesejateraan masyarakat Desa Kwala Gunung.

Menyadari hal itu, maka konsep pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa di Desa Kwala Gunung harusnya berwawasan nusantara artinya konsep ini mewajibkan kepada kita terutama pemerintah daerah agar supaya untuk bersikap adil dan bijaksana terhadap etnis yang ada di Desa Kwala Gunung. Pembinaan etnisitas harus menjadi perhatian pemerintah desa untuk dapat menghindari perilaku etnosentrisme dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dapat mengancam stabilitas daerah.

Pembinaan etnisitas didaerah mengenai masalah etnisitas menjadi tanggung jawab bersama dengan pemerintah pusat dimana salah satu tujuan pembinaan stabilitas nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan nasional sangat dipengaruhi oleh interaksi yang baik antar etnis yang sama-sama diinginkan oleh etnis yang ada. Ketika terjadi problem antar etnis didaerah, secara langsung akan mengancam stabilitas keamanan di desa tersebut. Oleh karena itu pemerintah Desa Kwala Gunung yang dipimpin Jum’ah Haidiryah (etnis Melayu) selama ini mengharapkan kepada pemerintah daerah untuk dapat membantu

membina keharmonisan antar etnis di Desa Kwala Gunung. Harmonisasi yang dibangun oleh Jum’ah Haidiryah untuk periode ketiga memimpin Desa Kwala Gunung menunjukan kemampuannya menjaga stabilitas keharmonisan antar etnis.

Apabila selama ini Jum’ah Haidiryah (Melayu) tidak mampu menyelesaikan keharmonisan tentu dia tidak akan terpilih untuk ketiga kalinya dan pasti akan diambil alih suku lain diluar Melayu dan berpotensi mengakibatkan permasalahan etnis. Permasalahan etnis merupakan suatu masalah nasional kalau pembinaan etnis tidak mampu menumbuhkan rasa kebangsaan kepada etnis disemua daerah, akan mengancam integritas desa termasuk di Desa Kwala Gunung. Oleh karenanya pembinaan etnis harus menjadi perhatian oleh semua komponen bangsa ini sehingga tidak menjadi ancama di Desa Kwala Gunung. Caranya adalah dengan menanamkan rasa kebangsaan dan memberikan pemahaman Pancasila sebagai dasar Negara dan konstitusi pada generasi antar etnis yang ada di daerah.

III.2. Ketokohan yang Kuat

Politik berbasis ketokohan merupakan jenis politik yang terfokus pada tokoh dan cenderung mengabaikan organisasi dalam memobilisasi dukungan yang ada. Kecenderungan ini terlihat dari dominannya peran aktor politik dibandingkan dengan etnis atau organisasi yang menaunginya. Hal ini ditandai dengan munculnya aktor-aktor di tingkat lokal yang menjadi pemimpin dan pejabat publik meskipun tidak mempunyai basis dukungan partai politik yang kuat.

Kemunculan fenomena politik berbasis ketokohan ini tidak terlepas dari kecenderungan perilaku memilih masyarakat Indonesia yang bersifat psikologis. Ketokohan merupakan faktor yang penting dalam membentuk pilihan politik masyarakat Indonesia. Temuan ini sekaligus menyatakan bahwa perilaku memilih masyarakat Indonesia semenjak pemilu 1955, cenderung dipengaruhi oleh faktor sosiologis atau budaya, seperti agama, etnisitas, wilayah, dan kelas sosial.

Pengaruh ketokohan di Desa Kwala Gunung, kecamatan Lima Puluh sangat meyakinkan. Kepribadian kandidat atau peran ketokohan mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk perilaku memilih. Bukti kuatnya pengaruh ketokohan Jum’ah Haidiryah dapat dilihat dari fenomena kemenangannya pada tiga kali pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung periode 2004-2009, periode 2009-2015 dan 2015-2020. Dalam studinya tentang pengaruh kepribadian disimpulkan bahwa ketokohan Jum’ah Haidiryah merupakan faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi pilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung. Keputusan akhir pemberian suara dalam pemilu sangat dipengaruhi oleh kesukaan terhadap tokoh desa tersebut.

Di antara calon yang terdaftar dalam pemilihan kepala desa, Jum’ah Haidiryah adalah sosok yang paling disukai oleh pemilih, di atas Jumali 387 suara dan Rudi Hartono 227 suara. Temuan ini menunjukkan bahwa keberhasilan Jum’ah Haidiryah sangat jelas berhubungan dengan evaluasi positif pemilih atas diri Jum’ah Haidiryah yang bersuku melayu mengalahkan tokoh yang bersuku Jawa yang merupakan suku mayoritas di Desa Kwala Gunung.

Pemilihan Kepala Desa di Desa Kwala Gunung ini menghasilkan temuan menarik bahwa secara umum, kecenderungan demokrasi di Indonesia saat ini mengarah kepada politik berbasis pada ketokohan atau “figure-based politics”, yaitu jenis politik yang terfokus pada figure-figur individual. Hal ini ditandai dengan munculnya aktor-aktor di tingkat lokal yang menjadi pemimpin dan pejabat publik meskipun tidak mempunyai basis organisasi dan kesukuan yang kuat. Sejalan dengan munculnya politik berbasis ketokohan,temuan lain yang cukup menarik di Desa Kwala Gunung ini adalah munculnya fenomena politik populisme. Populisme yang dimaknai sebagai pemerintahan yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat dan dekat dengan rakyat, seolah menjadi gaya baru bagi para elit lokal yang akan berlomba dan tengah menduduki jabatan publik khususnya pada pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung ini.

Lahirnya elit lokal seperti Jum’ah Haidiryah merupakan bukti bahwa politik populisme telah menjadi sebuah “tren” yang ditunggu-tunggu oleh rakyat. Munculnya politik populisme menjadi pertanda bahwa hubungan patron-klien (elit-massa) yang berkembang di Indonesia, cenderung di dasarkan atas hubungan kharismatik, bukan berbasiskan program-progam politik yang lebih bersifat transparan dan akuntabel. Apabila ditelisik lebih dalam, dinamika pemilu, pilpres, dan pilkada di Indonesia dewasa ini tidak terlepas dari pengaruh sosok kandidat dalam setiap ajang pertarungan dalam merebut hati pemilih. Tidak bisa dinafikan bahwa pemilih cenderung melihat ukuran figuritas dari seorang kandidat ketimbang organisasi ataupun kesukuan yang mengusungnya. Mungkin saja

alasan yang sederhana adalah pergeseran orientasi tersebut seiring dengan adanya perubahan dalam tatanan di Desa Kwala Gunung tersebut, sehingga pemilih mempunyai kecenderungan untuk memilih orang yang dikenal daripada mendasarkan basis politik kesukuan tertentu.

Pada studi efek kualitas tokoh atau pemimpin terhadap perilaku memilih dan sikap partisan, konsep kualitas tokoh dipahami seperti yang dipersepsikan oleh pemilih. Secara umum kualitas tersebut mencakup sejumlah dimensi; yaitu kompetensi, integritas, ketegasan, empati, dan kesukaan calon yang akan bertarung pada pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung. Berkaitan dengan pilihan politik dalam pemilihan kepala desa, efek kualitas tokoh juga terlihat pada pilihan politik seseorang tokoh. Efek ini terlihat lebih kuat dan konsisten apabila dibandingkan dengan pemilu legislatif pada umumnya yang rentan akan politik uang. Secara umum, penilaian atas kualitas tokoh berhubungan erat dengan pilihan atas calon kepala desa. Semakin positif penilaian terhadap kualitas personal seorang tokoh, semakin besar pula probabilitas calon tersebut untuk dipilih. Efek ini tetap sangat signifikan dalam tiga kali pemilihan kepala desa yang terakhir meskipun dikontrol dengan faktor-faktor lain yang dinilai penting dalam mempengaruhi pilihan calon kepala desa, terutama identitas kesukuan. Terlepas dari berbagai faktor tersebut,afeksi positif pada tokoh mendorong pemilih memilih Jum’ah Haidiryah menang dengan 406 suara disusul oleh Jumali 387 suara dan Rudi Hartono 227 suara pada pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung yang lalu.

Hal ini diperkuat oleh Bapak Abdul latif yang mengatakan:

“Kualitas Personal calon kepala desa menunjukkan populasi pemilih di Desa Kwala Gunung mendambakan calon kepala desa yang jujur atau bisa dipercaya. Jujur atau bisa dipercaya adalah kualitas personal paling penting yang harus dimiliki oleh kepala desa. Hal ini menunjukkan bahwa bagi pemilih pada umumnya, kualitas personal kepala desa yang ditandai oleh sifat jujur, justru menjadi ukuran yang paling penting dibandingkan kepintaran, ketegasan, dan wibawa seorang

calon kepala desa” 48.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa kepribadian calon kepala desa ternyata berpengaruh positif terhadap perilaku pemilih. Apabila seorang kandidat dinilai memiliki sifat-sifat positif oleh pemilih, maka semakin tinggi pula preferensi memilih terhadap calon tersebut. Kemudian temuan lain dari pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung menyatakan bahwa variabel kepribadian kandidat bertujuan untuk mengukur keyakinan mengenai pribadi kandidat di mata pemilih,

Dokumen terkait