• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini akan disimpulkan hasil dari analisis data yang telah diperoleh dari penelitian yang dilakukan di Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon yang membahas tentang masalah – masalah apa saja yang dihadapi oleh pemerintahan dan masyarakat desa dan juga mengenai strategi dan kesiapan pemerintah desa yang akan ditempuh untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Strategi dan kesiapan tersebut menyangkut kebijakan publik yang berupa kebijakan anggaran sesuai dengan Undang – Undang Desa yang baru, yaitu Undang – Undang No. 6 tahun 2014 tentang anggaran. Selain itu juga penulis juga akan memberikan saran – saran yang berhubungan dengan penelitian ini.

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan ini diambil berdasarkan uraian dari bab – bab sebelumnya, yang membahas masalah – masalah yang sedang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat desa dan strategi maupun kesiapan yang ditempuh oleh desa. Beberapa diantara masalah-masalah tersebut adalah masalah lama yang belum terselesaikan atau masalah baru yang muncul akibat perubahan secara keseluruhan atau sebagai dampak negatif dari pembangunan itu sendiri. Beberapa contoh masalah yang biasa digolongkan masalah pedesan tersebut

redahnya tingkat pendidikan rata-rata penduduk, munculnya pengangguran dan setegah pengangguran, pencemaran air dan udara yang mulai merambah beberapa kawasan pedesaan, erosi, keterbatasan prasarana dan sarana pelayanan umum, dan fasilitas sosial lainnya. Permasalahan di Desa Sibaganding ini membuat pemerintahan desa tersebut mencari solusi, yaitu dalam bentuk strategi dan kesiapan desa yang tepat sasaran khususnya dalam hal kebijakan publik yaitu berupa kebijakan anggaran.

Walaupun terdapat berbagai jenis masalah yang dihadapi oleh Desa Sibaganding, langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintahan desa dan masyarakat desa khususnya dalam solusi anggaran yang mengacu pada Undang – Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa khususnya Pasal 72 Ayat 3, alokasi dana desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari pajak dan retribusi daerah. Dana desa akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Inti utama kebijakan ini, diakuinya, desa sebagai daerah otonomi. Dengan demikian, desa diberi kewenangan penuh mengelola sumber daya. Hal ini merupakan angin segar bila regulasi ini dapat diimplementasikan dengan baik. Undang-undang tersebut mengatur tata kelola pemerintahan desa, baik perangkat, masyarakat, maupun pengembangan ekonomi yang mungkin dikembangkan di desa serta penguatan sistem informasi desa. Pemerintah desa memiliki kewenangan tinggi dalam pengembangan desa. Selain itu, dibangunnya mekanisme checks and

balances kewenangan di desa dengan pengaktifan BPD untuk mendorong akuntabilitas pelayanan yang lebih baik kepada warga desa.

Bila UU Desa ini diterapkan secara sungguh-sungguh, akan terjadi pemberdayaan dari unit pemerintahan desa untuk menggerakkan roda pembangunan. Otonomi desa ini harus diiringi kesadaran akan pemahaman spirit otonomi bagi seluruh penggerak warga desa dan kapasitas perangkat juga masyarakat dalam memahami tata kelola pemerintahan. Penggunaan dana ini diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya Undang – Undang ini, maka besar harapan desa – desa di Indonesia khususnya Desa Sibaganding dapat membantu peningkatan pembangunan di desa. Desa Sibaganding sebenarnya telah memiliki rencana pembangunan jangka panjang melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (MUSRENBANG) desa. Namun, karena minimnya anggaran yang disalurkan ke desa ini, maka perencanaan pembangunan tersebut tersendat atau bahkan terhenti sama sekali. Oleh karena ini, dengan kebijakan anggaran dalam Undang – Undang baru tersebut, strategi dan kesiapan Desa Sibaganding untuk langkah pertama adalah dengan melanjutkan perencanaan pembangunan desa yang tersendat tersebut. Dengan adanya Anggaran Dana Desa (ADD) yang baru yang sesuai dengan Undang – Undang No. 6 tahun 2014, pemerintahan Desa Sibaganding dan masyarakat desanya akan digunakan untuk pelanjutan perencanaan pembangunan sebelumnya dan dengan beberapa penambahan. Jadi, Desa Sibaganding sebenarnya sudah memiliki rancangan strategi yang

akan ditempuh untuk mengatasi masalah – masalah yang tengah dihadapi oleh desa tersebut. Dari segi kesiapannya, warga desa dituntut lebih aktif memonitor dan memberi masukan. Untuk terlibat aktif, dibutuhkan pemahaman yang baik dari warga terkait fungsi dan proses kepemerintahan. 4.1.2. Saran

Dalam proses menyelesaikan penelitian ini ada beberapa saran yang akan menjadi harapan penulis ke masa depan, mengenai penelitian ini yaitu :

1. Perbaikan sistem pemerintahan desa harus dilakukan demi kelangsungan taraf hidup desa. Pemerintahan desa membutuhkan inovasi baru dalam mengurusi pemerintahan desa, dimana harus adanya regenerasi perangkat desa agar muncul inovasi – inovasi baru dalam sistem pemerintahan desa. Sebaiknya regenerasi perangkat desa dilakukan setiap kurun waktu yang ditentukan.

2. Faktor sosial, ekonomi, psikologi dan rasional juga menjadi faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam menentukan sikap terhadap strategi dan kesiapan desa untuk menghadapi Undnag – Undang No. 6 Tahun 2014 yang mengacu pada Pasal 72 Ayat 3 dimana, alokasi dana desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari pajak dan retribusi daerah. Untuk itu masyarakat hendaknya diberikan pendidikan mengenai kebijakan politik anggaran, sehingga

desa haruslah lebih sering mengadakan penyuluhan tentang Undang – Undang Desa ini dan masyarakat harus diberi tahu apa saja sisi positif dari Undang – Undang tersebut.

3. Tingkat kepercayaan masyarakat desa belum sepenuhnya terhadap perangkat desa dan sistem pemerintahan desanya. Maka dari itu, Badan Pemerintahan Desa (BPD) haruslah menunjukkan perilaku yang baik dan melakukan pendekatan yang baik kepada masyarakat serta menepati dan menjalankan perencanaan – perencanaan dan program pembangunan yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan Undang – Undang No. 6 Tentang Desa, khususnya mengenai kebijakan anggaran akan meningkat.

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincian-rincian di setiap bagian yang akan dibutuhkan dalam penelitian ini. Kita dapat mulai untuk meneliti apa yang menjadi implementasi kebijakan anggaran sesuai dengan UU Desa No.6 Tahun 2014 di Desa Sibaganding Kabupaten Simalungun. Data yang akan disajikan di bab ini diperoleh dari arsip-arsip yang ada di Kantor Kepala Desa Sibaganding dan akan disajikan dalam tabel-tabel untuk mempermudah memahaminya.

2.1. Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun

Desa Sibaganding adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara dengan luas daerah 6250 ha. Desa Sibaganding adalah satu dari 2 (dua) desa dan 3 (tiga) kelurahan yang ada di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, yang terletak pada ketinggian 900 m dari permukaan laut. Desa Sibaganding dipimpin oleh seorang kepala desa dan memiliki Badan Permusyawaratan Desa Secara umum, Desa Sibaganding memiliki iklim dingin dan sejuk. Adapun batas-batas wilayah Desa Sibaganding adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan : Kecamatan Jorlang Hataran

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Danau Toba

3. Sebelah Timur berbatasan dengan : Kelurahan Parapat

4. Sebelah Barat berbatasan dengan : Kelurahan Sipolha

Kondisi geografis Desa Sibaganding ini adalah tanah dataran tinggi dan jarak antara Desa Sibaganding dengan Ibukota Kecamatan yaitu, Parapat adalah 3 Km, sedangkan jarak dari Ibukota Kabupaten yaitu, Simalungun 45 Km. Letak wilayah Desa Sibaganding terletak di sepanjang jalan protokol yang merupakan penghubung Ibu Kota Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dengan Ibukota Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dengan Ibukota Kabupaten Simalungun, yang juga merupakan jalan lintas Sumatera. Jalan ini juga merupakan jalur menuju daerah pariwisata Danau Toba dan Pulau Samosir. Desa Sibaganding merupakan desa pertama yang ditemui bila memasuki Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.

Desa Sibaganding, terdiri dari 12 (duabelas) dusun atau yang disebut dengan RT (Rukun Tetangga) yaitu, Aek Nauli, Tanjung Dolok, Siuhan, Sileutu, Panahatan, Sibaganding, Sait Dolok, Hubuan, Simpang Patra Jasa, Sigaol-gaol, Repa Dolok dan Sualan. Dan 12 (duabelas) dusun ini dibagikan lagi ke dalam 4 (empat) Huta (lingkungan) yaitu :

a. Huta I : Sualan, Hubuan, Sait Dolok

b. Huta II : Sibaganding, Siuhan, Simpang Patra Jasa c. Huta III : Panahatan, Sileutu, Sigaol-gaol, Repa Dolok d. Huta IV : Tanjung Dolok, Aek Nauli

Luas wilayah Desa Sibaganding adalah 6250 Ha dengan pembagian sebagai berikut :

Tabel 2.1 :

Pembagian Luas Wilayah Desa Sibaganding

No. Penggunaan Luas (Ha)

1. Jalan 10

2. Sawah 2,5

3. Perladangan 202,5

4. Permukiman dan Perumahan 185

5. Perkantoran 3

6. Hutan Negara 5147

7. Pekarangan 185

8. Tanah Tandus / Kering 515

Jumlah : 6250

Sumber : Kantor Kepala Desa Sibaganding, 2014 2.2. Demografi Desa Sibaganding

Dari segi kependudukan, Desa Sibaganding merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang paling rendah bila dibandingkan dengan desa dan kelurahan lain yang ada di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, dengan jumlah penduduk sebanyak 1418 (seribu empat ratus delapan belas) jiwa yang terdiri dari 320 (tiga ratus dua puluh) Kepala Keluarga.

2.2.1. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk Desa Sibaganding, berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 :

Komposisi Penduduk Desa Sibaganding Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin No Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah

Tahun Pria Wanita

1. 0 – 4 59 67 126 2. 5 – 9 87 89 176 3. 10 – 15 85 83 168 4 16 – 20 73 77 150 5. 21 – 24 69 68 137 6. 25 – 45 172 174 346 7. 46 – 54 61 96 157 8. 55 keatas 89 69 158 Jumlah 695 723 1418

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komposisi penduduk antara pria dan wanita di Desa Sibaganding hampir sama, yakni 695 pria atau sekitar 49,01 % dan 723 jiwa wanita atau sekitar 50,99 %. Dari tabel di atas, juga dapat dilihat komposisi tenaga kerja sebagai berikut :

• Jumlah Tenaga Kerja Pria : 549 Jiwa

• Jumlah Tenaga Kerja Wanita : 567 Jiwa

• Anak – Anak : 302 Jiwa

2.2.2. Jumlah Penduduk Menurut Pemeluk Agama

Di Indonesia, agama yang diakui adalah 5 agama yaitu, Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha. Di Desa Sibaganding, agama Kristen Protestan adalah agama yang paling banyak dianut oleh masyarakatnya, yaitu sebanyak 90%, Islam sebanyak 9%, Katolik sebanyak 1% dan tidak ada penganut agama Hindu dan Budha.

2.2.3. Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa

Tidak hanya agama yang beragam, Indonesia juga memiliki beragam suku bangsa, tetapi di Desa Sibaganding ada beberapa suku bangsa yang mayoritas yaitu Suku Batak Toba, Batak Simalungun, Jawa dan Batak Karo. Di Desa Sibaganding ini, mayoritasnya adalah bersuku Batak Toba yang berjumlah 80%.

2.2.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Masyarakat Desa Sibaganding, memiliki mata pencaharian yang berbeda – beda, sebagian besar adalah nelayan, sebagian kecil adalah petani dan sisanya adalah swasta dan sipil. Jumlah penduduk Desa Sibaganding menurut mata pencariannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.3 :

Jumlah Penduduk Desa Sibaganding Menurut Mata Pencaharian Jenis Mata Pencarian Jumlah Orang Persentase

Pertanian 43 10,73

Pegawai Negeri 103 26,04

Nelayan 112 28,09

Lain – lain 140 35,14

Jumlah 398 100

Sumber :Kantor Kepala Desa, Sibaganding 2014

Petani tanaman pangan di Desa Sibaganding meliputi petani padi, ubi kayu, kacang tanah, jagung, bawang, sayur – sayuran, dan lain-lain. Sedangkan perkebunan rakyat terdiri atas perkebunan kemiri, cengkeh, kopi, dan lain – lain.

2.2.5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Di Desa Sibaganding, pendidikan sebenarnya, masih membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah. Desa ini hanya memiliki 2 (dua) unit Sekolah Dasar milik pemerintah, itu pun dengan kondisi pengajar yang sangat minim. Tentunya, tingkat pendidikan penduduk juga harus didukung oleh sarana pendidikan yang baik dan memadai. Di desa ini belum terdapat Sekolah Menengah Tingkat Pertama dan Sekolah Menengah Umum. Hal ini disebabkan karena tidak adanya lahan yang strategis yang dapat digunakan untuk mendirikan bangunan sekolah. Maka, mayoritas penduduk desa ini yang bersekolah tingkat SMP dan SMA, bersekolah di Ibukota Kecamatan, Kelurahan Parapat dan Kelurahan Tigaraja.

Menurut latar belakang pendidikannya, masyarakat Desa Sibaganding memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda – beda. Namun, pada umumnya masyarakat desa ini rata – rata memiliki latar belakang pendidikan yang rendah. Tentunya, Desa Sibaganding ini mengharapkan generasi mereka selanjutnya adalah generasi yang memiliki pendidikan tinggi untuk membangun Desa Siaganding lebih baik dari sekarang ini. Namun, untuk mendukung hal tersebut tentunya dibutuhkan sarana dan prasarana pendidikan yang cukup dan baik pula. Berikut akan disajikan tabel jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desan Sibaganding.

Tabel 2.4 :

Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah Orang

1. Tidak Sekolah 95

2. Tidak Tamat SD 96

3. Tamat SD 504

4. Tamat SLTP 459

5. Tamat SLTA 190

6. Tamat Perguruan Tinggi 74

Jumlah 1418

Sumber : Kantor Kepala Desa, Sibaganding 2014

Pendidikan yang baik juga didukung oleh sarana dan prasarana yang baik pula. Pendidikan yang baik di Desa Sibaganding akan didukung oleh sarana prasarana pendidikan yang baik dan memadai

2.3. Jenis – Jenis Sarana Desa Sibaganding

Sukses atau tidaknya pembangunan baik secara fisik maupun administratif seperti partisipasi masyarakat dalam mempotensikan lembaga-lembaga desa pada hakekatnya dapat dilihat dari sejumlah sarana dan prasarana yang ada. Untuk mengetahui perkembangan pembangunan Desa Sibaganding, terutama pada faktor kelembagaan pemerintah desa perlu kiranya

penulis paparkan jenis-jenis sarana dan prasarana yang ada sebagai tolak ukur untuk melihat tingkat perkembangan DesaSibaganding. Desa yang memiliki sarana dan prasarana yang baik adalah faktor pendukung dapat dilihatnya tingkat keseriusan kerja pemerintah desa dan aparatnya.

2.3.1. Sarana Sosial

Kehidupan masyarakat di Desa Sibaganding masih diwarnai dengan sifat sifat masyarakat desa pada umumnya, penganut adat istiadat yang kental masih terlihat dalam keseharian begitu juga dengan budaya kegotong royongan masih terlihat jelas ditengah-tengah masyarakat Desa Sibaganding. Dalam waktu tertentu, budaya gotong royong juga terjalin antar dusun seperti disaat acara pesta pernikahan ataupun perayaan hari-hari besar keagamaan ataupun nasional. Lain dari itu gotong royong yang sifatnya pengerasan jalan atau pembersihan desa, dilakukan berdasarkan program desa yang terkadang tidak terlaksana secara baik terkecuali atas kemauan sendiri masyarakat. Hal ini yang menjadi ukuran tingkat partisipatif yang rendah dari masyarakat dalam program-program desa. Namun kehidupan beragama di Desa Janjimaria diantara warga desa terjalin dengan baik. Toleransi, saling hormat-menghormati, dan menghargai tercermin dalam kehidupan yang harmonis. Bagi pembangunan desa ini merupakan modal besar pada desa yang heterogen. Stabilitas merupakan potensi yang akan memberi manfaat besar bagi tumbuh dan kembangnya pembangunan desa selain dari sarana yang memfasilitasinya.

dibangun atas swadaya masyarakat sendiri terkecuali yang berskala besar. Di Desa Sibaganding tidak memiliki sarana pendidikan SMP dan SMA karena, tidak tersedianya lahan dan dana untuk membangun bangunan tersebut. Sehingga sampai pada saat ini, sarana pendidikan di Desa Sibaganding hanyalah Sekolah Dasar sebanyak 2 unit. Beberapa fasilitas sosial yang ada di Desa Sibaganding seperti, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dapat terlihat secara terperinci dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.5

Sarana Pendidikan, Peribadatan dan Kesehatan

No. Jenis Sarana Jumlah

1. Sekolah Dasar 2

2. Surau / Langgar 1

3. Mesjid 1

4. Gereja 3

5. Posyandu 2

Sumber : Kantor Kepala Desa, Sibaganding 2014 2.3.2. Sarana dan Prasarana Perhubungan

Untuk mendukung kegiatan perekonomian, di Desa Janjimaria terdapat sarana dan prasarana perhubungan. Sarana menjadi suatu kebutuhan pokok

masyarakat dalam rangka pemenuhan perekonomiannya. Bagi pemerintah desa sarana dan prasarana perhubungan menjadi penentu vital dari proses pembangunan di Desa Sibaganding. Apabila jembatan rusak atau angkutan mogok perekonomian di Desa Sibaganding hanya berjalan 50% saja. Adapun sarana dan prasarana perhubungan yang ada di Desa Sibaganding dapat diklasifikasikan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.6 Sarana Perhubungan

No. Jenis Sarana Jumlah

1. Sepeda motor 10

2. Perahu motor 12

3. Perahu tak bermotor 50 Sumber : Kantor Kepala Desa, Sibaganding 2014 2.4. Kelembagaan Desa

2.4.1. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Sibaganding

Desa Sibaganding sebagai Organisasi pemerintahan dipimpin oleh Kepala Desa dibantu Sekretaris Desa dan Kepala-kepala Urusan. Berikut ini, penulis cantumkan struktur organisasi pemerintahan Desa Sibaganding.

Bagan Struktur Pemerintahan Desa Sibaganding

Sumber : Kantor Kepala Desa, Sibaganding 2014 KEPALA DESA Rudi Pohan Sidabutar

KEPALA PENATUA ADAT SEKRETARIS DESA KAUR PEMERINTAHAN KAUR PEMBANGUNAN Tumbur Samosir

KAUR ADM DAN KEUANGAN KEPALA DUSUN I KEPALA DUSUN II KEPALA DUSUN III KEPALA DUSUN IV

2.4.2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan perwujudan demokrasi di desa. Demokrasi yang dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasikan dan diagresiasikan oleh BPD dan lembaga masyarakat lainnya. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004 pasal 209). Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari masyarakat. Sehubungan dengan fungsinya menetapkan peraturan desa maka BPD bersama-sama dengan Kepala Desa menetapkan peraturan desa sesuai dengan aspirasi yang datang dari masyarakat, namun tidak semua aspirasi dari masyarakat dapat ditetapkan dalam bentuk peraturan desa tapi harus melalui berbagai proses sebagai berikut:

1) Artikulasi adalah penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh BPD. 2) Agresi adalah proses megumpulkan, mengkaji dan membuat prioritas

3) Formulasi adalah proses perumusan Rancangan Peraturan Desa yang dilakukan oleh BPD dan/atau oleh Pemerintah Desa.

4) Konsultasi adalah proses dialog bersama antara Pemerintah Desa dan BPD dengan masyarakat.

Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD.Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilh lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Badan Permusyaratan Desa (BPD) dapat dianggap sebagai "parlemen"-nya desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. Selain itu keberadaan lembaga ini akan membawa perubahan suasana dalam proses Pemerintahan di desa. Keberadaan BPD secara otomatis akan mempengaruhi kinerja dari pemerintahan desa, begitu pula kewenangan yang dimiliki oleh pemerintahan desa dalam hal ini kepala desa juga akan berbeda dari sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Desa adalah sebuah organisasi pemerintahan paling rendah di negara Indonesia. Pengaturan desa merupakan kebutuhan yang wajib dipenuhi untuk menjalankan rumah tangga desa yang lebih baik. Telah banyak pengaturan desa yang telah lahir sebagai bentuk kepengurusan pemerintah terhadap desa. Diantaranya Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan Daerah, Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan yang terakhir adalah Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Namun dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai desa belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa termasuk dalam hal kebutuhan anggaran di desa. Selain itu, pelaksanaan pengaturan desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antar wilayah,

kemiskinan, dan masalah sosial budaya. Dewasa ini, desa menjadi salah satu targetan khusus pembangunan nasional. Sebanyak kurang lebih 32.000 (tiga puluh dua ribu) desa di antaranya masuk dalam arsiran daerah yang memerlukan perhatian khusus dimana sebagian besar berada di wilayah timur Indonesia. Melihat banyaknya desa yang tertinggal dari sebagaimana desa normal yang seharusnya, mendorong pemerintah untuk berusaha ekstra dalam memikirkan jalan keluar untuk permasalahan ini. Sejarah yang panjang untuk menempatkan (kembali) posisi desa sebagai suatu daerah yang memiliki sifat istimewa, heterogen, serta kejelasan status serta kepastian hukumnya dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Untuk itulah, pemerintah mensahkan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa pada sidang paripurna DPR RI, Rabu 18 Desember 2013 dan menyetujui rancangan Undang - Undang Desa untuk disahkan menjadi Undang - Undang desa. Dalam Undang – Undang tersebut, di antaranya membahas tentang Keuangan dan Aset Desa dan di dalam pembahasan tersebut, akan dibahas tentang kebijakan anggaran untuk desa.

Kebijakan anggaran adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mempengaruhi tingkat kegiatan ekonomi melalui pengendalian pajak dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini, kebijakan anggaran untuk desa paling sedikit 10% dari pajak dan retribusi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, desa telah memiliki kewenangan sendiri untuk

mengatur seluruh tatanan di desa, termasuk menyusun anggaran ataupun menyusun keuangan desa sendiri1

Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD. Pemerintahan Desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional. Karena perannya yang besar, maka perlu adanya Peraturan-peraturan atau Undang - Undang yang berkaitan dengan pemerintahan desa yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda pemerintahan berjalan dengan optimal. Pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, yakni terdiri

Dokumen terkait