• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Quantum Learning

a. Pengertian Quantum Learning

Quantum didefinisikan sebagai “interaksi-interaksi yang

mengubah energi menjadi cahaya”. Semua kehidupan adalah energi. Rumus yang terkenal dalam fisika kuantum adalah Massa

kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Mungkin anda

sudah pernah melihat persamaan ini ditulis sebagai E=mc². Tubuh kita secara fisik adalah meraih sebanyak mungkin cahaya; interaksi, hubungan,inspirasi agar menghasilkan energi cahaya (Bobbi DePorter, 2016: 16).

Quantum Learning merupakan salah satu cara

membelajarkan siswa yang digagas oleh Potter. Melalui Quantum

Learning siswa akan diajak belajar dalam suasana yang lebih

nyaman dan menyenangkan, sehingga siswa akan lebih bebas dalam belajarnya (Jaidun dan Keysar, 2014: 2).

Quantum Learning adalah seperangkat metode dan falsafah

belajar yang telah terbukti efektif di sekolah untuk semua tipe orang, dan segala usia. Quantum learning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang

bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai

“suggestology” atau “suggestopedia”. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif ataupun negatif. Beberapa teknik yang digunakannya untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.

Istilah lain yang hampir dapat dipertukarkan dengan

suggestology adalah “pemercepatan belajar (accelerated learning).

Pemercepatan belajar didefinisikan sebagai “memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal,dan dibarengi kegembiraan”. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang secara sekilas tampak tidak mempunyai persamaan: huburan, permainan, warna, cara berfikir positif, kebugaran fisik, dan kesehatan emosional. Namun semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman bekerja yang efektif.

Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam

hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian antara siswa dan guru. Para pendidik den gan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan positif faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan menciptakan “pegangan” dari saat-saat keberhasilan yang meyakinkan ( Bobbi DePorter, 2016: 14).

Dalam quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode kami sendiri. Termasuk di antaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, seperti:

1) Teori otak kanan atau kiri 2) Teori otak triune (3 in 1)

3) Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) 4) Teori kecerdasan ganda

5) Pendidikan holistik (menyeluruh) 6) Belajar berdasarkan pengalaman

7) Belajar dengan simbol (Metaphoric learning) 8) Simulasi atau permainan

Maksud dari ke delapan kunci strategi quantum learning

dan bermain, dengan kecepatan yang mengesankan dan dibarengi dengan kegiatan yang menggembirakan. Serta efektif digunakan oleh semua umur ( Bobbi DePorter, 2016: 16).

Penggunaan metode pembelajaran Quantum Learning

diharapkan mengubah situasi pembelajaran yang menegangkan menjadi lebih menyenangkan sehingga peserta didik lebih mudah mencapai kompetensi yang diharapkan. Pembelajaran Quantum

Learning menciptakan ruang kelas yang didalamnya peserta didik

akan menjadi lebih aktif dan bukan hanya menjadi pengamat yang pasif (Sri Wahyu dan Irfan, 2015: 3).

Dengan menerapkan Quantum Learning, maka dalam

mengusahakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dan meningkatkan kualitas pembelajaran dapat tercapai. Selain itu juga

dapat memperbaiki penerapan kurikulum saat ini dan

meningkatkan pemahaman serta menciptakan suasana belajar yang

kondusif (Jaidun dan Keysar, 2014: 2).

b. Prinsip Pembelajaran Quantum Learning Prinsip pembelajaran kuantum yaitu: 1) Prinsip Utama

Bawalah dunia mereka (siswa) ke dalam dunia kita (guru), dan antarkan dunia kita (guru) ke dalam dunia mereka (siswa). Prinsip ini menuntut agar guru dapat memasuki dunia

dunia mereka berarti akan memberi izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas.

Dengan mengaitkan apa yang diajarkan oleh guru dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang didapatkan dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, dengan mudah dunia siswa dibawa ke dunia guru atau pengajar (Muhammad Fthurrohman, 2017: 180).

Guru juga dapat dapat memanfaatkan pengalaman-pengalaman siswa sebagai titik tolaknya. Dengan cara inilah guru akan mudah membelajarkan siswa baik dalam bentuk memimpin, mendampingi, dan memudahkan siswa menuju ilmu yang lebih luas (Sugiyanto, 2010: 79).

2) Prinsip Dasar

Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orchestra simfoni. Muhammad Fathurrohman (2017: 180) menyebutkan dalam bukunya bahwa prinsip-prinsip quantum learning ada lima, yaitu sebagai berikut:

a) Segalanya berbicara.

Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, dari kertas yang dibagikan hingga rancangan pelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar. b) Segalanya bertujuan.

Semua yang terjadi dalam pengubahan kita, mempunyai tujuan. Oleh karena itu, Kathy Wagone membuat istilah yang memotivasi: “Tetapkanlah sasaran tersebut agar bisa berprestasi setiap harinya”.

c) Pengalaman sebelum pemberian nama.

Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses yang paling baik terjadi ketika siswa telah mendapatkan informasi sebelum memperoleh kesimpulan dari apa yang mereka pelajari. d) Akui setiap usaha.

Belajar mengandung risiko. Belajar berarti keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapatkan pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Seperti kata Noelle C. Nelson bahwa pujin atau penghargaan kepada seseorang atas karyanya memunculkan suatu energi yang membangkitkan

e) Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan.

Perayaan adalah sarapan para pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan minat dalam belajar. Sehubungan dengan itu, Dryden berpesan bahwa ingatlah selalu untuk merayakan setiap keberhasilan.

3) Pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Ada tujuh kunci keunggulan dalam pembelajaran kuantum (Sugiyanto, 2010: 81).

Tujuh kunci tersebut yaitu:

a) Menerapkan hidup dalam integritas

Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku menyatu. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar. b) Mengakui bahwa kegagalan dapat membawa kesuksesan

Dalam pembelajaran, harus dimengerti dan diakui bahwa kesalahan atau kegagalan dapat memberikan informasi tentang belajar lebih lanjut sehingga dapat mencapai keberhasilan.

c) Berbicara dengan niat baik

Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan

keterampilan berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur dan berlangsung. Niat

baik dalam berbicara dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar siswa.

d) Menegaskan komitmen

Dalam pembelajaran, baik guru maupun siswa harus mengikuti visi misi tanpa ragu-ragu dan tetap pada jalur yang telah ditetapkan.

e) Menjadi pemilik

Dalam pembelajaran, harus ada tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab tidak mungkin terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu.

f) Fleksibel dalam pembelajaran

Siswa, lebih-lebih guru, harus pandai-pandai membaca dan bila diperlukan mengubah lingkungan dan suasana.

g) Pentingnya keseimbangan

Dalam pembelajaran, pertahankan jiwa, tubuh, emosi, dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil belajar efektif dan optimal.

c. Kerangka Perencanaan Pembelajaran Quantum Learning Kerangka perencanaan pembelajaran kuantum dikenal dengan singkatan “TANDUR”. Menurut Muhammad Fathurrohman (2017: 181) TANDUR merupakan singkatan dari enam fase pengajaran

yang meliputi Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan.

1) T (Tumbuhkan).

Tumbuhkan dalam hal ini mengacu pada fase

menumbuhkan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaatnya Bagiku” (AMBAK), dan manfaatnya dalam kehidupan mereka dengan proses yang semenarik mungkin. Tumbuhkan disini berperan sangat penting karena fase inilah siswa diajak pergi dari dunianya menuju dunia kita sebagai pengajar, dan kita antarkan dunia kita ke dalam dunia mereka, tanpa ada rasa keterpaksaan. Kita sebagai pengajar pada fase ini dituntut untuk bisa menyiapkan sebuah kejadian menarik yang dapat mengundang minat siswa untuk membukamata mereka dan menyerahkan segenap perhatian mereka kepada kita.

2) A (Alami).

Dimaksudkan untuk memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa. Pengalaman belajar ini haruslah dapat mencakup segenap gaya belajarr siswa. Ketika siswa diberi pengalaman belajar secara langsung, mereka akan terus dapat mengingatnya karena sistem belajar seperti inilah yang dapat masuk ke dalam sistem Long Term Memori (memori jangka panjang) mereka.

Model pengajaran langung juga memberikan kesempatan siswa belajar dengan mengamati secara selektif, mengingat, dan menirukan apa yang dimodelkan gurunya.

3) N (Namai).

Di sini dimaksudkan untuk menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus, dan strategi sebagai penanda. Kadang, ketika siswa hanya diberikan penjelasan materi secara

intengible tanpa dijelaskan dan diterangkan materi apa yang

mereka dapat, mereka menjadi bungung dan merasa tidak belajar. Bagian inilah yang digunakan untuk menghindari kejadian tersebut. Catatan-catatan tentang cara pemilu ditulis di papan tulis dapat digunakan untuk melaksanakan fase Namai. Beri mereka pengertian tentang fase-fase pemilu tadi. Beri mereka pengertian tentang penggunaannya, beri mereka contoh yang banyak tentang aplikasinya.

4) D (Demonstrasikan).

Adalah menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan mereka kesempatan untuk mempraktikkan apa yang telah mereka terima. Fase ini memiliki peranan yang dominan dan penting dalam pembelajaran. Semakin banyak kita memberikan kesempatan melakukan (demonstrasi) kepada

siswa, semakin paham pula mereka terhadap materi yang kita berikan.

5) U (Ulangi).

Dilakukan dengan cara me-review secara umum terhadap proses belajar di kelas. Tidak ada salahnya mengulang lagi secara umum terhadap apa yang telah kita terangkan. Sebab, bisa jadi ada bbeberapa hal yang dari materi kita yang tidak atau masih belum dipahami oleh siswa. Setelah semua siswa mendapatkan giliran untuk mempraktikkan materi, tiba gilirannya bagi kita untuk menutup pelajaran. Sebelum menutup pelajaran, yakinkanlah diri kita bahwa semua siswa bisa dan paham terhadap materi tersebut, yaitu dengan melakukan review materi.

6) R (Rayakan).

Adalah pengakuan terhadap hasil kerja siswa di kelas dalam hal perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Rayakan dapat dilakukan dalam bentuk pujian, memberikan hadiah atau tepuk tangan. Pujian sangat penting keberadaannya dalam proses belajar mengajar. Dr. Sylvia Rimm menyebutkan bahwa pujian merupakan komunikator nilai-nilai orang dewasa efektif dan menjadi alat yang amat penting bagi orangtua (guru) untuk membimbing anak-anak (siswa). Kesenangan orangtua yang dinyatakan merupakan motivasi awal yang paling kuat.

Meskipun demikian, terlalu banyak pujian juga tidak baik bagi mereka. Sebab ketika hal ini terjadi, mereka akan belajar untuk selalu tergantung dan mengharapkan perundingan untuk segala kegiatan mereka. Pujian dapat pula dilakukan kepada siswa meskipun mereka melakukan kegagalan. Pujian ini dapat diartikan sebagai sebuah penguatan kepada siswa untuk mempertahankan mental mereka agar tidak jatuh (down). Hal ini harus kita ingat sebagai seorang pengajar dan pendidik adalah bahwa kegagalan itu bukanlah suatu aib atau hal yang memalukan (Muhammad Fathurrohman, 2017: 183).

d. Model Quantum Learning

Adapun model Quantum Learning menurut Muhammad

Fathurrohman (2017: 184) yaitu terdiri atas dua tahap. Tahap pertama disebut konteks dan tahap kedua adalah isi.

1)Tahap Pertama (Konteks)

Tahap pertama atau konteks, yaitu tahap persiapan sebelum terjadinya interaksi di dalam kelas. Berhubungan dengan konteks, ada empat aspek yang harus dipersiapkan sebagai berikut:

a) Suasana, termasuk di dalamnya keadaan kelas, bahasa yang

dipilih, cara menjalin rasa simpati dengan siswa, dan sikap terhadap sekolah dan belajar.

b) Landasan, yaitu kerangka kerja: tujuan, keyakinan, kesepakatan, prosedur, dan aturan bersama yang menjadi pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar.

c) Lingkungan, yaitu cara menata ruang kelas, pencahayaan,

warna, pengaturan meja kursi, tanaman, dan semua hal yang mendukung proses belajar.

d) Rancangan, yaitu penciptaan terarah unsur-unsur penting

yang menimbulkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar-menukar informasi.

2)Tahap Kedua (Isi)

Tahap kedua (isi) merupakan tahap pelaksanaan interaksi belajar yang meliputi hal-hal berikut:

a) Presentasi, yaitu penyajian pelajaran dengan berdasarkan

prinsip-prinsip Quantum Learning sehingga siswa mereka dapat mengetahui banyak hal dari apa yang dipelajari. Tahap ini juga diistilahkan pemberian petunjuk, yang bermodalkan dengan penampilan, bunyi, dan rasa berbeda.

b) Fasilitas, yaitu proses untuk memadukan setiap bakat-bakat

siswa dengan kurikulum yang dipelajari. Dengan kata lain, bagian ini menekankan bagaimana keahlian seorang pengajar sebagai pemberi petunjuk, langkah-langkah apa yang akan ditempuh untuk mengakomodasi karakter siswa.

c) Keterampilan Belajar, yaitu bagian yang mengajarkan bagaimana trik-trik dalam belajar yang tentu berdasarkan pada prinsip-prinsip Quantum Learning sehingga para siswa memahami banyak hal, meskipun dalam waktu yang singkat.

d) Keterampilan Hidup, bagian ini mengajarkan bagaimana

berkomunikasi dengan efektif dengan orang lain sehingga terbina kebersamaan dalam hidup. Keterampilan hidup diistilahkan juga keterampilan sosial.

Berdasarkan tujuan dari proses belajar mengajar, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa untuk dapat mendapatkan wawasan yang luas, pembentukan sikap, dan memberikan keterampilan konsep Quantum Learning inilah langkah atau strategi yang komprehensif untuk meraih.

e. Manfaat Quantum Learning

Manfaat quantum learning adalah meningkatkan peran sebagai pelajar yang memikul tanggung jawab pada diri sendiri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dengan belajar sedapat mungkin dari setiap situasi dan memanfaatkannya untuk diri sendiri dan orang-orang yang didekatnya. Menurut De Porter dn Hernacki (2016:13) dengan belajar menggunakan quantum

learning akan didapatkan berbagai manfaat, diantaranya yaitu:

3) Keterampilan belajar seumur hidup 4) Kepercayaan diri

5) Sukses atau hasil belajar yang meningkat f. Kelebihan dan Kelemahan Quantum Learning

Menurut Akbar dan J. A. Pramukantoro yang dikutip dari Muhammad Isnaini dkk (2016: 19), bahwa kelebihan Quantum

Learning yaaitu:

1) Membuat siswa merasa nyaman dan gembira dalam belajar, karena model ini menuntut setiap siswa untuk selalu aktif dalam proses belajar.

2) Memberikan motivasi pada siswa untuk ambil bagian dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) yang berlangsung.

3) Dengan adanya kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan kemampuannya, akan memudahkan guru dalam mengontrol sejauh mana pemahaman siswa dalam belajar.

Sedangkan kelemahan dari model Quantum Learning adalah : 1) Model Quantum Learning menuntut profesionalisme yang

tinggi dari seorang guru.

2) Banyaknya media dan fasilitas yang digunakan sehingga dinilai kurang ekonomis.

3) Kesulitan yang dihadapi dalam menggunakan model Quantum

kurang kondusif sehingga menuntut penguasaan kelas yang baik.

Untuk mengantisipasi hal ini maka seorang guru harus mempunyai persiapan sebelum mengajar, menggunakan media yang ekonomis tetapi siswa mampu memahami apa yang disampaikan misalnya menggunakan video, ppt dll. Guru harus kreatif untuk mengendalikan kelas.

2. Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman (Abdul, 2012:11).

Pendidikan Agama Islam menurut Ditbinpaisun yaitu suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam

dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhiratnya kelak (zakiah, 2011:88).

Sedangkan menurut Tayar Yusuf Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada Allah SWT (Abdul dan Dian, 2005:130).

b. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Abdul, 2012:16).

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi yang dikutip Oemar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani dalam bukunya Abd. Rahman (2001:43) telah merumuskan tujuan pendidikan agama Islam secara umum ke dalam lima tujuan yaitu:

1) Untuk membentuk akhlak mulia. Kaum muslimin dari dahulu sepakat bahwa pendidikan akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya.

2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan agama Islam bukan hanya menitikberatkan pada keagamaan atau keduniaan saja, melainkan pada keduanya dan memandang kesiapan keduanya sebagai tujuan yang asasi.

3) Persiapan untuk mencari rizki dan pemeligaraan segi kemanfaatan. Pendidikan agama Islam tidak hanya segi agama, akhlak dan spiritual semata tetapi juga menyeluruh bagi kesempurnaan kehidupan, atau yang lebih dikenal sekarang dengan nama tujuan-tujuan vokasional dan profesional.

4) Menunjukkan semangat ilmiah (scientific spirit) pada para pelajar, dan memuaskan rasa ingin tahu (curiosity), serta memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri. 5) Menyiapkan pelajar dari segi profesi, teknik, dan perusahaan

supaya dapat menguasai profesi tertentu dan keterampilan pekerjaan tertentu, agar dapat mencari rizki dalam hidup, disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.

Dengan demikian, jelas tujuan pendidikan Islam merupakan usaha dalam membangun manusia yang utuh dalam rangka pembentukan kepribadian, moralitas, sikap ilmiah dan keilmuan,

kemampuan berkarya, profesionalisasi sehingga mampu

menunjukkan iman dan amal saleh dengan nilai-nilai keagamaan dan kehidupan.

Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani mengemukakan dalam bukunya Abd. Rahman (2001:41) bahwa tujuan pendidikan agama Islam memiliki empat ciri pokok yang paling menonjol yaitu:

1) Sifat yang bercorak agama dan akhlak.

2) Sifat komprehensif yang mencakup segala aspek pribadi pelajar (subjek didik), dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat .

3) Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara unsur-unsur dan cara pelaksanaannya.

4) Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku dan pada

kehidupan, memperhitungkan peerbedaan-perbedaan

perorangan di antara individu, masyarakat dan kebudayaan di mana-mana dan kesanggupan untuk berubah dan berkembang bila diperlukan.

Zakiyah Daradjat (2011: 89) menyebutkan dalam bukunya bahwa Pendidikan Agama mempunyai tujuan-tujuan yang berintikan tiga aspek, yaitu aspek iman, ilmu dan amal, yang pada dasarnya berisi:

1) Menumbuh suburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan disiplin serta cinta terhadap agama dalam pembagian kehidupan anak yang nantinya diharapkan menjadi

manusia yang bertakwa kepada Allah SWT taat kepada perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.

Memang untuk mencapai tujuan ini agak sulit dan memerlukan banyak kesabaran, karena hasilnya tidak segera tampak mengingat hal tersebut menyangkut masalah pendidikan mental dan kepribadian. Dari sikap yangdemikian itulah justru kadar keimanan dapat “diukur” dan dengan keimanan itu pulalah nantinya anak akan menjadi manusia dewasa yang dalam hidupnya mengindahkan dan memuliakan agama sehingga memungkinkan dirinya terjauh dari berbagai godaan dunia yang bertentangan dengan ajaran agamanya serta bertanggung jawab terhadap baikburuknya suatu masyarakat dan negara di mana ia berada.

2) Ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya merupakan motivasi intrinsik terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang harus dimiliki anak. Berkat pemahaman tentang pentingnya agama dan ilmu pengetahuan (agama dan umum) maka anak menyadari keharusan menjadi seorang hamba Allah yang beriman dan berilmu pengetahuan. Karenanya, ia tidak pernah mengenal henti untuk mengejar ilmu dan teknologi baru dalam rangka mencari keridaan Allah SWT. dengan iman dan ilmu itu semakin hari semakin menjadi lebih bertakwa

Dengan kata lain, tujuan pada aspek ilmu ini adalah pengembangan pengetahuan agama, yang dengan pegetahuan itu dimungkinkan pembentukan pribadi yang berakhlak mulia, yang bertakwa kepada Allah SWT, sesuai dengan ajaran agama Islam dan mempunyai keyakinan yang mantap kepada Allah SWT.

3) Menumbuhkan dan membina keterampilan beragama dalam semua lapangan hidup dan kehidupan serta dapat memahami dan menghayati ajaran agamaIslam secara mendalam dan bersifat menyeluruh, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman hidup, baik dalam hubungan dirinya dengan Allah SWT melalui ibadat sholat dan dalam hubungannya dengan sesama manusia yang tercermin dalam akhlak perbuatan serta dalam hubungan dirinya dengan alam sekitar melalui cara pemeliharaan dan pengolahan alam serta pemanfaatan hasil usahanya.

Oleh karena itu, berbicara tentang pendidikan agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan di akhirat kelak.

c. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Fungsi pendidikan agama Iaslam yaitu menciptakan manusia beriman yang meyakini suatu kebenaran dan berusaha membuktikan kebenaran tersebut melalui akal, rasa, feeling dan kemampuan untuk melaksanakan melalui amal yang tepat dan benar (Rahman, 2001:53).

Sedangkan pendidikan agama Islam untuk sekolah/madrasah menurut Abdul (2012:15) berfungsi untuk:

1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT. yang telah ditanamkan dalam

Dokumen terkait