• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab terakhir merangkum apa saja yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, khususnya bab III dan bab IV. Ada juga saran yang dikemukakan penulis bagi para pembaca.

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, terdapat subbab-subbab yang merupakan landasan teori yang mendasari pembahasan pada bab selanjutnya. Bagian pertama membahas tentang deret pangkat, bagian kedua tentang deret Taylor dan deret Maclaurin (kasus khusus dari deret Taylor), dan bagian ketiga memuat teorema-teorema yang sempat disebutkan pada bagian pertama dan kedua, tetapi tidak dibahas lebih mendalam.

A. Deret Pangkat

Pada bagian ini akan dibahas tentang deret pangkat dan konvergensinya. Deret pangkat yaitu deret yang berbentuk

(2.1)

dengan merupakan variabel dan melambangkan koefisien suku ke- dari deret tersebut. Deret pangkat dapat diuji apakah konvergen atau divergen. Deret pangkat bisa konvergen untuk beberapa nilai dan divergen untuk nilai lainnya.

Konvergensi dari suatu deret didefinisikan sebagai berikut.

Definisi 2.1

Diberikan deret tak berhingga ∑ , misalkan menotasikan jumlahan parsial deret tersebut, yaitu

Jika barisan * + konvergen dan ada dan merupakan bilangan real, maka deret ∑ disebut konvergen dan ditulis

atau

Dalam hal ini, disebut jumlahan dari deret. Jika barisan * + divergen, maka deret yang bersangkutan juga divergen.

(2.2)

Dengan demikian, jumlahan dari suatu deret merupakan limit dari barisan jumlahan parsialnya. Atau bisa ditulis

Sebagai contoh sederhana, tinjau kembali deret geometri yang berbentuk

Jika , maka yang hasilnya menuju ketika menuju . Karena tidak ada, maka dikatakan bahwa deret geometri dalam kasus ini divergen.

Jika , maka

dan

Dengan mengurangkan kedua ruas, diperoleh

( ) ( )

( )

Sedangkan bisa dicari bahwa jika , ketika , sehingga ( )

Jadi, ketika | | , deret geometri akan konvergen dan jumlahannya adalah . Sedangkan jika atau , bisa dibuktikan bahwa * + divergen sehingga tidak ada. Dengan demikian deret geometri menjadi divergen untuk kasus ini.

Meninjau kembali deret pangkat pada persamaan (1), misalkan untuk semua , deret pangkat ini menjadi deret geometri yang berbentuk

(2.3)

Seperti pada contoh deret geometri, deret (2.3) akan konvergen ketika dan divergen ketika | | .

Lebih umum, deret yang berbentuk

∑ ( )

( ) ( )

disebut deret pangkat di ( ) atau deret pangkat yang berpusat pada atau deret pangkat di sekitar .

Selanjutnya untuk mengetahui nilai yang mana yang membuat deret konvergen, bisa digunakan berbagai cara, salah satunya dengan tes rasio. Berkaitan dengan konvergensi dari deret pangkat, terdapat teorema yang mengemukakan tentang hal ini.

Teorema 1

Untuk suatu deret pangkat ∑ ( ) , hanya terdapat tiga kemungkinan:

1. Deret konvergen hanya ketika . 2. Deret konvergen untuk semua .

3. Terdapat bilangan positif sedemikian hingga deret konvergen ketika | | dan divergen ketika | | .

Lambang pada kasus ketiga disebut radius konvergensi dari deret pangkat. Sering juga dikatakan untuk kasus pertama dan untuk kasus kedua. Sedangkan selang konvergensi dari suatu deret pangkat adalah selang yang memuat semua nilai yang membuat deret konvergen. Pada kasus pertama, selang konvergensi hanya memuat satu titik yakni . Pada kasus kedua, selang konvergensinya adalah ( ). Sedangkan pada kasus ketiga, perhatikan bahwa | | dapat juga ditulis sebagai . Ketika merupakan titik ujung dari selang, yakni , deret bisa konvergen pada satu titik ujung atau keduanya, atau bisa juga divergen pada kedua titik ujung. Dengan demikian, terdapat empat kemungkinan untuk selang konvergensi pada kasus ketiga, yaitu

( ) ( - , ) , - Setelah membahas konvergensi dari deret pangkat, selanjutnya akan dibahas bagaimana menurunkan dan mengintegralkan deret pangkat.

Jumlahan dari deret pangkat merupakan sebuah fungsi ( ) yaitu ( ) ( ) ( ) ( )

∑ ( )

(2.5)

yang domainnya merupakan selang konvergensi dari deret pangkat. Teorema berikut mengatakan bahwa penurunan dan pengintegralan deret pangkat dapat dilakukan dengan menurunkan atau mengintegralkan masing-masing suku pada deret pangkat seperti halnya pada polinomial. Hal ini disebut penurunan dan pengintegralan suku demi suku.

Teorema 2

Jika suatu deret pangkat ∑ ( ) memiliki radius konvergensi , maka fungsi yang didefinisikan dengan

( ) ( ) ( ) ∑ ( )

dapat diturunkan (dan karena itu fungsi kontinu) pada selang ( ) dan bahwa

(i) ( ) ( ) ( ) ∑( ) (ii) ∫ ( ) ( ) ( ) ( ) ∑ ( )

Radius konvergensi deret pangkat pada persamaan (i) dan (ii) adalah . (2.6)

Dengan catatan, persamaan (i) dan (ii) pada teorema di atas bisa juga ditulis (iii) [∑ ( ) ] ∑ , ( ) (iv) ∫ [∑ ( ) ] ∑ ∫ ( )

Juga walaupun Teorema 2 mengatakan bahwa radius konvergensi deret tetap sama ketika deret pangkat diturunkan atau diintegralkan, bukan berarti selang konvergensinya juga tetap sama. Hal ini bisa terjadi ketika deret awal konvergen pada titik ujung, tetapi setelah diturunkan deret menjadi divergen di titik tersebut.

B. Deret Taylor dan Deret Maclaurin

Sub-bab ini akan membahas mengenai deret Taylor dan deret Maclaurin. Misalkan sembarang fungsi yang bisa dinyatakan sebagai deret pangkat ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

dimana | | . (2.7)

Akan dicari koefisien dinyatakan dalam . Perhatikan bahwa jika , maka semua suku kecuali suku pertama pada persamaan (2.7) akan menjadi 0, sehingga

Berdasarkan Teorema 2, turunan dari persamaan (2.7) adalah

( ) ( ) ( ) ( ) (2.8) Substitusi pada persamaan (2.8) diperoleh

( )

Selanjutnya dengan menurunkan kedua sisi pada persamaan (2.8), diperoleh

( ) ( ) ( ) (2.9) Substitusi lagi ke persamaan (2.9) diperoleh

( )

Proses ini dilakukan sekali lagi dengan menurunkan persamaan (2.9), diperoleh

( ) ( ) ( ) (10) Substitusi ke persamaan (2.10) diperoleh

( )

Bisa dilihat polanya, jika persamaannya diturunkan terus kemudian substitusi , akan diperoleh

( )( )

sehingga koefisien ke- yakni bisa diperoleh dengan menyelesaikan persamaan tersebut, yaitu

( )( )

Bentuk ini tetap berlaku untuk , mengingat dan ( ) . Hal ini membuktikan teorema berikut.

Teorema 3

Jika dapat dinyatakan dalam deret pangkat dengan perluasan di sekitar , yaitu jika

( ) ∑ ( )

| |

( )( )

(2.11)

Dengan substitusi kembali ke deret semula, terlihat bahwa jika dapat dinyatakan dalam deret pangkat dengan perluasan di sekitar maka

bentuknya akan menjadi

( ) ∑ ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( )( ) (2.12) Deret pada persamaan 6 ini disebut deret Taylor dari fungsi di sekitar . Untuk kasus khusus , deret Taylor tersebut menjadi

( ) ∑ ( )( ) ( ) ( ) ( ) (2.13) Kasus khusus ini diberi nama Deret Maclaurin.

Perlu diingat bahwa jika dapat dinyatakan dalam deret pangkat di sekitar , maka nilai fungsi akan sama dengan jumlah dari deret Taylornya. Contoh 1

Tentukan Deret Maclaurin dari fungsi ( ) dan radius kovergensinya.

Penyelesaian

Jika ( ) , maka ( )( ) sehingga ( )( ) untuk setiap . Diperoleh deret Taylor untuk di sekitar 0 (dengan kata lain deret Maclaurin) yaitu

( )( )

Untuk mencari radius konvergensinya, misalkan . Maka | | | ( ) | | |

Dengan uji rasio, deret ini konvergen untuk semua maka radius konvergensinya yaitu .

Kesimpulan yang bisa diambil dari Teorema 1 dan Contoh 1 yaitu jika bisa dinyatakan dalam deret pangkat di sekitar 0, maka

Selanjutnya akan dilihat apakah benar-benar bisa dinyatakan dalam deret pangkat.

Ada baiknya untuk mencari tahu terlebih dahulu dalam keadaan yang bagaimana suatu fungsi akan bernilai sama dengan jumlahan deret Taylornya. Dengan kata lain, jika bisa diturunkan tak hingga banyak kali, akan dilihat kapan

( ) ∑

( )( )

( )

berlaku. Untuk deret konvergen, ( ) merupakan limit dari barisan jumlahan parsialnya. Atau dalam kasus deret Taylor, jumlahan parsialnya yaitu

( ) ∑ ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) Perhatikan bahwa merupakan polinoial berderajat yang disebut dengan polinomial Taylor derajat ke- dari di sekitar . Sebagai contoh, untuk fungsi eksponensial ( ) , hasil pada Contoh 1 menunjukkan polinomial Taylor di sekitar 0 (atau polinomial Maclaurin) dengan , , dan yakni

( ) ( )

( )

Grafik fungsi eksponensial dan ketiga polinomial Taylor di atas ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 2.1. Perbandingan fungsi eksponensial dengan polinomial Taylor untuk , ,

Secara umum, ( ) merupakan jumlahan deret Taylornya jika ( )

( )

Jika dimisalkan ( ) ( ) ( ) sedemikian sehingga ( ) ( ) ( ) , maka ( ) disebut sisa dari deret Taylor. Dapat ditunjukkan bahwa jika ( ) , berlaku

( )

, ( ) ( )- ( )

( ) ( ) Dengan demikian, teorema berikut terbukti.

Teorema 4

Jika ( ) ( ) ( ) , dengan ( ) adalah polinomial Taylor derajat ke- dari di sekitar dan ( ) untuk | | , maka sama dengan jumlahan dari deret Taylor pada interval | |

(2.14) Untuk menunjukkan bahwa ( ) untuk fungsi tertentu, digunakan teorema berikut.

Teorema 5. Ketaksamaan Taylor

Jika | ( )( )| untuk | | , maka sisa ( ) dari deret Taylor memenuhi ketaksamaan

| ( )|

( ) | | untuk | |

(2.15)

Untuk melihat bahwa teorema ini berlaku untuk , asumsikan | ( )| . Secara khusus, ( ) , sehingga untuk diperoleh

∫ ( ) ∫

Anti turunan dari adalah , sehingga dengan teorema fundamental kalkulus diperoleh ( ) ( ) ( ) atau ( ) ( ) ( ) sehingga ∫ ( ) ∫ , ( ) ( )- ( ) ( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( ) Tetapi karena ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) , maka

( )

Menggunakan argumen serupa, dengan ( ) , bisa dicek bahwa ( ) ( )

sehingga

| ( )| | |

Meskipun asumsi awalnya , perhitungan yang sama akan menunjukkan bahwa pertidaksamaan ini juga berlaku untuk .

Hal ini membuktikan ketaksamaan Taylor untuk kasus ketika . Hasil untuk sembarang dapat diperoleh dengan cara yang sama, dengan mengintegral kali.

Dalam menerapkan Teorema 2 dan 3, lebih sering digunakan fakta berikut.

untuk setiap bilangan real (2.16) Fakta ini berlaku karena berdasarkan Contoh 1, deret ∑ konvergen untuk semua sehingga suku ke- deretnya mendekati 0.

Contoh 2

Buktikan bahwa sama dengan jumlahan dari deret Maclaurinnya. Penyelesaian

Jika ( ) , maka ( )( ) untuk setiap . Jika sebarang bilangan positif dan | | , maka | ( )( )| . Ketaksamaan Taylor dengan dan mengatakan bahwa

| ( )|

( ) | | untuk | |

Perhatikan bahwa konstata berlaku untuk setiap nilai . Dari persamaan (2.10),

( ) | | | | ( ) ( ) | | | | ( )

Berdasarkan teorema apit (Squeeze Theorem), karena | ( )| maka ( ) untuk semua . Dengan Teorema 2, sama dengan jumlahan deret Maclaurinnya, yaitu

untuk semua (2.17)

Secara khusus, substitusi ke persamaan (11), diperoleh nilai untuk sebagai penjumlahan dari deret tak berhingga yang berbentuk

(2.18) Contoh 3

Tentukan deret Taylor untuk ( ) di sekitar . Penyelesaian

Diketahui ( )( ) , sehingga substitusi ke persamaan (2.6) menghasilkan ∑ ( )( ) ( ) ∑ ( )

Bisa diperiksa bahwa seperti Contoh 1, radius konvergensinya yaitu . Di Contoh 2 telah diperiksa bahwa ( ) sehingga diperoleh ∑ ( ) untuk semua (2.19) Dari Contoh 2 dan 3, diperoleh dua deret pangkat untuk , yaitu deret Maclaurin pada persamaan (2.11) dan deret Taylor pada persamaan (2.13).

Deret pertama lebih baik digunakan jika yang diamati yaitu ketika nilai yang dekat dengan 0, sementara deret kedua lebih baik digunakan untuk nilai yang dekat dengan 2.

C. Teorema-Teorema Pendukung

Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa teorema yang sempat disebutkan pada bagian sebelumnya.

1. Teorema Apit

Jika ( ) ( ) ( ) ketika dekat dengan (kecuali mungkin pada ) dan ( ) ( ) maka ( ) 2. Teorema Fundamental Kalkulus

Misalkan kontinu pada selang , -. 1. Jika ( ) ∫ ( ) , maka ( ) ( )

2. ∫ ( ) ( ) ( ), dengan sebarang anti turunan dari , yaitu .

Bagian 1 bisa ditulis dengan

∫ ( ) ( )

yang sekaligus mengatakan bahwa jika punya integral dan integralnya bisa diturunkan, maka hasilnya akan kembali lagi ke fungsi awal yaitu . Dan karena ( ) ( ), bagian 2 bisa juga ditulis dengan

∫ ( ) ( ) ( )

yang sekaligus mengatakan jika terdapat suatu fungsi yang diturunkan kemudian diintegralkan kembali, maka hasilnya adalah fungsi itu

sendiri, tetapi dalam bentuk ( ) ( ). Dengan menyatukan keduanya, bagian pertama bersama dengan bagian kedua menegaskan bahwa penurunan dan pengintegralan merupakan proses yang berkebalikan.

D. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Salah satu keterampilan berpikir adalah berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) atau HOT. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan suatu kemampuan berpikir yang tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Berpikir Tingkat Tinggi terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru dan informasi yang tersimpan dalam memori dan saling terhubungkan atau menata kembali dan memperluas informasi ini untuk mencapai tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin dalam situasi membingungkan. Tugas guru selanjutnya adalah bagaimana mengajarkan keterampilan berpikir secara eksplisit dan memadukannya dengan materi pembelajaran khususnya mata pelajaran matematika yang dapat membantu para siswa untuk mengembangkan kemapuan berpikir tingkat tingginya atau dengan kata lain guru harus bisa mengintegrasikan level berpikir ini dalam proses belajar dan evaluasi.

Taksonomi Bloom dianggap merupakan dasar bagi berpikir tingkat tinggi. Bloom membagi kemampuan dalam ranah kognitif menjadi enam aspek. Tiga aspek diantaranya menjadi bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher-Level thinking. Ketiga aspek itu adalah aspek analisa (C4), aspek evaluasi (C5) dan aspek mencipta (C6). Sedang tiga aspek lain dalam ranah yang sama, yaitu aspek mengingat (C1), aspek memahami (C2), dan aspek aplikasi (C3), masuk dalam bagian intilektual berpikir tingkat rendah atau lower order thinking (LOT).

Stein dan Lane (dalam Thomson 2008) mendefinisikan berpikir tingkat tinggi adalah menggunakan pemikiran yang kompleks, non algorithmic untuk menyelesaikan suatu tugas, ada yang tidak dapat diprediksi, menggunakan pendekatan yang berbeda dengan tugas yang telah ada dan berbeda dengan

contoh. Senk, et al (dalam Thomson 2008) menjelaskan karakteristik berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas dimana tidak ada algoritma yang telah diajarkan, yang membutuhkan justifikasi atau penjelasan dan mungkin mempunyai lebih dari satu solusi yang mungkin (Lewy, 2009). Dari definisi-definisi diatas disimpulkan bahwa pengukuran kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam penelitian ini mempunyai indikator non algorithmic, cenderung kompleks, memiliki solusi yang mungkin lebih dari satu (open ended approach), membutuhkan usaha untuk menemukan struktur dalam ketidakteraturan.

Menurut Krathworl (dalam Lewy, 2009) dalam A revision of Bloom’s Taxonomy: an overview – theory Into Practice, indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:

1. Menganalisis

a. Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi kedalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya.

b. Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.

c. Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan. 2. Mengevaluasi

a. Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

b. Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian.

c. Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

3. Mencipta

a. Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu. b. Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.

c. Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Hasil penelitian Thompson (dalam Hobri, 2015:6-7) tentang interpretasi guru di USA menunjukkan bahwa guru-guru Matematika mendefinisikan HOT sebagai discoverinng pattern, solving word problems, interpreting information, complex information, conceptual understanding, critical thinking or analyzing. Dengan demikian, HOT dapat dipandang sebagai: (1) menemukan pola/rumus, bukan langsung diberikan dan digunakan, (2) menyelesaikan pemecahan masalah terutama pada soal cerita, (3) menginterpretasi informasi dengan bahasanya sendiri atau menggunakan bahasa/kalimat lain, (3) memahami informasi yang kompleks, (4) pemahaman konseptual, bukan sekedar prosedural, (5) berfikir kritis, dapat menganalisis secara detail unsur-unsur yang harus dikaji.

24

BAB III

PENYELESAIAN MASALAH NILAI BATAS

Bab ini dibagi dalam dua subbab yang akan membahas bagaimana solusi deret Taylor untuk masalah nilai batas orde tiga beserta contohnya.

A. Deret Taylor untuk Masalah Nilai Batas Orde Tiga

Pada sub-bab ini, akan dicari solusi deret Taylor untuk masalah nilai batas.

Perhatikan persamaan diferensial biasa orde tiga berikut.

( ) ( ) ( ) ( ) , - (3.1) dengan , , dan adalah konstan.

Dengan menurunkan persamaan (1) kali terhadap , diperoleh

, ( )- (3.2)

kemudian dengan mengatur pada persamaan (2), bisa diperoleh nilai dari ( )( ).

Asumsikan

( ) (3.3)

dengan suatu konstanta tidak diketahui. Solusi deret Taylornya adalah ( ) ∑

( )( )( )

(3.4)

Dengan syarat batas ( ) , dari persamaan (3.4), dapat ditentukan, dan diperoleh solusi perkiraan. Solusi deret konvergen ke solusi eksak ketika menuju tak hingga. Solusi deret dengan orde lebih tinggi memperkirakan akurasi lebih tinggi dari solusi perkiraan, sehingga akurasi berapapun dapat diperoleh.

Untuk menunjukkan proses penyelesaian, perhatikan contoh sederhana

(3.5)

( ) (3.6) Menurunkan persamaan (3.5) sebanyak dua kali, diperoleh

(3.7)

(3.8)

Dengan menetapkan pada persamaan (3.5), (3.7), dan (3.8), diperoleh

( ) ( ) (3.9)

( ) ( ) ( ) (3.10) ( ) ( ) ( ) ( ) (3.11) Solusi deret Taylor orde ketiganya yaitu

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (3.12)

Penyelesaian bisa diteruskan untuk memperoleh solusi perkiraan orde , yaitu

( ) ( ) (3.13)

Ketika menuju tak hingga, diperoleh

( )

(3.14)

yang merupakan solusi eksak.

Solusi deret Taylor konvergen ke solusi eksak, dimana solusi orde yang lebih tinggi memperkirakan akurasi yang lebih tinggi, sehingga dapat diperoleh solusi perkiraan untuk sembarang akurasi.

B. Contoh Masalah

Perhatikan persamaan berikut.

( ) ( ) ( ) (3.15) Bentuk tersebut diberikan oleh Abdelrahim dalam artikelnya Maret 2019, dan hasil akurat diperoleh dengan metode blok hibrid satu langkah.

Menurunkan persamaan (3.15) terhadap diperoleh

( ) (3.17)

( ) (3.18)

( ) ( ) (3.19)

Asumsikan

( ) (3.20)

dimana konstanta tak diketahui yang nilainya akan dicari kemudian. Dengan mengatur pada persamaan (3.15)-(3.19), dengan syarat awal ( ) , ( ) , dan ( ) , diperoleh

( ) (3.21)

( )( ) (3.22)

( )( ) (3.23)

( )( ) (3.24)

( )( ) (3.25)

Solusi deret Taylor dapat dituliskan sebagai berikut

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )( ) ( )( ) ( )( ) ( )( ) ( ) (3.26) Menggunakan syarat batas ( ) , diperoleh

( )| { ( ) }| ( ) (3.27) Dari persamaan tersebut, diperoleh nilai , yaitu

Solusi perkiraannya menjadi ( ) (3.29) Perbandingan antara solusi eksak dan solusi perkiraan terlihat pada Gambar 3.1, dengan error mutlak diberikan pada Tabel. 3.1 untuk titik-titik berbeda.

Gambar 3.1. Perbandingan solusi pendekatan dengan solusi eksak. Abs|Exa-App| 0 0.000000000000002 0.1 0.001549000715525 0.2 0.002135816866002 0.3 0.001973919783068 0.4 0.001284477260845 0.5 0.000296559425368 0.6 0.000750773107341 0.7 0.001603524000466 0.8 0.001983735685903 0.9 0.001574895753898 1 0.000000000000000

Seperti pada Gambar 3.1, solusi numeris dan solusi perkiraan mencapai maksimum pada dengan error relatif , yang menunjukkan bahwa metode ini terpercaya dan efektif, dan akurasinya bisa ditingkatkan lagi jika solusi deret dengan orde lebih tinggi diselesaikan.

Untuk memperjelas keuntungan metode diatas, akan dibandingkan dengan metode iterasi variasional. Algoritma dari iterasi tersebut dapat dituliskan dalam bentuk

∫ ( ) ( ( ) ) (3.30) Misalkan dugaan awal bentuknya

(3.31)

dengan konstata tidak diketahui. Dengan menggunakan rumus

∫ ( )

( )( ) (3.32)

diperoleh solusi pendekatan orde satu

∫ ( ) (( ) ) ( ) (3.33) Iterasi dapat dilanjutkan tanpa kesulitan, tetapi penghitungan menjadi lebih kompleks untuk solusi pendekatan dengan orde lebih tinggi. Jika iterasi dihentikan sebelum iterasi kedua, dapat ditentukan dari ( ) , yang menghasilkan

Jelas bahwa solusi pendekatan orde satu dengan cara ini memiliki akurasi yang lebih rendah.

29

BAB IV

ASPEK KEPENDIDIKAN MATERI DERET TAYLOR

Materi pada bab sebelumnya telah menjabarkan bagaimana memperoleh solusi deret Taylor untuk masalah nilai batas orde tiga dan juga contohnya. Pada bab ini akan dibahas mengenai aspek pendidikan yang bisa dikembangkan dari deret Taylor. Bab ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian pertama yang memuat eksplorasi aspek pendidikan turunan dan deret Taylor

A. Deret Taylor untuk Mengolah Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Deret Taylor berkaitan erat dengan turunan, karena deret Taylor memuat hampiran suatu fungsi yang nilainya merupakan penjumlahan dari tak hingga banyak suku-suku yang terdiri dari turunan-turunan fungsi yang bersangkutan. Dalam pembelajaran di SMA, pembahasan mengenai turunan fungsi dimulai dari gradien garis singgung.

Sesuai kurikulum 2013 yang menekankan pada pengalaman belajar siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dalam mempelajari suatu konsep, siswa dituntut untuk menemukan dan mengembangkan konsep-konsep yang berkaitan dengan hal yang menjadi pokok bahasan. Langkah awal bagi siswa untuk mempelajari turunan yaitu dengan memahami bahwa dalam suatu grafik fungsi, turunan fungsi pada suatu titik merupakan gradien garis singgung kurva fungsi di titik terkait. Langkah selanjutnya yaitu memahami turunan sebagai limit fungsi. Kemudian siswa akan mempelajari bagaimana menentukan turunan dari bermacam-macam fungsi, sampai berlanjut pada aplikasi konsep turunan untuk masalah maksimum dan minimum, juga masalah sehari-hari lainnya.

Salah satu yang penting dibahas yaitu tentang turunan fungsi polinomial. Penurunan deret Taylor sendiri mirip dengan teknik penurunan fungsi polinomial, yaitu dengan menurunkan suku demi suku. Hal ini tentu bisa dikerjakan siswa SMA, jika para siswa bisa mengerjakan soal-soal tentang turunan fungsi polinomial.

Lebih lanjut lagi, jika diberi nilai batas, maka nilai dari fungsi hampiran bisa dicari. Hasil ini kemudian bisa dibandingkan dengan nilai dari fungsi yang asli. Pembelajaran ini bisa diawali dengan mengambil contoh-contoh sederhana seperti fungsi eksponensial sebagai fungsi asli yang akan dihampiri. Dalam praktek pembelajaran ini, bisa diteliti bahwa aspek-aspek keterampilan berpikir tingkat tinggi berperan selama proses memperoleh fungsi hampiran dengan deret Taylor. Aspek-aspek tersebut antara lain:

1. Menganalisis

Tahap analisis muncul ketika siswa memperoleh nilai hasil perhitungan dari fungsi hampiran misalnya dengan berbagai orde, kemudian membandingkannya dengan nilai dari fungsi yang asli. Dari sini siswa akan menganalisis bahwa setiap orde memiliki tingkat akurasi yang berbeda-beda, dimana semakin tinggi orde dari fungsi hampiran, maka akan semakin akurat nilai yang diperoleh, dengan kata lain semakin dekat nilainya dengan nilai dari fungsi aslinya.

2. Mengevaluasi

Dengan membandingkan hasil yang diperoleh masing-masing, para siswa bisa melihat, dalam hal ini mengevaluasi apakah deret yang mereka dapatkan benar-benar mendekati fungsi aslinya.

3. Mencipta

Dengan menemukan deret untuk menghampiri suatu fungsi, para siswa sudah mengembangkan atau menciptakan rumusan baru untuk menyelesaikan masalah, yang salah satunya jika dikaitkan dengan tesis ini, yaitu masalah nilai batas.

Melalui pemaparan di atas, nampak bahwa pembelajaran deret Taylor bisa mengolah keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, yakni mengasah kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

B. Refleksi

Sejak awal, pilihan untuk kuliah di Program Studi S2 Pendidikan matematika merupakan suatu tantangan tersendiri bagi saya. Melanjutkan

kuliah S2 hanya dalam kurun waktu sekitar 2 minggu setelah dinyatakan lulus dari program s1 termasuk salah satu hal yang membuat saya kepayahan. Mungkin bisa dikatakan juga kalau saat itu saya sebenarnya belum siap untuk langsung meneruskan kuliah, apalagi dengan situasi yang membuat saya 'pindah jalur', karena harus mempelajari ilmu pendidikan. Bermodalkan tekad untuk mengenali sekaligus mempelajari dunia pendidikan, saya menguatkan diri untuk melanjutkan pendidikan saya di Program Studi S2 Pendidikan Matematika ini.

Dengan tekad yang sama, saya mengambil mata kuliah pilihan yang berkaitan dengan pendidikan, juga memutuskan untuk menyusun tesis untuk bidang pendidikan. Ketika mulai menentukan topik penelitian di awal semester, saya mengalami banyak kendala. Hambatan yang paling besar yaitu untuk menentukan topik tesis berkaitan dengan pendidikan, sementara waktu itu saya tidak tahu apa-apa soal teori-teori pembelajaran, atau ilmu pendidikan secara umum. Mengatasi hambatan tersebut, saya berhasil menentukan topik untuk menyusun tesis. Sayangnya, karena kurang inisiatif untuk bertanya kepada dosen maupun teman-teman, topik yang saya ajukan kurang matang. Karenanya, saya mencari topik lain untuk diteliti. Tidak jauh berbeda dari saat mengerjakan topik yang pertama, saya masih kurang inisiatif untuk konsultasi, bahkan kepada dosen pembimbing saya waktu itu. Selama berbulan-bulan, proposal tesis saya tidak mengalami perkembangan yang signifikan karena memang jarang konsultasi. Ditambah lagi, mencari tempat untuk penelitian lapangan merupakan hambatan tersendiri bagi saya.

Dokumen terkait