• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

GAMBARAN UMUM BNI SYARIAH

A. Sejarah Singkat BNI Syariah6

Sistem syariah yang terbukti dapat bertahan dalam tempaan krisis moneter 1997. Meyakinkan masyarakat bahwa sistem tersebut kokoh dan mampu menjawab kebutuhan perbankan yang transparan. Diawali dengan pembentukan Tim Bank Syariah di tahun 1999. Bank Indonesia kemudian mengeluarkan izin prinsip dan usaha beroperasinya unit usaha syariah BNI.

Berawal dari lima kantor cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin yang mulai beroperasi tanggal 29 april 2000, kini BNI Syariah memiliki lebih dari 20 cabang di seluruh Indonesia. Untuk memperluas layanan pada masyarakat masing-masing kantor cabang utama tersebut membuka kantor cabang pembantu syariah (KCPS), sehingga keseluruhan kantor cabang syariah sampai tahun 2007 berjumlah 54 buah.

Selanjutnya berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 8/3/PBI/2006 tentang perjanjian izin bagi kantor cabang bank konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah untuk melayani pembukaan rekening produk dana syariah, BNI Syariah merespon ketentuan ini dengan cara bersinergi dengan cabang konvensional guna

melakukan “office cennelling”.

6

Namun pada tanggal 21 Mei 2010 PT. Bank Negara Indonesia akhirnya melakukan pemisahan (spin-off) unit syariahnya sebagai langkah strategis perseroan dalam merespon kebutuhan pasar dan memperkuat customer base. Di tahun ini, BNI Syariah ditargetkan tumbuh sebesar 15 % dengan fokus pembiayaan pada sektor ritel dan konsumer.

BNI Syariah resmi beroperasi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010, telah diperoleh izin usaha bank umum syariah (BUS) PT Bank BNI Syariah atau BNI Syariah. Dengan izin usaha ini, manajemen BNI melakukan soft launching operasional PT Bank BNI Syariah sebagai entitas independen hasil pemisahan spin off Unit Usaha Syariah (UUS) dari BNI dan efektif per tanggal 19 Juni 2010.

Langkah itu diperlukan guna memacu penetrasi produk dan pangsa pasar lembaga bisnis syariah yang kini baru mencapai 2,2%. Angka itu menempatkan Indonesia pada urutan ke-7 paling kecil di antara 20 negara berpenduduk muslim terbesar. setelah UU Perbankan Syariah pada 2008 impactnya mulai kelihatan. Pada 2008 ada tiga BUS, 2009 ada delapan BUS dan BNI Syariah sebelum melakukan spin off menjadi Bank Umum Syariah (BUS) telah membukukan aset per 31 Maret 2010 senilai Rp5,49 triliun. Dengan aset tersebut BNI Syariah telah melebihi layak untuk segera menjadi BUS. Setelah spin off nasabahnya tetap bisa menikmati layanan yang ada selama ini, seperti e-channel BNI, tarik setor diseluruh kantor BNI, serta masih dapat melakukan pembukaan rekening BNI Syariah di lebih dari 750 kantor cabang BNI yang telah menjadi syariah channeling outlet.

Secara organisasi BNI Syariah merupakan salah satu unit dari BNI secara keseluruhan, dengan kata lain direktur BNI Syariah dengan BNI masih sama. BNI Syariah juga memanfaatkan jaringan BNI konvensional seperti ATM dan sebagian cabang, sehingga meskipun jumlah Cabang Bank Syariah masih sedikit, tapi dengan memanfaatkan jaringan ini nasabah BNI Syariah tidak perlu khawatir jika berada di tempat yang jauh dari lokasi cabang BNI Syariah.

Perlu digariskan di sini bahwa untuk pengelolaan dana masyarakat dilakukan terpisah antara BNI Syariah dan BNI konvensional. Dengan kata lain dana masyarakat yang disimpan di BNI Syariah diperuntukkan hanya untuk pembiayaan di BNI Syariah, dan sejak awal pembukaan rekening telah dibukukan secara terpisah. Hal ini untuk menjamin pengelolaan dana masyarakat di BNI Syariah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

B. Visi dan Misi BNI Syariah7

Visi BNI Syariah adalah menjadi bank syariah yang unggul dalam layanan dan kinerja dengan menjalankan bisnis sesuai kaidah sehingga Insya Allah membawa berkah.

Misi BNI Syariah adalah secara istiqomah melaksanakan amanah untuk memaksimalkan kinerja dan layanan perbankan dan jasa keuangan syariah sehingga dapat menjadi bank syariah kebanggaan anak negeri.

7

C. Struktur Organisasi BNI Syariah8

Dilihat dari organisasinya, BNI Syariah merupakan salah satu unit dari BNI secara keseluruhan dibawah Dewan Pengawas Bisnis Syariah (DPBS) yang terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Manajemen Resiko. Dewan pengawas Bisnis Syariah mengatur dan mengawasi pemimpin divisi usaha syariah yang menjalankan usaha perbankan syariah selain DPBS, Dewan Pengawas Syariah(DPS) juga bertugas mengawasi kinerja operasional pada BNI Syariah agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Dalam menjalankan operasional perbankan syariah pemimpin divisi usaha syariah membawahi Wakil Divisi Usaha Syariah, Kelompok Syariah dan Umum.

Dalam operasionalnya Kelompok Bisnis Syariah membawahi Pengelolahan Transaksi Internasional. Pengelolaan Tresuri dan Pengelolaan Pembiayaan Non Ritel.

Dalam operasionalnya Wakil Divisi Syariah membawahi kelompok Perbankan Syariah, Kelompok Penujang Syariah, Cabang Syariah dan Pengelolaan Supervisi Cabang.

Kelompok Perbankan Syariah membawahi Pengelolaan administrasi Pembiayaan, Pengelolaan Manajemen Resiko da Pengelolaan Produk dan SISDUK.

Sedangkan Kelompok Penunjang Syariah membawahi pengelolaan Pengembangan Jaringan dan Promosi, Pengelolaan Akuntansi dan Sistem dan Pengelolaan SDM dan Pengelolaan Logistik9.

8

www.bni.co.id diakses pada tanggal 14 Desember 2010 pukul 18.30 Wib 9

D. Produk BNI Syariah10 1. BNI iB Giro (IDR & USD)

Giro syariah merupakan produk yang memberikan segala kemudahan bertransaksi giro yang menggunakan prinsip Wadi‟ah Yadh Dhamanah. Giro syariah mendukung usaha customer dengan kemudahan online pada cabang-cabang BNI Syariah diseluruh Indonesia.

2. Tabungan iB Plus

Tabungan iB plus merupakan tabungan yang dikelola berdasarkan prinsip Mudharabah Muthlaqah. Dengan prinsip ini tabungan anda akan diinvestasikan secara produktif dalam investasi yang halal sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan dari prinsip ini akan dibagihasilkan antara nasabah dan bank sesuai dengan nisbah yang disepakati di awal pembukaan rekening tabungan.

3. BNI iB Tapenas

Merencanakan dan mempersiapkan dana pendidikan sedini mungkin untuk buah hati adalah tindakan bijaksana. BNI Syariah membantu masyarakat untuk menyiapkan pendidikan melalui BNI iB Tapenas. Dengan setoran sesuai kemampuan dan perlindungan asuransi, BNI iB Tapenas dapat membantu masyarakat mewujudkan rencana masa depan keluarga yang lebih baik.

10

4. BNI iB Deposito

BNI iB Deposito diperuntukan bagi mereka yang ingin memiliki investasi berjangka yang menguntungkan dan menenangkan. Menggunakan prinsip Mudharabah Muthalaqah. BNI iB Deposito mengelola dana masyarakat dengan cara disalurkan untuk pembiayaan usaha produktif maupun pembiayaan konsumtif yang halal dan bermanfaat untuk kemaslahatan umat.

5. BNI iB Haji

BNI Syariah menyadari bahwa setiap muslim berciti-cita menunaikan ibadah haji setidaknya sekali seumur hidup. BNI iB Haji dari BNI Syariah merupakan produk tabungan yang dikhususkan untuk memenuhi Ongkos Naik Haji (ONH) yang dikelola secara aman dan bersih sesuai syariah.

6. BNI iB Wirausaha

BNI iB Wirausaha ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan usaha anda, dengan besarnya pembiayaan dari Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta yang diproses lebih cepat dan fleksibel sesuai dengan prinsip syariah. Jenis akad yang digunakan Murabahah,mudharabah atau musyarakah.

7. BNI iB Usaha Kecil

BNI iB Usaha Kecil adalah pembiayaan modal kerja atau investasi kepada pengusaha kecil sampai dengan Rp. 10 miliar berdasarkan prinsip murabahah, musyarakah, mudharabah dan ijarah.

8. BNI iB usaha Besar

BNI Pembiayaan Besar Syariah adalah pembiayaan modal kerja atau investasi kepada pengusaha menengah dan korporasi diatas Rp. 10 miliar berdasarkan prinsip mudharabah, murabahah, musyarakah dan ijarah.

9. Transaksi Kiriman Uang (Remittancel Fund Transfer)

BNI Syariah memberikan kiriman uang dari dan keseluruh dunia melalui draft SWIFT dan Smart Remittance. Kiriman uang ke luar negri menggunakan mata uang yang tercatat di Bank Indonesia.

10. Clean Collection

Collection adalah pelayanan yang diberikan BNI Syariah untuk mendapatkan pembayaran atas dokumen atau surat berharga dari pihak ketiga di luar negri.

11. BNI iB Griya

Melalui pembiayaan BNI iB Griya nasabah dapat mewujudkan kebutuhan perumahan, kavling siap bangun ataupun renovasi rumah. Pembayaran dengan cara diangsur dalam periode waktu sampai 15 tahun. Bentuk pembiayaan adalah jual beli ataupun ijarah.

12. BNI iB Oto

BNI iB Oto merupakan pembiayaan untuk pembelian kendaraan dengan proses yang mudah dan cepat berdasarkan syariah. Uang muka relatif ringan dan pembayaran dapat dilakukan secara debet otomatis.

13. BNI iB Gadai Emas

BNI iB Gadai Emas atau juga disebut Raahn merupakan pembiayaan dengan jaminan berupa emas (lantakan atau perhiasan) yang secara fisik dikuasai oleh bank. Proses pembiayaan cepat dan sangat membantu bagi mereka yang membutuhkan dana jangka pendek untuk kebutuhan yang mendesak.

14. BNI Hasanah Card

Bertepatan dengan Festival Ekonomi Syariah (FES) yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, BNI Syariah telah meluncurkan salah satu jenis pembiayaan yang berbasis kartu kredit yaitu BNI Hasanah Card dengan menggandeng provider MasterCard Internasional.

Strong benefit/keuntungan dari hasanah Card ini adalah: 1. Sesuai tuntunan syariah

2. Lebih ringan karena tidak ada sistem bunga dan monthly fee dihitung dari sisa pinjaman

BAB III

SYARIAH CARD DALAM PERSEPEKTIF EKONOMI ISLAM

A. Pengertian Syariah Card dan Perbedaannya dengan Kartu Kredit Konvensional

Syariah berasal dari kata syara‟a yang berarti syariat, ajaran, undang-undang hukum.11 Syariah juga berarti jalan yang ditempuh atau garis yang semestinya dilalui. Secara terminology, definisi syariah adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan pada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang Islam sebagai penghubung diantaranya dengan Allah dan diantaranya dengan manusia. Jadi singkatnya, syariah itu berisi peraturan dan hukum-hukum yang menentukan garis hidup yang harus dilalui oleh seorang muslim.12 Berdasarkan fatwa No. 54/DSN-MUI/X/2006 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, yang dimaksud dengan kartu kredit syariah (syariah card) adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum berdasarkan sistem yang ada antara para pihak berdasarkan prinsip syariah dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam fatwa ini.

11

Munir Baalbaki dan Rohi Baalbaki, Kamus Al-Maurid, (Surabaya: Halim Jaya, 2006), h. 509. 12

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.7.

Dalam beberapa literature fiqih kontemporer, status hukumnya sebagai objek atau media jasa kafalah (jaminan) yang disertai talangan pembayaran (qardh) serta jasa ijarah untuk kemudahan transaksi. Perusahaan perbankan pada hal ini yang mengeluarkan kartu kredit (bukti kafalah) sebagai penjamin (kafil) bagi pengguna kartu kredit tersebut dalam berbagai transaksi. Oleh karena itu berlaku disini hukum kafalah, qardh dan ijarah.13

Sedangkan yang dimaksud dengan kartu kredit adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau cek.14 Kartu kredit syariah pertama di dunia diluncurkan oleh AmBank Malaysia (semula dikenal Arab-Bank Malaysian Berhad) dengan nama Al-Taslif Credit Card pada tahun 1996 dengan skim bai‟ bitsaman „ajil. Meski menimbulkan pro dan kontra, langkah tersebut diikuti oleh Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pertengahan tahun 2002 dengan nama Bank Islam Card. Kartu kredit syariah di Indonesia pertama kali dikeluarkan oleh Bank Danamon unit Syariah dengan menggandeng Master Card pada tanggal 19 Juli 2007 dengan persetujuan DSN-MUI berdasarkan fatwa No. 54/DSN-MUI/X,2006 tentang syariah card.15

13

Stiawan Budi Utomo. Hukum Kartu Kridit Syariah. Artikel ini diakses pada tanggal 07 Agustus 2009 dari situs http://ustazsbu.blogspot.com

14

Hermansyah, SH. M. Hum, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta. Kencana Prenada Media Group, 2007), h.90.

15

Aji Dedi Mulawarman. Kontroversi Syariah Card... Kok Aneh? Artikel ini diakses pada 10 Februari 2009 dari situs http://ajidedim.wordpress.com/

Landasan penerbitan kartu kredit syariah yang dijadikan sebagai acuan umum salah satunya sebagai berikut :

a. Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut :

Artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah aqad ini” (Q.S. Al-Maidah : 1). b. Firman Allah surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut :

Artinya :

“Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. “(Q.S. AI-Maidah: 2). Ayat Al-Qur'an ini adalah untuk mengajak saudara sesama muslim untuk mengerjakan perbuatan halal dan menghindari perbuatan dosa yaitu perbuatan memakan riba.

Jikadilihat dari skema mekanisme transaksi antara kartu kredit konvensional dengan kartu kredit syariah, terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Perbedaan yang pertama dari segi akad, syariah card menggunakan 3 akad yaitu kafalah, ijarah, qard. Perbedaan yang kedua adalah tidak adanya sistem bunga pada kartu kredit syariah. Penggunannya seperti kartu kredit tetapi tidak terdapat pembayaran minimum, jadi ketika jatuh tempo tagihan harus dibayar seluruhnya.

Selain dua hal tersebut diatas, perbedaan antara kartu kredit syariah dan kartu kredit konvensional dapat terlihat pada sistem kontrol kartu kredit tersebut.

Sistem kontrol kartu kredit konvensional adalah sebagai berikut : 1. Sistem kontrol bank terhadap nasabah kartu kredit.

a. Sistem kartu yang dicabut oleh bank maka secepatnya nasabah kartu kredit mengembalikan kartu dan melunasi kewajibannya.

b. Jika terdapat perubahan alamat atau data maka nasabah kartu kredit segera memberitahukan.

2. Sistem kontrol bank terhadap merchant.

a. Bank berhak melakukan penolakan pembayaran untuk merchant atas transaksi yang dilakukan nasabah.

b. Bank tidak bertanggung jawab atas segala transaksi yang dilakukan antara merchant dengan nasabah kartu kredit tentang kualitas suatu barang. 3. Sistem kontrol bank terhadap bank dan nasabah kartu kredit.

a. Pihak penerima pembayaran kartu kredit dapat menolak untuk menerima pembayaran dengan kartu kredit dari seseorang pemegang kartu kredit atas

pembelian suatu barang, apabila pihak penerima kartu kredit merasakan adanya keraguan atas kartu tersebut.

b. Melakukan otoritas terlebih dahulu kepada pihak penerbit kartu apabila ada pihak pemegang kartu yang menggunakan kartu kredit melebihi batas maksimum

c. Selalu memeriksa Card Recolvery Bulletin (CRB daftar hitam) yang telah dikirimkan atau diberikan oleh penerbit kartu dan bank.

Sedangkan sistem kontrol pada kartu kredit syariah, yaitu sebagai berikut bank memberikan ketentuan dan batasan bahwa kartu tidak digunakan untuk transaksi objek yang haram atau maksiat. Ini sesuai dengan konsep konsumsi dalam teori ekonomi Islam, bahwa ukuran kemaslahatan menjadi standar dalam berkonsumsi yaitu bahwa barang yang dikonsumsi adalah barang yang mendatangkan manfaat dan kemaslahatan bukan mendatangkan mudhrarat dan mafasid. Sedangkan pada kartu kredit konvensional tidak terdapat ketentuan mengenai objek transaksi, apakah harus barang yang halal dan bermanfaat atau tidak.

Agar kartu kredit syariah tidak mendekati kartu kredit konvensional, DSN-MUI menetapkan ketentuan tentang batasan (Dhawabith Wa Hudud), yaitu :

1. Tidak menimbulkan riba;

2. Tidak digunakan untuk transaksi yang, tidak sesuai syariah;

3. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan atau konsumerisme, dengan cara antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan;

4. Pemegang kartu utama harus mempunyai kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya;

5. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah. Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam transaksi syariah card, yaitu :

1. Issuer Bank, yaitu pihak yang diberikan kuasa oleh undang-undang untuk menerbitkan katu kepada nasabahnya, ia menjadi wakil dari card holder dalam membayar nilai pembelian yang dilakukannya kepada merchant.

2. Card Holder, yaitu orang yang namanya dicantumkan dalam kartu, atau orang yang diberi kuasa untuk memakainya dan ia berkewajiban untuk melunasi semua kewajiban yang timbul sebagai akibat pemakaian kartu tersebut kepada pihak issuer bank.

3. Merchant, yaitu pihak yang terkait dengan issuer bank dengan memberikan barang dan jasa kepada card holder sesuai dengan kesepakatan mereka.

B. Prinsip Syariah Card dalam Perspektif DSN-MUI

Ada beberapa prinsip-prinsip yang diharamkan pada syariah card akan tetap terjadi pada kartu kredit konvensional. Hal tersebut dijelaskan pada fatwa DSN-MUI tentang syariah card pada ketentuan tentang batasan (Dhawabith Wa Hudud).

Yang pertama adalah tidak menimbulkan riba. Dalam bahasa Indonesia riba diartikan sebagai bunga (baik sedikit maupun banyak). Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Dalam Inggris riba diartikan interest (bunga sedikit) atau usury (bunga yang banyak). Riba

dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai‟). Riba bai' terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadl), dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (riba nasiah).

Riba dayn berarti tambahan, yaitu pembayaran premi atas setiap jenis pinjaman dalam transaksi utang-piutang maupun perdagangan yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman disamping pengembalian pokok yang ditetapkan sebelumnya. Inti dari riba pinjaman (riba dayn) adalah tambahan pokok yang ditetapkan sedikit maupun banyak.

Larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur'an tidak diturunkan sekaligus melainkan diturunkan dalam empat tahap. Pada tahap pertama, keharaman riba untuk pertama kalinya secara implicit dijelaskan pada ayat 39 surat Ar-Rum yang berikut :

Artinya :

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang

berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Q.S.

Ar-Ruum : 39).

Penting dicatat, ayat tersebut merupakan bagian dari ayat-ayat Makiyyah. Pembahasan mengenai riba dalam ayat 39 surat Ar-Rum yang termasuk kategori ayat-ayat Makiyyah itu mempunyai sebuah indikasi mengenai betapa pentingnya tmasalah riba ini.

Mayoritas ahli tafsir (jumhur al-mufassirin) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba pada ayat tersebut adalah suatu bentuk pemberian (al-„athiyyah) yang disampaikan seseorang kepada orang lain bukan dengan tujuan untuk menggapai ridha Allah SWT, tetapi hanya sekedar mendapatkan imbalan duniawi semata. Karena itu pelakunya tidak akan memperoleh pahala dari Allah. Bila dicermati ayat 39 tidak secara eksplisit menyebutkan tentang keharaman riba. Karena itu para ulama berbeda pendapat mengenai apa sesungguhnya yang dimaksud dengan riba pada ayat tersebut.16

Yang kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT akan memberikan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Seperti yang tertulis dalam Al-Qur‟an surat An-Nisaa‟ ayat 160-161, sebagai berikut:

16

Mujar Ibnu Syarif, Konsep Riba dalam Al-Qur'an, Makalah yang Belum Dipublikasikan, h. 3.

Artinya :

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (An-Nisaa‟:

160-161).

Ayat tersebut menjelaskan tentang adanya semacam hukuman Tuhan terhadap kaum Yahudi, sehingga mereka tidak boleh lagi mengkonsumsi beberapa jenis makanan tertentu yang semula dihalalkan bagi mereka. Kemudian Allah SWT

melakukan pengharaman beberapa jenis makanan tertentu yang semula dihalalkan bagi mereka yang sengaja ditetapkan-Nya dalam kitab Taurat.17

Hukuman tersebut ditimpakan kepada mereka, antara lain karena tiga alasan yang tercantum dalam ayat 160-161 surat An-Nisa yakni, (1) banyak menghalangi manusia dari jalan Allah, (2) memakan riba, padahal mereka dilarang memakannya, dan (3) memakan harta orang lain dengan cara bathil. Kembali pada riba. Akan tetapi mereka justru mempraktekannya dengan berbagai cara. Salah satnya, meminjamkan uang kepada selain mereka dengan cara ribawi.

Seperti ayat 39 surat Ar-Rum, ayat 160-161 surat An-Nisa juga sama sekali tidak menyinggung keharaman riba secara eksplisit. Kedua ayat tersebut menurut Dr.

Rif‟at Al-Sayyid Al-Audi paling sedikit berisis 4 hal berikut18 :

1. Riba merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh kaum Yahudi. Lebih dari itu mereka bahkan menyebarkan kebiasaan memakan riba tersebut kepada pihak lain.

2. Disebutkannya riba secara beriringan dengan memakan harta orang lain secara bathil dalam ayat tersebut merupakan indikasi yang sangat jelas bahwa riba itu merupakan salah satu bentuk memakan harta orang lain dengan cara yang bathil.

17

Mujar Ibnu Syarif, Konsep Riba dalam Al-Qur'an, Makalah yang Belum Dipublikasikan, h. 5

18

Rif at Al-Sayyid al-Audi, Min al-Turats al-Iqtishad li al-Musli i …hlm. 19

3. Riba sangat erat kaitannya dengan kedzaliman (az-zulum). Dampak negatif keduanya relatif sama dan sanksi ukhrawinya pun tidak jauh berbeda, yakni diinformasikan empat macam kesalahan yang dilakukan yakni siksa pedih di dalam neraka.

4. Dalam ayat tersebut diinformasikan empat macam kesalahan yang dilakukan kaum Yahudi, yakni (1) kesalahan dari sisi aqidah, yakni menghalangi orang lain untuk menempuh jalan Allah, (2) kesalahan dari aspek politik, (3) kesalahan dari dimensi sosial. Dua kesalahan yang disebut terakhir ini sama-sama ditandai dengan tindak kedzaliman yang biasa mereka lakukan dalam interaksi politik, dan (4) kesalahan dari aspek ekonomi, yaitu mempraktekkan riba sesungguhnya mereka dilarang melakukan itu.

Yang ketiga, keharaman riba sudah diterangkan secara eksplisit dengan larangan memakan riba sebagaimana tercantum dalam ayat 130 surat Ali-Imran, yang berbunyi sebagai berikut :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Dokumen terkait