• Tidak ada hasil yang ditemukan

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI PENELITIAN

2.1 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional dan Integrasi Ekonomi

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai transaksi dagang barang dan jasa antara subjek ekonomi satu negara dengan subjek ekonomi negara lain. Subjek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri ataupun perusahaan negara. Perdagangan internasional terjadi akibat adanya perbedaan potensi sumber daya alam, sumber daya modal, sumber daya manusia dan kemajuan teknologi antar negara (Halwani 2005). Sedangkan menurut Dumairy (1997) perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain.

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (1991) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional: negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale).

Secara umum, perdagangan internasional terdiri dari kegiatan ekspor dan impor. Ekspor merupakan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, sebaliknya impor merupakan barang dan jasa

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 8 yang masuk ke suatu negara. Negara yang memproduksi lebih dari kebutuhan dalam negerinya dapat mengekspor kelebihan produksi tersebut ke negara lain. Akan tetapi, negara yang tidak mampu memproduksi sendiri dapat mengimpor dari negara lain. Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi suatu negara dengan kelebihan permintaan negara lain.

Secara teoritis, suatu negara misal negara 1 akan mengekspor komoditi X ke negara lain, misal negara 2 apabila harga domestik negara 1 sebelum terjadinya perdagangan internasional relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara 2 (Gambar 2.1). Struktur harga yang terjadi di negara 1 lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar dibandingkan dengan konsumsi domestiknya sehingga terjadi excess supply di negara 1. Di sisi lain, di negara 2 terjadi excess demand karena konsumsi domestiknya lebih besar dibandingkan dengan produksi domestiknya sehingga harga di negara 2 lebih tinggi. Dengan demikian, negara 1 memiliki kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain, sementara negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi X dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika terjadi komunikasi antara negara 1 dan negara 2, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang sama di kedua negara.

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 9

Gambar 2.1. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional

Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara 1 adalah sebesar P1, sedangkan harga di negara 2 adalah sebesar P3. Penawaran di pasar internasional terjadi jika harga internasional lebih tinggi dibandingkan dengan P1, sedangkan permintaan di pasar internasional terjadi jika harga internasional lebih rendah dibandingkan dengan P3. Dengan adanya perdagangan internasional, maka negara 1 akan mengekspor komoditi X sebesar BE, sedangkan negara 2 akan mengimpor komoditi X sebesar B’E’ pada tingkat harga internasional (P2).

Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute

comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David

Ricardo (1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of

Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang

menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan. Menurut David Ricardo (Hady, 2001), perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki

0 X Px 0 X Px Negara 2 0 X Px Negara 1 P1 P2 P3 A Ekspor Impor B E E S D A’ B’ E’ Sx Dx Dx Sx

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 10 keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production

comparative advantage (labor productivity). Asumsi yang digunakan

(Salvator, 1997):

a. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi b. Perdagangan bersifat bebas

c. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara.

d. Biaya produksi konstan

e. Tidak terdapat biaya transportasi f. Tidak ada perubahan teknologi

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.

Berdasarkan analisis production comparative advatage (labor

productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh

manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi realtif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi.

Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan

tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 11 memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah.

Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher-Ohlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 – 1977). Model H-O mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive

goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih

akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja

(labor-intensive goods). Menurut teori H-O, suatu negara akan memproduksi dan

mengekspor barang dengan menggunakan faktor produksi yang dimiliki secara melimpah, dan mengimpor barang yang untuk memproduksinya diperlukan faktor produksi yang kurang tersedia (langka) di dalam negeri.

Dalam model H-O kepemilikan faktor (kapital dan tenaga kerja) akan menentukan jenis komoditi yang diproduksi dan diekspor serta komoditi yang harus diimpor oleh satu negara. Perbedaan kepemilikan faktor adalah dasar dari keunggulan komparatif yang dimiliki dua negara untuk melakukan perdagangan yang saling menguntungkan. Perbedaan kepemilikan faktor produksi tersebut dihitung berdasarkan rasio antara kapital dengan tenaga kerja di masing-masing negara. Sebagai contoh: negara H dan F masing-masing memiliki 2 faktor produksi: K (kapital) dan L (tenaga kerja), dan setiap negara memproduksi komoditi X dan Y. Negara H dikatakan memiliki kapital melimpah apabila kapital per unit tenaga kerja di

H lebih besar dibandingkan di F, atau H H L K > F F L K . Sebaliknya, F dikatakan memiliki tenaga kerja melimpah apabila tenaga kerja per unit kapitalnya

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 12 lebih besar di bandingkan di H, atau F

F K L > H H K L

. Dengan demikian, dapat dikatakan kapital relatif lebih murah di H sedangkan tenaga kerja relatif lebih murah di F. Selanjutnya apabila untuk menghasilkan komoditi Y diperlukan kapital yang lebih banyak (padat kapital), sedangkan untuk komoditi X diperlukan tenaga kerja yang lebih banyak (padat karya) maka dapat dikatakan H memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi Y, dan F memiliki keunggulan komparatif komoditi X. Menurut model H-O, dengan perbedaan intensitas penggunaan faktor dan perbedaan kepemilikan faktor maka apabila kedua negara melakukan perdagangan, H akan berspesialisasi dalam produksi komoditi Y dan F berspesialisasi dalam produksi komoditi X.

Perdagangan bebas diharapkan secara bertahap akan mengurangi hambatan perdagangan sehingga dapat memacu pertumbuhan volume perdagangan internasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah kerjasama yang dilakukan antara satu negara dengan negara lainnya atau antara satu negara dengan negara yang membentuk kelompok sehingga terciptanya integrasi ekonomi. Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan mereka. Sebagian negara-negara yang berada di seluruh dunia telah melakukan integrasi ekonomi dengan negara lain. Secara umum integrasi yang dilakukan oleh setiap negara bertujuan agar posisi ekonominya di pasar internasional dapat diperkuat, sehingga setiap negara dapat bersaing dengan negara-negara yang telah maju dan sudah besar. Selain itu, integrasi ekonomi dapat memperluas akses pasar dan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara ke tingkat yang lebih tinggi. Studi Meir (1995) menjelaskan integrasi ekonomi yang terdapat dalam suatu kawasan memiliki beberapa manfaat untuk negara-negara yang tergabung dalam integrasi tersebut, seperti terdorongnya efisiensi ekonomi di suatu kawasan ekonomi, mendorong industri lokal agar berkembang, serta manfaat perdagangan yang meningkat akibat adanya perbaikan terms of trade.

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 13 Suatu organisasi terdiri dari berbagai bentuk, tergantung tingkat kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi berbeda antara negara peserta. Ada lima tingkat kerja sama formal antar negara anggota kelompok regional, yaitu Free Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market,

Monetary Union, dan Political Union (Kotabe dan Helsen, 2001).

Free Trade Are (FTA) adalah kerjasama formal antara dua atau lebih

negara untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan tetapi masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan negara yang bukan anggota.

FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarrief-barrier) maupun hambatan non tarif (non-tarrif barier=NTB). FTA atau Free Trade Area adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang memperdagangkan produk-produk orisinal negara-negara anggotanya tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Dengan kata lain, ”internal tariff” antara negara anggota menjadi 0 persen, sedangkan masing-masing negara memiliki “external

tariff” sendiri-sendiri. Contohnya AFTA (Asean Free Trade Area) yang diawali

dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993.

Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh ekonomi negara-negara yang berdagang, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian dunia secara keseluruhan. Dampak diliberalisasikannya perdagangan tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun. Berdasarkan teori perdagangan internasional, perdagangan internasional seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan bebas, karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan akses pasar ke negara lain (Stephenson, 1994).

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 14 Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi global barang-barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dunia.

Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya mampu mengurangi

atau menghilangkan tarif antara anggota, tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal bersama terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang mempunyai tarif eksternal rendah.

Common Market. Jika kerja sama meningkat di antara negara Custom

Union, maka dapat terbentuk Common Market. Common Market

menghilangkan semua tarif dan hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi seperangkat tarif eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan menghilangkan batasan-batasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar negara anggota.

Monetary Union. Monetary Union berada pada level integrasi keempat

dengan satu mata uang bersama antar negara. Contohnya Negara anggota

European Union menggunakan mata uang bersama, Euro. Menurut Wild dan

Wild (2000), tingkat integrasi ini juga disebut Economic Union karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Political Union. Political Union merupakan puncak dari proses integrasi.

Political Union dapat menjadi nama lain dari sebuah negara ketika union

secara sungguh-sungguh mencapai tingkat integrasi. Terkadang, negara-negara yang berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena alasan sejarah, seperti British Commonwealth yang terdiri dari

negara-Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 15 negara yang pernah menjadi bagian oleh British Empire. Namun ketika

British bergabung dengan European Union, perlakuan istimewa ini hilang.

Sekarang kelompok ini hanya sebagai forum untuk diskusi dan ikatan sejarah yang sama.

2.1.2. Dampak Kreasi Perdagangan dari FTA

Dampak keseimbangan parsial yang bersifat statis dari pembentukan sebuah perserikatan pabean biasanya dihitung atau diukur berdasarkan besar-kecilnya efek kreasi dan diversi perdagangan yang ditimbulkannya. Kreasi perdagangan (trade creation) terjadi apabila sebagian produksi domestik di suatu negara yang menjadi anggota perserikatan pabean atau dari negara luar yang bukan anggota digantikan oleh impor yang harganya lebih murah (artinya produksinya lebih efisien) dari negara anggota lainnya. Berdasarkan asumsi sumber daya ekonomi terkerahkan secara penuh (full

employment), maka pembentukan perserikatan pabean yang menciptakan

dampak kreasi akan meningkatkan kesejahteraan negara anggota secara keseluruhan karena hal tersebut mengarah pada peningkatan spesialisasi produksi yang didasarkan pada keuntungan komparatif. Peningkatan pendapatan itu akan membuat negara anggota FTA dapat memperbesar impornya dari negara-negara lain yang bukan anggota.

Pada Gambar 2.2 Dx dan Sx masing-masing melambangkan kurva permintan dan kurva penawaran komoditi X di negara 2. Sebelum dibentuknya perserikatan pabean, harga komoditi X yang sudah memperhitungkan tarif adalah Px = 2 dolar. Pada tingkat harga tersebut negara 2 akan mengkonsumsi 50X (GH), dan 20X (GJ) merupakan produksi domestik sedangkan 30X (JH) merupakan impor dari negara 1. Pemerintah negara 2 juga mengumpulkan pendapatan tarif sebanyak 30 dolar (MJHN). Negara 2 ini tidak mengimpor komoditi X dari negara 3, karena jika turut dihitung dengan tarif yang diberlakukannya maka harga komoditi X dari negara 3 itu akan melampaui 2 dolar per unit.

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 16 Setelah negara 2 membentuk FTA bersama negara 1, maka negara 2 itu akan meningkatkan konsumsi komoditi X menjadi 70 unit (AB). 10X (AC) diantaranya merupakan produksi domestik sedangkan 60X (CB) merupakan impor dari negara 1 berdasarkan harga bebas tarif Px = 1 dolar. Pendapatan tarif bagi pemerintah negara 2 hilang, namun kesejahteraan konsumen negara 2 akan meningkat karena akan terjadi transfer keuntungan dari produsen domestik ke konsumen domestik yang nilainya setara dengan bidang AGJC. Hal ini memberikan keuntungan statis netto bagi negara 2 secara keseluruhan sebesar 15 dolar, atau setara dengan penjumlahan dua bidang segitiga CJM dan BHN.

Gambar 2.2. Dampak Penciptaan atau Kreasi Perdagangan dari Pembentukan Free Trade Agreement

Sumber: Salvatore (1997)

2.1.3. Dampak Diversi Perdagangan dari FTA

Diversi perdagangan (trade diversion) terjadi apabila impor yang murah (artinya produksinya lebih efisien) dari negara luar yang bukan merupakan anggota perserikatan pabean tergusur oleh impor yang harganya lebih mahal dari negara anggota. Hal ini terjadi karena adanya perlakuan preferensial bagi sesama negara anggota (tarifnya dihapuskan) sehingga produk dari negara luar non anggota yang sesungguhnya lebih murah

1 - 2 - 3 - 4 - 5 - I 10 I 20 I 30 I 40 I 50 I 60 I 70 I 80 A C G J M N H B W U V E Z X S1 S1 + T SX Dx Px ($)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 17 menjadi lebih mahal karena ia masih harus menanggung tarif. Diversi perdagangan cenderung menurunkan kesejahteraan, karena ia menggeser kegiatan produksi dari para produsen yang lebih efisien (dari negara-negara yang bukan anggota) kepada para produsen yang bukan efisien (dari sesama anggota). Dengan demikian, dengan diversi perdagangan akan memperburuk alokasi sumber daya internasional dan menjauhkan kegiatan-kegiatan produksi dari pola keunggulan komparatifnya. Secara detil dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Dx dan Sx masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran komoditi X di negara 2, sedangkan S1 dan S3 masing-masing merupakan kurva penawaran elastis sempurna dalam kondisi perdagangan bebas untuk negara 1 dan negara 3. Jika negara 2 memberlakukan tarif ad valorem secara non-diskriminatif sebesar 100% terhadap komoditi X, maka ia akan mengimpor 30X (GH) berdasarkan Px = 2 dolar dari negara 1. Namun setelah membentuk perserikatan pabean bersama negara 3 maka negara 2 akan mengimpor 45X (C’B’) berdasarkan Px = 1,5 dolar dari negara 3. Peningkatan kesejahteraan bagi negara 2 yang bersumber dari kreasi perdagangan murni mencapai 3,75 dolar (atau setara dengan penjumlahan dua segitiga). Namun kerugian kesejahteraan akibat adanya diversi perdagangan jauh lebih besar, yakni mencapai 15 dolar (setara dengan luas bidang segi empat MNH’J’). Jadi, adanya diversi perdagangan itu mengakibatkan kerugian kesejahteraan netto bagi negara 2 sebesar 11,25 dolar.

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 18

Gambar 2.3. Dampak Diversi Perdagangan Akibat Pembentukan FTA

Sumber: Salvatore (1997)

2.1.4. Gravity Model

Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besar barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah adalah gravity model. Pendekatan model gravity digunakan untuk menganalisis perdagangan bilateral suatu negara dengan negara lain. Model gravitasi pertama kali dikembangkan oleh Tinbergen (1962) yang didasarkan atas penelitian Isard (1954) dalam Chalagan dan Uprasen (2012) untuk menjelaskan aliran perdagangan bilateral oleh mitra dagang pada Gross National Product (GNP) dan jarak geografis antar negara. Model ini disebut model gravity karena menggunakan perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing. Salah satu keunggulan empiris yang dicapai oleh model ini dalam ekonomi internasional, model ini bekerja dengan baik ketika perdagangan bilateral diregresikan pada GDP. Anderson (1979) yang membangun suatu teori untuk gravity equation berdasarkan product differentiation dan fungsi produksi CES dan dilanjutkan oleh Bergstrand (1985, 1989). Sedangkan kontribusi Deardorf (1998) adalah

1 - 2 - 3 - 4 - 5 - I 10 I 20 I 30 I 40 I 50 I 60 I 70 I 80 C’ G J M N H E X S1 S1 + T SX Dx Px ($) 1,5 - H’ B’ S3 I 15 G’ J’

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 19 ide bahwa gravity equation dapat diturunkan tidak hanya berdasarkan HO model tetapi juga berdasarkan pendekatan differentiation product. Selanjutnya model gravity dari Anderson dan Van Wincoop (2003) adalah sebagai berikut:

... ………(2.1)

diturunkan secara teoritik dalam bentuk log-linear gravity model sebagai berikut:

ln xij ln yi ln yj (1)lnij (1)lni (1)lnj ....

(2.2)

Dimana xij = aliran perdagangan bilateral antara Negara i dan j

y , i yj = GDP Negara i dan j

= elastisitas konstan dari subtitusi antara semua

komoditi

i

, j = composite price indices negara i dan j ij

= iceberg trade costs

Persamaan (2.2) menunjukkan bahwa volume aliran perdagangan antar 2 mitra dagang ditentukan oleh ukuran perekonomian (yang direpresentasikan oleh GDP), perbedaan tingkat harga, iceberg trade cost, dan nilai elastisitas konstan dari subtitusi antara semua komoditi. Beberapa penelitian yang menggunakan Gravity Equation antara lain penelitian Chow dan Zietlow (1995) telah menggunakan Gravity Equation untuk memecahkan masalah kesamaan budaya dan stabilitas politik. Kajian Lovasy (1941), Linders Hypothesis (Linder, 1961) adalah salah satu dari penjelasan yang sangat penting mengenai pola perdagangan dunia dengan produk yang berbeda. Berdasarkan hipotesis ini, volume perdagangan adalah fungsi dari: a country’s wealth, yang diukur dengan GDP per kapita. Kemudian besarnya perbedaan pendapatan per kapita. Hipotesis ini telah diuji oleh Peridy (2005), Marques dan Metcalf (2005) dan Philippidis dan Sanjuan (2006, 2007).

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 20 Secara umum perdagangan dalam penelitian ini dibentuk oleh variabel yang mengukur size suatu negara seperti GDP, GDP per kapita riil dan populasi. Areethamsirikul (2006) meneliti perdagangan intra-ASEAN menggunakan model gravity dengan memasukkan variabel ekonomi yang mencakup GDP dan GDP per kapita. GDP per kapita negara pengekspor maupun pengimpor umumnya memiliki pengaruh positif terhadap permintaan impor suatu negara. Analisis model gravity juga digunakan oleh O’Chalagan dan Uprasen (2012) untuk menjelaskan aliran perdagangan bilateral oleh mitra dagang pada Gross National Product (GNP) dan jarak geografis antar negara. GDP per kapita negara pengekspor maupun pengimpor umumnya berpengaruh positif pada permintaan impor suatu negara. Menurut Fitzsimons et al. (1999), peningkatan GDP per kapita negara pengekspor akan menyebabkan peningkatan kemampuan produksi negara tersebut, sedangkan peningkatan GDP per kapita negara pengimpor akan meningkatkan konsumsi negara tesebut sehingga permintaan untuk impor pun mengalami peningkatan.

Selain GDP dan GDP per kapita, jarak merupakan faktor geografis yang menjadi variabel utama dalam gravity model untuk aliran perdagangan. Jarak memberikan pengaruh dalam masalah biaya transportasi dalam perdagangan. Beberapa spesifikasi gravity model dari produk EGs list menggunakan jarak geografi, dan spesifikasi model lainnya menggunakan jarak ekonomi. Menurut Siahaan (2008), variabel jarak maupun jarak ekonomi dapat berpengaruh negatif dan positif. Apabila jarak berpengaruh negatif maka faktor jarak geografis menjadi faktor yang lebih dominan dibandingkan dengan GDP dalam memengaruhi perdagangan. Hal ini disebabkan jarak dapat meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Namun, jarak ekonomi dapat berpengaruh positif karena faktor GDP menjadi faktor yang lebih dominan dibandingkan dengan jarak geografis. Di samping itu, dalam penelitian Manik (2012), jarak ekonomi secara signifikan berpengaruh positif terhadap impor disebabkan adanya komisi perdagangan dari suatu transaksi. Adanya komisi transaksi

Dokumen terkait