• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini merupakan bab akhir dari penulisan yang merupakan intisari dari Skripsi ini yang berisi Kesimpulan dan Saran .

6 BAB II

SISTEM SALURAN TRANSMISI

2.1. Umum

Tenaga listrik dapat dibangkitkan dengan mudah dan ekonomis hanya pada tempat-tempat dimana sumber dari pembangkit tenaga seperti batubara dan air tersedia. Ini jelas bahwa sumber dari tenaga listrik tersebut tersedia tidak tersedia pada seluruh tempat, karena itu lokasi pembangkitan dibangun pada tempatyang benar-benar tersedia kebutuhan-kebutuhan untuk pembangkitan itu sendiri. Dan melalui saluran transmisi inilah penyaluran tenaga listrik ini sampai pada konsumen. Adapun komponen utama dari saluran transmisi itu sendiri adalah :

a. Menara transmisi atau tiang transmisi beserrta pondasinya, b. Isolator,

c. Kawat penghantar (conductor), d. Kawat tanah (ground wire).

Pusat-pusat tenaga listrik, terutama yang menggunakan air (PLTA) umumnya terletak jauh dari tempat-tempat dimana tenaga listrik digunakan atau pusat-pusat beban (Load Centers).

Dengan demikian tenaga listrik yang dibangkitkan harus disalurkan menggunakan kawat-kawat atau saluran trasnsmisi.

Dalam transmisi energi listrik, tegangan yang digunakan adalah tegaangan tinggi agar diperoleh aliran arus yang rendah dan berarti mengurangi rugi daya (Head Loass) I² R yang menyertainya. Mengingat tegangan generator yang

7 dihasilkan pada umumnya rendah, antara 6 – 20 KV, maka tengangan ini biasanya dinaikkan ketingkat yang lebih tinggi antara 30 -500 KV dengan menggunakaan transformator penaik tegangan (Step-Up Transformator). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan keandalan sistem tenaga pembangkit yang saling berjauhan dan saling berinterkoneksi. Dan ketika saluran transmisi mencapai pusat beban, tegangan tersebut akan diturunkan kembali menjadi tegangan menengah dengan menggunakan transformator penurun tegangan (Step-Down Transformator).

2.2. Diagram Satu Garis Sistem Daya

Diagram satu garis sistem daya ditunjukkan pada Gambar 2.1. Diagram satui garis ini terdiri dari sistem transmisi yang dibagi atas:

1. Transmisi sisi primer

Pengiriman daya secara besar-besaran dari pusat pembangkit primer gardu induk (Primery Substation), ataupun untuk kerjasama antar beberapa buah (unit) pusat pembangkit (Inter Connection System).

2. Transmisi sisi sekunder

Pengiriman daya listrik dari gardu induk sisi sekunder (Secondary Substation) ke pusat-pusat beban.

Step Up Transformator

Transmissi on line

Step Down Transformator

Sisi Primer Sisi Skunder

Gambar 2.1. Diagram satu garis sistem daya

8 2.3. Saluran Transmisi

Transmisi terdiri dari seperangkat konduktor yang membawa energi listrik dan mentransmisikan dari pusat pembangkit ke gardu induk primer. Konduktor dari saluran transmisi tersebut digantungkan pada isolator yang dikaitkan dengan menara. Gambar 2.2 dan 2.3 menunjukkan sketsa dari saluran transmisi. Gambar 2.2 memperlihatkan bagian dari menara yang membawa tida bagian dari konduktor (3) tiga phasa R, S dan T, ini disebut rangkaian tunggal. Gambar 2.3 menunjukkan menara yang membawa 6 (enam) konduktor. Keenam konduktor ini tersusun diatas dua rangkaiaan yang terpisah, masing-masing kawat debgab phasa R, S dan T. Tipe yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 disebut dengan saluran transmisi rangkaian ganda.

R

S T

Gambar 2.3 Saluran transmisi rangkaian tunggal

9 R1

S1

T1

R2

S2

T2

Gambar 2.3 Saluran Transmisi rangkaian Ganda

2.4. Klasifikasi Saluran Transmisi

Saluran transmisi dapat diklarifikasikan (dibagi) menjadi beberapa bagian, yaitu :

2.4.1. Berdasarkan Jenis Arus

Menurut jenis arus dikenal sistem arus bolak-balik (AC) dan sistem arus searah (DC). Sistem arus bolak-balik merupakan sistem yang banyak digunakan saat ini mengingat beberapa kelebihan-kelebihannya seperti :

o mudah pembangkitannya o mudah pengaturan tegangannya o dapat menghasilkan medan putar

o dengan sistem tiga phasa, daya yang disalurkan melalui jaringan lebih besar.

10 Bukan berarti saluran DC tidak mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan saluran AC, seperti : isolasinya yang lebih sederhana, daya guna (efisiensi) yang lebih tinggi (karena power faktornya 1) serta tidak ada masalah stabilitas sehingga dimunggkinkan untuk penyaluran jarak jauh. Akan tetapiu masalah ekonomisnya masih harus diperhitungkan. Penyaluran energi listrik dengan sistem DC harus dapat dianggap ekonomis bila jarak saluran udara lebih jauh, antara 400 – 600 km, atau untuk saluran bawah tanah lebih panjang dari 50 km. Ini disebabkan karena biaya peralatan pengubah AC ke DC dan sebaliknya yang cukup tinggi.

2.4.2. Berdasarkan Tegangan Transmisi

Di Indonesia standar tegangan transmisi adalah :70 KV, 150 KV, 275 KV dan 500 KV, Penentuan tegangan transmisi ini dengan memperhitungkan daya yang disalurkan, jumlah rangkaian, jarak penyaluran, keandalan, biaya peralatan serta tegangan-tegangan yang sekarang dan yang direncanakan. Kecuali itu, penentuan tegangan harus dilihat dari standarisasi peralatan yang ada.

2.4.3. Berdasarkan Fungsinya Dalam Operasi

Berdasarkan fungsinya dalam operasi , saluran transmisi sering diber nama antara lain :

1. Transmisi yang menyalurkan daya besar dari pusat-pusat pembangkit ke daerah beban, antaraa dua atau lebih sistem.

2. Sub transmisi, biasanya merupakan transmisi pencabangan dari saluran yang lebih tinggi ke saluran yang lebih rendah.

11 3. Distribusi di Indonesia telah ditetapkan bahwa tegangan distribusi adalah

20 KV.

12 BAB III

PENGHANTAR SALURAN TRANSMISI

3.1. Kawat Penghantar 3.1.1 Pengertian

Kawat penghantar adalah kawat untuk menghantarkan arus listrik dan mempunyai sifat-sifat daya hantar listrik yang baik dan tahan panas serta mempunyai daya mekanis yang baik. Penghantar untuk saluran transmisi adalah kawat tanpa isolasi (bare) yaang terbuat dari bahan tembaga, perunggu, alumunium, logam biasa dan logam campuran yang berbentuk padat, berlilit dan berongga.

Pada sistem tegangan listrik , kawat penghantar yang bertegangan dapat dijumpai pada saluran transmisi, gardu induk dan panel daya.

3.1.2 Bahan

Bahan kawat penghantar yang digunakan untuk saluran energi listrik perlu memiliki sifat-sifat berikut :

a. Konduktivitas tinggi

b. Kekuatan tarik mekanikal yang tinggi c. Mempunyai titik berat

d. Biaya murah (rendah), dan e. Tidak mudah patah

Untuk keperluan ini yang paling banyak digunakan adalah tembaga aluminium dan berbagai kombinasi dari kedua bahan tersebut. Untuk saluran udara biasanya

13 digunakan kawat yang tidak solid, melainkan terdiri atas jalinan beberapa kawat.

Kawat penghantar jalinan (stranded wires) biasanya terdiri atas sebuah kawat berpusat dengan sekelilingnya lapisan-lapisan 6,12,18 atau 24 kawat, untuk n lapisan, jumlah kawat adalah sebanyak [3n(n+1)+1]. Bilamana tiap kawat adalah d, maka diameter kawat jalinan seluruhnya adalah (2n+1)d.

3.1.3 Jenis Kawat Penghantar

Jenis kawat penghantar yang biasa digunakan pada saluran transmisi adalah kawat tembaga dengan konduktivitas 100 % (CU 100%), kawat tembaga yang konduktivitasnya 97,5% atau kawat aluminium dengan konduktivitas 61%

(Al 61%). Kawat penghantar aluminium terdiri dari berbagai jenis dengan lambang sebagai berikut :

a. AAC = “All Aluminium Conductor”,

Yaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari aluminium.

b. AAAC = “ All Aluminium Alloy Conductor”,

Yaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari campuran aluminium.

c. ACSR = “ Aluminium Conductor Steel Reinforced”,

Yaitu kawat penghantar aluminium berinti kawat baja.

d. ACAR = “ Aluminium Conductor Alloy Reinforced “,

Yaitu kawat penghantar aluminium yang diperkuat dengan logam campuran.

14 Kawat tembaga mempunyaai beberapa kelebihan dibandingkan dengan kawat aluminium karena konduktivitas dan kuat tariknya lebih tinggi. Tetapi kelemahannya ialah, untuk besar tahanan yang sama, kawat tembaga lebih berat dari kawat aluminium dan juga lebih mahal. Oleh karena itu kaawat aluminium telah menggantikan kedudukan kawat tembaga. Untuk memperbesar kuat tarik dari kawat aluminium digunakan campuran aluminium (Aluminium Alloy). Untuk saluran transmisi teganggan tinggi, dimana jarak antara 2 (dua) tiang / menara jauh (ratusan meter), dibutuhkan kuat tarik yang lebih tinggi, untuk itu digunakan kawat ACSR.

3.1.4 Tegangan Tarik Pada Penghantar

Penghantar yang digunakan harus cukup aman dalam menyalurkan tenaga listrik. Untuk itu daya kerja maksimum pada kawat karus ditambah kan dengan faktor keamanan 2,2 untuk kawat tembaga tarikan keras (hard drawn) dan 2,5 untuk kawat ACSR serta kawat-kawat lainnya. Bila tarikan sehari-hari pada kawat besar, maka penghantar mudah menjadi letih karena getaran. Hal ini perlu diperhatikan dalam mempertimbangkan besarnya kekuatan kerja maksimum.

Apabila tegangan kerja maksimum telah ditetapkan, maka andongan dan tegangan tarik kawat dalam berbagai kondisi dapat dihitung. Untuk kawat yang membentuk lengkungan parabolis andongan dan tariknya adalah :

Untuk mencari tegangan tarik kawat dipergunakan rumus 2) :

f2² { f1 ² + ( K – tE ) } = M (3.1) Dimana

f 1 = Tegangan kerja kawat penghantar [ kg/mm² ]

15

Untuk mencari andongan (D) dipergunakan rumus 2) :

D = 2 q2 = 1,37 untuk ketegangan maksimum

q2 = 1 untuk menghitung andongan S = Rentangan [m]

Untuk mencari koefisien tegangan tarik kawat (K) dipergunakan rumus 2) :

K = f1 2

Sehingga berdasarkan rumus-rumus diatas didapat rumus untuk mencari tegangan tarik kawat (M) yaitu :

Untuk mencari berat konduktor perluas penampang (δ )

16 δ =

A

W (3.5)

Dimana :

W = Berat Penghantar persatuan panjang [kg/m]

A = Luas Penampang penghantar [mm2]

Untuk mencari tegangan kerja kawat penghantar ( f ) dipergunakan rumus : 1

f1 =

A

T (3.6)

3.2 Jarak Antar Penghantar

Dalam perencanaan saluran transmisi, jarak antar penghantar harus diperhitungkan dengan kemungkinan penghantar saling mendekat terutama di tengah rentangan di mana andongan maksimum. Lompatan api tidak boleh terjadi bila penghantar saling mendekat. Untuk itu harus ditentukan jarak minimal antar kawat sehingga terhindar dari kemungkinan adanya loncatan api.

Karena andongan kawat tergantung dari beberapa factor misalnya ukuran dan jenis penghantar, rentangan, cuaca dan lain sebagainya, maka sulit diadakan standar untuk jarak tersebut. Karena itu factor pengalaman sangat penting artinya dalam menentukan jarak antar penghantar. Di bawah ini diterangkan beberapa jarak antar penghantar.

3.2.1 Jarak Horizontal a. Rentangan Standar

2.5. Rangkaian Tunggal (Konfigurasi Horizontal) 1)

17

2.6. Rangkaian Ganda (Konfigurasi Vertikal)

Ch = 1,5 +

3.2.2. Jarak Vertikal

a. Rentangan Standar

Cv = 1,0 +

18 k3 = konstanta [40~50]

b. Rentangan Besar

Cv = 2,0 + 1 4

, 1 k

v (3.11)

Dimana Cv = jarak horizontal [m]

v = rentangan nominal [m]

k4 = konstanta [50~60]

3.3 Menara Transmisi

Menara atau tiang transmisi merupakan suatu bangunan penopang saluran transmisi berupa menara baja, tiang baja, tiang beton dan tiang kayu.

Menurut karakteristiknya menara transmisi terbagi atas : a. Menara kayu (rigid)

b. Menara Lentur (flexible)

c. Menara setengah lentur (semi flexible)

Pemilihan menara untuk transmisi dilakukan secara ekonomis dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :

a. Lokasi Saluran b. Pentingnya Saluran c. Umur Saluran d. Pengadaan material e. Keadaan Cuaca f. Biaya Pendidikan g. Sistem tegangan

19 Untuk menghitung tinggi menara saluran transmisi, maka harus diperhitungkan jarak bebas terhadap permukaan bumi, jarak antar penghantar dan jarak penghantar dengan kawat tanah.

Secara matematis dapat dituliskan 2) : 2j jt Dmax

jb

Tm = + + + (3.12)

Dimana : Tm = tinggi minimum [m]

jb = jarak bebas terhadap permukaan bumi [m]

j = jarak antar penghantar [m]

jt = jarak antar penghantar dengan kawat tanah [m]

Dmax = andongan maksimum [m]

Untuk saluran transmisi 150 kV dipakai menara baja karena menara baja dapat menahan beban mekanis yang besar yang disebabkan oleh pemakaian kawat besar, tekanan angin yang besar serta rentangan yang jauh.

Usianya dapat mencapai 45 tahun dengan pemeliharaan yang tidak terlalu ketat serta biaya perawatan yang rendah.

3.4 Tekanan Angin

Dalam perencanaan transmisi cenderung dipakai tegangan yang lebih dengan pemakaian penghantar yang memiliki diameter lebih kecil sehingga tekanan angin pada kawat penghantar dapat dikurangi, karena tekanan angin ini dapat mempengaruhi tegangan dan andongan kawat. Besarnya tekanan angin tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan berikut 2) :

α 025 2

,

0 v

P= (4.1)

20 Dimana : P = tekanan angin [ kg/m2 ]

v = kecepatan angin [ m/det ] = faktor keefektifan angin [ < 1 ]

Tekanan angin standar ini digunakan untuk perencanaan jenis konstruksi penampang dan jenis kawat direntang.

Untuk perencanaan nilai faktor keefektifan angin ( ) diambil 0,6 untuk kecepatan angin sekitar 30 m/det. Dalam penerapan di Indonesia perlu diadakan koreksi terhadap nilaiu yang diperoleh bila digunakan nilai faktor keefektifan angin = 0.6 karena kecepatan angin = 0.6 karena kecepatan angin rata-rata di Indonesia adalah 20 m/det.

3.5 Jarak antara Tiang ( Span)

Penentuan jarak antara tiang (span) sangat penting dalam perencanaan saluran transmisi secara keseluruhan. Oleh sebab itu hal ini harus ditetapkan ditinjau dari segi teganga, konstruksi penghantar, tinggi menara transmisi, keadaan udara serta keadaan tanah.

3.6 Andongan Kawat Penghantar

Kawat penghantar yang direntangkan antara dua menara transmisi tidak akan mengikuti garis lurus, akan tetapi karena beratnya sendiri akan melengkung kebawah. Itulah yang dikatakan dengan andongan. Besar lengkungan ini tergantung dari berat dan panjang dari kawat penghantar itu sendiri. Secara matematis, lengkungan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan-persamaan tertentu sesuai dengan keadaan dan kondisi menara.

21 3.6.1 Kedua Menara Sama Tinggi

Dengan menganggap bahwa penghantar adalah satu jenis ( homogen ) , maka kurva yang terbentuk merupakan logam lengkungan sempurna.sehingga pada setiap titik yang terletak pada kurva berlaku persamaan-persamaan berikut : Pada Gambar 4.1 1) :

c y=

c

cosh x (4.2)

c l=

c

coshx (4.3)

d = y-c = c ( c

coshx- 1 ) (4.4)

Dimana :

l = panjang garis lengkung dan titik terendah, sampai suatu titik dengan korodinat( ( x, y)

d = andongan pada titik dengan koordinat (x,y)

Dimensi c memberi nilai yang nyata pada kurva terhadap gaya tarik pada penghantar, maka :

W

c= T [m] (4.5)

Dimana :

T = gaya tarik horizontal pada penghantar [kg]

W = berat penghantar per satuan panjang [ kg/m]

c = dimensi [m]

Pada umumnya lengkungan penghantar dapat dinyatakan sebagai suatu lengkung parabola dan persamaan-persamaan berikut dapat diterapkan.

22 T

D WS 8

= 2 [m] (4.6)

2 2

3 1 8

( S

S D

L= + [m] (4.7)

WD T T

T1= 2 = + [kg] (4.8)

Dimana :

S = rentangan menara [m]

L = panjang penghantar sebenarnya [m]

T1 = T2 gaya tarik menarik pada penghantar [kg]

Gambar 3.1 Kedua menara sama tinggi

3.6.2 Kedua Menara Tidak Sama Tinggi

Bila kedua menara tidak sama tingginya, maka andongan yang dihitung adalah jarak antara garis yang ditarik diantara kedua ujung menara. Karena cukup

23 besar maka pergeseran titik terendah 0 ke titik singgung N pada gambar 4.2 dapat diabaikan dan andongan D dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 4.6

Hubungan antara titik terendah 0 dengan titik-titik ujung menara dinyatakan dengan persamaan berikut :

Gambar 3.2 Kedua menara tidak sama tinggi

2

1 = 1−4

D D H

D [m] (4.9)

= D

H X S

1 4

1 2 [m] (4.10)

24 Gaya tarik penghantar pada puncak menara :

T1 = T + WD [kg] (4.11)

T2 = T + W ( D + H ) [kg] (4.12)

Gaya tarik horizontal pada kedua puncak menara adalah sama. Tetapi gaya tarik vertikan pada puncak menara 1 lebih besar daripada muncak menara 2 karena menara 1 lebih tinggi ( dilihat dari titik 0 tiang terhadap garis x).

Maka :

T1 = T2 + W H [ kg] (4.13)

3.7 Rentangan Vertikal

Rentangan vertikal adalah jarak antara 2 titik terendah lengkungan penghantar yang berurutan. Pada menara dengan ketinggian yang sama seperti gambar 4.3

Titik terendah kedua lengkungan penghantar O12 dan O23 tepat berada pada titik tengah rentangan sehingga 1)

(

12 23

)

2

1 S S

Vs = + (4.14)

Dimana Vs = rentangan vertikal [m]

S12 = rentangan menara 1 dan 2 [m]

S23 = rentangan menara 2 dan 3 [m]

Pada menara dengan ketinggian yang tidak sama seperti pada gambar .4.4 titik terendah O bergeser sejauh S dari titik tengah rentangan M.

25 Gambar 3.3 Rentangan Vertikal

Pergeseran tersebut dapat dinyatakan dengan

WS S = HT

∆ [m] (4.15)

Dimana S = pergeseran titik terendah [kg]

T = gaya tarik horizontal [kg]

H = selisih ketinggian menara [m]

W = berat penghantar persatuan panjang [ kg/m]

S = rentangan menara [rn]

Selanjutnya S pada rentangan menara yang lain dipakai dalam suatu persamaan untuk menghitung rentangan vertikal. Pada gambar 4.5 ditarik garis horizontal melalui puncak menara 2. Garis ini dipakai sebagai garis referensi.

26

?

Gambar 3.4 Pergeseran titik terendah pada rentangan

?

?

Gambar 3.5 Rentangan vertikal berdasarkan pergeseran titik terendah

27 Apabila diketahui :

S12 = rentangan menara 1 dan 2 [m]

S23 = rentangan menara 2 dan 3 [m]

S12 = pergeseran titik terendah lengkungan menara 1 dan 2 [m]

S23 = pergeseran titik terendah lengkungan menara 2 dan 3 [m]

H12 = selisih ketinggian menara 1 dan 2 [m]

H23 = selisih ketinggian menara 2 dan 3 [m]

Maka rentangan vertikal Vs :

Vs = 1/2 S12 - S12 + 1/2S23 + S23 [m] (4.17)

3.8 Template Untuk Penempatan Menara

Pemakaian template untuk penempatan menara terutama untuk mendapatkan jarak bebas yang baik antara penghantar dengan permukaan bumi. Pada daerah-daerah dengan permukaan bumi yang tidak rata, misalnya daerah-daerah pegunungan, bisa terjadi bahwa jarak antara lengkungan penghantar terlalu dekat dengan permukaan bumi yang menonjol. Pada gambar 4.6 jarak tersebut adalah h.

28 Gambar 3.6 . Jarak bebas penghantar terhadap permukaan bumi

Untuk mencegah hal yang demikian itu diperlukan suatu templete yang dapat memberikan gambaran mengenai jarak bebas tersebut. Dengan menggunakan template dapat diketahui menara perlu ditinggikan, digeser atau menambah satu menara lagi untuk mendapatkan jarak bebas yang baik.

3.8.1 Penggambaran Template

Untuk rentangan tertentu dengan ukuran dan jenis penghantar yang ditentukan, dihitung andongan maksimum yang terjadi dengan menggunakan persamaan 4.6 seperti yang terjadi dengan menggunakan persamaan 4.6 seperti telah dikemukakan diatas.

Andongan maksimum diperhitungkan dengan menggunakan faktor suhu ( suhu maksimum yang dapat terjadi pada lokasi saluran ).

29 Untuk perencanaan biasanya digunakan suhu maksimum 75o C, Suhu dapat mempengaruhi andongan kawat (sag). Oleh karena itu perlu ada jarak bebas (clearence) yang cukup agar kawat tidak menimbulkan gangguan baik dari segi mekanis maupun segi elektrik.

Lengkung jarak bebas dilukiskan pada template dengan mengambil jarak bebas vertikal terhadap permukaan bumi seperti pada Tabel 3.1.

Gambar 3.7. Template

30 Tabel 3.1 Jarak Bebas Vertikal 3)

Tegangan Jarak Bebas Vertikal

35 – 160 kV 6m (5m bila saluran melalui daerah pegunungan yang jarang didatangi manusia )

Diatas 160 kV 6m ditambah 1,2m untuk setiap 10 kV (5,5m bila saluran melalui daerah pegunungan yang jarang didatangi manusia)

3.9 Pemakaian Template

Tahap pertama ditetapkan jarak rentangan serta tinggi menara dan dilukiskan pada penampang peta lokasi. Template diletakkan pada penampang peta sedemikian rupa sehingga kedua puncak menara 2 dan 3 pada gambar 4.8 berada pada lengkungan template dengan ketentuan sumbu vertikal template harus tetap tegak lurus terhadap horizontal.

31 Gambar 3.8 Pemakaian Template

Dapat dilihat bahwa garis lengkung jarak bebas tidak memotong permukaan bumi untuk lengkung penghantar antara menara 2 dan menara 3.

Maka dalam hal ini garis lengkung template diantara puncak menara 2 dan 3 merupakan lengkungan penghantar yang akan terjadi dengan persyaratan jarak bebas yang telah terpenuhi.

Bila dalam penempatan template terjadi peristiwa seperti pada gambar 4.9 yaitu ada bagian permukaan bumi yang memotong lengkung jarak bebas, maka harus diadakan perubahan terhadap gambar perencanaan.

32 Gambar 3.9 Lengkungan penghantar yang tidak memenuhi persyaratan jarak

bebas

Perubahan tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :

1 Memakai menara yang lebih tinggi sehingga permukaan bumi tidak lagi memotong lengkung jarak bebas dan gambar perencanaan seperti pada Gambar 4.10.

2 Menambah menara lagi pada lokasi dimana permukaan bumi memotong lengkung jarak bebas. Pada gambar 4.11 lokasi tersebut adalah daerah 5.

Disini pelukisan lengkung penghantar untuk rentangan 2-5 dan 5-3 dilakukan tersendiri.

33 Gambar 3.10. Pemakaian menara yang lebih tinggi

Keputusan untuk memakai menara yang lebih tinggi atau menambah 1 menara lagi diambil dengan mempertimbangkan banyak faktor, misalnya

- Kemungkinan sambaran petir - Lokasi setempat

- Keadaan geologis - Faktor ekonomi

34 Gambar 3.11 Penambahan satu menara

35 BAB IV

MENGHITUNG ANDONGAN KAWAT PENGHANTAR PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV

4.1 Menghitung Andongan Kawat Penghantar ACSR Pada Saluran Transmisi 150 kV

Pada perhitungan ini yang dicari adalah menentukan andongan dan ketegangan kawat dengan memperhitungkan pengaruh tekanan angin dan pengaruh panas. Konduktor yang digunakan adalah ACSR dan luas penampangnya 240 mm2 sesuai dengan standar PLN.

Data-data yang diambil dari saluran transmisi 150 kV diambil dari PT. PLN (Persero) P3B Region Jakarta dan Banten, Cililitan Jakarta Timur :

Luas penampang nominal : 240 mm2

Tipe kawat penghantar : ACSR

Luas penampang terhitung : Aluminium (Aa) = 241,3 Diameter konduktor : Aluminium (da) = 22,4

Berat konduktor : 1,110 kg/m

Koefisien ekspansi linier : Aluminium (αa) = 23x10-6 Koefisien elastisitas konduktor : Aluminium (Ea) = 6300 Panjang span saluran transmisi 150 kV : S = 200 m

Faktor keamanan : 2,5 untuk ketegangan maksimum

Temperatur : Maksimum = 75oC

Minimum = 15oC Sehari-hari = 50oC

36 Tegangan tarik kerja maksimum : 10.210 kg

Kecepatan angin : 40,0 m/s

4.1.1 Perhitungan Andongan Untuk Menara Sama Tinggi

Untuk menara yang sama tinggi perhitungan dilakukan dengan panjang saluran (span) 300 m. Rumus-rumus pendekatan yang dipergunakan untuk menghitung kuat tarik maksimum sama dengan rumus yang ada pada persamaan (3.1) sampai dengan (3.6).

Diketahui : W = 1,11 kg/m

S = 200 m

A = 240 mm2

E = 6300 kg/mm2 t = 75oC

T = 10.210 kg

Maka untuk mencari andongan maksimum dari kawat penghantar dipergunakan rumus (3.2) :

D = 2

2 2

8 f S δq

[m]

Dari rumus diatas maka perlu ada besaran-besaran yang harus dicari terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai andongan maksimum (D). Dari data yang diketahui diatas maka dapat dicari nilai dari berat konduktor perluas penampang (δ ) dengan mempegunakan rumus (3.5):

δ = A W

37 dengan menggunakan rumus (3.6) :

f1 = tarik penghantar (K) dengan menggunakan rumus (3.3), nilai q1 = 1 ( ketegangan kerja maksimum) :

K = f1 2

Begitu juga untuk menentukan tegangan tarik penghantar (M) dengan memasukkan nilai q2 = 1,37 ( ketegangan maksimum) dan menggunakan rumus (3.4) :

38 menggunakan rumus (3.1) :

( )

Dengan demikian maka harga andongan maksimum dapat ditentukan dengan q2

=1 dan mempergunakan rumus (3.2) :

D = 2

39 Dari perhitungan-perhitungan diatas dapat dilihat bahwa untuk menara sama tinggi dengan panjang saluran (span) 200 meter yang menggunakan kawat penghantar ACSR 240 mm2 , maka andongan maksimumnya adalah 9,52 meter.

Temperatur yang dipakai adalah temperature maksimum sebagai faktor safety untuk antisipasi jika temperatur mencapai nilai maksimum, maka saluran menara transmisi dapat bekerja dengan normal dan tidak menimbulkan bahaya bagi saluran transmisi tersebut.

4.1.2 Perhitungan Andongan Untuk Menara Tidak Sama Tinggi

Untuk menara yang tidak sama tinggi perhitungan dilakukan dengan panjang saluran (span) 100 meter.

Diketahui W = 1,11 kg/m

S = 100 m

A = 240 mm2

E = 6300 kg/mm2 t = 75oC

T = 10.210 kg

Maka untuk mencari andongan maksimum dari kawat penghantar (D) dapat dipergunakan rumus (3.2) :

D = 2

2 2

8 f S δq

[m]

Dari data-data diatas dapat dicari berat konduktor perluas penampang (δ ) dengan menggunakan rumus (3.5) :

δ = A W

40 menggunakan rumus ( 3.6) :

f1 = dipergunakan rumus (3.3) :

K = f1 2 menggunakan rumus (3.4) :

M = 2

41 menggunakan rumus (3.1) :

( )

Dengan demikian maka harga andongan maksimum dapat ditentukan dengan q2 = 1 dan digunakan rumus (3.2):

Dengan menggunakan rumus yang sama seperti diatas maka diperoleh harga andongan maksimum untuk jarak panjang gawang 50 meter adalah 2,4 meter.

42 Dari perhitungan andongan maksimum untuk menara sama tinggi dan menara yang tidak sama tinggi dapat dilihat bahwa nilai andongan yang didapat pada menara sama tinggi lebih tinggi dari nilai andongan pada menara yang tidak sama tinggi. Hal ini untuk mencegah agar andongan tidak terlalu dekat dengan permukaan bumi.

4.2 Menghitung Andongan Kawat Penghantar AAC Pada Saluran Transmisi 150 kV

Pada perhitungan ini yang dicari adalah menentukan andongan dan ketegangan kawat dengan memperhitungkan pengaruh tekanan angin dan pengaruh panas. Konduktor yang digunakan adalah AAC dan luas penampangnya 240 mm2 sesuai dengan standar PLN.

Perhitungan ini untuk melihat besarnya andongan jika menggunakan kawat penghantar AAC pada saluran transmisi 150 kV.Data-data yang diambil dari saluran transmisi 150 kV diambil dari internet.

Luas penampang nominal : 240 mm2

Tipe kawat penghantar : AAC

Luas penampang terhitung 5) : Aluminium (Aa) = 242,54 Diameter konduktor 5) : Aluminium (da) = 20,25

Berat konduktor : 0.67 kg/m

Koefisien ekspansi linier : Aluminium (αa) = 23x10-6 Koefisien elastisitas konduktor : Aluminium (Ea) = 6300 Panjang span saluran transmisi 150 kV : S = 200 m

Faktor keamanan : 2,5 untuk ketegangan maksimum

43

Temperatur : Maksimum = 75oC

Minimum = 15oC Sehari-hari = 50oC Tegangan tarik kerja maksimum : 10.210 kg

Kecepatan angin : 40,0 m/s

4.2.1 Perhitungan Andongan Untuk Menara Sama Tinggi

Untuk menara yang sama tinggi perhitungan dilakukan dengan panjang saluran (span) 300 m. Rumus-rumus pendekatan yang dipergunakan untuk

Untuk menara yang sama tinggi perhitungan dilakukan dengan panjang saluran (span) 300 m. Rumus-rumus pendekatan yang dipergunakan untuk

Dokumen terkait