KAJIAN PUSTAKA
A. Minat Belajar 1. Pengertian Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu (Baharudin
, 2007:24). Jadi sebenarnya perbuatan itu dapat diberi nilai baik atau buruk
karena dilihat dari niat orang yang melakukannya. Maka perbuatan yang
disertai dengan niat baik, maka bernilai baik, meskipun mengakibatkan
keburukan. Dan perbuatan dengan niat buruk tetap bernilai buruk, meskipun
menghasilkan kebaikan (Asmaran,2002:36).
Minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena member
pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak mempunyai
minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat dalam mengikuti pelajaran dan
tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, guru perlu
membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi yang dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa terebut, banyak cara yang
dipergunakan. Antara lain, dengan membuat materi semenarik mungkin dan
tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang
membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan
belajar yang digunakan guru dalam proses pembelajaran harus dapat
menggairahkan anak agar lebih berminat untuk belajar (Baharudin,2007:24).
Dari definisi minat tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa yang dimaksud minat adalah suatu keinginan yang timbul dari dalam
diri seseorang yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Kaitannya dengan
penelitian ini, penulis ingin mengetahui sejauh mana minat anak dalam
mengikuti pelajaran akidah akhlak, yang kemudian dijadikan sebagai variabel
bebas untuk diteliti dengan menggunakan metode sosiodrama pada siswa
kelas IV MI Negeri Kalikurmo Kec. Bringin Kab. Semarang Tahun Ajaran
2009/2010.
2. Pengertian Belajar
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, secara etimologis belajar
memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu (Purwadarminta,
2007:17). Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi, sehingga mampu berinteraksi dengan
lingkungannya (Usman dkk, 1993:4).
Bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandian
atau ilmu. Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha
manusia untuk memenuhi kebutuhan tentang ilmu, yang belum dipunyai
sebelumnya. Sehingga dengan belajar manusia menjadi tahu, untuk
memahami, mengerti, dan membawa perubahan pengetahuan, sikap maupun
Belajar sebagai karakteristik yang membedakan manusia dengan
makhluk lain, belajar merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang
hayat manusia, bahkan tiada hari tanpa belajar. Dengan demikian belajar
tidak hanya dipahami sebagai aktivitas pelajar saja, tetapi juga bagi mereka
yang mengikuti kursus, pelatihan dan kgiatan pendidikan lainnya
(Wahyuni,2007:12).
Menurut Hamalik (2001,23-24) berdasarkan aliran psikologi
pendidikan, belajar adalah
a. Psikologi Klasik
Menurut teori ini manusia terdiri dari jiw a (mind) dan badan
(body) atau zat (matter). Bahwa hakikat belajar adalah melihat objek
dengan menggunakan substansi dan sensasi, yang merupakan proses dari
dalam.
b. Psikologi Daya
Menurut teori ini, jiw a manusia terdiri dari berbagai daya,
mengingat, berpikir, merasakan, dan kemauan. Tiap daya mempunyai
fungsinya sendiri-sendiri. Agar daya dapat berkembang dan terbentuk,
maka daya itu perlu dilatih agar berfungsi optimal.
c. Psikologi Mental State
Menurut teori ini, jiw a manusia terdiri dari kesan-kesan atau
tanggapan yang masuk melalui penginderaan. Kesan itu membentuk
pengetahuan melalui alat indra, yang disampaikan dalam bentuk
rangsangan dari luar.
d. Psikologi Behavioristik
Bahwa belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan
hubungan antara stimulus dan respons. Hubungan stimulus - respon ini
akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar.
Dari pengertian-pengertian belajar diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
melalui interaksi dengan lingkungan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah suatu
keinginan seseorang yang kuat untuk melakukan perubahan tingkah laku
guna memperoleh ilmu pengetahuan.
3. Jenis-jenis Belajar
Menurut Muhibin ( 1995:125-126), jenis-jenis belajar terdiri d a ri:
a. Belajar Abstrak
Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir
absrak, misalnya belajar matematika, kimia, kosmografi, dan materi
agama seperti tauhid.
b. Belajar Keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan
motorik, yakni berhubungan dengan urat saraf dan otot (neorumuscular).
misalnya belajar olah raga, musik, menari, melukis, dan materi agama
seperti ibadah salat dan haji.
c. Belajar Sosial
Belajar sosial adalah belajar memahami masalah-masalah dan
teknik untuk memecahkan masalah tersebut, seperti masalah keluarga,
persahabatan, kelompok, dan masalah yang bersifat kemasyarakatan.
d. Belajar Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah adalah belajar menggunakan metode-
metode ilmiah atau berpikir secara sistimatis, logis, teratur dan teliti,
seperti matematika, dan IPA.
e. Belajar Rasional
Belajar rasional adalah belajar menggunakan kemampuan berpikir
secara logis dan rasional (sesuwai akal sehat), seperti matematika, fisika,
dan akutansi.
f. Belajar Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-
kebiasaan baru, atau kebiasaan yang telah ada. Biasanya menggunakan
perintah, suri teladan dan pengalaman. Serta adanya hukuman dan
ganjaran. Tujuannya adalah untuk memperoleh sikap yang positif atau
4. Efisiensi Belajar
Menurut martinis (2003:102), efisiensi belajar adalah:
Efisiensi adalah sebuah konsep yang mencerminkan perbandingan terbalik
antara usaha dengan hasilnya. Ada dua macam efisiensi yang dapat dicapai
siswa yaitu:
a. Efisiensi Usaha Belajar
Suatu kegiatan belajar dapat dikatakan efisien kalau prestasi
belajar yang diinginkan dapat tercapai dengan hasil yang maksimal. Usaha
dalam hal ini adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendapat hasil
belajar yang memuaskan. Seperti tenaga, pikiran,waktu, dan peralatan
belajar.
b. Efisiensi Hasil Belajar
Sebuah kegiatan belajar dapat pula dikatakan efisiens, apabila
dengan usaha hasil belajar tertentu memberikan prestasi belajar yang
tinggi. Dengan usaha belajar yang minim dapat memperoleh prestasi
belajar yang tinggi atau memuaskan.
5. Penilaian keberhasilan Belajar
Menurut Usman (1993:9) berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya,
tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian sebagai
berikut.
a. Tes Formatif
Penilaian ini digunakan untuk mengukur setiap satuan bahasan
siswa terhadap satuan bahasan tersebut. Hasil tes ini digunakan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar, yakni bahan tertentu dan waktu
tertentu pula, atau sebagai fe e d back (umpan balik) dalam memperbaiki
proses belajar mengajar.
b. Tes Subsumatif
Penilaian ini meliputi sejumlah bahan pengajaran atau satuan
pembahasan yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah
selain untuk memperoleh gambaran daya serap, juga untuk menetapkan
tingkat prestasi belajar siswa. Hasilnya digunakan untuk menentukan nilai
rapot.
c. Tes Sumatif
Penilaian ini dilakukan untuk mengukur daya serap siswa terhadap
pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester. Hasil
dari tes ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat
(ranking) atau sebagai ukuran kualitas sekolah.
6. Tingkat Keberhasilan Belajar
Menurut Usman (1993 : 8) untuk mengetahui sampai di mana tingkat
keberhasilan siswa dan guru terhadap proses belajar yang telah dilakukan,
guru dapat menggunakan acuan sebagai berikut yaitu:
a. Istimewa/maksimal
Yaitu apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat
b. Baik sekali/optimal
Yaitu apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 85% - 94% yang
dikuasai oleh siswa.
c. Baik/ minimal
Yaitu apabila bahan pelajaraan yang diajarkan hanya 75% - 84%
yang dikuasai oleh siswa.
d. Kurang
Yaitu apabila bahan pelajaran yang diajarkan kepada siswa kurang
dari 75% yang dikuasai oleh siswa.
Keberhasilan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti faktor intern (faktor yang berasal dari dalam diri) dan faktor
ekstern (faktor yang berasal dari luar). Menurut Slameto faktor intern terdiri
dari faktor jasmaniah dan faktor psikologis, sedangkan faktor ekstern terdiri
dari faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 2003:
54). Faktor sekolah antara lain meliputi metode mengajar, alat atau media
pembelajaran, kurikulum dan lain-lain. Faktor keberhasilan pendidikan di
sekolah salah satunya menjadi tanggung jawab guru sebagai fasilitator. Hal
lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar ialah beberapa sifat peserta
didik dalam belajar yaitu cepat dalam belajar, lambat dalam belajar, anak
B. Mata Pelajaran Akidah Akhlak 1. Definisi Akidah
Akidah secara etimologi berasal dari bahasa Arab dari kata (■^c-) yang
berarti meyakini atau yang dipercayai oleh hati (Yunus, 1982:44). Dalam
Islam, akidah ialah iman atau kepercayaan. Sumbernya yang asasi ialah al-
Qur’an. Di dalam bidang akidah (keyakinan), petunjuk al-Qur’an merupakan
yang paling bermanfaat dan terbaik untuk mengembangkan, dan
menyempurnakan jiwa manusia (Dahlan, 1997:298).
Akidah memberikan kekuatan jiw a bagi manusia, sehingga tidak
merasa rendah derajatnya ketika berhadapan dengan manusia lain. Dengan
berpegang al-Quran, manusia menjadi sadar mereka sama - sama makhluk
yang diciptakan Allah. Hanya kepada Allah kita menyembah yang telah
menciptakan alam semesta dan seisinya.
2. Definisi Akhlak
Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab, yang merupakan bentuk jamak.
Kata tunggalnya adalah i3^- yang berarti perangai atau akhlak (Yunus,
1982:120). Secara terminologi, akhlak mempunyai pengertian yang berbeda-
beda. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut:
Menurut Mahmud (2004 : 26), akhlak (moral) adalah sebuah sistem
yang lengkap terdiri dari karakteristik - karakteristik akal atau tingkah laku
yang membuat orang menjadi istimewa. Sedikit berbeda menurut Yuhanar
manusia, sehingga akan muncul secara spontan bilamana diperlukan tanpa
memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu. Sementara
menurut Asmaran (2002 : 1), Akhlak adalah sifat manusia yang dibawa sejak
lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu bisa
berupa perbuatan baik yang disebut dengan istilah akhlak mulia atau
perbuatan buruk yang disebut dengan akhlak tercela, sesuai dengan
pembinaannya.
Di bidang akhlak, al-Quran menyeru manusia agar mengarahkan hati
dan jiwanya pada sifat - sifat jiw a yang terpuji. Sifat - sifat tersebut mulai
dari jujur, setia kawan, adil, murah hati, tolong menolong, ramah, sabar,
pemaaf, hemat, disiplin dan mencintai ilmu(Dahlan, 1997:298).
Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiw a manusia, yang berupa perbuatan akhlak
terpuji dan akhlak tercela, sesuai dengan pembinaannya. Mata pelajaran
akidah akhlak adalah sub mata pelajaran yang membahas tentang ajaran
agama Islam dari segi aqidah dan akhlak, yang memberikan bimbingan
kepada siswa agar memahami, menghayati, meyakini kebenaran ajaran Islam,
serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari - hari.
3. Ruang Lingkup Akhlak
Menurut Ilyas (2006:5) ruang lingkup akhlak dibagi menjadi lima
bagian yaitu:
a. Akhalq pribadi (al-akhlaq al-fardiyah), yang terdiri dari:
2) Yang dilarang
3) Yang dibolehkan
4) Akhlak dalam keadaan darurat.
b. Akhlak berkeluarga (al-akhlak al-usariyah), yang terdiri dari:
1) Kewajiban timbalik balik antara orang tua dan anak
2) Kewajiban suami istri
3) Kewaj iban terhadap karib dan kerabat.
c. Akhlak bermasyarakat {al-akhlak al-ijtima ’iyyah), yang terdiri dari:
1) Yang dilarang
2) Yang diperintahkan
3) Kaidah-kaidah adab.
d. Akhlak bernegara (aklhlaq al-daulah). yang terdiri dari:
1) Hubungan antara pemimpin dan rakyat
2) Hubungan dengan luar negeri.
e. Akhlaq beragama (al-akhlaq ad-diniyyah). yaitu kewajiban terhadap Allah
SWT.
Bahwa pada dasarnya ruang lingkup akhlak itu sangat luas mencakup seluruh
aspek kehidupan, baik secara vertikal dan horizontal sesama makluk-Nya.
4. Dasar - Dasar Pendidikan Akidah Akhlak
Hal yang paling mendasar adalah akhlak (perilaku) seorang muslim
yang harus sesuai dengan akidah yang diyakininya. Akidah mempunyai posisi
pokok atau dasar, sedang akhlak mempunyai posisi cabang. Dapat
pondasinya yang tertanam di dalam tanah, sedang akhlak adalah gedung -
gedung dan benda - benda yang didirikan di atasnya (Asmaran,2002:96).
Firman Allah SWT:
Artinya:” Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar - benar berbudi
pekerti yang agung”. {0) s al-Qalam;4)
(Al-Qur’an dan terjemah, 1984: 960)
Dalam perspektif Islam segala hal dan semua aspek kehidupan ini
harus disandarkan kepada al-Qur'an dan Sunnah. Begitu juga dasar
pelaksanaan pendidikan akidah akhlak juga harus sejalan dengan al-Qur'an
dan Sunnah. Di dalam al-Qur’an maupun Sunnah banyak disebutkan aturan -
aturan tentang hidup dan kehidupan manusia, kalau manusia mengikutinya
maka tidak akan tersesat, dalam arti akan memperoleh kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.
Diantara ayat al-Qur’an yang menyatakan hal ini adalah Q.S. Al-
Baqarah: 148:
Artinya:” Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam berbuat) kebaikan, dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (al-Qur’an dan terjemah, 1984: 38)
5. Tujuan Pendidikan Akidah Akhlak
Adapun tujuan pendidikan akidah akhlak adalah Menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan siswa yang diwujudkan dalam akhlaknya yang
terpuji, melalui pemberian pengetahuan, penghayatan, pengamalan, dan
pengalaman siswa tentang akidah dan akhlak Islam. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan dan meningkatkan kualitas keimanan siswa kepada Allah
SWT dan berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (Kurikulum KTSP, 2006:18).
C. Metode Sosiodrama 1. Tujuan Sosiodrama
Tujuan dari metode sosiodrama yaitu:
a. Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain.
b. Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
c. Dapat belajar bagimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok
secara spontan.
d. Merangsang kelas unuk berfikir dan memecahkan masalah.
2. Keuntungan metode Sosiodrama
Adapun keuntungan dari metode sosiodrama yaitu :
a. Melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih
keberaniaan.
b. Metode ini akan lebih menarik perhatiaan anak, sehingga suasana kelas
c. Anak - anak lebih menghayati suatu peristiwa, sehinngga mudah
mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatannya sendiri.
d. Penyaluran perasaan atau keinginan - keinginan yang terpendam karena
memperoleh kesempatan untuk belajar untuk mengekspresikan
(mencurahkan) penghayatan mereka mengenai suatu problem di depan
orang banyak.
e. Untuk mengajar anak supaya ia bisa menempatkan dirinya diantara
orang lain.
3. Kelemahan Metode sosiodrama
Adapun kelemahan- kelemahan metode sosiodrama yaitu:
a. Situasi sosial yang diciptakan dalam suatu lakon tertentu, memiliki
kekurangan kualitas emosional dengan situasi sosial sebenarnya.
b. Sukar untuk memilih anak-anak yang berwatak cemerlang untuk
memecahkan masalah.
c. Perbedaan adat istiadat, kebiasaan dalam masyarakat akan mempersulit
pengaplikasian metode ini.
d. Kadang-kadang anak tidak mau memerankan sesuatu adegan karena
malu.
e. Metode ini memerlukan waktu yang cukup panjang.
f. Anak-anak yang tidak mendapat giliran menjadi pasif.
4. L angkah - Langkah Pelaksanaan Sosiodrama
Adapun langkah-langkah pelaksanaan metode sosiodrama yaitu:
b. Menentukan pelaku atau pemeran
c. Permainan sosiodrama atau pelaku
d. Menghentikan peragaan setelah mencapai klimaks
e. Menganalisa dan membahas permainan peran
f. Mengadakan evaluasi.
5. Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Sosiodrama
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan metode
sosiodrama yaitu:
a. Masalah yang dijadikan tema cerita hendaknya dialami oleh sebagian
siswa.
b. Penentuan pemeran hendaknya secara sukarela dan motivasi dari diri
sendiri.
c. Jangan banyak menyutradarai atau mengatur, biarkan anak
mengembangkan kreatifitas mereka.
d. Diskusi diarahkan kepada penyelesaian akhir (tujuan).
e. Kesimpulan diskusi dapat dirumuskan oleh guru.
Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa Metode
Sosiodrama adalah salah satu bentuk metode belajar mengajar dengn jalan
mendramakan atau memerankan aksi.
6. Urgensi Metode Sosiodrama Terhadap Mata Pelajaran Akidah Akhlak Dalam mata pelajaran akidah akhlak, metode sosiodrama dimanfaatkan
untuk mempermudah anak untuk memahami sekaligus agar terbiasa dengan
dapat melatih siswa agar lebih mengetahui tentang kehidupan sosial masyarakat,
sehingga dapat belajar untuk melatih anak agar lebih menghargai perasaan orang
lain, bertanggung jawab, dan untuk berfikir untuk memecahkan masalah yang
sedang dihadapi. Metode sosiodrama adalah metode untuk bermain peran,
sehingga anak merasa mengalaminya secara langsung. Metode ini tidak perlu
adanya persiapan latihan terlebih dahulu, dilakukan secara spontan. Dalam
metode ini, anak bisa menyalurkan perasaannya atau pun keinginannya yang
tependam karena memperoleh kesempatan untuk belajar mengekspresikan atau
mencurahkan isi hati.
Dalam metode sosiodrama guru hanya sebagai moderator atau mungkin
hanya sebagai penonton saja, sehingga anak yang lebih aktif. Untuk
melaksanakan metode ini pertama kali yang harus dilakukan adalah menentukan
topik atau masalahnya, memilih tokoh pelakunya, memainkan sosiodrama di
depan kelas, menghentikan peragaan setelah mencapai klimaks. Bagi siswa yang
tidak mendapatkan peran harus lebih aktif untuk menaggapi dari permainan
temannya. Anak pun berlatih memecahkan masalah dan mencari solusi untuk
mengatasi masalah yang dihadapi. Adapun hal - hal yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan metode sosiodrama yaitu:
a. Masalah yang dijadikan tema cerita hendaknya dialami oleh sebagian besar
siswa.
b. Penentuan pemeran hendaknya secara sukarela, dan motivasi dari diri sendiri.
c. Guru jangan banyak menyutradarai, biarkan anak untuk berkretifitas sendiri.
e. Kesimpulan diskusi dapat dirumuskan oleh guru.
f. Sosiodrama bukanlah sandiwara atau drama biasa, melainkan suatu peranan
A. Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di MI Negeri Kalikurmo, yang berada di desa
Kalikurmo Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah.
Siswa yamg diteliti adalah siswa kelas IV semester 2.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini terbagi atas tiga siklus yaitu siklus I dilaksanakan pada hari
Rabu tanggal 19 Mei 2010. Sementara siklus ke II pada hari Rabu tanggal 26
Mei 2010 dan siklus ke III pada hari Rabu tanggal 02 Juni 2010.
3. Karakteristik siswa
Jumlah siswa kelas IV MI Kalikurmo Kec. Bringin, Kab. Semarang yang
dijadikan subjek penelitian adalah 22 siswa, terdiri dari 12 laki-laki dan 10
perempuan. Karakteristik siswa ini secara lebih terperinci dapat digambarkan
sebagai b erik u t:
1. Usia siswa rata-rata 9-10 tahun
2. Latar belakang keluarga atau orang tua adalah pendidikan dasar atau
madrasah, dan menengah.
3. Pekeijaan orang tua adalah petani dan wiraswasta.
4. Tingkat pendidikan siswa sedang.
Nomor Nama Jenis Kelamin Absen Induk L P 1 1494 Indra Wibowo L 2 1495 Edi Saputra L 3 1502 M. Shodiq L 4 1485 Kurdi L 5 1486 Nur Cahyo L 6 1488 M. Zumrofi L 7 1507 Ucik Sofiati P
8 1509 Ulya Latifatul Ummah P
9 1510 Novi Dewi Sari P
10 1511 M. Muhlis L
11 1513 Arif Wahyudi L
12 1515 Devi permata Sari P
13 1523 Ida Zulva P
14 1524 Dewi Ayu Syafitri P
15 1525 Sinta Widya Wati P
16 1528 Suryati P
17 1529 Puji Lestari P
18 1533 Rudiawan L
19 1534 Sugiono L
20 1537 M. Syamsul Arifin L
21 1539 Nur Nuzi Liani P
22 1596 Kholifatul Ardliyan L
4. Keadaan Siswa kelas IV sebelum diobservasi
Pada siswa kelas IV minat anak dalam mengikuti mata pelajaran Akidah
Sehingga anak menyepelekan pelajaran tersebut. Di kelas siswa terkadang
ramai sendiri, tidak mau mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan
oleh guru. Hal ini menyebabkan prestasi belajar Akidah Akhlak belum tuntas.
B. Deskripsi Pelaksanaan Persiklus
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus, masing-masing siklus dimulai
dari tahapan perencanaan, implementasi, observasi dan refleksi.
1. Deskripsi pelaksanaan Siklus I a. Perencanaan
1) Tahap identifikasi masalah dan perumusan masalah peneliti bekerja
sama dengan teman sejawat dan supervisor untuk mengungkap dan
memperjelas permasalahan yang peneliti hadapi untuk dijadikan jalan
pemecahan yang tepat.
2) Merancang pembelajaran dengan menggunakan metode sosiodrama
3) Menyusun lembar observasi sebagai panduan
4) Menyusun tes formatif
b. Pelaksanaan
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran adalah:
1) Kegiatan awal (Apersepsi)
a) Guru mengkondisikan siswa agar siap mengikuti pelajaran.
b) Guru memberi salam dan dimulai dengan berdoa bersama
c) Guru membahas pr, kemudian guru memberikan pertanyaan.
2) Kegiatan Inti
a) Guru menjelaskan materi tentang akhlak terpuji, kemudian
memberi pengarahan tentang drama kepada siswa
b) Guru menunjuk siswa yang akan memainkan sosiodrama,
kemudian siswa yang lain sebagai komentator.
c) Siswa memainkan sosiodrama berdasarkan skenario.
d) Guru menghentikan peragaan setelah mencapai klimaks.
e) Siswa yang lain memberi komentar sosiodrama yang diperankan
f) Guru dan siswa menyimpulkan hasil dari peran sosiodrama yang
diperagakan.
3) Kegiatan Akhir
a) Mengadakan evaluasi
b) Memberi motivasi pada siswa
c) Menganalisis hasil evaluasi kemudian memberi tugas rumah.
d) Menutup pelajaran
c. Pengamatan
Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan untuk
mengetahui pengaruh kegiatan pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus
I ini penulis langsung memberikan pengamatannya terhadap proses
perbaikan pembelajaran yang sedang berlangsung.
pertanyaan.
3) Untuk guru yaitu persiapan, membuka pelajaran, memotivasi siswa,
penguasaan materi, penyajian sesuai dengan uraian materi, metode,
bimbingan pada siswa, evaluasi, media, dan mengakhiri pelajaran.
d. Refleksi
Hasil pembelajaran dari siklus I ini belum menunjukkan hasil yang
memuaskan karena minat siswa untuk mengikuti pelajaran Akidah
Akhlak masih kurang, serta nilai rata-rata hasil tes formatif juga masih
banyak yang kurang, dan siswa juga belum begitu memahami materi
tentang akhlak terpuji, dan juga belum mampu bertanya dan menjawab
soal dari guru selama pembelajaran berlangsung. Maka pada siklus II
peneliti (guru) menugaskan kepada siswa untuk membaca cerita tentang
akhlak terpuji, agar terjadi perbaikan pembelajaran selanjutnya. Dengan
indikator siswa membiasakan berakhlak terpuji melalui penerapan metode
sosiodrama.
2. Deskripsi pelaksanaan Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi terhadap perbaikan pembelajaran pada
siklus I, maka peneliti menyusun rencana perbaikan pembelajaran yang terdiri
dari rencana, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi,
a. Perencanaan
2) Merancang pembelajaran dengan menggunakan metode sosiodrama
yang lebih optimal.
3) Menyusun lembar observasi sebagai panduan
4) Menyusun tes formatif
b. Pelaksanaan