• Tidak ada hasil yang ditemukan

13 BAB II BIOGRAFI

A. Latar Belakang Penulisan Kitab Nashailul „Ibad

Mushanif, yakni imam Nawawi, merasa penting sekali dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan nasehat-nasehat dalam menjalani kehidupan agar dapat menjadi manusia yang lebih baik dihadapan Tuhan dan manusia. Melihat konteks kehidupan yang sangat dibutuhkannya ilmu ini, maka beliau menulis kitab yang dirasa cukup memuat pembahasan tentang nasehat-nasehat para orang terdahulu, kitab tersebut merupakan syarah yang disusun guna mensyarahi sebuah kitab yang berisi nasehat-nasehat, karya Al-Allamah Al-Hafizh Syaikh Syihabuddin Ahmad bin „Ali bin Muhammad bin Ahmad Asy-Syafi‟iy yang terkenal dengan nama Ibnu Hajar Al-Asqalani Al-Mishri. dan beliau beri nama kitab tersebut dengan NashaihulIbad yang berisikan penjelasan terhadap kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Al-Munabbihaat „alal Isti‟daad Li Yaumil Ma‟ad (Peringatan dan nasehat untuk melakukan persiapan menghadapi hari Kiamat) (Kauma, 2005: 19).

B. Sistematika Penulisan Kitab Nashailul „Ibad

Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab Nashaihul „Ibad adalah tematik, yang penulisannya dari satu bab ke bab yang lain berdasarkan jumlah nasehat dan pokok masalah yang terkandung didalamnya. Mulai dari dua pokok masalah, tiga pokok masalah, dan seterusnya sampai sepuluh pokok masalah. Jumlah pembahasannya ada

14

214 yang didasarkan pada 45 Hadits dan sisanya merupakan atsar (perkataan sahabat dan tabi‟in). Adapun rincian bab yang terdapat dalam kitab ini yaitu:

1. Bab I, khutbatul kitab yang berisi kata pengantar dan sambutan dari penulis.

2. Bab II, dalam bab ini terdapat 30 nasehat yang masing masing terdiri dari 2 poin. Empat diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar. Adapun urutannya adalah:

a. Dua hal yang sangat utama

b. Dua perintah Nabi agar bergaul dengan ulama‟ c. Dua perumpamaan masuk kubur tanpa bekal d. Dua kemuliaan

e. Dua kesedihan f. Dua pencarian

g. Dua sikap orang mulia dan bijaksana h. Dua modal yang berbeda hasilnya i. Dua dasar kemaksiatan

j. Dua jenis tangisan

k. Larangan meremehkan dosa kecil l. Dua jenis dosa

m. Dua aktivitas utama

n. Dua bukti belum mengenal Allah dan dirinya sendiri o. Dua kerusakan

15

p. Dua nasehat tentang nafsu dan sabar q. Dua pengendalian akal

r. Dua keuntungan menjauhi keharaman s. Dua wahyu Allah kepada Nabinya t. Dua kesempurnaan akal

u. Dua perbedaan antara yang berilmu dan yang bodoh v. Dua ciri orang yang taat kepada Allah

w. Dua aktivitas inti

x. Dua sumber dosa dan fitnah y. Dua pengakuan kelemahan diri z. Dua perbuatan tercela

3. Bab III, dalam bab ini terdapat 55 nasehat yang masing masing terdiri dari 3 poin. Tujuh diantaranya berupa Hadits Nabi, sedang sisanya berupa atsar.

4. Bab IV, dalam bab ini terdapat 37 nasehat yang masing masing terdiri dari 4 poin. Delapan diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.

5. Bab V, dalam bab ini terdapat 27 nasehat yang masing masing terdiri dari 5 poin. Enam diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.

6. Bab VI, dalam bab ini terdapat 17 nasehat yang masing masing terdiri dari 6 poin. Dua diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.

16

7. Bab VII, dalam bab ini terdapat 10 nasehat yang masing masing terdiri dari 7 poin. Lima diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.

8. Bab VIII, dalam bab ini terdapat 5 nasehat yang masing masing terdiri dari 8 poin. Satu diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.

9. Bab IX, dalam bab ini terdapat 5 nasehat yang masing masing terdiri dari 9 poin. Satu diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.

10. Bab X, dalam bab ini terdapat 28 nasehat yang masing masing terdiri dari 10 poin. Sebelas diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.

C. Riwayat hidup Imam Nawawi

Beliau adalah seorang yang memiliki nama Abu Abdul Mu‟ti Muhammad bin „Umar bin „Arabi bin „Ali at-Tanari al-Bantani al-Jawi. Beliau dilahirkan di desa Tanar, Banten, Jawa Barat pada tahun 1230 H /1813 M dalam keluarga yang terkenal dengan dakwah islamiahnya. Kedua orang tua beliau memberi nama dengan Muhammad Nawawi. Nama pada bagian awal diambil dari nama pemimpinya para Nabi dan Rasul yang memiliki risalah yaitu Muhammad bin Abdullah SAW. Dan nama pada bagian dua diambil dari nama syaikhul Islam waliyullah Mukhyiddin Abi Zakaria Yahya bi Syarif an-Nawawi. Beliau wafat di Makkah pada tahun 1314 H diakhir bulan ayawal bertepatan dengan tahun

17

1897 M. Beliau dimakamkan di pemakaman Mi‟la dekat dengan makam sayyidah Asma‟ binti Abu Bakar as-Sidiq, dan dekat dengan ulama‟ ahli tahqiq yaitu Ibnu Hajar al-Haitami (Al-Qof, 183-184).

Ayah beliau bernama K. H „Umar bin „Arabi, seorang pejabat penghulu yang memimpin sebuah masjid. Dilacak dari segi silsilah, imam Nawawi merupakan keturunan ke-11 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu cucu dari Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyaratas (Tajul Arsy). Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad SAW. Melalui jalur imam Ja‟far ash-Shadiq, imam Muhammad al-Baqir, imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah az-Zahra (Ghofur, 2008:189). Beliau bersaudara tiga orang yaitu Nawawi, Tamim dan Ahmad (Syamsu, 1996:271).

D. Pendidikan

Imam Nawawi adalah pecinta ilmu agama yang mengamalkan ilmunya, yang mencintai sampai dilubuk hatinya (Al-Qof, 2008:183). Semenjak kecil beliau terkenal cerdas, otaknya dengan mudah menyerap pelajaran yang diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaan-pertanyaan kritisnya sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang ayah mengirimkannya keberbagai pesantren di Jawa. Beliau mula-mula mendapat bimbingan langsung dari ayahnya, kemudian berguru kepada

18

kiyai Sahal banten, setelah itu mengaji kepada kiyai Yusuf Purwakarta (http://id.Wikipedia.org).

Pada usia 15 tahun, Imam Nawawi bersama dua saudaranya berangkat ke Makkah untuk menunaikan haji. Namun selepas musim haji, ia enggan kembali ke Indonesia. Dahaga keilmuan yang mencekik telah meneguhkan keinginannya untuk tetap menetap di Makkah. Di tanah suci ini beliau mencerap pelbagai pengetahuan. Ilmu kalam (teologi), bahasa dan sastra arab, ilmu hadis, tafsir dan terutama ilmu fiqih adalah sederet pengetahuan yang dikajinya dari para ulama besar di sana (Ghofur, 2008:190). Beliau berguru kepada para ulama‟ terkenal di Makkah, seperti: syeikh Khatib al-Sambasi, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, „Abdul Hamid Dhagestani, Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, Syeikh Muhammad Khatib Hambali, dan Syeikh Junaid al-Betawi. Akan tetapi guru yang paling berpengaruh adalah Syeikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syeikh Juneid al-Betawi, dan Syeikh Ahmad Dimyati ulama‟ terkemuka di Makkah, lewat karakter ketiga syeikh inilah karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama‟ lain yang berpengaruh besar mengubah alam pikirannya, yaitu Syeikh Muhammad Khatib al-Sambasi dan Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, ulama‟ besar Madinah (http://id.Wikipedia.org).

Setelah beliau menggali ilmu di Madinah, kemudian beliau mengembara jauh dari tempat tinggalnya di Makkah, menuju ke daerah Kinanah, Mesir, yang menjadi kota sekaligus gudangnya ilmu, dan menuju universitas Al-Azhar yang menjadi kiblat ilmu dan ulama‟. Beliau di sana

19

berkeinginan berjumpa dengan pembesar para ulama‟. Dan akhir perjalanannya menuju ke kota Syam (Syiria) untuk mencari jati dirinya (Al-qof, 2008:183).

E. Nasionalisme

Tiga tahun lamanya Imam Nawawi bermukim di Makkah. Setelah merasa cukup, beliau kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmu dan hukum yang ia peroleh, terhadap putra-putri atau generasi tanah air dan para pecintanya. Beliau melakukannya dengan nasehat dan menguatkan para tokoh mereka dengan jalan dakwah, dan berperan aktif dalam membangun serta membina masyarakat Islam (Al-Qof, 2008:184). Ketika beliau pulang ke tanah air, dan menyebarkan ilmunya, beliau melihat praktik-praktik ketidak adilan, kesewenang-wenangan, dan penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Beliau melihat itu semua lantaran kebodohan yang masih menyelimuti umat. Tak ayal, semangat jihad pun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Tentu saja pemerintah belanda membatasi gerak geriknya. Beliau dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai pengikut pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan belanda (http://id.wikipedia.org).

Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, apa boleh buat, Imam Nawawi terpaksa kembali ke negeri Makkah, tepat ketika perlawanan Pangeran

20

Diponegoro padam pada tahun 1830 M. Ulama besar ini di masa mudanya juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan Rakyat Indonesia. Begitulah pengakuan Snouck Hourgronje. Begitu sampai di Makkah beliau segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak tahun 1830 hingga 1860 M. Ketika itu memang beliau berketepatan hati untuk mukim di tanah suci, satu dan lain hal untuk menghindari tekanan kaum penjajah Belanda. Nama beliau mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib „Ali, Makkah (http://id.wikipedia.org).

Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syeikh Nawawi Bantani al-Jawi sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf (http://id.wikipedia.org). Seorang orientalis kenamaan yang pernah berkunjung ke Makkah pada 1884-1885, Snouck Hourgronje, menuturkan bahwa Imam Nawawi setiap hari sejak pukul 07.30-12.00 menyampaikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah K.H. Asnawi dari Kudus, K.H. Tubagus Bakri, K.H. Arsyad Thawil dari Banten, K.H. Hasyim Asy‟ari dari Jombang, dan K.H. Kholil dari Madura. Merekalah yang kelak menjelma sebagai ulama besar dan berpengaruh di Indonesia (Ghofur, 2008:191).

21

Untuk kedua kalinya Imam Nawawi tinggal di Makkah. Kesempatan ini tidak disia-siakannya. Bahkan, lantaran ketajaman otaknya, ia tercatat sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil Haram. Sewaktu Syeikh Ahmad Khatib Sambas uzur sebagai Imam Masjidil Haram, Imam Nawawi ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan Syekh Nawawi al-Jawi (Ghofur, 2008:191).

Ketika berada di Mesir, para ulama‟ Mesir memuliakan kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan mereka memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama‟ Hijaz” yaitu tokoh ulama‟ hijaz (jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab Saudi, karena kesemangatannya yang tinggi di dalam meraih ilmu agama dan kedudukan yang mulia dalam berilmu. Beliau merupakan seorang syeikh yang terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud, rendah hati, lembut hatinya, dan pecinta para fakir miskin. Semoga Allah merahmati beliau dan memberi ampunan (Al-Qof, 2008:104). Itulah sebabnya ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya, Mesir negara yang pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia (http://id.wikipedia.org).

Kemudian Snouck Hourgronje mengelarinya sebagai “Doktor Ketuhanan”, karena memiliki ilmu yang dalam, rendah hati, tidak congkak, bersedia berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Di kalangan intelektual masa itu juga mengelarinya sebagai al-Imam wa al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Sementara

22

para ulama‟ Indonesia mengelarinya sebagai “Bapak Kitab Kuning Indonesia” (http://id.wikipedia.org).

G. Karya-karya

Kurang lebih 15 tahun sebelum wafat, Imam Nawawi sangat subur dalam membuahkan kitab. Waktu mengajarnya pun sengaja dikurangi untuk menambah kesempatan menulis. Maka tak heran jika Nawawi mampu melahirkan puluhan, bahkan menurut sebuah sumber ratusan karya tulis meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu teolog, sejarah, syari‟ah, tafsir dan lainnya. Paling tidak, Yusuf alias Sarkis mencatat 34 karya Imam Nawawi dalam Dictionary of Arabic Printed Books (Ghofur, 2008:192).

Sedangkan ulama mesir Syeikh „Umar „Abdul Jabbar dalam kitabnya “al-Durus min Madhi al-Ta‟lim wa Hadrilih bi al-Masjidil al-Haram” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang pendidikan di Masjidil Haram) menulis bahwa syeikh Nawawi sangat produktif dalam menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik (http://id.wikipedia.org).

Sebagian diantara karya-karya Imam Nawawi diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bidayah al-Hidayah

2. Sullam Munajah syarah Safînah al-Shalâh

23

4. Salalim al-Fudala syarah Mandhumah Hidayah al-Azkiya 5. As-Simar al-Yani‟ah fi Riyadh al-Badi‟ah

6. Al-„Aqd al-Tsamin syarah Fath al-Mubin

7. Bahjah al-Wasail syarah al-Risalah al-Jami‟ah bayn al-Usul wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf

8. Al-Tausyih/Quwt al-Habib al-Gharib syarah Fath al-Qarib al-Mujib 9. Nihayah al-Zayyin syarah Qurrah al-„Ain bi Muhimmah al-Din 10.Maraqi al-„Ubudiyyah syarah Matan Bidayah al-Hidayah

11.Nashaih al-„Ibad syarah al-Manbahatu „ala al-Isti‟dad li yaum al -Mi‟ad

12. Qami‟u al-Thugyan syarah Mandhumah Syu‟bu al-Iman 13.Kasyf al-Maruthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah

14.Fath al-Ghafir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musamma al-Kawakib al-Jaliyyah

15.Nur al-Dhalam „ala Mandhumah al-Musammah bi „Aqîdah al -„Awwam

16.Madarij al-Shu‟ud syarah Maulid al-Barzanji

17.Targhib al-Mustaqin syarah Mandhumah Maulid al-Barzanji 18.Fath al-Shamad al „Alam syarah Maulid Syarif al-„Anam 19.Fath al-Majid syarah al-Durr al-Farid

20.Tîjan al-Darary syarah Matan al-Baijury 21.Fath al-Mujib syarah Mukhtashar al-Khathib

24

23.Kasyifah al-Saja syarah Safinah al-Naja

24.Al-Futuhah al-Madaniyyah syarah al-Syu‟b al-Imaniyyah 25. „Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain

26.Qathr al-Ghais syarah Masail Abi al-Laits 27.Naqawah al-„Aqidah Mandhumah fi Tauhid

28.Al-Nahjah al-Jayyidah syarah Naqawah al-„Aqidah

29.Suluk al-Jadah syarah Lam‟ah al-Mafadah fi bayan al-Jumu‟ah wa almu‟adah

30.Hilyah al-Shibyan syarah Fath al-Rahman

31.Al-Fushush al-Yaqutiyyah „ala al-Raudlah al-Bahiyyah fi Abwab al-Tashrifiyyah

32.Mishbah al-Dhalam‟ala Minhaj al-Atamma fi Tabwib al-Hukm 33. Dzariyy‟ah al-Yaqin „ala Umm al-Barahin fi al-Tauhid

34.Al-Ibriz Daniy fi Maulid Sayyidina Muhammad Sayyid al-Adnany

35.Baghyah al-„Awwam fi Syarah Maulid Sayyid al-Anam 36.Al-Durrur al-Bahiyyah fi syarah al-Khashaish al-Nabawiyyah 37.Lubab al-bayyan fi „Ilmi Bayyan

38.Al-Tafsir al-Munir li al-Mu‟alim al-Tanzil al-Mufassir „an wujuh mahasin al-Ta΄wil musamma Murah Labid li Kasyafi Ma‟na Qur΄an Majid

25

Kitab yang disebut terakhir ini bahkan telah ditetapkan sebagai buku wajib di dunia pesantren. Popularitasnya hanya diungguli oleh Tafsir Jalalain karya Jalaludin as-Suyuthi dan Jalaludi al-Mahalli. Lantaran karyanya yang bergaung luas dengan bahasa yang mudah dicerna tanpa mengurangi kepadatan isi, nama Nawawi termasuk dalam barisan ulama besar abad ke-14 H/ 19 M. Karena keilmuannya ia dikaruniai gelar: al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhmah al-Mudaqqiq dan Sayyid Ulama al-Hijaz (Ghofur, 2008:192).

Karya-karya di atas itulah merupakan sebagian dari karya Imam Nawawi yang penulis sebutkan hanya sebagian saja, masih banyak karya-karya beliau yang belum bisa disebutkan di sini dikarenakan terbatasnya sumber yang penulis dapatkan. Dan memang dari sumber yang penulis dapatkan, banyak dari karya-karya beliau yang belum diterbitkan oleh penerbit-penerbit.

H. Nasab Imam Nawawi

Telah disebutkan di atas, bahwa nasab Imam Nawawi bersambung sampai pada baginda Nabi Muhammad SAW. Adapun urutan nasab beliau adalah sebagai berikut:

1. Sayyiduna Muhammad SAW

2. Sayyiduda „Ali bin Abi Tholib Karomawallahu wajh wa Sayyidatuna Hababah Fatimah Azzahro al-Batul Ra.

3. Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra.

26

5. Sayyiduna Imam Muhammad Baqir Ra. 6. Sayyiduna Imam Ja‟far Shodiq Ra. 7. Sayyiduna Imam „Ali „Uroidhi Ra. 8. Sayyiduna Imam Muhammad Naqib Ra. 9. Sayyiduna Imam Isa Syakir Arrumi Ra. 10.Sayyiduna Imam Ahmad al-Muhajir Ra. 11.Sayyiduna Imam Ubaidullah Ra.

12.Sayyiduna Imam Alawi Ra. 13.Sayyiduna Imam Muhammad Ra. 14.Sayyiduna Imam Alawi Ra.

15.Sayyiduna Imam „Ali Kholi Qosam Ra.

16.Sayyiduna Imam Muhannad Shohib Marbath Ra. 17.Sayyiduna Imam „Ali Hadroh Maut (yaman) Ra. 18.Sayyiduna Imam Abdul Malik Ra.

19.Sayyiduna Imam Abdullah Khon Ra.

20.Sayyiduna Imam Ahmad Syah Jalaliddin Ra. 21.Sayyiduna Imam Jmaluddin al-Akbar Ra. 22.Sayyiduna Imam „Ali Nurril „Alim Siyam Ra. 23.Sayyiduna Imam Abdullah Umdataddin Ra.

24.Sunan Gunung Jati Raden Syarif Hidayatullah Cirebon Ra. 25.Maulana Hasanuddin Banten Ra.

26.Maulana Yusuf Banten Ra.

27

28.Maulana Abul Mafakhir Muhammad Abdil Qadir Ra. 29. Maulana Abul Ma‟ali Ahmad Kanari Banten Ra. 30.Maulana Abul Fath Abdil Fattah Tirtayasa Banten Ra. 31.Maulana Mangsuruddin Cikaduen Banten Ra.

32.Maulana Nawawi Ra. 33.Maulana „Ali Ra.

34. Maulana „Umar Attanar al-Bantani Ra.

35.Syaikhul Kabir wa „Alim Hijaz Abdul Mu‟thi Muhammad Nawawi Ra.

Demikianlah runtunan nasab beliau yang sampai pada baginda Nabi Muhammad melalui jalur sayyiduna Husain ra (http//id.wikipedia.org).

I.Silsilah Guru-guru Imam Nawawi

Guru Imam Nawawi yang paling berpengaruh terhadap beliau yang mampu mengubah alam pikirnya adalah syeikh Khatib as-Sambasi yang pada waktu uzur Imam Nawawi mengantikan beliau menjadi imam masjidil haram sehingga menjadikan beliau masyhur dan terkenal sebagai syekh Nawawi al-Jawi. Adapun silsilah guru-guru beliau melalui syeikh Khatib as-Sambasi adalah sebagai berikut:

1. Allah SWT. 2. Malaikat Jibril

3. Nabi Muhammad SAW.

28

5. Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra. 6. Sayyiduna Imam Ali Zainal Abidin Ra. 7. Sayyiduna Imam Muhammad Baqir Ra. 8. Sayyiduna Imam Ja‟far Shodiq Ra. 9. Sayyiduna Imam Musal Khazim Ra. 10.Sayyiduna Imam Ali Ridho Ra.

11. Sayyiduna Syeikh Abu Mahfuzh Ma‟ruf al-Kharkhi Ra. 12.Sayyiduna Syeikh Abul Hasan Sirriddin Assaqathi Ra. 13.Sayyiduna Syeikh Abul Qasimil Junaidi al-Baghdadi Ra. 14.Sayyiduna Syeikh Abu Bakar Dullaf bin Juhdur Asy-Syibli Ra. 15.Sayyiduna Syeikh Abdul Aziz at-Tamimi Ra.

16.Sayyiduna Syeikh Abu Fadl Abdil Wahid bin Abdil Aziz at-Tamimi Ra.

17.Sayyiduna Syeikh Abul Faraj Ath-Thartusi Ra.

18.Sayyiduna Syeikh Abul Hasan Ali bin Yusuf al-Qirusyi al-Hankari Ra.

19.Sayyiduna Abu Said Mubarrok bin Ali al-Makhzumi RA.

20.Sayyiduna Imam Ghoutsul A‟zhom Abu Muhammad Abdil Qadir Jailani Ra.

21.Sayyiduna Imam Abdul Aziz bin Abdil Qadir jailani Ra. 22.Sayyiduna Syeikh Muhammad Hattak Ra.

23.Sayyiduna Syeikh Samsuddin Ra. 24.Sayyiduna Syeikh Syarofuddin Ra.

29

25.Sayyiduna Syeikh Nuruddin Zainiddin Ra. 26.Sayyiduna Syeikh Waliyuddin Ra.

27.Sayyiduna Syeikh Nuruddin Hisyamiddin Ra. 28.Sayyiduna Syeikh Yahya Ra.

29.Sayyiduna Syeikh Abu Bakar Ra. 30.Sayyiduna Syeikh Abdur Rohim Ra. 31.Sayyiduna Syeikh Utsman Ra. 32.Sayyiduna Syeikh Abdul Fattah Ra. 33.Sayyiduna Syeikh Muhammad Murad Ra. 34.Sayyiduna Syeikh Syamsuddin Ra.

35.Sayyiduna Syeikh Ahmad Khatib Syambasi bin Abdil Ghaffar Ra. 36.Syeikhul kabir wa Alimul Hijaz Abu Abdil Mu‟thi Muhammad

Nawawi Ra.

Demikian silsilah guru-guru beliau melalui jalur syeikh khatib as-Sambasi yang wusul pada Allah SWT. yang mana telah kita ketahui di atas, bahwasannya syeikh khatib merupakan guru beliau yang memberikan kontribusi yang sangat besar bagi diri pribadi Imam Nawawi, sehingga diri beliau lebih terbentuk dan termotivasi dengannya. Dengan demikian, Semoga dapat memberikan kefahaman dan pengetahuan kepada para pembaca.

30 BAB III

NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL „IBAD

KARYA IMAM NAWAWI

A. Pengertian pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Dalam buku kapita selekta pendidikan islam, bahwa untuk memahami pengertian pendidikan dengan benar, pendidikan dapat dibedakan dari dua pengertian, pengertian yang bersifat filosofis, dan pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis (Nata, 2003:210).

Pengertian pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, nasional filosofis, maupun historis filosofik (Nata, 2003: 210).

Pendidikan dalam arti praktis adalah suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan-pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal serta membudayakan manusia melalui proses transformasi nilai-nilai utama (Nata, 2003: 211).

Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN, bab 1 pasal 1) pendidikan diartikan sebagai “usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan, bagi perannya di masa yang akan datang” (Nata, 2003:211).

31

Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (Indar, 1994:16).

Dikatakan dalam kitab „Izhotun Nasyi‟in, bahwa anak-anak itu dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa berperilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan ilmu yang manfaat bagi negaranya (Al-Ghulayaini, 2009:69).

Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan

Dokumen terkait