i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN
DALAM KITAB
NASHAIHUL ‟IBAD
KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Disusun Oleh:
MUHAMMAD CHOIRUL UMAM
NIM 111 09 112
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
iii
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721 http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail : [email protected] NOTA PEMBIMBING
Lamp : -
Hal : Naskah skripsi
Saudara Muhammad Choirul Umam Kepada:
Yth. Ketua IAIN Salatiga Di Salatiga
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama : Muhammad Choirul Umam
NIM : 111 9 112
Jurusan : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Judul : Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul „Ibad Karya Imam Nawawi Al-Bantani
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut diatas supaya segera dimunaqosahkan.
Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Salatiga, 11 Maret 2015 Pembimbing
iv
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721 http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail : [email protected]
SKRIPSI
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB
NASHAIHUL ‟IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI
DISUSUN OLEH
MUHAMMAD CHOIRUL UMAM
NIM : 111 09 112
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada tanggal 11 April 2015, dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 kependidikan Islam.
Susunan Panitia Ujian
Ketua Penguji : Rasimin, S.Pd.I, M.Pd. __________________ Sekretaris Penguji : Muh. Hafidz, M.Ag. __________________ Penguji I : Prof. Dr.H. Mansur, M.Ag. __________________ Penguji II : Muna Erawati, M.Si. __________________
Salatiga, 11 April 2015 Dekan
FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M.Pd.
v
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Faks. 323433 Salatiga 50721 http://www.iainsalatiga.ac.id e-mail : [email protected]
DEKLARASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Muhammad Choirul Umam NIM : 111 09 112
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
Judul : Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul ‟Ibad Karya aaaaaaaaaaaaaaaaaImam Nawawi Al-Bantani
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah..
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 11 Maret 2015 Penulis
vi MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar-Ra‟d: 11).
“Manusia Berusaha dan berdo‟a, Tuhan yang menentukan”
Barang Siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah
vii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
1. Ibuku Siti Aisyah dan Bapakku Asmudi yang selalu sabar dalam mendidik, memberi motivasi dan merawat serta membesarkanku dengan keringatnya hingga sampai pada titik ini. Semoga tetesan keringat ibu dan bapak dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik.
2. Keluargaku di kampung halaman, Bani Sajad Yasir. Terutama kedua adikku Al-Istianah dan Sayyidatus Syarifah, kalian adalah semangatku.
3. Abah Cholid Ulfi Fatkhurrohman, Abah As‟ad Haris N.F., Abah Taufiqurrohman, Ibunda Fatichah Ulfah dan Ummah Chusnul Halimah serta seluruh keluarga besar kepengasuhan Yayasan Al-Manar. yang senantiasa memberikan ilmu pengetahuan hingga saat ini.
4. Teman-teman seperjuangan Keluarga besar pondok pesantren Al-Manar, jajaran kepengurusan, Dewan Asatidz MADIN Al-Manar dewan guru Madrasah Aliyah dan Dewan Guru MTs serta seluruh santri yang selalu membagi tawanya kepadaku.
5. Almamaterku tercinta, IAIN Salatiga, tempatku menimba pengetahuan . teman teman PAI-D angkatan 2009. Kalian luar biasa.
viii
7. Calon pendampingku, Tulang rusukku yang akan menemaniku kelak, ibu dari anak-anak Kita semoga kau setia menungguku.
ix
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah INSTITUTAGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Allah SWT tuhan yang tiada duanya dan Rosulullah SAW seorang Nabi yang menjadi suri tauladan yang baik bagi umatnya.
2. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 3. Bapak Rasimin, S.Pd.I., M.Pd. , selaku ketua program studi
Pendidikan Agama Islam (PAI).
4. Bapak M. Hafidz, M.Ag., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
5. Bapak M. Ghufron, M.Ag., selaku pembimbing akademik
x
7. Mu‟allif kitab Nashaihu „Ibad, Imam Nawawi Al-Bantany
8. Seluruh keluarga besar Yayasan Al-Manar Bener, Tengaran, Semarang.
9. Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 11 Maret 2015 Penulis
xi ABSTRAK
Umam, Muhammad Choirul. 2015 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul „Ibad Karya Imam Nawawi Al-Bantani. Skripsi Jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: M. Hafidz, M.Ag.
Kata kunci: Nilai Pendidikan, Nashaihul „Ibad
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Imam Nawawi al-Bantani merupakan seorang ulama‟ salaf pemikir yang menghasilkan karya-karya besar yang cukup fundamental.Beliau merasa bahwa sangat pentingnya sebuah pribadi yang memiliki keimanan yang kuat, kesempurnaan akidah dan akhlak serta pendidikan yang unggul dan memadai harus dimiliki oleh setiap hamba dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji apa saja nilai pendidikan dalam kitab nashaihul „ibad karya imam nawawi al bantani. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana sistematika penulisan dalam kitab nashaihul „ibad?, 2) Bagaimana nilai pendidikan menurut Imam Nawawi di dalam kitab nashaihul „ibad?, 3) Bagaimana implikasi pendidikan menurut Imam Nawawi dalam kehidupan sehari-hari?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kepustakaan. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan jenis penelitian kepustakaan(Library Research), sedangkan sumber data primer dari penelitian ini adalah kitab nashaihul „ibad dan sumber sekundernya adalah buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian.
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
DEKLARASI ... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Kegunaan Penelitian... 5
E. Penegasan Istilah... 7
F. Metode Penelitian... 9
G. Sistematika Penulisan Skripsi... 11
BAB II. BIOGRAFI A. Latar Belakang Penulisan Kitab Nashaihul „Ibad... 13
B. Sistematika Penulisan Kitab Nashaihul „Ibad... 13
C. Riwayat Hidup Imam Nawawi... 16
xiii
E. Nasionalisme... 19
F. Gelar-gelar... 21
G. Karya-karya... 22
H. Nasab Imam Nawawi... 25
I. Silsilah Guru Imam Nawawi... 27
BAB III. NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL „IBAD A. Pengertian Pendidikan... 30
B. Pemikiran Imam Nawawi tentang Nilai Pendidikan dalam Kitab Nashaihul „Ibad... 32
BAB IV. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL „IBAD A. Nilai Pendidikan dalam Nashaihu „Ibad... 41
B. ImplikasiNilai Pendidikan Dalam Kehidupan... 61
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan... 70
B. Saran... 72 DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan Agama rahmatan lil‟alamin yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat manusia dan pendidikan bagi manusia dan seluruh alam. Islam sangat memperhatikan segala aspek yang dikerjakan manusia, mulai dari hal-hal yang kecil sampai pada hal yang besar. Baik masalah tersebut berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Tidak heran jika hal itu sangat menjadi topik utama dalam kehidupan ini. Menjadi awal dan dasar kehidupan seseorang untuk menjadi bahagia di dunia dan akhirat.
Dasar utama dalam Islam adalah mengakui keberadaan-Nya dan para utusannya. Dengan mengakui bahwa:” Aku mengakui, bahwa tiada Ilah selain Allah SWT, tunggal Maha sendiri-Nya,tiada sekutu bagi-Nya, demikian tinggi Dia dengan ketinggian yang Maha Agung. Dia menciptakan seluruh langit dan bumi serta segala apa yang ada diantara keduanya dalam kurun wangsa waktu enam periode hari, kemudian Dia bersemayam di Arasy al Rahman” (Soedjarwo, 1990: 27).
Islam juga sangat menjunjung tinggi ilmu. Begitu tingginya orang yang memiliki ilmu, hingga dalam sebuah ayat, Allah berfirman:
2
Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. (Q.S. Al-Mujadalah. 11). (http//www.alquran-digital.com).
Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa derajat para ahli ilmu dan orang mukmin yang lain sejauh 700 derajat. Satu derajat sejauh perjalanan 500 tahun (Ihya‟ Ulum Al-Din)
Dalam keseharian manusiapun, seorang yang memiliki illmu akan lebih dihormati dibanding orang-orang biasa. Sebagai contoh konkrit, seorang yang memiliki pemahaman dan kearifan dalam ilmu agama, terkait dengan akidah, fikih, dan lain sebagainya, di masyarakat akan dijadikan panutan oleh masyarakat. Selain itu, perkataan yang beliau ucapkanpun akan lebih dipatuhi dibanding orang pada umumnya.
Begitulah Allah mengangkat derajat hamba-Nya yang memiliki ilmu. Bahkan, tidak terbatas dalam ilmu agama semata, dalam bidang keilmuan umumpun Allah akan mengangkat derajat hamba-Nya yang berilmu. Sebagai contoh orang yang memiliki kepandaian dalam bidang ilmu hitung atau matematika, masyarakat juga tidak akan sungkan-sungkan menimba ilmu dengannya, atau jika memang memungkinkan, ketika orang tersebut membuka sebuah wadah pembelajaran berbentuk les privat, masyarakat tidak akan segan-segan mengarahkan putra-putrinya untuk menimba ilmu padanya.
3
relevan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan pendidikan berkembang dari konsep pedagogi, andragogi dan education. Dalam konsep paedagogi, kegiatan pendidikan ditujukan hanya kepada anak yang belum dewasa. Tujuannya mendewasakan anak. Namun, karena banyak hasil didikan yang justru menggambarkan perilaku yang tidak dewasa, maka sebagai anti tesis dari kenyataan itu, muncullah gerakan andragogi. Selanjutnya gerakan modern memunculkan konsep education yang berfungsi ganda, yakni “transfer of knowledge” dan “ making scientific attitude” pada sisi
yang lain.
Ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hal ini dikarenakan kaidah-kaidah tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan ada pendidikan yang berfungsi sebagai pelatih, pengembang, pemberi atau pewaris. Kemudian terdapat pula bahan yang dilatihkan, dikembangkan, diberikan serta diwariskan yakni berupa pengetahuan, keterampilan, berfikir, karakter yang berupa bahan ajar, serta ada murid yang menerima latihan, pengembangan, pemberian dan pewarisan pengetahuan, keterampilan pikiran dan karakter.
4
akhirnya, makna kecerdasan sangatlah tergantung pada banyaknya kepentingan eksternal dari hakikat kecerdasan itu sendiri. Kepenitingan ekstenal tersebut meliputi kepentingan politik, eugenic (keturunan), keunggulan ras, dan banyak lagi.
5
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sistematika penulisan kitab Nashaihul „Ibad?
2. Bagaimana nilai pendidikan menurut Imam Nawawi di dalam kitab Nashaihul „Ibad?
3. Bagaimana implikasi pendidikan menurut Imam Nawawi dalam dunia pendidikan?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sistematika penulisan kitab Nashaihul „Ibad.
2. Mengetahui nilai pendidikan menurut Imam Nawawi di dalam kitab Nashaihul „Ibad.
3. Mengetahui implikasi pendidikan menurut Imam Nawawi dalam dunia pendidikan.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
6
karya Imam Nawawi serta bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam.
2. Kegunaan Praktis a. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai nilai pendidikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam aktifitas sehari-hari
b. Bagi Lembaga Pendidikan
1) Dapat menjadi masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan Islam, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara umum.
2) Sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia terutama pendidikan Islam (seperti Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren) sebagai solusi terhadap permasalahan pendidikan yang ada.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
7
memperbaiki diri agar semakin meningkatkan mutu kualitas diri menjadi yang lebih baik dihadapan Allah dan dihadapan manusia.
2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan dibidang tersebut khusunya dan bidang ilmu pengetahuan yang lain pada umumnya.
E. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kesalahan dalam memahami istilah, maka penulis perlu membatasi istilah yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Adapun tujuannya agar asumsi yang akan muncul nantinya akan dapat diartikan secara tepat sesuai dengan yang dikehendaki penulis, antara lain:
1. Nilai-Nilai Pendidikan
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatan-perbuatannya (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 106)
8
kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 130).
2. Nashaihul ‟Ibad
Adalah sebuah karya Muhammad Nawawi Bin „Umar Al -Bantani Al-Jawi yang disajikan untuk seorang hamba sebagai pedoman dan rujukan berperilaku sesuai tuntunan islami yang dapat membawa ke arah kebaikan dan menjadikan seseorang berbudi pekerti santun dan berjiwa lembut. Kandungannya begitu dalam dan hakikatnya begitu tinggi, sehingga bila difahami dengan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari dapat menghantarkan kita pada kebersihan hati, kesucian jiwa dan kesantunan budi pekerti serta dapat mengingatkan kita akan pentingnya mrmahami makna hidup hakiki dan mempersiapkan diri menghadap Sang Maha Kuasa dengan membawa berbagai amal kebaikan dan budi pekerti yang baik (Kauma, 2005: 5)
Kitab ini terdiri dari 11 bab pembahasan, dimulai dari Khutbatul Kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga, sampai dengan sebelas pada akhir kitab. Kitab ini juga disertai dengan fahrasat (daftar isi). 3. Imam Nawawi
Adalah Abu Abdul Mu‟ti Muhammad Nawawi bin „Umar bin
„Arabi bin „Ali At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Beliau dilahirkan di desa
9
Mukarromah dan berbagai daerah seperti: Madinah, Syiria, dan Mesir. Kemudian menetap kembali di Makkah. Beliau dikenal dengan “sayid ulama hijaz”, syeikh yang terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud,
rendah hati, lembut hatinya, pecinta fakir miskin. Beliau wafat pada tahun 1314 H bertepatan dengan tahun 1897 M di Makkatul Mukarromah (Al-Qof, 2008:183).
F.Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka (Hadi, 1990: 3). Dan yang dijadikan obyek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran. 2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab Nashaihul ‟Ibad karya imam Nawawi.
Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah terjemah Nashaihul ‟Ibad, kitab Risalatul Mu‟awwanah, Kapita Selekta Pendidikan Islam serta kitab-kitab dan buku-buku lainnya yang ada relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.
10
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yakni kitab Nashaihul ‟Ibad dan data sekunder yakni terjemah Nashaihul ‟Ibad, kitab Risalatul Mu‟awwanah, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan buku-buku serta
kitab yang relevan lainnya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubunganya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data/informasi untuk bahan penelitian. 4. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut:
a. Metode Deduktif
11 b. Metode Induktif
Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa yang konkrit ditarik dalam generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1990:26). Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis data tentang kebahagiaan yang hakiki dalam kitab Nashaihul ‟Ibad, sehingga dapat diketahui nilai pendidikan yang terkandung didalamnya.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, Penegasan Istilah, dan sistematika Penulisan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
12
perjalanan karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas perkembangan intelektual, karya-karyanya, silsilah nasab dan silsilah gurunya.
BAB III : Deskripsi pemikiran imam Nawawi.
BAB IV : Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran, relevansi, pemikiran, dan implikasi.
13 BAB II
BIOGRAFI
A. Latar Belakang Penulisan Kitab Nashailul „Ibad
Mushanif, yakni imam Nawawi, merasa penting sekali dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan nasehat-nasehat dalam menjalani kehidupan agar dapat menjadi manusia yang lebih baik dihadapan Tuhan dan manusia. Melihat konteks kehidupan yang sangat dibutuhkannya ilmu ini, maka beliau menulis kitab yang dirasa cukup memuat pembahasan tentang nasehat-nasehat para orang terdahulu, kitab tersebut merupakan syarah yang disusun guna mensyarahi sebuah kitab yang berisi nasehat-nasehat, karya Al-Allamah Al-Hafizh Syaikh Syihabuddin Ahmad bin „Ali bin Muhammad bin Ahmad Asy-Syafi‟iy yang terkenal dengan nama Ibnu Hajar Al-Asqalani Al-Mishri. dan beliau beri nama kitab tersebut dengan Nashaihul „Ibad yang berisikan penjelasan terhadap kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Al-Munabbihaat „alal Isti‟daad Li Yaumil Ma‟ad (Peringatan dan nasehat untuk melakukan persiapan menghadapi hari Kiamat) (Kauma, 2005: 19).
B. Sistematika Penulisan Kitab Nashailul „Ibad
14
214 yang didasarkan pada 45 Hadits dan sisanya merupakan atsar (perkataan sahabat dan tabi‟in). Adapun rincian bab yang terdapat dalam kitab ini yaitu:
1. Bab I, khutbatul kitab yang berisi kata pengantar dan sambutan dari penulis.
2. Bab II, dalam bab ini terdapat 30 nasehat yang masing masing terdiri dari 2 poin. Empat diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar. Adapun urutannya adalah:
a. Dua hal yang sangat utama
b. Dua perintah Nabi agar bergaul dengan ulama‟ c. Dua perumpamaan masuk kubur tanpa bekal d. Dua kemuliaan
e. Dua kesedihan f. Dua pencarian
g. Dua sikap orang mulia dan bijaksana h. Dua modal yang berbeda hasilnya i. Dua dasar kemaksiatan
j. Dua jenis tangisan
k. Larangan meremehkan dosa kecil l. Dua jenis dosa
m. Dua aktivitas utama
15
p. Dua nasehat tentang nafsu dan sabar q. Dua pengendalian akal
r. Dua keuntungan menjauhi keharaman s. Dua wahyu Allah kepada Nabinya t. Dua kesempurnaan akal
u. Dua perbedaan antara yang berilmu dan yang bodoh v. Dua ciri orang yang taat kepada Allah
w. Dua aktivitas inti
x. Dua sumber dosa dan fitnah y. Dua pengakuan kelemahan diri z. Dua perbuatan tercela
3. Bab III, dalam bab ini terdapat 55 nasehat yang masing masing terdiri dari 3 poin. Tujuh diantaranya berupa Hadits Nabi, sedang sisanya berupa atsar.
4. Bab IV, dalam bab ini terdapat 37 nasehat yang masing masing terdiri dari 4 poin. Delapan diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
5. Bab V, dalam bab ini terdapat 27 nasehat yang masing masing terdiri dari 5 poin. Enam diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
16
7. Bab VII, dalam bab ini terdapat 10 nasehat yang masing masing terdiri dari 7 poin. Lima diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
8. Bab VIII, dalam bab ini terdapat 5 nasehat yang masing masing terdiri dari 8 poin. Satu diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
9. Bab IX, dalam bab ini terdapat 5 nasehat yang masing masing terdiri dari 9 poin. Satu diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
10. Bab X, dalam bab ini terdapat 28 nasehat yang masing masing terdiri dari 10 poin. Sebelas diantaranya berupa hadits nabi, sedang sisanya berupa atsar.
C. Riwayat hidup Imam Nawawi
Beliau adalah seorang yang memiliki nama Abu Abdul Mu‟ti
17
1897 M. Beliau dimakamkan di pemakaman Mi‟la dekat dengan makam sayyidah Asma‟ binti Abu Bakar as-Sidiq, dan dekat dengan ulama‟ ahli tahqiq yaitu Ibnu Hajar al-Haitami (Al-Qof, 183-184).
Ayah beliau bernama K. H „Umar bin „Arabi, seorang pejabat penghulu yang memimpin sebuah masjid. Dilacak dari segi silsilah, imam Nawawi merupakan keturunan ke-11 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu cucu dari Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyaratas (Tajul Arsy). Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad SAW. Melalui jalur imam Ja‟far ash-Shadiq, imam Muhammad al-Baqir, imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah az-Zahra (Ghofur, 2008:189). Beliau bersaudara tiga orang yaitu Nawawi, Tamim dan Ahmad (Syamsu, 1996:271).
D. Pendidikan
18
kiyai Sahal banten, setelah itu mengaji kepada kiyai Yusuf Purwakarta (http://id.Wikipedia.org).
Pada usia 15 tahun, Imam Nawawi bersama dua saudaranya berangkat ke Makkah untuk menunaikan haji. Namun selepas musim haji, ia enggan kembali ke Indonesia. Dahaga keilmuan yang mencekik telah meneguhkan keinginannya untuk tetap menetap di Makkah. Di tanah suci ini beliau mencerap pelbagai pengetahuan. Ilmu kalam (teologi), bahasa dan sastra arab, ilmu hadis, tafsir dan terutama ilmu fiqih adalah sederet pengetahuan yang dikajinya dari para ulama besar di sana (Ghofur, 2008:190). Beliau berguru kepada para ulama‟ terkenal di Makkah, seperti: syeikh Khatib al-Sambasi, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, „Abdul Hamid Dhagestani, Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, Syeikh
Muhammad Khatib Hambali, dan Syeikh Junaid al-Betawi. Akan tetapi guru yang paling berpengaruh adalah Syeikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syeikh Juneid al-Betawi, dan Syeikh Ahmad Dimyati ulama‟ terkemuka di Makkah, lewat karakter ketiga syeikh inilah karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama‟ lain yang berpengaruh besar mengubah
alam pikirannya, yaitu Syeikh Muhammad Khatib al-Sambasi dan Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, ulama‟ besar Madinah (http://id.Wikipedia.org).
19
berkeinginan berjumpa dengan pembesar para ulama‟. Dan akhir perjalanannya menuju ke kota Syam (Syiria) untuk mencari jati dirinya (Al-qof, 2008:183).
E. Nasionalisme
Tiga tahun lamanya Imam Nawawi bermukim di Makkah. Setelah merasa cukup, beliau kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmu dan hukum yang ia peroleh, terhadap putra-putri atau generasi tanah air dan para pecintanya. Beliau melakukannya dengan nasehat dan menguatkan para tokoh mereka dengan jalan dakwah, dan berperan aktif dalam membangun serta membina masyarakat Islam (Al-Qof, 2008:184). Ketika beliau pulang ke tanah air, dan menyebarkan ilmunya, beliau melihat praktik-praktik ketidak adilan, kesewenang-wenangan, dan penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Beliau melihat itu semua lantaran kebodohan yang masih menyelimuti umat. Tak ayal, semangat jihad pun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Tentu saja pemerintah belanda membatasi gerak geriknya. Beliau dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai pengikut pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan belanda (http://id.wikipedia.org).
20
Diponegoro padam pada tahun 1830 M. Ulama besar ini di masa mudanya juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan Rakyat Indonesia. Begitulah pengakuan Snouck Hourgronje. Begitu sampai di Makkah beliau segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak tahun 1830 hingga 1860 M. Ketika itu memang beliau berketepatan hati untuk mukim di tanah suci, satu dan lain hal untuk menghindari tekanan kaum penjajah Belanda. Nama beliau mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib „Ali, Makkah (http://id.wikipedia.org).
Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syeikh Nawawi Bantani al-Jawi sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf (http://id.wikipedia.org). Seorang orientalis kenamaan yang pernah berkunjung ke Makkah pada 1884-1885, Snouck Hourgronje, menuturkan bahwa Imam Nawawi setiap hari sejak pukul 07.30-12.00 menyampaikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah K.H. Asnawi dari Kudus, K.H. Tubagus Bakri, K.H. Arsyad Thawil dari Banten, K.H. Hasyim Asy‟ari dari Jombang, dan K.H.
Kholil dari Madura. Merekalah yang kelak menjelma sebagai ulama besar dan berpengaruh di Indonesia (Ghofur, 2008:191).
21
Untuk kedua kalinya Imam Nawawi tinggal di Makkah. Kesempatan ini tidak disia-siakannya. Bahkan, lantaran ketajaman otaknya, ia tercatat sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil Haram. Sewaktu Syeikh Ahmad Khatib Sambas uzur sebagai Imam Masjidil Haram, Imam Nawawi ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan Syekh Nawawi al-Jawi (Ghofur, 2008:191).
Ketika berada di Mesir, para ulama‟ Mesir memuliakan kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan mereka memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama‟ Hijaz” yaitu tokoh ulama‟ hijaz (jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab
Saudi, karena kesemangatannya yang tinggi di dalam meraih ilmu agama dan kedudukan yang mulia dalam berilmu. Beliau merupakan seorang syeikh yang terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud, rendah hati, lembut hatinya, dan pecinta para fakir miskin. Semoga Allah merahmati beliau dan memberi ampunan (Al-Qof, 2008:104). Itulah sebabnya ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya, Mesir negara yang pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia (http://id.wikipedia.org).
Kemudian Snouck Hourgronje mengelarinya sebagai “Doktor
22
para ulama‟ Indonesia mengelarinya sebagai “Bapak Kitab Kuning Indonesia” (http://id.wikipedia.org).
G. Karya-karya
Kurang lebih 15 tahun sebelum wafat, Imam Nawawi sangat subur dalam membuahkan kitab. Waktu mengajarnya pun sengaja dikurangi untuk menambah kesempatan menulis. Maka tak heran jika Nawawi mampu melahirkan puluhan, bahkan menurut sebuah sumber ratusan karya tulis meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu teolog, sejarah, syari‟ah, tafsir dan lainnya. Paling tidak, Yusuf alias Sarkis mencatat 34 karya Imam Nawawi dalam Dictionary of Arabic Printed Books (Ghofur, 2008:192).
Sedangkan ulama mesir Syeikh „Umar „Abdul Jabbar dalam kitabnya “al-Durus min Madhi al-Ta‟lim wa Hadrilih bi al-Masjidil al-Haram” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang pendidikan di Masjidil Haram) menulis bahwa syeikh Nawawi sangat produktif dalam menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik (http://id.wikipedia.org).
Sebagian diantara karya-karya Imam Nawawi diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bidayah al-Hidayah
2. Sullam Munajah syarah Safînah al-Shalâh
23
4. Salalim al-Fudala syarah Mandhumah Hidayah al-Azkiya 5. As-Simar al-Yani‟ah fi Riyadh al-Badi‟ah
6. Al-„Aqd al-Tsamin syarah Fath al-Mubin
7. Bahjah al-Wasail syarah al-Risalah al-Jami‟ah bayn al-Usul wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
8. Al-Tausyih/Quwt al-Habib al-Gharib syarah Fath al-Qarib al-Mujib 9. Nihayah al-Zayyin syarah Qurrah al-„Ain bi Muhimmah al-Din 10.Maraqi al-„Ubudiyyah syarah Matan Bidayah al-Hidayah
11.Nashaih al-„Ibad syarah al-Manbahatu „ala al-Isti‟dad li yaum al -Mi‟ad
12. Qami‟u al-Thugyan syarah Mandhumah Syu‟bu al-Iman 13.Kasyf al-Maruthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
14.Fath al-Ghafir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musamma al-Kawakib al-Jaliyyah
15.Nur al-Dhalam „ala Mandhumah al-Musammah bi „Aqîdah al -„Awwam
16.Madarij al-Shu‟ud syarah Maulid al-Barzanji
17.Targhib al-Mustaqin syarah Mandhumah Maulid al-Barzanji 18.Fath al-Shamad al „Alam syarah Maulid Syarif al-„Anam 19.Fath al-Majid syarah al-Durr al-Farid
20.Tîjan al-Darary syarah Matan al-Baijury 21.Fath al-Mujib syarah Mukhtashar al-Khathib
24
23.Kasyifah al-Saja syarah Safinah al-Naja
24.Al-Futuhah al-Madaniyyah syarah al-Syu‟b al-Imaniyyah 25. „Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain
26.Qathr al-Ghais syarah Masail Abi al-Laits 27.Naqawah al-„Aqidah Mandhumah fi Tauhid
28.Al-Nahjah al-Jayyidah syarah Naqawah al-„Aqidah
29.Suluk al-Jadah syarah Lam‟ah al-Mafadah fi bayan al-Jumu‟ah wa almu‟adah
30.Hilyah al-Shibyan syarah Fath al-Rahman
31.Al-Fushush al-Yaqutiyyah „ala al-Raudlah al-Bahiyyah fi Abwab al-Tashrifiyyah
32.Mishbah al-Dhalam‟ala Minhaj al-Atamma fi Tabwib al-Hukm 33. Dzariyy‟ah al-Yaqin „ala Umm al-Barahin fi al-Tauhid
34.Al-Ibriz Daniy fi Maulid Sayyidina Muhammad Sayyid al-Adnany
35.Baghyah al-„Awwam fi Syarah Maulid Sayyid al-Anam 36.Al-Durrur al-Bahiyyah fi syarah al-Khashaish al-Nabawiyyah 37.Lubab al-bayyan fi „Ilmi Bayyan
25
Kitab yang disebut terakhir ini bahkan telah ditetapkan sebagai buku wajib di dunia pesantren. Popularitasnya hanya diungguli oleh Tafsir Jalalain karya Jalaludin as-Suyuthi dan Jalaludi al-Mahalli. Lantaran karyanya yang bergaung luas dengan bahasa yang mudah dicerna tanpa mengurangi kepadatan isi, nama Nawawi termasuk dalam barisan ulama besar abad ke-14 H/ 19 M. Karena keilmuannya ia dikaruniai gelar: al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhmah al-Mudaqqiq dan Sayyid Ulama al-Hijaz (Ghofur, 2008:192).
Karya-karya di atas itulah merupakan sebagian dari karya Imam Nawawi yang penulis sebutkan hanya sebagian saja, masih banyak karya-karya beliau yang belum bisa disebutkan di sini dikarenakan terbatasnya sumber yang penulis dapatkan. Dan memang dari sumber yang penulis dapatkan, banyak dari karya-karya beliau yang belum diterbitkan oleh penerbit-penerbit.
H. Nasab Imam Nawawi
Telah disebutkan di atas, bahwa nasab Imam Nawawi bersambung sampai pada baginda Nabi Muhammad SAW. Adapun urutan nasab beliau adalah sebagai berikut:
1. Sayyiduna Muhammad SAW
2. Sayyiduda „Ali bin Abi Tholib Karomawallahu wajh wa Sayyidatuna Hababah Fatimah Azzahro al-Batul Ra.
3. Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra.
26
5. Sayyiduna Imam Muhammad Baqir Ra. 6. Sayyiduna Imam Ja‟far Shodiq Ra. 7. Sayyiduna Imam „Ali „Uroidhi Ra. 8. Sayyiduna Imam Muhammad Naqib Ra. 9. Sayyiduna Imam Isa Syakir Arrumi Ra. 10.Sayyiduna Imam Ahmad al-Muhajir Ra. 11.Sayyiduna Imam Ubaidullah Ra.
12.Sayyiduna Imam Alawi Ra. 13.Sayyiduna Imam Muhammad Ra. 14.Sayyiduna Imam Alawi Ra.
15.Sayyiduna Imam „Ali Kholi Qosam Ra.
16.Sayyiduna Imam Muhannad Shohib Marbath Ra. 17.Sayyiduna Imam „Ali Hadroh Maut (yaman) Ra. 18.Sayyiduna Imam Abdul Malik Ra.
19.Sayyiduna Imam Abdullah Khon Ra.
20.Sayyiduna Imam Ahmad Syah Jalaliddin Ra. 21.Sayyiduna Imam Jmaluddin al-Akbar Ra. 22.Sayyiduna Imam „Ali Nurril „Alim Siyam Ra. 23.Sayyiduna Imam Abdullah Umdataddin Ra.
24.Sunan Gunung Jati Raden Syarif Hidayatullah Cirebon Ra. 25.Maulana Hasanuddin Banten Ra.
26.Maulana Yusuf Banten Ra.
27
28.Maulana Abul Mafakhir Muhammad Abdil Qadir Ra. 29. Maulana Abul Ma‟ali Ahmad Kanari Banten Ra. 30.Maulana Abul Fath Abdil Fattah Tirtayasa Banten Ra. 31.Maulana Mangsuruddin Cikaduen Banten Ra.
32.Maulana Nawawi Ra. 33.Maulana „Ali Ra.
34. Maulana „Umar Attanar al-Bantani Ra.
35.Syaikhul Kabir wa „Alim Hijaz Abdul Mu‟thi Muhammad Nawawi Ra.
Demikianlah runtunan nasab beliau yang sampai pada baginda Nabi Muhammad melalui jalur sayyiduna Husain ra (http//id.wikipedia.org).
I.Silsilah Guru-guru Imam Nawawi
Guru Imam Nawawi yang paling berpengaruh terhadap beliau yang mampu mengubah alam pikirnya adalah syeikh Khatib as-Sambasi yang pada waktu uzur Imam Nawawi mengantikan beliau menjadi imam masjidil haram sehingga menjadikan beliau masyhur dan terkenal sebagai syekh Nawawi al-Jawi. Adapun silsilah guru-guru beliau melalui syeikh Khatib as-Sambasi adalah sebagai berikut:
1. Allah SWT. 2. Malaikat Jibril
3. Nabi Muhammad SAW.
28
5. Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra. 6. Sayyiduna Imam Ali Zainal Abidin Ra. 7. Sayyiduna Imam Muhammad Baqir Ra. 8. Sayyiduna Imam Ja‟far Shodiq Ra. 9. Sayyiduna Imam Musal Khazim Ra. 10.Sayyiduna Imam Ali Ridho Ra.
11. Sayyiduna Syeikh Abu Mahfuzh Ma‟ruf al-Kharkhi Ra. 12.Sayyiduna Syeikh Abul Hasan Sirriddin Assaqathi Ra. 13.Sayyiduna Syeikh Abul Qasimil Junaidi al-Baghdadi Ra. 14.Sayyiduna Syeikh Abu Bakar Dullaf bin Juhdur Asy-Syibli Ra. 15.Sayyiduna Syeikh Abdul Aziz at-Tamimi Ra.
16.Sayyiduna Syeikh Abu Fadl Abdil Wahid bin Abdil Aziz at-Tamimi Ra.
17.Sayyiduna Syeikh Abul Faraj Ath-Thartusi Ra.
18.Sayyiduna Syeikh Abul Hasan Ali bin Yusuf al-Qirusyi al-Hankari Ra.
19.Sayyiduna Abu Said Mubarrok bin Ali al-Makhzumi RA.
20.Sayyiduna Imam Ghoutsul A‟zhom Abu Muhammad Abdil Qadir Jailani Ra.
21.Sayyiduna Imam Abdul Aziz bin Abdil Qadir jailani Ra. 22.Sayyiduna Syeikh Muhammad Hattak Ra.
29
25.Sayyiduna Syeikh Nuruddin Zainiddin Ra. 26.Sayyiduna Syeikh Waliyuddin Ra.
27.Sayyiduna Syeikh Nuruddin Hisyamiddin Ra. 28.Sayyiduna Syeikh Yahya Ra.
29.Sayyiduna Syeikh Abu Bakar Ra. 30.Sayyiduna Syeikh Abdur Rohim Ra. 31.Sayyiduna Syeikh Utsman Ra. 32.Sayyiduna Syeikh Abdul Fattah Ra. 33.Sayyiduna Syeikh Muhammad Murad Ra. 34.Sayyiduna Syeikh Syamsuddin Ra.
35.Sayyiduna Syeikh Ahmad Khatib Syambasi bin Abdil Ghaffar Ra. 36.Syeikhul kabir wa Alimul Hijaz Abu Abdil Mu‟thi Muhammad
Nawawi Ra.
30 BAB III
NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB NASHAIHUL „IBAD
KARYA IMAM NAWAWI
A. Pengertian pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Dalam buku kapita selekta pendidikan islam, bahwa untuk memahami pengertian pendidikan dengan benar, pendidikan dapat dibedakan dari dua pengertian, pengertian yang bersifat filosofis, dan pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis (Nata, 2003:210).
Pengertian pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, nasional filosofis, maupun historis filosofik (Nata, 2003: 210).
Pendidikan dalam arti praktis adalah suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan-pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal serta membudayakan manusia melalui proses transformasi nilai-nilai utama (Nata, 2003: 211).
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN, bab 1 pasal 1) pendidikan diartikan sebagai “usaha sadar untuk mempersiapkan
31
Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat (Indar, 1994:16).
Dikatakan dalam kitab „Izhotun Nasyi‟in, bahwa anak-anak itu dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa berperilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan ilmu yang manfaat bagi negaranya (Al-Ghulayaini, 2009:69).
Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu sendiri. (Al-Ghulayaini, 2009:69).
Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib, sebagaimana dikatakan imam Ghozali bahwa, mendidik anak adalah suatu kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang paling berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa berbudi baik dan ia menjadi ahli kebaikan, maka orang yang mendidik dan kedua orang tuanya dapat pahala dari amal yang akan dikerjakan oleh anak tersebut (Al-Ghulayaini, 2009:70).
32
Jadi, pendidikan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi manusia yang harus diberikan, karena pendidikan kunci kesuksesan dalam menjalankan kehidupan ini, baik berkeluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan bernegara.
Seseorang yang dididik akan menimbulkan suatu talenta tersendiri yang dapat dilihat dalam perilaku atau moralitasnya setiap memberikan keputusan, setiap bertindak, dan bersosialisasi dengan masyarakat.
B. Pemikiran Imam Nawawi tentang Nilai Pendidikan dalam Kitab
Nashaihul „Ibad
Salah satu karya Imam Nawawi yang sudah dikenal dalam dunia pesantren adalah kitab Nashaihul „Ibad. Karya beliau yang satu ini mengajak kita terutama para pemuda untuk menjadi hamba yang santun dan bijak dalam mencari ilmu. Dengan harapan agar dalam mencari ilmu tidak hanya memperoleh pemahaman saja, namun juga keberkahan dari ilmu yang dicari tersebut.
Islam menekankan pendidikan yang berorientasi pada pencapaian kebaikan bagi individu dengan menawarkan amal saleh sebagai simbol orientasi baru. Dengan amal saleh akan lahir manusia baru yang berhak memperoleh kebaikan, sebab amal saleh yang dilakukannya akan membuatnya berbeda dari sebelum memperoleh pendidikan dan amal saleh (Aly, 2008: 80).
33
kebersihan dan kesucian hati dalam bertawajjuh kepada Allah (Kauma, 2005: 17).
Berangkat dari pengertian pendidikan di atas, selanjutnya akan kita bahas dan ketahui bagaimana penjabaran tentang nilai pendidikan menurut imam Nawawi dalam kitab Nashaihul „Ibad di bawah ini.
1. Bab 2 Perkara
“Hendaklah kalian duduk bersama ulama dan mendengarkan perkataan hukama‟ (orang bijak). Karena sesungguhnya Allah Ta‟ala menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana menghiduplan bumi yang mati dengan hujan.”(Nawawi, tt: 2)
b. Dua Pencarian
ِ َ ِصْلَ ْا ِبَا َط ِفِ َن َ ْنَمَ ِوِبَ َط َفِ ُ َّنَلج ْتَن َ ِ ْ ِلا ِبَ َط ِفِ َن َ ْنَم
ِوِبَ َط ِفِ ُر َّنا ْتَن َ
.
“Barang siapa mencari ilmu, Berarti ia sedang mencari surga dan barang siapa mencari kemaksiatan, berarti ia sedang mencari neraka.”
Yang dimaksud ilmu disini adalah ilmu yang bermanfaat, yang wajib diketahui dan dipelajari oleh setiap orang yang baligh dan berakal sehat.
c. Perbedaan Antara yang Berilmu dan yang Bodoh
34
“ Orang yang berpengetahuan tidak akan merasa asing dimanapun ia berada dan orang yang tidak berpengetahuan akan merasa terasing dimanapun ia berada.”
Artinya seseorang yang bersifat memiliki ilmu dan amal maka sesungguhnya ia akan dihormati diantara manusia di mana saja berada. Oleh karena itu di mana saja berada layaknya mereka seperti di negeri sendiri dan dihormati. Sebaliknya orang yang bodoh adalah kebalikannya meskipun di negeri sendiri mereka merasa asing (Kauma, 2005: 36)
2. Bab 3 Perkara
a. Umar R.A. Berkata:
ُنْ ُحَ ِ ْ ِلا ُفْصِن ِل َؤُ ا ُنْ ُحَ ِ ْقَلا ُفْصِن ِس َّنا َلَِإ ِدُدَوَّ ا ُنْ ُح
ِ َ ْ ِلَ ْا ُفْصِن ِْ ِبْ َّ ا
.
“Bersikap simpatik dengan orang lain adalah bagian dari kecerdasan akal, Bertanya dengan cara yang baik adalah bagian dari ilmu, dan kepandaian memanage adalah bagian dari penghidupan.”
b. Tiga Nasehat
ْ ُهَ نْ َ ب َكِاَذ َغَ َ بَ ف ِ ْ ِلا ِبَ َط َلَِإ َجَ َخ َ ِئ َ ْاِإ ِنَِب ْنِم ً ُجَر َّنَأ َىِ ُر
َِّيِّاَّ َ ُ ْ ِ َهْ ِف ٍل َصِخ ِ َث َ َثِب َكَظْ َأ ِّنِّإ َتََ ف َي ُوَا َل َقَ ف ُه َتَأَف ِوْ َاِإ َثَلَ بَ ف
ْ ُىَ ِّ َذُت َ ِقْ َلخ ِنَ َكِن َ ِا َكَ ْمَأَ ِ َ ِن َ َلاْ َ ِّ ِ ا ِفِ ُالله َفَخ َنْيِ ِخلآ َ
ِنَ َتََلا َعِنَ ْم َف ِلَ َا َنِم ُنْوُ َي َّتََح ُوُ ُ ْأَت ىِّذا َكَزْ بَخ ْ ُظْن َ ٍْ َِبِ َّ ِإ
ِج َ َلخ
.
35
Setelah datang , Sang Nabi berkata kepadanya: Wahai anak muda, Camkanlah! aku akan memberimu beberapa wejangan dari ilmu orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, yaitu: Takutlah kepada Allah baik sewaktu berada ditempat sepi maupun ditempat ramai, jaga lisanmu jangan sampai engkau berkata sembarangan kepada orang lain, kecuali hal-hal yang baik, dan perhatikan makananmu jangan sampai kau memakannya kecuali dari hasil yang halal. Karena beratnya pesan tersebut, sedang tiada kemampuan bagi pemuda itu untuk menunaikannya bila jauh dari Nabinya, akhirnya dia mengurungkan niatnya mecari ilmu ke negri lain.”
c. Tiga Azas Agar Ilmu Bermanfaat
ِوِ ْ ِلِب عل ني َْلََ لا نم توب ت يّن ثم عجم ِئ َ ْاِإ ِنَِب ْنِم ً ُجَر َّنَأ َىِ ُر
yang penuh dengan kitab-kitab ilmu yang telah dibacanya, namun ia tidak beroleh manfaat dari ilmunya, Allah pun menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya untuk menyampaikan kepada lelaki tersebut: “Meskipun engkau mengumpulkan ilmu yang banyak niscaya ilmu itu tidak akan memberi manfaat bagimu, kecuali engkau mengerjakan tiga hal berikut: Jangan engkau mencintai dunia, karena dunia bukan tempat orang-orang beriman menerima pahala-Nya, Jangan berteman dengan setan, karena setan bukan teman orang-orang beriman, Jangan mengganggu seseorang, Karena mengganggu orang lain bukanlah pekerjaan orang-orang beriman.”3.Bab 4 Perkara
a. Empat Penentu Tegaknya Agama dan Dunia
36
“Agama dan dunia akan selalu tegak selama empat golongan berfungsi dengan baik, yaitu selama orang kaya tidak bakhil, selama para ulama‟ mengamalkan ilmunya, selama orang-orang bodoh tidak takabbur dari sesuatu yang tidak mereka ketahui dan selama orang-orang fakir tidak menjual akhirat mereka dengan duniawi.”
b. Empat Perkara Tempat Terdapatnya Empat Perkara Lainnya
َل َ ُوَّنَأ ُالله ُورر ِفَلَّ ا ْ ِم َح ْنَ
“Hamid Al-Lafaf berkata: “Aku telah mencari empat hal dalam empat hal yang lain, tetapi ternyata aku salah, kemudian aku baru menemukannya dalam empat hal yang lainnya lagi, yaitu:
- Aku mencari kecukupan dalam harta, namun aku temukan dalam sikap qana‟ah
- Aku mencari ketenangan dalam banyaknya harta, namun aku temukan dalam harta yang sedikit
37
“Barang siapa meremehkan lima golongan, maka ia rugi dalam lima hal, yaitu:
- Barang siapa meremehkan ulama‟, maka ia akan rugi dalam urusan agama.
- Barang siapa meremehkan pemerintah, maka ia akan rugi dalam urusan dunia.
- Barang siapa meremehkan tetangga, maka ia akan rugi dalam beberapa hal yang ia perlukan.
- Barang siapa meremehkan kaum kerabat, maka ia akan rugi dalam urusan kasih sayang.
- Barang siapa meremehkan istrinya, maka ia akan rugi dalam urusan kenikmatan hidup.
5.Bab 6 Perkara
a. Enam Nasehat Yahya bin Mu‟adz Ar-Razi
ُالله ُوَِرَر ىِز َّ ا ْذ َلُم نْب َ َيَ ْنَ
hawa nafsu itu kendaraan dosa, harta itu pakaian orang-orang takbur dan dunia itu pasarnya akhirat.”6.Bab 8 Perkara
38
“Ada delapan hal yang tidak pernah kenyang dari delapan hal, yaitu: Mata tidak akan pernah kenyang dari memandang, bumi tidak akan pernah kenyang dari menerima hujan, wanita tidak akan pernah kenyang dari laki-laki, Ulama tidak akan pernah kenyang dari menuntut ilmu, pengemis tidak akan pernah kenyang dari meminta-minta, orang serakah tidak akan pernah kenyang dari mengumpulkan harta benda, lautan tidak akan pernah kenyang dari menampung air dan api tidak akan pernah kenyang dari memakan kayu bakar.
b. Delapan Perhiasan
“Ada delapan perkara yang merupakan perhiasan bagi delapan perkara yang lain, Yaitu:
- Memelihara diri dari meminta-minta merupakan perhiasan bagi kefakiran.
- Bersyukur kepada Allah merupakan perhiasan bagi nikmat yang telah diberikan-Nya
- Sabar adalah perhiasan bagi musibah
- Tawadhu‟ adalah perhiasan bagi (kemuliaan) nasab - Santun adalah perhiasan bagi ilmu
- Rendah hati adalah perhiasan bagi seorang pelajar
- Tidak menyebut-nyebut pemberian merupakan perhiasan bagi kebaikan
- Khusyu‟ adalah perhiasan bagi sholat.”
39
a. Sepuluh Hal yang Sia-Sia
ُوْنَ ُالله َيِاَر ْن َ ْثُ َل َ
- Orang alim yang tidak ditanyai tentang ilmunya - Ilmu yang tidak diamalkan
- Pendapat benar yang tidak diterima - Senjata yang tidak dipakai
- Masjid yang tidak dipakai sholat - Al-Qur‟an yang tidak dibaca - Harta yang tidak diinfaqkan
- Kuda (kendaraan) yang tidak ditunggangi - Ilmu zuhud di hati orang yang cinta keduniaan
sebaik-40
baik pertolongan, mati adalah sebaik-baik pendidik (menuju kebaikan akhlak).
“Rasulullah SAW bersabda: Kesentosaan (orang beriman) itu ada sepuluh macam, lima diberikan di dunia dan lima lagi diberikan di akhirat. Adapun yang diberikan di dunia adalah:
- Memiliki ilmu - Bisa beribadah
- Memperoleh rizqi yang halal - Sebar ketika menerima musibah - Bisa mensyukuri nikmat Allah.
Adapun lima macam kesentosaan yang diberikan di akhirat adalah: - Malaikat izroil datang kepadanya dengan kasih sayang dan
lembut (sewaktu mencabut ruhnya)
- Malaikat Munkar dan Nakir tidak akan mengejutkan dan membentak dirinya dalam pertanyaan kuburnya
- Dia akan merasa aman dari ketakutan yang maha dahsyat
- Ketika segala keburukannya dihapus dan diterima segala amal shalihnya
41 BAB IV
ANALISIS NILAI PENDIDIKAN DALAM KITAB
NASHAIHUL „IBAD
A. Nilai Pendidikan dalam Nashaihul „Ibad
Nabi Muhammad merupakan uswatun hasanah terbaik di dunia ini, beliaun adalah sebaik-baik umat, sumber pendidik sepanjang zaman. Beliau adalah Nabi dan Rosul terakhir yang tidak ada keraguan perihal keimanannya. Tetapi, beliau tetap terus berusaha menambah keimanan setiap hari, walaupun kehidupan akhirat beliau telah dijamin masuk surga. Banyak para sahabat sampai ulama‟ yang mengikuti jejak beliau baik
dalam hal keilmuan maupun akhlaknya. Termasuk yang berusaha mengikuti jejak beliau adalah Imam Nawawi Al-Bantani. Seorang ulama‟ indonesia yang namanya kini mendunia.
42
Selain itu karena kesediaan insan menimba ilmu pengetahuan yang berbagai jenis (Al-Syaibany, 1983: 107)
Manusia harus mempunyai pendidikan sebagai pembeda dari makhluk lain. Utamanya pendidikan dalam masalah agama. Dalam kaitan ini Malik Fajar mengatakan bahwa hubungan antara Islam dengan pendidikan bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang, artinya Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar. Namun demikian, upaya menghubungkan antara Islam dengan pendidikan dan masalah lainnya dalam peta pemikiran Islam, masih dijumpai adanya perdebatan yang hingga kini masih belum tuntas (Nata, 2003:222).
Menuntut ilmu hukumnya wajib. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW:
ٍ ِ ْ ُم ِّ ُ يَ َ ٌ َضْيِ َف َ ْ ِلاْ ُبَ َط
Artinya:”Menuntut ilmu itu wajib atas semua orang Islam.” (H. R. Baihaqi) (Kitab Sunan Ibnu Majah, Juz 1, halaman 98).43
yang tidak berhasil dalam menuntut ilmu karena mereka tidak mau menghormati ilmu dan gurunya (Al-Zarnuji, tt:16).
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu: pertama, bagi murid hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu, jangan berniat untuk hal-hal duniawi, dan jangan melecehkan dan menyepelekannya. Kedua, bagi guru dalam mengerjakan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata. Di samping itu, yang diajarkan hendaknya sesuai dengan tindakan-tindakan yang diperbuat.
Dalam kitab Nashaihul „Ibad karya Imam Nawawi menjelaskan
perihal nilai pendidikan bagi seorang pelajar dalam meraih ilmu pengetahuan. Adapun analisis yang dapat ditarik dari pembahasannya, yaitu:
1. Berperilaku Takwa
Banyak sekali definisi takwa yang dikemukakan para ahli, antara lain:
a. Takwa ialah melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang-Nya, baik secara lahiriah maupun batiniah dengan cara mensyiarkan agama Allah SWT dan mencintai-Nya dengan penuh keikhlasan.
44
c. Barang siapa yang ingin takwanya diterima, tinggalkanlah maksiat dan perbuatan dosa.
Perilaku takwa harus ditanamkan dalam jiwa seorang pelajar agar ilmu yang diperoleh dapat memberi manfaat bagi dirinya sendiri maupun kepada orang lain dengan tidak melupakan Allah sebagai sumber seluruh ilmu pengetahuan. Seorang berilmu yang tertanam takwa dalam dirinya akan merasa takut unutk melakukan larangan-larangan Allah serta senantiasa melaksanakan apa yang telah diperintah-Nya.
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalaian kepada Allah dan katakan perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa yang menta‟ati Allah dan Rosulnya maka sungguh dia telah mendapat kemenangan yang besar. (Q.S. Al-Ahzab 70-71) (Http//www.alquran-digital.com).
Jelas janji Allah dalam ayat tersebut bahwa jika kita bertakwa denga sebenar-benarnya takwa maka Allah akan memperbaiki amal dan mengampuni dosa kita.
larangan-45
larangan-Nya. Inilah yang disebut takwa. Dan ini adalah batasan yang terbaik untuk mengartikan kata “takwa”.
Bertakwalah kepada Allah SWT di mana pun engkau berada, yakni di tempat mana pun engkau berada. Engkau tidak hanya bertakwa kepada Allah SWT di tempat yang disana orang-orang melihatmu saja. Seperti bertakwa hanya saat berada di masjid, kantor, rumah dan jalanan saja. Bertakwa juga tidak hanya di bulan ramadhan, tapi juga di waktu-waktu yang lain karena semua waktu adalah milik Allah SWT. Dan tidak hanya bertakwa kepada-Nya di tempat-tempat yang engkau tidak dilihat oleh seorang pun, karena Allah SWT senantiasa melihatmu, di tempat manapun engkau berada. Oleh karena itu, bertakwalah di manapun engkau berada.
2. Berperilaku syukur
46
syukur yang dilakukan dengan membalas nikmat atau kebaikan dengan kepatutan atau kepantasan yang layak.
Seorang hamba tentulah harus selalu bersyukur kepada Tuhannya. Terkadang saat mendapat nikmat dan kebahagiaan kita lalai dalam mensyukuri nikmat tersebut namun saat mendapatkan cobaan atau musibah mengaku bahwa kita sedang diuji oleh-Nya padahal saat sedang bahagia tidak mengingatNya. Padahal Allah selalu ada untuk kita dalam keadaan apapun.
Begitu penting dan besarnya manfaat syukur dalam kehidupan hingga Allah berfirman dalam Al-Qur‟an:
Artinya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti aku akan menambah nikmat-Ku kepadamu dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku , sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.(Q.S. Ibrahim: 7). (Http//www.alquran-digital.com).
3. Khusyu‟
47
berakibat lain kecuali kekerasan hati, kelalaian akan Allah SWT. keterlibatan dalam kesesatan yang berlanjut serta menguatnya ambisi untuk meraih kedudukan dalam masyarakat. Kecuali siapa-siapa yang diselamatkan oleh Allah SWT. dengan rahmat-Nya, atau mencampurinya dengan pelbagai ilmu keagamaan (Al-Baqir, 1996:192). Untuk itu peserta didik haruh memfokuskan diri pada pencapaian suatu keberhasilan dalam ilmu, amal dan akhlak yang baik.
Sedangkan bagi seorang pendidik sendiri maka harus merendahkan hati dalam menyampaikan ilmu dan bersungguh-sungguh terhadap pencapaian sebuah ilmu, mencerdaskan dan membentuk karakter perilaku pada peserta didik. Hendaknya ia tidak mengabaikan apapun untuk menasehati muridnya. Kemudian, hendaknya ia selalu mengingatkan bahwa tujuan sebenarnya dari upaya mencari ilmu adalah demi ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, bukan demi meraih jabatan, kepemimpinan atau untuk bersaing dengan rekan sesamanya.
4. Sabar
48
Karena syukur dengan amal perbuatan menuntut adanya kesabaran dalam beramal.
Ulama‟ membagi sabar menjadi tiga:
a. Sabar dalam musibah, yaitu kerelaan menerima kehendak Allah yang pad awalnya terasa tidak nyaman seperti sakit, kurang harta, ketakutan, kelaparan , bencana alam dan sebagainya.
b. Sabar dalam ibadah, kerelaan melakukan kehendak Allah yang wujud dalam perintah-perintah-Nya.
c. Sabar dalam maksiat, kerelaan diri menerima ujian melakukan hal-hal yang menjadi larangan-Nya (Sultoni, 2007: 153)
Oleh karena itu, sabar adalah separuh iman, sebab tidak satupun maqam iman kecuali disertai kesabaran (Hawa, 2004:370). Bahkan Allah akan memberikan derajat yang tinggi dan kebaikan, dan menjadikannya sebagai buah dari kesabaran. Firman-Nya:
“Dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka perbuat”(QS. An-Nahl:96). (http//www.alquran-digital.com).
49
berfikir terhadap hal yang ditujukan kepadanya, dengan fikiran yang positif, bahwa hal yang demikian itu untuk kebaikan dirinya.
5. Zuhud
Sederhana disini yaitu menggunakan segala sesuatu yang tersedia baik berupa benda dan lain-lain menurut keperluan dan tidak berlebih-lebihan. Baik guru maupun murid senantiasa berperilaku sederhana dalam segala hal, tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Hidup sederhana tidaklah berarti hidup melarat atau hidup serba kekurangan. Hidup sederhana adalah hidup yang wajar yang terletak diantara hidup kekurangan dan hidup yang mewah, atau dengan kata lain hidup secara seimbang.
50
Artinya: “ Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadid:20) (Http//www.alquran-digital.com).
Kehidupan yang dihimbaukan oleh Islam adalah kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat, seimbang kehidupan jasmani dan rohani. Orang yang semata-mata mendasarkan kehidupan untuk menuntut kesenangan duniawi biasanya lupa pada kehidupan ukhrawi. Sehari-hari pikirannya tertuju bagaimana supaya hartanya bertambah dan menjadi banyak, dan hanya memenuhi keinginan-keinginan nafsunya.
51
dari sifat pemborosan dan bakhil, serta tidak terlalu memikirkan dunia yang menjadi penghambat terhadap tercapainya keberhasilan ilmu dan akhlakul karimah.
6. Menjaga dari hal yang haram (wira‟i)
Berperilaku wira‟i disini merupakan sikap kehati-hatian terhadap perkara yang syubhat bahkan haram dalam segala aspek perilaku kehidupan. Baik guru maupun murid harus berperilaku wirai terhadap makanan, minuman, tempat dan segala sesuatau yang dibutuhkan dalam pencapaian ilmu. Dengan akhlak ini hati akan mudah menangkap ilmu, cahaya dan kemanfaat ilmu.
Menghindarkan diri dari suatu yang syubhat bahkan haram ini dapat memperkokoh keberagamaan dan merupakan kebiasaan para ulama‟ yang mengamalkan ilmunya. Rasulullah SAW. bersabda:
َنِم ٌ ْ ِثَ َّنُهُ َ ْلَ ي َ ٌت َهِبَ َ ُم ٌرْوُمُ َ ُهَ نْ َ بَ ٌِّيَّ ب َم َ َا َّنِ َ ٌِّيَّ ب َلَ َا َّنِِ
ِت َهُ بُّ ا ِفِ َعَ َ ْنَمَ ِوِاْ ِ َ ِوِنْيِ ِا َأَ ْ بَ ْاِ ْ َقَ ف َت َهُ بُّ ا َقَّ ت ِنَ َف ِس َّنا
ِم َ َا ِفِ َعَ َ
(
م ىر خبا ه ر
).
Artinya: “Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas, demikian pula yang haram. Antara keduanya terdapat sesuatu syubhat yang sebagian besar manusia tidak mengetahuinya. Siapa saja yang berhati-hati darinya, selamatlah agamanya dan dirinya. Sebaliknya siapa yang tergelincir ke dalamnya, ia akan jatuh ke dalam keharaman. (HR. Bukhari dan Muslim). (An-Nawawi, tt:9).
52
dari penyakit hati, seperti ujub dan riya‟. Jelasnya, amal orang yang
memakan harta haram akan ditolak. Sebab, Allah adalah dzat yang baik dan hanya menerima yang baik. Setiap amal perbuatan pasti dilakukan oleh anggota badan. Sedangkan gerakan badan didorong oleh daya yang dihasilkan oleh makanan, jika makanannya haram maka daya yang akan dihasilkannyapun akan jelek (A-Husaini, 1999:128). Untuk itu, sikap wirai ini perlu diperhatikan baik bagi guru maupun murid. Dengan berhati-hati maka tidak akan cenderung untuk menuruti hawa nafsu dan syahwat yang nantinya akan menimbulkan keburukan dan kejahatan.
Syaikh al-Zarnuji berkata bahwa seorang murid yang berperilaku wirai, maka ilmunya akan lebih bermanfaat, dan belajarnya lebih mudah. Termasuk perilaku wirai adalah menghindari rasa kenyang, banyak tidur, dan banyak bicara. (al-Zarnuji, tt:39).
7. Qona‟ah
53
Artinya: “Tidak akan beruntung bagi orang yang mencari ilmu dengan memulyakan dirinya dan berlebihan dalam kebutuhannya, akan tetapi orang yang beruntung itu adalah orang yang merendahkan diri, mencukupkan kebutuhan dan melayani ulama” (Asy‟ari, tt:26).
8. Rendah Hati (tawadhu‟)
Tawadhu‟ bukanlah merendahkan maupun menghinakan diri.
Melaikan tawadhu‟ adalah akhlak yang luhur dan sifat yang tinggi, sedangkan kesombongan bukan termasuk akhlaknya dan tidak patut bersanding dengannya. Seorang muslim bertawadhu‟ adalah untuk
dimuliakan dan tidak mau sombong agar tidak dicampakkan, sebab
Artinya: Shadaqah tidak mengurangi harta dan Allah tidak menambah hamba yang memaafkan kecuali kemuliaan, dan seseorang tidak bertawadhu‟ karena Allah kecuali Allah mengangkat derajatnya” (H.R. Muslim : 2588).