• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB NASHAIHUL ‘IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB NASHAIHUL ‘IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:

ABDUL KHAMID

NIM: 111 13 063

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

6

(6)

7

MOTTO

لُكِل ُنا َوْنُع َو ُلْضَف َو # ِهِلْه َ ِلِ ُنْيَز َمْلِعْلا َّنِاَف ْمَّلَعَت

ِدِم اَحَم

اِدِئ ا َوَفْلا ِر ْوٌخُب ىِف ْحَبْسا َو ِمِعْلا َنِم # ُةَد اَيِز ٍم ْوَي َّلُكاًدْيِفَتْسُم ْنُك َو

Belajarlah ! sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya

Dia perlebihan dan pertanda segala pujian

Jadikankanlah hari-harimu untuk menambah ilmu

Dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna

(Syeikh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji)

(7)

8

PERSEMBAHAN

Skripsi yang sederhana ini saya persembahkan kepada:

 Bapak- Zaini Ibu Maspiyah tercinta yang senantiasa tak pernah

hentinya memberikan semangat serta Do‟anya sehingga skripsi ini

bisa penulis selesaikan.

 Abah Cholid Ulfi F, Abah As‟ad Haris N.F, Abah Taufiqurrahman,

Ibunda Facichah Ulfah dan Ibunda Chusnul Halimah serta segenap

keluarga besar kepengasuhan Yayasan Pondok Pesantreb Al-Manar

yang senantiasa memberikan tempat bagi saya dalam mencari Ilmu.

 Bapak dan Ibu Guru besrta staf tata usaha MTs Al-manar yeng selalu

mendo‟a kan dan dorongan semanagt sehingga terselesainya skripsi

ini.

 Kakak saya Masrokhan beserta Istrinya yang selalu memberikan

support dan memberikan motivasi kepada saya.

 Teman-teman satu gotak ngaji bareng, ngopi bareng Pondok

Pesantren Al-Manar: pak lurah Lutfi, kang kamaludin, kang

kholifah, kang Asmu‟i, kang Wahab, kang Didik, kang Huda, kang

Amri, Mbah Roko, kang Giweng, kg Izud, kg alfian, kg Umam, Gus

Faza, kgMahrus, kg Qosiemi,

 Seorang yang special yang akan menemani hidup saya nanti

 Semua yang telah mendoakan saya yang tidak bisa penulis sebut satu

persatu

(8)

9

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allaah yang Maha Pengasih Lagi Maha

Penyayang, Segala Puji bagi Allah, dengan penuh rasa Syukur akhirnya penulis

panjatkan kehadiran-nya. Hanya berkat karuynia-Nya penulis dapat

melaksanakan aktivitas hidup terutama dalam menyelesaikan tugas akhir di

IAIN Salatiga ini.

Penulis menyadari bahwa penulis skripsi ini tidak akan dapat

menyelesaikan skripsi ini tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak,

untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam

Nsgeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga

3. Ibu Rukhayati, M.Ag, selaku ketua jurusan pendidikan Agama Islam

4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku pembimbing akademik

5. Bapak Dr. M. Gufron, M.Pd selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini.

6. Para pustakawan di sekolah IAIN Salatiga yang selalu memberikan

pelayanan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh karyawan IAIN Salatiga yang selalu

memberikan Ilmu kepada penulis.

8. Almukarom Romo Kyai As‟ad Haris Nasution F. Abah Taufiqurrahman,

Ibunda Fatikhah Ulfah, Ibunda Chusnul Chalimah, serta Ustadz-Uatdzah

Pon-Pes Al-Manar yang telah berjuang bersama dalam Agama Alah.

(9)
(10)

11

ABSTRAK

Abdul Khamid. 2017 .Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Nashaihul

‘Ibad Karya Imam Nawawi al-Bantani.Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Ghufron, M.Ag.

Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Imam Nawawi al-Bantani

merupakan seorang ulama‟ salaf pemikir yang menghasilkan karya-karya besar yang terkenal. Beliau merasa bahwa sangat pentingnya sebuah pribadi yang memiliki keimanan yang kuat, kesempurnaan akidah dan akhlak serta pendidikan yang berkualitas dan memadai harus dimiliki oleh setiap orang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji apa saja nilai pendidikan dalam kitab Nashaihul ‘Ibad karya Imam Nawawi al-Bantani. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: 1). Bagaimana sistematika penulisan dari kitab Nashaihul ‘Ibad? 2). Apa saja nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Nashaihul ‘Ibad? 3). Bagaimana relevansi pada akhlak terhadap dunia pendidikan sekarang?.Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kepustakaan.Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan jenis penelitian kepustakaan(Library Research), sedangkan sumber data primer dari penelitian ini adalah kitab Nashaihul ‘Ibad dan sumber sekundernya adalah buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian.

Adapun teknis analisis data menggunakan metode Induktif dan metode

Diduktif. dan temuan penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pendidikan akhlak dalam kitab Nashaihul ‘Ibad karya Imam Nawawi al-Bantani ini sangat dibutuhkan bagi dunia pendidikan sekarang ini. Ciri pemikiran beliau dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh dengan al-Qur‟an dan Hadits serta atsar para ulama‟. Beliau menyatakan bahwa Ilmu itu sesuatu yang suci dan hanya akan dapat diserap oleh jiwa yang suci pula. Pendidikan tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja, namun kita bisa mendapatkannya melalui siapa saja dan apa saja. Proses mencari Ilmu dapat diperoleh dengan cara memperkuat cinta kepada Allah SWT, menjaga diri dari perbuatan yang dilarang agama dan senantiasa mendekatkan diri pada Allah. Sikap kita kepada sesama manusia dan makhluk lain juga akan berpengaruh dalam dunia pendidikan Islam. Saling menyanyangi, tawadhu’ serta sikap-sikap yang seharusnya kita lakukan kepada makhluk lain akan menjadikan kita sebagai hamba yang santun dan bijak dalam kehidupan. Dari sini diharapkan akan terwujud sebuah pribadi yang memiliki akhlak mulia, berbudi pekerti yang luhur dan berkeimanan yang kuat.

(11)

12

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LOGO IAIN ... ii

NOTA PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIHAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian... 6

E. Penegasan Istilah ... 8

F. Metode Penelitian... 10

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II BIOGRAFI IMAM NAWAWI AL-BANTANI A. Riwayat Hidup Imam Nawawi al-Bantani ... 15

B. Nasab Imam Nawawi al-Bantani ... 16

C. Sistematika Penulisan Kitab Nashaihul ‘Ibad ... 19

D. Pendidikan Imam Nawawi al-Bantani ... 21

E. Karya-karya Imam Nawawi al-Bantani ... 23

F. Nasionalisme ... 28

G. Silsilah Guru-guru Imam Nawawi al-Bantani... 30

H. Mengajar dan Menjadi Imam di Masjidil Haram ... 33

I. Murid-murid Imam Nawawi al-Bantani... 35

J. Wafat ... 38

(12)

13

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN IMAM NAWAWI AL-BANTANI

A. Pengertian Nilai Pendidikan ... 39

1. Pengertian Nilai ... 39

2. Bentuk-bentuk Nilai Pendidikan ... 41

B. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 44

1. Pengertian Pendidikan ... 44

2. Pengertian Akhlak ... 46

C. Pemikiran Imam Nawawi al-Bantani Tentang Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad ... 50

BAB IV ANALISIS RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB NASHAIHUL’IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad ... 59

B. Relevansi Pendidikan Akhlak dalam kitab Nashaihul ‘Ibad dalam dunia Pendidikan ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 84

C. Kata Penutup ... 84

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

1

seluruh alam ini. Rasulullah SAW sebagai utusan yang menyempurnakan

akhlak manusia, karena beliau dalam hidupnya penuh akhlak-akhlak yang

mulia dan sifat-sifat yang baik. (Umar Abdul Djabbar, tt: 3).

Islam merupakan Agama rahmatan lil’alamiin yang dibawa oleh Rasullullah SAW. Islam sangat memperhatikan segala aspek yang dikerjakan

manusia, mulai dari hal-hal yang besar, baik yang berhubungan dengan Allah

maupun dengan manusia. Dalam hal ini Islam memberikan pendidikan

kepada manusia dan sebagai pedoman hidup untuk manusia seluruh alam.

Rasulullah SAW, sebagai utusan yang menyempurnakan akhlak manusia,

karena beliau pada hidupnya penuh dengan akhlak-akhlak yang mulia dan

sifat-sifat yang baik. Para sahabat dan keluarga beliau menjadikan perjalanan

Nabi Muhammad SAW, sebagai pelita untuk penyiaran Agama. Hal ini

digambarkan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur‟an:

Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q.S. Al-Qalam: 4). (http//.alquran-digital.com).

Rasulullah adalah perumpamaan Al-Qur‟an yang berjalan, karena

perilaku, perkataan dan kehidupan kesehariaannya mencerminkan apa yang

(14)

2

pemberian contoh nyata melalui perangainya yang sangat luhur. Biarpun

dicaci maki, dicemooh, dihina dan bahkan nyawa taruhannya terancam oleh

orang-orang kafir, tetapi beliau membalas perbuatan tersebut dengan pekerti

yang luhur tiada rasa dendam, marah, putus asa, malah membalas dengan hal

kebaikan dan ternyata perbuatan itu dapat mengalahkan mereka, lalu

merekapun berbondong-bondong masuk Islam tanpa adanya ajakan secara

langsung.(Hermawan, 2015: 32).

Agama Islam sangat memperhatikan masalah akhlak, melebihi

perhatiannya dari hal-hal yang lain. Perhatian itu sampai sedemikian rupa,

sehingga akhlak sebagai salah satu pokok tujuan risalah. Akhlak merupakan lambang kualitas manusia, masyarakat, dan umat. Karena itulah akhlak yang

menentukan eksistensi seorang muslim.

Akhlak merupakan sifat yang dekat dengan iman. Baik buruknya

akhlak menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan manusia.

Orang yang beriman kepada Allah akan membenarkan dengan

seyakin-yakinnya akan ke Esaan Allah, meyakini bahwa Allah mempunyai sifat

dengan segala kesempurnaannya dan tidak memiliki sifat kekurangan,

ataupun menyerupai sifat-sifat makhluk ciptaan-Nya.(Siroj, 2009:2).

Maka karena itu pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi

pendidikan Islam, posisi ini terlihat dari kedudukan Al-Qur‟an sebagai

referensi paling penting tentang akhlak bagi kaum muslimin baik individu,

keluarga, masyarakat, dan umat. Akhlak merupakan buah Islam yang

(15)

3

kehidupan menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol psihis dan sosial

bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, manusia tidak akan berbeda dari

kumpulan binatang.(Munzier, 2008: 89).

Karena Harkat manusia ditentukan oleh akhlaknya. Akhlaknya yang

sudah membentuk menjadi kepribadian akan memberikan jati diri yang

agung. Jati diri tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi perlu adanya

langkah-langkah untuk mengukirnya. Mengukir jati diri di waktu kecil seperti

mengukir batu, butuh ketekunan sampai akhir hayat.(Mubarok, 2011:3).

Akan tetapi berbanding terbalik dengan apa yang terjadi remaja

sekarang pergaulan sudah sangat mengkhawatirkan, karena sudah sangat

banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh remaja. Lingkungan

memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan, dan dapat

membentuk suatu kebiasaan terhadap seseorang.(Al-Jaza‟iri, tt: 223). Hal ini

menjadi keprihatinan bersama. Apabila tidak ada cara untuk membentengi

anak-anak (pelajar) dari terjangan lingkungan yang buruk, maka bisa

dipastikan mereka akan terpengaruh oleh lingkungan yang buruk, dan bukan

tidak mungkin mereka juga akan menjadi terbiasa untuk melakukan

perbuatan yang buruk. Sangat jelas bahwa sungguh telah ada suritauladan

yang baik dalam diri Rasulallah SAW. Maka hendaklah kepada para orang

tua dapat memberikan pengarahan dan pendidikan akhlak yang baik terhadap

anak-anaknya agar kelak sifat baik Rasulullah dapat tercermin di dalam

dirinya. Imam Al-Ghazali mengatakan: “seseorang anak, sejak ia dilahirkan

(16)

4

masih bersih dan suci, bagaikan permata yang sangat berharga. Manakala

anak itu terbiasakan dan diperlihatkan kepada hal-hal yang baik, maka anak

itu akan tumbuh menjadi manusia yang semakin hari akan semakin tertancap

serta semakin meresaplah kebaikan-kebaikan di dalam jiwanya”. Dan bagi

generasi muda hendaknya sadar bahwa kelak mereka juga akan menjadi

orang tua, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki akhlak. Yang mana di

era sekarang ini sudah tampak tanda-tanda zaman Jahiliyah jilid dua yang

terbukti dengan banyaknya perilaku-perilaku yang menyerupai zaman pra

Islam.(Al-Ghalayaini, 2000: 314).

Oleh karena itu, orang tua harus lebih memperhatikan anak-anaknya

dalam soal pendidikan, terutama pendidikan tentang akhlak. Supaya mereka

tidak mudah terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang buruk seperti saat

ini. Pada masa yang akan datang kelak, mereka akan menjadi pilar-pilar

penerus perjuangan yang memiliki tingkah laku (akhlak) yang baik, menjadi

penerus bangsa negara, dan juga Agama.

Berbekal dengan pendidikan akhlak, seseorang dapat mengetahui

batas mana yang baik dan mana yang buruk. Juga dapat menempatkan

sesuatu sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh

irsyad, taufik, dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia dan di akhirat.

Kebahagian hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di

dalam lubuk hati. Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan mendapat

ridha dari Allah SWT dan selalu disenangi oleh sesama makhluk.(FIP-UPI,

(17)

5

Salah seorang ulama‟ yang mengkaji dan memberikan pendidikan

akhlak secara mendalam adalah Imam Nawawi Al-Bantani. Beliau adalah

seorang ulama‟ besar dalam bidang keilmuaan salah satunya adalah

pendidikan akhlak.

Sejarah menyebutkan bahwa beliau dikenal kuat dalam mengamalkan

Ilmu dan hidup zuhud, dan sangat sabar menjalani kehidupan yang serba

kekurangan. Beliau juga jarang tidur malam, rajin beribadah dan menulis

berbagai kitab salah satu karyanya yang sering dikaji adalah Nashaihul ‘Ibad. ( http://klulaku.blogspot.co.id). Kitab ini tergolong praktis, di dalamnya

terdapat berbagai ulasan-ulasan yang berhubungan dengan nilai-nilai

pendidikan akhlak beserta dalil-dalilnya (dasar-dasarnya), yang kemudian

bisa dijadikan acuan untuk mempengaruhi dan memformulasikan nilai-nilai

pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari para siswa (pelajar).

Dari uraian di atas, penulis sangatlah tertarik ingin lebih jauh

mengkaji tentang nilai-nilai pendidikan akhlak pada pemikiran Imam Nawawi

Al-Bantani melalui sebagian karya-karyanya yang cukup fundamental yaitu

kitab Nashaihul ‘Ibad yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang

pendidikan akhlak. Untuk itu, maka penulis berusaha untuk menyusun sebuah

skripsi yang berjudul: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM

KITAB NASHAIHUL ’IBAD KARYA IMAM NAWAWI AL-BANTANI,

dengan harapan semoga dapat memberikan kontribusi dan manfaat terutama

(18)

6

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sistematika penulisan dari kitab Nashaihul ‘Ibad?

2. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab

Nashaihul ‘Ibad ?

3. Bagaimanakah relevansi pendidikan akhlak kitab Nashaihul ‘Ibad dalam konteks kehidupan pelajar sekarang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui bagaimana sistematika penulisan kitab Nashaihul ‘Ibad.

2. Mengetahui bagaimanakah nilai-nila Pendidikan akhlak yang terdapat

dalam kitab Nashaihul ‘Ibad.

3. Mengetahui relevansi pendidikan akhlak kitab Nashaihul ‘Ibad dalam konteks kehidupan pelajar sekarang.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

dalam upaya peningkatan Ilmu pengetahuan dan pembenahan akhlak yang

pada era sekarang ini sangat jauh dari ajaran Islam. Kegunaan dari penelitiaan

ini dapat dikemukakan dua bagian, yaitu:

1. Kegunaan Teoristik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

(19)

7

dalam kitab Nashaihul ‘Ibad serta bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai nilai

pendidikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam

kehidupan sehari-hari.

b. Bagi Lembaga Pendidikan

1. Sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia

pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di

Indonesia terutama pendidikan Islam.

2. Dapat dijadikan masukan yang membangun guna untuk

meningkatkan kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan

Islam, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan

penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah

secara global.

c. Bagi Ilmu Pengetahuan

1. Sebagai bahan referensi dalam Ilmu pendidikan terutama Ilmu

pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah

wawasan di bidang tersebut khususnya dan bidang Ilmu

pengetahuan yang lain pada umumnya.

2. Menambah khazanah mengenai nilai pendidikan akhlak yang

(20)

8

betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian berusaha memperbaiki diri agar selalu

meningkatkan mutu dan kualitas diri menjadi yang lebih baik

dihadapan Allah dan dihadapan manusia.

Dengan demikian setiap induvidu diharapkan dalam keadaan

tetentu dapat mengambil pelajaran di setiap aktivitasnya. Kemudian akan

menjadikan pribadi berfikiran matang sebelum melakukan suatu tindakan

dan menentukannya ke jalan kebenaran dan mengurangi tingkat

kesalahan tindakan baik itu merugikan diri sendiri, kelompok, maupun

orang lain serta menuju kebahagiaan dunia sampai akhirat.

E. Penegasan Istilah

Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kekeliruan

penafsiran dan kesalahan dalam memahami istilah, maka penulis kemukakan

pengertian dan penegasan judul proposal ini sebagai berikut:

1. Nilai Pendidikan Akhlak

Nilai adalah sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok

sosial membuat keputusan mengenai apa yang ingin dicapai atau sebagai

sesuatu yang dibutuhkan.(www.pengertianpakar.com)

Pendidikan adalah upaya yang dilakukan dengan sadar untuk

mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui

pengajaran dan pelatihan.(Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990: 365).

Akhlak adalah suatu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai

(21)

9

jelek, sesuai pembawaannya, ia menerima pengaruh pendidikan

kepadanya, baik maupun jelek kepadanya.(Al-Jaziri, tt: 223).

Nilai pendidikan akhlak adalah merupakan usaha sadar yang

memungkinkan induvidu atau kelompok untuk membimbing dan

mengarahkan seseorang untuk mencapai suatu tingkah laku yang baik

dan teruji serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan.

2. Nashaihul ‘Ibad

Sebuah karya Muhammad Nawawi bin „Umar Al-Bantani

Al-Jawi yang disajikan untuk seorang hamba sebagai pedoman dan rujukan

berperilaku sesuai tuntunan Islami yang dapat membawa ke arah

kebaikan dan menjadikan seseorang berbudi pekerti santun dan berjiwa

lembut. Kandungannya begitu dalam dan hakikatnya begitu tinggi,

sehingga bila difahami dengan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari dapat

menghantarkan kita pada kebersihan hati, kesucian jiwa dan kesantunan

budi pekerti serta dapat mengingatkan kita akan pentingnya memahami

makna hidup hakiki dan mempersiapkan diri menghadap Sang Maha

Kuasa dengan membawa berbagai amal kebaikan dan budi pekerti yang

baik (Kauma, 2005: 5).

Kitab ini terdiri dari 10 bab pembahasan, dimulai dari Khutbatul

Kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga, sampai dengan sepuluh

(22)

10 3. Imam Nawawi

Adalah Abu Abdul Mu‟ti Muhammad Nawawi bin „Umar bin

„Arabi bin „Ali At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Beliau dilahirkan di desa

Tanar, Banten, Jawa Barat, pada tahun 1230 H bertepatan dengan 1813

M, di dalam keluarga yang mulia yang terkenal dengan dakwah

Islamiahnya. Sejak kecil beliau hidup dan menimba ilmu di Makkatul Mukarromah dan berbagai daerah seperti: Madinah, Syiria, dan Mesir.

Kemudian menetap kembali di Makkah. Setelah mengabdikan dirinya

dalam perjuangan yang panjang untuk memperjuangkan Islam, akhirnya

imam Al-Bantani kembali ke Rahmatullah pada tanggal 25 syawal

1314/1879 52).M. (Amirul Ulum, 2015: 52).

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian

kepustakaan (library research) dengan objek kitab-kitab, serta lainnya yang ada kaitannya dengan objek kajian, karena yang dijadikan objek

adalah hasil karya tulis hasil pemikiran.

2. Sumber Data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library

research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab Nashaihul

(23)

11

Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah terjemah

Nashaihul ’Ibad, kitab Risalatul Mu’awwanah, Kapita Selekta

Pendidikan Islam serta kitab-kitab dan buku-buku lainnya yang ada

relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian

ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi

sumber data primer yakni kitab Nashaihul ’Ibad dan data sekunder

yakni terjemah Nashaihul ’Ibad, kitab Risalatul Mu’awwanah, Kapita

Selekta Pendidikan Islam dan buku-buku serta kitab yang relevan

lainnya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara

sistematis dalam hubunganya dengan masalah yang diteliti, sehingga

diperoleh data/ informasi untuk bahan penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis Data yaitu penanganan terhadap suatu obyek

Ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian satu

dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai

halnya.

Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis

masalah adalah sebagai berikut:

a. Metode Diduktif

Metode Deduktif yaitu apa yang dipandang benar dalam

(24)

12

pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini

adalah suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum

dan berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan

yang khusus.(Hadi, 1990: 26). Metode ini digunakan oleh penulis

untuk menganalisis data tentang nilai yang akan dibahas yaitu nilai

pendidikan akhalak.

Jadi metode deduktif adalah proses berfikir secara umum

kemudian ditarik menjadi pengetahuan berfikir secara khusus.

b. Metode Induktif

Metode Induktif yaitu metode yang berangkat dari

fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari

fakta-fakta dan peristiwa yang konkrit ditarik dalam generalisasi

yang bersifat umum (Hadi, 1990: 26). Metode ini penulis gunakan

untuk menganalisis data tentang kebahagiaan yang hakiki dalam

kitab Nashaihul ’Ibad, sehingga dapat diketahui nilai pendidikan

akhlak yang terkandung di dalamnya.

Jadi metode deduktif adalah proses berfikir secara khusus

kemudian ditarik menjadi pengetahuan berfikir secara umum.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah sistematika

penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu

kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar

(25)

13

Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,

Metode Penelitian, Penegasan Istilah, dan sistematika Penulisan

sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.

Bab II : Latar Belakang penulisan kitab Nashaihul ’Ibad, Sistematika

penulisan kitab Nashaihul ’Ibad, Biografi dan pemikiran imam

Nawawi, menguraikan tentang: Biografi Imam Nawawi yang

meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan

karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas perkembangan

intelektual, karya-karyanya, silsilah nasab dan silsilah gurunya.

Bab III : Deskripsi pemikiran Imam Nawawi Al-Bantani.

Bab IV : Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran, relevansi,

pemikiran, dan Implikasi.

Bab V : Penutup, menguraikan kesimpulan dan saran.

(26)

14

BAB II

BIOGRAFI IMAM NAWAWI AL-BANTANI

A. Riwayat hidup Imam Nawawi

Lahir dengan nama Abu Abdul Mu‟ti Muhammad Nawawi bin „Umar

bin „Arabi. Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat.

Ulama yang lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan

Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten (Sekarang di Kampung Pesisir,

desa Pedaleman, Tanara, Serang Kecamatan Tanara, Jawa Barat pada tahun

1230 H /1813 M dalam keluarga yang terkenal dengan dakwah Islamiahnya.

Beliau wafat di Makkah pada tanggal 25 syawal 1314/1879 M. Jenazah imam

Nawawi al-Bantani dishalatkan di Masjidil Haram dengan gelombang yang

besar. Kemudian dimakamkan di Ma‟la berdekatan dengan makam Ibnu

Hajar dan Asma‟ binti Abu Bakar.(Amirul Ulum, 2015: 52-53).

Ketika masa beliau berusia 10 tahun, beliau sudah memulai hafal

Al-Qur‟an dan membacakan kitab Fiqih pada sebagian ulama di sana. Proses

pembelajaran ini di kalangan Ahli Hadits lebih dikenal dengan sebutan

Al-Qira`ah. Suatu ketika, secara kebetulan seorang ulama bernama Syaikh Yasin bin Yusuf al-Marakisyi melewati perkampungan tersebut dan

menyaksikan banyak anak-anak yang memaksa An-Nawawi kecil untuk

bermain, namun dia tidak mau bahkan lari dari kejaran mereka dan menangis

sembari membaca Al-Qur‟an. Syeikh ini kemudian mengantarkannya kepada

(27)

15

menuntut ilmu. Sang ayah setuju dengan nasehat ini.(Amirul Ulum, 2016:

57).

Pada tahun 649 H, An-Nawawi, dengan diantar oleh sang ayah, tiba

di Damaskus dalam rangka melanjutkan studinya di Madrasah Dar al-Hadits.

Dia tinggal di Al-Madrasah Ar-Rawahiyyah yang menempel pada dinding

masjid al-Umawy dari sebelah timur.(https://ahlussunahwaljamaah.)

Ayah beliau bernama K. H „Umar bin „Arabi, seorang pejabat

penghulu yang memimpin sebuah masjid. Dilacak dari segi silsilah, imam

Nawawi merupakan keturunan ke-11 dari Maulana Syarif Hidayatullah

(Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu cucu dari Maulana Hasanuddin (Sultan

Banten I) yang bernama Sunyaratas (Tajul Arsy). Nasabnya bersambung

dengan Nabi Muhammad SAW. Melalui jalur imam Ja‟far ash-Shadiq, Imam

Muhammad al-Baqir, imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah

az-Zahra. (Ghofur, 2008:189). Beliau bersaudara tiga orang yaitu Nawawi,

(28)

16

B. Nasab Imam Nawawi Al-Bantani

Sudah disebutkan di atas, bahwasannya nasab Imam Nawawi

Al-Bantani bersambung dengan nasab baginda Nabi Muhammad SAW. Adapun

urutan nasab-nasab Imam Nawawi Al-Bantani adalah sebagai berikut:

Sayyiduna Muhammad SAW Sayyidatuna Khatijah Al-Kubro RA

Sayyiduda „Ali bin Abi Tholib

Fatimah Azzahro al-Batul Ra.

Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra

Imam „Ali Zainal „Abidin Assajad Ra.

Imam Ja‟far Shodiq Ra Imam Muhammad

Baqir Ra

Imam „Ali „Uroidhi Ra Muhammad

An-Naqib Ra

Imam Ahmad al-Muhajir Ra Imam Isa Syakir Arrumi Ra

Imam Ubaidullah

Ra Imam Alawi Ra

Imam „Ali Kholi Qosam Ra Imam Muhammad

Ra

Imam Muhannad Shohib Marbath Ra

Imam „Ali Hadroh

Maut (yaman) Ra

Imam Abdullah Khon Ra Imam Abdul Malik

(29)

17

(30)

18

Demikianlah runtunan nasab beliau yang sampai pada baginda Nabi

Muhammad melalui jalur sayyiduna Husain ra (http//id.wikipedia.org).

C. Sistematika Penulisan Kitab Nashailul ‘Ibad

Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab Nashaihul ‘Ibad

adalah tematik, yang penulisannya dari satu bab ke bab yang lain berdasarkan

jumlah nasehat dan pokok masalah yang terkandung di dalamnya. Mulai dari

dua pokok masalah, tiga pokok masalah, dan seterusnya sampai sepuluh

pokok masalah. Jumlah pembahasannya ada 214 yang didasarkan pada 45

Hadits dan sisanya merupakan atsar (perkataan sahabat dan tabi‟in). Adapun

rincian bab yang terdapat dalam kitab ini yaitu:

1. Bab I, khutbatul kitab yang berisi kata pengantar dan sambutan dari

penulis.

2. Bab II, Tiga puluh macam makalah berdasarkan Hadist Nabi dan

perkataan sahabat, masing-masing mengandung dua butir nasehat. Adapun

urutannya adalah:

a. Dua hal yang sangat utama

c. Dua perintah Nabi agar bergaul dengan ulama‟

d. Dua perumpamaan masuk kubur tanpa bekal

e. Dua kemuliaan

f. Dua kesedihan

g. Dua pencarian

h. Dua sikap orang mulia dan bijaksana

i. Dua modal yang berbeda hasilnya

(31)

19 k. Dua jenis tangisan

l. Larangan meremehkan dosa kecil

m.Dua jenis dosa

n. Dua aktivitas utama

o. Dua bukti belum mengenal Allah dan dirinya sendiri

p. Dua kerusakan

q. Dua nasehat tentang nafsu dan sabar

r. Dua pengendalian akal

s. Dua keuntungan menjauhi keharaman

t. Dua wahyu Allah kepada Nabinya

u. Dua kesempurnaan akal

v. Dua perbedaan antara yang berilmu dan yang bodoh

w.Dua ciri orang yang taat kepada Allah

x. Dua aktivitas inti

y. Dua sumber dosa dan fitnah

z. Dua pengakuan kelemahan diri

aa.Dua perbuatan tercela

1. Bab III, Lima puluh makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan

sahabat masing-masing mengandung tiga butir nasehat.

2. Bab IV, Tiga puluh makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan

sahabat masing-masing mengandung empat butir nasehat.

3. Bab V, Dua puluh tujuh makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan

(32)

20

4. Bab VI, Tujuh belas makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan

sahabat, masing-masing mengandung enam butir nasehat.

5. Bab VII, Sepuluh macam makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan

sahabat masing-masing mengandung tujuh butir nasehat.

6. Bab VIII, Lima makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan sahabat,

masing-masing mengandung delapan butir nasehat.

7. Bab IX, Lima makalah berdasarkan Hadist Nabi dan perkataan sahabat,

masing-masing mengandung Sembilan butir nasehat.

8. Bab X, dua puluh Sembilan makalah berdasarkan Hadist Nabi dan

perkataan sahabat, masing-masing mengandung sepuluh butir

nasehat.(Al-Asqalany, 2002: 1)

D. Pendidikan Imam Nawawi Al-Bantani

Imam Nawawi Al-Bantani adalah seorang yang Agamis.

Mengutamakan pengetahuan ilmu Agama. Sendi-sendi ajaran Islam selalu

dikedepankan dibandingkan yang lainnya. Ajaran yang telah diajarkan oleh

ayah dan guru-gurunya selalu Imam Nawawi lestarikan.(Amirul Ulum, 2015:

41).

Semenjak kecil beliau terkenal cerdas, otaknya dengan mudah

menyerap pelajaran yang diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun.

Pertanyaan-pertanyaan kritisnya sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang

begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang ayah mengirimkannya

(33)

21

langsung dari ayahnya, kemudian berguru kepada kyai Sahal banten, setelah

itu mengaji kepada kyai Yusuf Purwakarta.(http://id.Wikipedia.org).

Pada usia 15 tahun, Imam Nawawi bersama dua saudaranya berangkat

ke Makkah untuk menunaikan haji. Namun selepas musim haji, ia enggan

kembali ke Indonesia. Dahaga keilmuan yang telah meneguhkan

keinginannya untuk tetap menetap di Makkah. Di tanah suci ini beliau

menyerap berbagai pengetahuan. Ilmu kalam (teologi), bahasa dan sastra

arab, Ilmu hadist, tafsir dan terutama Ilmu fiqih adalah sederet pengetahuan

yang dikajinya dari para ulama besar di sana (Ghofur, 2008:190). Beliau

berguru kepada para ulama‟ terkenal di Makkah, seperti: syeikh Khatib al

-Sambasi (1802-1872 M ), Abdul Ghani Bima (wafat 1853 M), Yusuf

Sumbulaweni, „Abdul Hamid Dhagestani (1863-1915 M), Syeikh Ahmad

Zaini Dahlan (1816-1891 M), Syeikh Muhammad Khatib Hambali

(1859-1915 M), dan Syeikh Junaid al-Betawi. Akan tetapi guru yang paling

berpengaruh adalah Syeikh Sayyid Ahmad Nahrawi, dan Syeikh Ahmad

Dimyati ulama‟ terkemuka di Makkah, melalui karakter ketiga syeikh inilah

karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama‟ lain yang

berpengaruh besar mengubah alam pikirannya, yaitu Syeikh Muhammad

Khatib al-Sambasi dan Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, ulama‟ besar Madinah

(http://id.Wikipedia.org).

Merasa masih haus akan dunia keilmuannya Imam Nawawi

mengembara lagi ke Negara-negara Islam di Timur Tengah untuk belajar

(34)

22

materi dari para Ulama‟ beliau kembali lagi ke Hijaz untuk belajar dengan

ulama‟-ulama‟ yang ada di sana.(Amirul Ulum, 2015: 45).

Syeckh Nawawi al-Bantani berangkat ke hijaz pada 1828 M setelah 2

tahun memimpin pesantren ayahnya sejak tahun 1826. Setelah kepergiannya,

tugas mengasuh pesantren dilimpahkan kepada adeknya, terutama tamim dan

syaid yang seperguruan dengannya seketika belajar kepada K.H Sahal, Kyai

Yisuf dan pengasuh Pesantren Cikampek.(Amirul Ulum, 2016: 66)

E.Karya-karya Imam Nawawi al-Bantani

Selain seorang guru besar Imam Nawawi dalam jangka waktu kurang

lebih 15 tahun sebelum beliau wafat, Imam Nawawi al-Bantani sangat subur

dalam membuahkan beberapa karya-karya. Waktu mengajarnya pun sengaja

dikurangi untuk menambah kesempatan menulis. Maka tidak heran jika Imam

Nawawi al-Bantani mampu melahirkan puluhan kitab, bahkan menurut sebuah

sumber lain ratusan kitab karya tulis Imam Nawawi al-Bantani dari berbagai

disiplin Ilmu.(Ghofur, 2008: 192).

Menurut Syaikh Abdallah Abdurrahman dalam Alamu al- Makkiyin: 832-1399 H, menurutnya bahwa Imam Nawawi al-Bantani kesibukannya

adalah mengajar, mengarang kitab dan beribadah. Banyak karya tulis yang

sudah dihasilkannya sebagai bentuk kepeduliannya untuk mengabdikan sebuah

Ilmu agar tetap terjaga hingga akhir zaman. Karya yang dihasilkan Imam

Nawawi al-Bantani hampir mencakup dalam berbagai disiplin Ilmu Islam.

Karya-karya Imam Nawawi al-Bantani ini banyak dikaji di berbagai

(35)

23

mengutamakan pelajaran salaf. Hal ini disebabkan pengaruh Imam Nawawi

al-Bantani yang dibawa oleh murid-murid hingga keberbagai penjuru dunia.

Sebagian dari karya-karya Imam Nawawi al-Bantani adalah sebagai

berikut:

1. Dalam bidang Tafsir, Imam Nawawi al-Bantani mempunyai sebuah karya

yaitu Tasir Al-Munir. Tafsir setebal dua jilid ini selesai ditulis pada tanggal 5 Rabiul Awwal 1305 H/ 1866 M. Usai selesai menulis Imam Nawawi

al-Bantani menyodorkannya kepada ulama‟ Mesir. Ulama‟ Mesir merasa

kagum dengan prestasi yang dimiliki imam Nawawi al-Bantani.

2. Dalam bidang Fiqih, Imam Nawawi al-Bantani mempunyai sebuah karya

diantaranya:

a. Fatkhul Mujid, yang ditulis pada 1276 H. kitab ini merupakan ulasan

ringkas atas kitab Khatib al-Syarbani fi al-Manasik.

b. Khasifatu al-Saja’, yang ditulis pada 1292 H. kitab yang berisi uraian

pemikiran tauhid Syaikh Nawawi ini merupakan ulasan atas kitab

Syafinah al-Najah karya Syaikh Salim ibn Samir al-Hadhrami.

c. Mirqath al-Su’ud al-Tasdiq, Kitab yang ditulis pada 1292 H. ini berisi ulasan Syaikh Nawawi terhadap pemikiran Syaikh Abdullah ibn Hasyim

Ba‟alawi dalam kitab Sullam al-Taufiq.

d. Nihuyatu al-Zain, yang berisi ulasan atas pemikiran Syaikh Zain al-Din Abdul Aziz al-Malibari dalam kitab Qurrah al-Ain bi Muhimmat

(36)

24

e. Al-tausyik, yang ditulis pada 1314 H. ini berisi ulasan atas kitab

Fath al-Qarib al-Mujib karya Ibn Qasim al-Ghazi.

f. Al-Aqdu al-Tsamin, yang berisi ulasan atas kitab Mandzumat al-Sittin

Mas‟alatan al-Musamma bil al-Fath al-Mubin karya Syaikh Mustofa ibn

Usman al-Jawi al-Qaruti.

g. Uqudu al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain yang ditulis pada 1297 H. ini membahas hak dan kewajiban suami istri.

h. Sullam al-Munanjat, kitab ini ditulis pada 1292 H. dan berisi ulasan atas kitab Syafinah al-Shalat karya Sayyid Abdullah ibn Umar al-Hadhrami.

i. Al-Tsimar al-Yani’ah yang berisi ulasan atas kitab al-Riyadh al-Badi’ah

karya Syaikh Muhammad ibn Sulaiman Hasb Allah.(Samsul Munir,

2008: 12)

3. Dalam Hadist dan Musthalahu al-Hadist Imam Nawawi al-Bantani

mempunya sebuah karya diantaranya:

a. Syarah Shahih Muslim

b. Riyadhuh al-Shalihin

c. Sharah Shahih Bukhari al-Adzkar

d. Arba’in an-Nawawi e. Irsyad fi al-Ulum al-Hadist

f. Al-Taqrib wa al-Taisir

4. Dalam bidang bahasa dan kesastraan, Imam Nawawi al-Bantani mempunya

(37)

25

a. Fath al-Ghafir al-Khattiyah, yang berisi ulasan atas kitab Nuzum al-Jurumiyah al-Musamma bi al-kaukab al-Jauziyah karya imam abdul

salam ibn mujahid al-Nabrawi. Kitab tersebut ditulis pada 1298 H.

b. Al-jurumiyyah

c. Lubab al-Bayan yang membahas ilmu balaghah dan merupakan ulasan atas kitab Risalat al-Isti’arat karya Huasain al-Nawawi al-Maliki.

d. Al- Fushus Yaqutiyyah, ala Raudhat Mahiyah fi al abwab

al-Tashrifiyyah yang membahas marfologi atau ilmu Sharf. Kitab ini merupakan ulasan atas kitab al-Raudhah al-Bahiyyah fi al-Abwab

alTashrifiyyah.

e. Al-Kawakibi al-Jahiliyyah f. Al-Nabrawasi

g. Al-Raudha al-Mahiyyah fi Abwabi

5. Dalam Akhlak dan Teologi, imam Nawawi al-Bantani mempunya sebuah

karya diantaranya:

a. Bahjatu al-Wasail, yang merupakan ulasan atas Risalah al-Jami‟ah

baina Ushul al-Din wal Fiqh wat Tashawuf. Kitab ini ditulis pada 1922 H.

b. Fath al-Majid, Kitab yang ditulis pada 1298 H. ini merupakan ulasan dari

kitab al-Duru al-Farid fi al-Tauhid.

c. Tijan ad-Durori, Kitab yang ditulis pada 1298 H. ini merupakan ulasan dari kitab al-Duru al-Farid fi al-Tauhid.

(38)

26

e. Dzari’ah al-Yaqin ala Ummu al-Barahin, yang ditulis pada 1317 H. kitab ini memberi ulasan pada Umm al-barahain karya al-Sanusi.

f. Al-Maraqi al-Ubudiyyah, yang berisi ulasan atas kitab Bidayah alHidayah karya Hujjah al-Islam, Abu Hamid al-Ghazali.

g. Qami al-Tughyan, Kitab ini berisi ulasan atas kitab Mandzumat al-Syu‟b al-Iman karya Syaikh Zain al-Din ibn Ali ibn Ahmad akSyafi‟I al-Kausyani al-Malibari.

h. Salalim al-Fudhala’.

i. Nashaihul ‘Ibad, Kitab ini ulasan atas pemikiran Syaikh Syihab al-Din

Ahmad ibn ahmad al-asqalani dalam karyanya al-Munabbihat ala al-Isti dad li Yaum al-Ma’ad.(Samsul Munir, 2008: 14-16)

6. Dalam Tarikh, Imam Nawawi al-Bantani mempunya sebuah karya

diantaranya:

a. Tarqhib al-Mustaqim

b. Al-Ibriz al-Dani c. Fath al-Shamad

Selain kitab-kitab di atas, Imam Nawawi al-Bantani juga mempunyai

banyak karya dalam berbagai kajian ilmu. Akan tetapi kitab yang terdeteksi

sangat sedikit jumlahnya.(Amirul Ulum, 2015: 51-52).

Karya-karya di atas itulah merupakan sebagian dari karya imam

Nawawi al-Bantani yang penulis sebutkan hanya sebagian saja, masih

(39)

27

terbatasnya sumber yang penulis dapatkan, dan banyak juga karya-karya

beliau yang belum diterbitkan.

F. Nasionalisme

Ketika beliau pulang ke tanah air, dan menyebarkan ilmunya, beliau

melihat praktik-praktik ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan

penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Beliau melihat itu semua

lantaran kebodohan yang masih menyelimuti umat. Kemudian semangat jihad

pun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap

penjajah. Tentu saja pemerintah belanda membatasi gerak geriknya. Beliau

dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh

sebagai pengikut pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang mengobarkan

perlawanan terhadap penjajahan belanda (http://id.wikipedia.org).

Tiga tahun lamanya Imam Nawawi bermukim di Makkah. Setelah

merasa cukup, beliau kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmu dan

hukum yang ia peroleh, terhadap putra-putri atau generasi tanah air dan para

pecintanya. Beliau melakukannya dengan nasehat dan menguatkan para tokoh

mereka dengan jalan dakwah, dan berperan aktif dalam membangun serta

membina masyarakat Islam (Al-Qof, 2008:184).

Nama Syekh Nawawi Al-Bantani (1230-1314 H / 1815-1897 M)

semakin populer ketika dia ditunjuk sebagai pengganti Imam Masjidil Haram,

Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi ( 1217 H/1802 M - 1289 H/1872 M)

atau Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (1276-1334 H/ 1860-1916 M).

(40)

al-28

Jawi.‟ Artinya Nawawi dari Banten, Jawa piawai dalam ilmu Agama,

masyhur sebagai ulama. Tidak hanya di kota Mekah dan Medinah saja dia

dikenal, bahkan di negeri Mesir nama dia masyhur di sana. Itulah sebabnya

ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Mesir negara yang

pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia. Syaikh Nawawi

masih tetap mengobarkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan para

muridnya yang biasa berkumpul di perkampungan Jawa di Mekah. Di sanalah

dia menyampaikan perlawanannya dengan berbabai cara melalui

pemikiran-pemikirannya.(https://id.wikipedia.org)

Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma

puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari

berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syeikh Nawawi al-Bantani al-Jawi

sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang

tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf (http://id.wikipedia.org). Seorang orientalis

kenamaan yang pernah berkunjung ke Makkah pada 1884-1885, Snouck

Hourgronje, menuturkan bahwa Imam Nawawi setiap hari sejak pukul

07.30-12.00 menyampaikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah

muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah K.H.

Asnawi dari Kudus, K.H. Tubagus Bakri, K.H. Arsyad Thawil dari Banten,

K.H. Hasyim Asy‟ari dari Jombang, dan K.H. Kholil dari Madura. Merekalah

yang kelak menjelma sebagai ulama besar dan berpengaruh di

(41)

29

G. Silsilah Guru-guru Imam Nawawi al-Bantani

Silsilah Guru-guru Imam Nawawi al-Bantani yang paling berpengaruh

terhadap beliau yang mampu mengubah alam pikirnya adalah syeikh Khatib

as-Sambasi yang pada waktu uzur Imam Nawawi menggantikan beliau

menjadi imam Masjidil Haram sehingga menjadikan beliau masyhur dan

terkenal sebagai syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Adapun silsilah guru-guru

beliau melalui syeikh Khatib as-Sambasi adalah sebagai berikut:

Allah ‘Azza wa Jalla

Malaikat Jibril

Nabi Muhammad SAW.

Sayyiduna „Ali bin Abi Thalib Ra

Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra

Sayyiduna Imam Muhammad Baqir

Ra.

Sayyiduna Imam Ali Zainal Abidin Ra.

Sayyiduna Imam

Ja‟far Shodiq Ra. Musal Khazim Ra. Sayyiduna Imam

Syeikh Abu

Mahfuzh Ma‟ruf al -Kharkhi Ra.

(42)

30

Ath-Thartusi Ra Syeikh Abul Hasan Ali

Imam Ghoutsul

Abu Bakar Ra Sayyiduna Syeikh

Yahya Ra

Sayyiduna Syeikh

Abdur Rohim Ra. Sayyiduna Syeikh

(43)

31

Demikian silsilah guru-guru beliau melalui jalur syeikh khatib

as-Sambasi. yang mana telah kita ketahui di atas, bahwasannya syeikh khatib

merupakan guru beliau yang memberikan kontribusi yang sangat besar bagi

diri pribadi Imam Nawawi, sehingga imam nawawi al-Bantani lebih

terbentuk dan termotivasi dengannya.(Amirul Ulum, 2005: 44-45).

Dengan demikian, Semoga dapat memberikan kefahaman dan

pengetahuan kepada para pembaca tentang silsilah guru-guru besar imam

Nawawi al-Bantani.

H. Mengajar dan Menjadi Imam di Masjidil Haram

Kedatangan Syeikh Imam Nawawi al-Bantani ke Hijaz tidak serta

mertanya langsung bisa mengajar di Masjidil Haram. Akan tetapi, untuk

menuju itu semua harus melalui sebuah seleksi yang ketat dan mendapatkan

legalitas dari penguasa Hijaz yang di waktu itu dijabat oleh Syarief Aunur

Rofiq. Sebelum mengajar di Masjidil Haram, Syeikh Imam Nawawi al-Sayyiduna Syeikh

Muhammad Murad Ra

Sayyiduna Syeikh Abdul Fattah Ra

Sayyiduna Syeikh Syamsuddin Ra

Sayyiduna Syeikh Ahmad Khatib Syambasi bin Abdil

Ghaffar Ra

(44)

32

Bantani sudah aktif mengajar, terlebih di kediaman, Syeikh Syi‟if Ali atau

perkampungan al-Jawi. Waktu melakukan penelitian Snock Hurgronje atas

Ulama-ulama Nusantara yang ada di Hijaz, ia sempat bertemu dengan Syeikh

Imam Nawawi al-Bantani. Untuk misinya ini, Snock pura-pura masuk Islam

dan mengubah namanya Abdul Ghaffar.(Amirul Ulum, 2015: 46).

Snock keheranan menyaksikan sendiri bagaimana cara penguasaan

materi dan penyampaian tidak kalah hebat dengan para Syeikh yang mengajar

di Masjidil Haram. Snock bertanya kepada Syeikh Imam Nawawi “mengapa

anda tidak mengajar di Masjidil Haram, tapi malah diperkampungan Jawa?‟‟

“pakaianku yang jelek dan keperibadianku tidak cocok dan tidak pantas, tidak

layak bila disejajarkan dengan keilmuan seorang Syeikh yang berbangsa

arab,” “bukankah di Masjidil Haram banyak orang yang tidak sepandai anda,

akan tetapi mereka tetap dipersilahkan untuk mengajar? “jikalau mereka

diizinkan untuk mengajar di Masjidil Haram, tentunya mereka adalah

orang-orang alim pilihan, jawab Imam Nawawi.(Amirul Ulum, 2015: 47).

Dalam mengajar Syeikh Imam Nawawi al-Bantani dikenal dengan

sebutan Imam al-Manthuq wa al-Mafhum. Yaitu orang yang paling

menguasai dalam hal pemahaman ilmu dan cara menyampaiknnya. Sehingga

para Ulama Mesir menyebutnya dengan Syyidu al-Ulama al-Hijaz (penghulu

para ulama di Negeri Hijaz). Ketika keilmuan Imam Nawawi terkenal di

dataran Hijaz, akhirnya diambil menjadi bagian dari Syeikh yang ikut serta

dalam mengajar di Masjidil Haram dan menjadi Imam di dalamnya. Dengan

(45)

33

Haram, maka sosoknya dapat menyedot para thalabah untuk menghadiri pengajiannya sebab cara pemikiran dan penyampaiannya yang mempunyai

nilai lebih bila dibandingkan dengan ulama‟ yang lain. Tercatat 200 pelajar

yang setia untuk menghadiri majelis ilmunya di Masjidil Haram.(Amirul

Ulum, 2015: 48).

Lantaran ketajaman otak Syeikh Imam Nawawi al-Bantani, ia

tercatat sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil Haram. Sewaktu

Syeikh Ahmad Khatib Sambas uzur sebagai Imam Masjidil Haram, Imam

Nawawi ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan

Syekh Nawawi al-Jawi.(Ghofur, 2008:191).

Ketika berada di Mesir, para ulama‟ Mesir memuliakan

kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan mereka

memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama‟ Hijaz” yaitu tokoh ulama‟ hijaz

(jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab Saudi, karena

kesemangatannya yang tinggi di dalam meraih ilmu agama dan kedudukan

yang mulia dalam berilmu. Beliau merupakan seorang syeikh yang

terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud, rendah hati, lembut hatinya, dan

pecinta para fakir miskin. Semoga Allah merahmati beliau dan memberi

ampunan (Al-Qof, 2008:104). Itulah sebabnya ketika Indonesia

memproklamirkan kemerdekaanya, Mesir negara yang pertama-tama

mendukung atas kemerdekaan Indonesia (http://id.wikipedia.org).

Kemudian Snouck Hourgronje menggelarinya sebagai “Doktor

(46)

34

bersedia berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Di kalangan

intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai al-Imam wa al-Mudaqqiq

(Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Sementara

para ulama‟ Indonesia mengelarinya sebagai “Bapak Kitab Kuning

Indonesia” (http://id.wikipedia.org).

I. Murid-Murid Imam Nawawi al-Bantani

Untuk kedua kalinya Imam Nawawi tinggal di Makkah. Kesempatan

ini tidak disia-siakannya. Bahkan, lantaran ketajaman otaknya, ia tercatat

sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil Haram. Sewaktu Syeikh

Ahmad Khatib Sambas udzur sebagai Imam Masjidil Haram, Imam Nawawi

ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan Syekh

Nawawi al-Jawi (Ghofur, 2008:191).

Ketika berada di Mesir, para ulama‟ Mesir memuliakan

kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan mereka

memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama‟ Hijaz” yaitu tokoh ulama‟ hijaz

(jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab Saudi, karena

kesemangatannya yang tinggi di dalam keilmuaanya sehingga imam Nawawi

al-Bantani mempunya beberapa murid yang belajar kepada beliau, diantara

murid-murid imam Nawawi baik yang menjadi pengajar di Masjidil Haram

maupun yang kembali ke daerahnya adalah:

1. Syaikh Zainudi bin Badawi al-Sumbawa. (1230 H/1814 M–1312 H/1897

M)

(47)

35 3. Syeikh Asy‟ari al-Baweani.

4. Syeikh Abdul Karim al-Bantani. (1840 M- 1875 M)

5. Syeikh Jum‟an bin Makmun al-Tengerangi.

6. Syeikh Kyai Hasyim Asy‟ari. (1287 H/1871 M-1366 H/1947 M)

7. Syeikh Kyai Ahmad Dahlan. (1868 M-1923 M)

8. Syeikh Abdul Hamid al-Qudsi. (1277 H/1860 M- 1334 H/ 1915 M)

9. Kyai Wasith al-Bantani.

10.Kyai Arsyad Thawil al-Bantani. (1263 H/1847 M- 1328 H/1910 M). 11.Kyai Saleh Darat Semarang. (1820 M- 1903 M)

12.Syaikhona Khalil Bangkalan. (1235 H/1820 M- 1343 H/1925 M)

13.Kyai Umar bin Harun Rembang. (1270 H/1855 M- 1328 H/1910 M)

Adapun untuk murid Imam Nawawi al-Bantani yang berasal dari luar

Nusantara yang menjadi pengajar di Masjidil Haram, di antaranya adalah:

1. Sayyid Ali bin Ali al-Habsyi. (1270H - 1333 H)

2. Syeikh Abdul Satar al-Dahlawi.

3. Syeikh Abdul satar bin Abdul Wahab dll. (Amirul Ulum, 2015: 49-50).

Dengan banyaknya pelajar yang mendatangi halaqah Syeikh Imam

Nawawi al-Bantani, baik di kampung al-Jawi maupun Masjidil Haram, maka

hal ini menjadi bukti kuat bahwa imam Nawawi al-Bantani adalah ulama‟

yang mumpuni dalam sebuah kajian keilmuan. Sehingga beliau terkenal dan

banyak orang yang ingin menjadi muridnya untuk belajar.

Imam Nawawi al-Bantani termasuk juga ulama‟ yang mempunyai

(48)

36

beliau Imam Nawawi al-Bantani. Penulis akan memberikan salah satu dari

begitu banyak karomah beliau. Pernah pada suatu waktu beliau mengarang

kitab dengan menggunakan telunjuk beliau sebagai lampu, saat itu dalam

sebuah perjalanan. Karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yakni

rumah-rumahan di punggung unta, yang beliau diami, sementara aspirasi tengah

kencang mengisi kepalanya.Syaikh Nawawi kemudian berdoa memohon

kepada Allah Ta‟ala agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu menerangi jari

kanannya untuk menulis. Kitab yangkemudian lahir dengan nama Marâqi

Al-Ubudiyyah syarah Matan Bidâyah al-Hidayah itu harus dibayar beliau dengan

cacat pada jari telunjuk kirinya. Cahaya yang diberikan Allah pada jari

telunjuk kiri beliau itu membawa bekas yang tidak hilang. (http://basaudan

.worspress.com/2011/03/01/syeikh-nawawi)

J. Wafat

Syekh Nawawi Al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun di Syeib „Ali,

sebuah kawasan di pinggiran kota Mekah, pada 25 Syawal 1314 H/1879 M. ia

dimakamkan di Ma‟la, Arab Saudi, dekat makam istri Rasulullah SAW. Yang

pertama, Ummul Mukminin, Khadijah binti Khuwailid R.A. beberapa tahun

setelah ia wafat, makamnya dibongkar oleh Pemerintah Kerajaan Saudi untuk

dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahadnya akan ditumpuki jenazzah

lain seperti kebiasaan di Ma‟la. Saat itulah, para petugas mengurungkan

niatnya, sebab jenazah Syekh Nawawi Al-Bantani dan kain kafannya masih

utuh, walaupun jasadnya sudah bertahun-tahun dikubur.Oleh karena itu, jika

(49)

37

makamnya di Pemakaman Umum Ma‟la. Sungguh membanggakan, Syekh

Nawawi Al-Bantani pernah menjadi imam Masjidil Haram, Makah apalagi

karya-karyanya bukan hanya banyak dirujuk oleh masyarakat Indonesia, tetapi

(50)

38

BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN IMAM NAWAWI AL-BANTANI TENTANG

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB

NASHAIHUL ‘IBAD

A. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan

1. Pengertian Nilai dalam pendidikan

Di antara definisi nilai yang dikemukakan para ahli, maka definisi

oleh Spranger (Asrori, 2008: 153), termasuk yang dikenal secara luas.

Menurut Spranger nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan

panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif

keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam perspektif Spanger,

kepribadian manusia itu terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai

dan kesejahteraan. Meskipun penempatan konteks sosial sebagai dimensi

nilai dalam kepribadian manusia, tetapi spranger tetap mengakui

kekuatan individual yang dikenal dengan “roh subjektif” (subjective

spirit). Sementara itu, kekuatan nilai-nilai budaya merupakan “roh

subjektif” (objective spirit). Dalam kacamata Spranger, kekuatan

individual atau roh subjektif didudukkan dalam posisi primer karena nilai

nilai budaya hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan

dihayati oleh individu. (Asrori, 2008: 153).

Nilai memeliki 3 corak yaitu perasaan yang abstrak, norma-norma

moral, dan keakuan. Ketiganya ditemukan dalam kepribadian seseorang.

(51)

39

keputusan dan menjadi standar untuk tingkah laku. Sedangkan

norma-norma menjadi tingkah laku yang berfungsi sebagai kerangka patokan

dalam berinteraksi. Keakuan berperan dalam membentuk kepribadian

melalui proses pengalaman sosial. Karenanya nilai menjadi faktor

penentu bagi pembentukan sikap.(FIP-UPI, 2007:41).

Penerimaan nilai oleh manusia tidak dilakukan secara pasif

melainkan secara aktif dan kreatif. Dalam proses penerimaan nilai oleh

manusia ini, terjadi hubungan dialektis antara roh objektif dengan roh

subjektif. Artinya roh objektif akan berkembang manakala roh didukung

oleh roh subjektif, sebaliknya roh subjektif terbentuk dan berkembang

dengan berpedoman pada roh objektif yang diposisikan sebagai cita-cita

yang harus dicapai.(Asrori, 2008: 153).

Nilai menjadi penting dalam kehidupan bermasyarakat karena

batasan tentang nilai dapat mengacu kepada minat, kesukaan, pilihan,

tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya

tarik, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan seseorang dan

orientasinya.(Soelaeman, 2005: 54).

Dengan demikian, nilai merupakan sesuatu yang diyakini

kebenarannya dan mendorong orang untuk mewujudkannya. Nilai

merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial

untuk membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai

sesuatu yang ingin dicapai. Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk

(52)

40

dirinya serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknnya.

Nilai merupakan standar konseptual yang relatif stabil yang secara

eksplisit atau implisit membimbing individu dalam menentukan tujuan

yang ingin dicapai serta aktivitas dalam memenuhi kebutuhan

psikologis.(Asrori, 2008: 153).

2. Bentuk-bentuk Nilai Pendidikan

Ada dua pembagian besar tentang bentuk-bentuk nilai. Pertama,

nilai dipandang sebagai konsep, dalam arti memberi nilai atau timbangan

(to value). Kedua, nilai dipandang sebagai proses penetapan hukum atau

penilaian (to evaluate). Bentuk-bentuk nilai pendidikan dapat juga

dibedakan dengan mendefinisikan apa “yang diingini” dan apa “yang

disukai”. Artinya, tidak setiap yang diingini seseorang mesti disukai atau

diterima olehnya. Sebagaimana diketahui, keinginan merupakan

ungkapan tentang kebutuhan biologis atau diri atau tuntutan fisik.

Keinginan tidak mesti selalu berada pada taraf hal yang diterima atau

diingini secara sosial. Untuk mencapai taraf tersebut, keinginan harus

diukur dengan norma-norma lain yang lebih tinggi daripada sekedar

kesenangan fisik. Artinya, nilai pendidikan dalam hubungannya dengan

keinginan bisa berbentuk “apa yang diingini” pada taraf individu dan

“apa yang disukai” atau “apa yang dicintai” pada taraf sosial. Keduanya

mengekspresikan keinginan yang didasarkan atas indra dan emosi pada

satu sisi dan keinginan yang didasarkan atas akal pada sisi yang

(53)

41

Pembahasan tentang perbandingan nilai-nilai berdasarkan

keinginan membawa dua pembagian lain tentang nilai pendidikan, yaitu

nilai instrumental (instrumental value) dan nilai intrinsik (intrinsic value). Nilai yang pertama ada ketika seseorang mengutamakannya

karena kebaikan yang ada padanya. Dengan kata lain, sesuatu itu bernilai

karena berguna bagi hal tertentu atau bermanfaat untuk tujuan tertentu.

Umpamanya, seseorang menetapkan isi program latihan atau kurikulum

sekolah bagi sekelompok guru karena ia memandangnya berguna untuk

mencapai tujuan langsung yang mereka dipersiapkan untuk itu. Yang

kedua, sesuatu itu baik bukan hanya karena sesuatu itu baik untuk

mencapai tujuan tertentu, melainkan karena sesuatu itu sendiri baik.

Dengan kata lain, nilai baik sesuatu itu tidak tergantung pada selainnya,

tetapi lahir dari karakteristik asli yang ada di dalam dirinya. Nilai

intrinsik ini dapat dirumuskan dalam perspektif tabiat dan fungsi asli.

Ambillah contoh bangku dan laci siswa di dalam kelas. Nilai laci itu lahir

dari fungsi aslinya bagi siswa, yang tidak dapat diganti oleh sesuatu yang

lain. Dengan kata lain, nilai laci itu berada pada taraf objektif, bukan

penghargaan subjektif.(Munzier, 2008: 138).

Sebagian pendidik memandang nilai pendidikan dapat diperoleh

dengan menghimpun dua bentuk nilai di atas secara simultan; artinya,

nilai intrinsik bisa sekaligus merupakan nilai instrumental pada waktu

yang bersamaan sesuai dengan taraf keinginan dan jenis situasi. Akan

(54)

42

instrumentalisme, menolak sama sekali dualisme tersebut, karena dua

bentuk nilai tersebut benar-benar kontradiktif.(Munzier, 2008: 138).

Implikasinya, nilai-nilai yang didasarkan atas keinginan yang

berhubungan dengan akal menempati kedudukan lebih tinggi dibanding

nilai yang didasarkan atas keinginan yang berhubungan dengan indra

atau emosi. Demikian pula nilai yang memiliki banyak aspek dan

berlangsung terus-menerus lebih utama ketimbang nilai yang memiliki

aspek terbatas dan berlangsung sementara.(Munzier, 2008: 138)

B. Pengertian Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi pandangan masyarakat dan

dari pandangan induvidu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan

berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar

hidup masyarakat itu tetap berkelanjutan nilai-nilai budaya yang ingin

disalurkan dari generasi ke generasi. Dilihat dari kacamata induvidu,

pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan

tersembunyi. Manusia mempunyai berbagai kesanggupan yang mana

ketika pandai menggunakannya bisa berubah menjadi emas dan intan

dengan kata lain kemakmuran manusia tergantung pada keberhasilan

pendidikannya dalam mencari dan menggarap kekayaan yang terpendam

pada setiap individu.(Mansur Isna. 2001: 38).

Pengertian pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

(55)

43

salah satu kebutuhan, fungsi social, sebagai bimbingan, sarana

pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk

disiplin hidup.(Jalaluddin, 2003: 67). Ada juga yang mengartikan

pendidikan sebagai tranmisi dan seseorang kepada orang lain baik

keterampilan, seni maupun ilmu. Pendidikan merupakan upaya manusia

dewasa membimbing yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan.

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik

terhadap perkembangan jasmani dan rohani siswa menuju terbentuknya

keperibadian yang utama.(Mansur Isna. 2001: 37-38).

Dikatakan dalam kitab ‘Idhatun Nasyi’in, bahwa anak-anak itu

dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa

berprilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan

ilmu yang manfaat bagi negaranya.(Al-Ghalayaini, 2009: 69).

Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan tidak

hanya memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari

posisinya sebagai khalifatullah fil ardhi, yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa,

beriman, berilmu dan beramal saleh.(TPIP FIP-UPI, 2007: ix).

Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi

landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan

meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu

(56)

44

Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib,

sebagaimana dikatakan Imam Ghozali bahwa, mendidik anak adalah suatu

kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah bagi kedua

orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang paling

berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa berbudi

baik dan ia menjadi ahli kebaikan, maka orang yang mendidik dan kedua

orang tuanya dapat pahala dari amal yang akan dikerjakan oleh anak

tersebut.(Al-Ghalayaini, 2009: 70).

Mendidik anak itu adalah menanamkan pekerti yang baik dihatinya

para pemuda, sehingga dapat menciptakan generasi yang ikhlas beramal,

lebih mementingkan maslahah umat, dan akan menjadikan negara yang

makmur dan diridhai Allah SWT.(Al-Ghalayaini, 2009: 70).

Jadi, pendidikan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi manusia

yang harus diberikan, karena pendidikan kunci kesuksesan dalam

menjalankan kehidupan ini, baik berkeluarga, bermasyarakat, maupun

berbangsa dan bernegara.

2. Pengertian Akhlak

Akhlak secara bahasa berasal dari Bahasa Arab Akhlaqun merupakan bentuk jamak dari kata khuluqun yang artinya: budi pekerti, tingkah laku

atau tabiat. Gambaran batin manusia, meliputi jiwa dan sifat-sifatnya.

Sedangkan gambaran bentuk luarnya raut muka, warna kulit, tinggi,

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian diatas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: bagaimana metode penentuan arah kiblat kitab Maraqi al-‘Ubudiyah karya

a) Suatu keterangan bahwa Hadis yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun Hadis

Hasilnya, dapat disimpulkan bahwa: (1) biografi Imam Nawawi menunjukan keistimewaan beliau sebagai seorang pemikir yang telah meninggalkan banyak karya monumental;

Hadits merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, yang dimana fungsinya adalah menjelaskan al-Qur’an. 1 Al-Qur’an ditinjau dari segi turunnya mulai dari Malaikat Jibril,

Sebab dibandingkan dengan karya-karya para ulama lainnya dari Indonesia dan Asia Tenggara, karya Nawawi adalah yang paling banyak, paling tidak terdapat 41 buah kitab karya

Dengan akhlak pulalah, manusia secara pribadi maupun kelompok dapat mengantarkan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi untuk membangun dunia

37 Kesimpulan Menurut An-Nawawi, ada 13 kompetensi kepribadian pendidik yang beliau paparkan dalam kitab At-Tibyān fî Ādābi Hamalah al- Qur’ān, yaitu: 1 Niat mencari ridlo Allah, 2

Hasil dari penelitian ini adalah : di dalam kitab Nurud Dholam karya Syekh Nawawi Al-Bantani ini mengandung nilai pendidikan Aqidah yang terdapat dalam rukun iman yang termasuk ke dalam