NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB
AL-ADZKAR
KARYA IMAM NAWAWI
SKRIPSI
Disusun guna memperoleh gelar
sarjana (S1) Pendidikan Agama Islam
Disusun Oleh :
NGUMDATUL QORI’
NIM: 111-13-025
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MOTTO
ِمْلِعلا َقْوَف ُبَدلأا
“Orang yang Mempunyai Adab Sopan Santun itu di Atas Orang yang
Mempunyai Ilmu yang Tidak Mempunyai Adab Sopan Sant
un”
(K. M. Chalim AS)
ْذاَف
ْذَأ ىِنوُرُك
ْرُك
ْشاَو مُك
ِنوُرُفكَت َلََو ىِلوُرُك
“Hendaklah kalian mengingat
-Ku maka Aku akan
mengingat kalian dan bersyukurlah kalian pada-Ku dan
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan tidak ada halangan suatu apapun
2. Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi panutan dan suri tauladan yang
baik bagi seluruh umat Islam
3. Keluarga tercinta Ayahanda Sarwan dan Ibunda Laswati yang tidak bosan
mendoakan saya, dan yang telah mendidik dan merawat dengan penuh
kerelaan dan pengorbanan baik secara lahir maupun batin dengan iringan
doa restunya
4. Seluruh keluarga besar (Sri purnatun, Muhammad Shidiq, Siti Chasanatun,
Ahmad Nurrochim) yang selalu memberi dorongan dan motivasi kepada
saya
5. Kepada Bapak Kyai M. Chalim AS dan Kyai M. Khazim AS serta Bapak
Kyai Khoirul Umam selaku Pengasuh Pondok Pesantren Putri Darul ‘Ulum
Reksosari, Suruh, Kab. Semarang yang selalu menasehati saya dan selalu
membimbing serta mendidik saya, sehingga ada semangat dan motivasi
dalam pembuatan skripsi ini
6. Alm. Bapak Prof. Dr. M. Zulfa, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang selalu membimbing saya selama 4 tahun. Semoga amal
beliau diterima disisi Allah SWT
7. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.SI. selaku pembimbing sekaligus sebagai
motivator serta pengaruh sampai selesainya penulisan skripsi ini
8. Seluruh sahabat-sahabat saya khususnya yang ada di Ponpes Putri Darul
‘Ulum Reksosari, Suruh, Kab. Semarang yang selalu memberikan
semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kawan-kawan
seperjuangan angkatan 2013 yang telah memberikan motivasi dan semangat
belajar
9. Seseorang yang spesial, yang akan menemani hari-hari saya kelak dikala
KATA PENGANTAR
ِمْيِحَّرلا ِنمْحَّرلا ِالله ِمْسِب
Segala puji bagi Allah SWT atas Rahmat, Taufiq , dan Hidayah serta
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih
jauh dari kesempurnaa. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan kita untuk mencapai
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Penulis menyadari bahwa selesainya
penulisan karya tulis sederhana ini berkat motivasi, bantuan, dan bimbingan dari
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “
NILAI-NILAI PENDIDIKAN
AKHLAK DALAM KITAB
AL-ADZKAR
KARYA IMAM
NAWAWI
”.
Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana progam studi Pendidikan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada InstitutAgama Islam Negeri (IAIN).
Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M, Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
ABSTRAK
Ngumdatul Qori. 2017. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar Karya Imam Nawawi. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Ulfah Susilawati, M.SI.
Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam sehingga Al-qur’an menganggapnya sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim dan umat manusia seluruhnya. Akhlak adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak, yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan dan binatang. Inti dari ajaran Islam adalah akhlak mulia yang bertumpu pada hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dan Tuhan, dan antara manusia dengan manusia. Demikian ajaran yang dibawa Rasulullah Saw pada intinya adalah menyempurnakan akhlak yang mulia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji apa saja nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-adzkar karya Imam Nawawi. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Mengetahui Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-adzkar dan 2) Mengetahui relevansi nilai pendidikan akhlak dalam Kitab Al-adzkar dalam kehidupan manusia.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penilaian library research, yaitu penelitian tersebut dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan yang ada hubungannya dengan objek penelitian, baik yang primer (kitab Al-adzkar), sekunder (Terjemah Kitab Al-adzkar), maupun tersier (kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian dicari dari sumber kepustakaan). Adapun teknis analisis data menggunakan metode Content Analysis dan Reflektic Thinking.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masala... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat penelitian ... 6
E. Penegasan istilah ... 8
F. Metode penelitian ... 11
G. Kajian penelitian yang relevan ... 13
BAB II NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DAN RUANG LINGKUPNYA
A. Nilai Pendidikan Akhlak ... 16
1. Pengertian Nilai ... 16
2. Pengertian Pendidikan ... 17
3. Pengertian Akhlak ... 19
B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ... 25
1. Akhlak terhadap Allah SWT ... 25
2. Akhlak terhadap sesama manusia ... 26
a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW ... 26
b. Akhlak terhadap orang tua ... 27
c. Akhlak terhadap guru ... 27
d. Akhlak terhadap tetangga dan masyarakat ... 27
3. Akhlak terhadap lingkungan ... 28
BAB III BIOGRAFI IMAM AN-NAWANI A. Riwayat Hidup Imam Nawawi ... 30
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Al-adzkar ... 34
C. Sistematika Penulisan Kitab Al-adzkar An-nawawi ... 37
D. Guru-guru Imam Nawawi ... 39
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM AN-NAWAWI
A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar Karya Imam
An-nawawi ...
1. Pendidikan Akhlak terhadap Allah SWT ... 44
2. Pendidikan Akhlak terhadap Rasulullah SAW ... 45
3. Pendidikan Akhlak terhadap Al-qur’an ... 46
4. Pendidikan Akhlak tehadap sesama manusia ... 47
5. Pendidikan Akhlak Terhadap diri sendiri ... 51
6. Pendidikan Tata cara melakukan aktivitas sehari-hari ... 53
B. Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak Kitab Al-adzkar dalam kehidupan sehari-hari BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 68
B. Saran ... 71
C. Penutup ... 73
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan Agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad
SAW sebagai pedoman hidup dan petunjuk bagi manusia serta pendidikan
bagi manusia seluruh alam. Islam sangat memperhatikan segala bentuk
aspek yang dikerjakan manusia, mulai dari hal kecil sampai dengan hal yang
besar. Baik aspek yang berhubungan dengan Allah SWT maupun dengan
sesama manusia. Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad
SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kesejahteraan umat Islam baik
secara lahir maupun batin.
Setiap insan yang dilahirkan di dunia ini, sangat membutuhkan
peran orang lain. Oleh karena itu, mulai sejak kecil manusia sudah
membutuhkan peran orang tuanya sendiri baik yang bersifat material
maupun spiritual termasuk akhlak kepada sang pencipta (Allah SWT) dan
kepada sesamaa manusia. Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia
menempati posisi yang sangat penting, karena akhlak merupakan mutiara
kehidupan yang membedakan antara makhluk ciptaan Allah yang berupa
manusia dan makhluk lainnya. Jika suatu Negara yang masing-masing
penduduknya sudah tidak mempunyai akhlak, maka kehidupan bangsa dan
Ajaran Islam banyak sekali memuat ajaran-ajaran pembentukan
akhlak mulia, karena hal tersebut merupakan misi Islam, sebagaimana bunyi
hadis Rasul: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
mulia.” Dan Rasulullah diutus untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Keberadaan mulsim di dunia pada dasarnya ialah dilihat dari akhlaknya.
Ketaatan beribadah saja tidak cukup, jika tidak diikuti kemuliaan akhlak.
Dengan akhlak, manusia berbeda dengan hewan, dan dengan akhlak
kehidupan di muka bumi ini dapat berjalan dengan baik, selamat sejahtera
dari bahaya anarkisme. Dengan ilmu pengetahuan saja belum cukup, apalagi
kalau ilmu itu sebagaimana yang sering terjadi, menjadi bumerang bagi
kehidupan manusia sendiri. Oleh karena itu sangat tepat Nabi Muhammad
SAW membawa misi akhlak untuk mengajarkan umat manusia kepada
akhlaqul karimah. Melihat kondisi akhlak masyarakat yang semakin
menurun, maka sudah selayaknya memiliki visi akhlak yang mampu
menjawab kebutuhan masyarakat. Etika acap kali digagas sebagai aturan
yang menuntun sebagian masyarakat belaka. (Mansur, 2005: 234)
Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi bagian yang penting pula
dalam substansi pendidikan islam sehingga al-Qur’an menganggapnya
sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga islami,
masyarakat islami dan umat manusia seluruhnya. Akhlak adalah buahnya
Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan
akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak,
masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan
hewan dan binatang. (Hafidz dan Kastolani, 2009: 107)
Akhlak dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan dengan
kesadaran, tanpa pemaksaan, tanpa berfikir panjang, karena sudah tertanam
begitu dalam pada diri seseorang, sebagaimana yang diungkapkan oleh
al-Jurjani, mengemukakan pendapat bahwa akhlak adalah suatu sifat yang
tertanam pada diri manusia, yang terlahir dari perbuatan-perbuatan yang
mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Akhlak dalam
perspektif Islam merupakan sekumpulan prinsip dan kaidah yang
mengandung perintah dan larangan dari Allah Swt. Akhlak Islam adalah
nilai-nilai yang utuh, yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang
ditujukan untuk kebaikan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
(Mahmud, 2004: 81-82)
Pendidikan akhlak dalam ajaran agama Islam merupakan kaidah
untuk mengerjakan perbuatan baik yang tertera dalam al-Qur’an dan al
-Hadits. Abuddin Nata mengatakan bahwa “inti dari ajaran Islam adalah
akhlak mulia yang bertumpu pada hubungan yang harmonis dan seimbang
antara manusia dan Tuhan, dan antara manusia dengan manusia. Demikian
ajaran yang dibawa Rasulullah Saw pada intinya adalah menyempurnakan
akhlak yang mulia. (Abudin Nata, 2003: 8)
Lisan mempunyai kedudukan tersendiri di antara anggota tubuh
lainnya. Lisan bisa menjadi bencana bagi pemiliknya jika dia berlaku buruk
dan anugerah yang agung jika dia dapat menggunakannya dengan baik.
Lisan yang bentuknya kecil, ketaatan dan pengingkarannya bisa besar.
Kejelasan antara iman dan kufur tidak dapat diketahui hanya dengan
persaksian lisan, iman dan kufur ini sebagai symbol ketaatan dan
kemaksiatan. (Fachruddin, 1997: 32)
Rasulullah SAW bersabda, “Maukah aku ceritakan kepada kalian tentang amal perbuatan yang paling baik buat kalia, paling suci (berharga) di sisi kalian, paling banyak mengangkat derajat kalian, dan lebih baik bagi kalian ketimbang menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian dari pada perang menghadapi musuh kalian, dimana kalian sering
memukul leher.” Nabi bersabda, “Berdzikirlah kepada Allah SWT”. (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Majjah)
Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW mewasiatkan pentingnya
berdzikir. Dzikir lebih mulia dari pada yang disebutkan pada hadis tersebut,
karena dzikir itu bicara niat dan tujuan yang jelas kepada Allah SWT,
sedang infaq dan perang itu bicara tentang perbuatan yang belum tentu jelas
karena Allah SWT atau karena lainnya. Sehingga kalau orang yang berinfaq
dan berperang itu menjadi mulia kalau niatnya karena Allah semata.
Sedangkan dzikir yang mulia adalah dzikir yang diartikan mengingat Allah
SWT kapan dan dimanapun berada. Karena itu seseorang yang berdzikir,
senantiasa melakukan semua perbuatannya dalam rangka mengingat Allah.
(Abu, 2002: 3-5)
Allah berfirman dalam QS.Ar-ra’d: 28:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tentram”
Maka bagi mereka yang menginginkan ketentraman jiwa maka
perbuatan. Hal itu karena mereka tahu ujung pangkalnya hidup, yaitu Allah
SWT. Bagi mereka yang senantiasa mengingat Allah maka dapat
memahami sejauh mana yang Allah berikan kepadanya. (Abu, 2002: 9)
Dalam kitab al-Adzkar karya Imam Nawawi banyak dijelaskan
bagaimana etika yang harus dilakukan oleh ummat Islam mulai dari bangun
tidur sampai tidur lagi, seperti halnya etika saat bangun tidur, masuk kamar
mandi, keluar kamar mandi, masuk rumah, keluar rumah, masuk masjid,
keluar masjid, bahkan etika bertutur kata yang baik terhadap sesama
manusia, dan masih banyak lagi etika-etika yang berada di dalam kitab
al-Adzkar, bukan saja etika terhadap sesama manusia tetapi juga etika
terhadap Allah SWT maupun terhadap diri sendiri.
Rasa ingin tahu dari penulis, untuk lebih mendalami kitab al-Adzkar,
sejarah mencatat bahwa Kitab al-Adzkar dikarang oleh Imam Nawawi yang
lahir di daerah Nawa merupakan salah satu karya yang masyhur dikalangan
masyarakat. Bagi yang faham dengan bahasa arab, tentu uraian kata-kata
yang ada di dalam Kitab tersebut dapat dipahami inti dan maksud dari kitab
tersebut. Umumnya yang mengerti mereka menjalankan apa yang ada di
dalam Kitab al-Adzkar tersebut.
Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang
nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap pemikiran Imam Nawawi melalui
karya-karya-karyanya yang cukup familiar yaitu kitab al-Adzkar yang didalamnya
terurai tentang dzikir dan pendidikan akhlak. Untuk itu maka penulis
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM
NAWAWI, dengan harapan semoga dapat memberikan manfaat dan
kontribusi terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja nilai-nilai pendidikan akhlak di dalam kitab Al-Adzkar karya
Imam Nawawi?
2. Bagaimanakah Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada kitab
al-Adzkar dalam kehidupan manusia ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak di dalam kitab
al-Adzkar karya Imam Nawawi.
2. Mengetahui Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada kitab al-Adzkar
dalam kehidupan manusia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian pendidikan akhlak ini diharapkan dapat memberikan
manfaat secara teoritis, yaitu dapat memperbaiki akhlak bangsa
pengetahuan dan pengalaman bagi penulis pribadi, teman-teman dan
semua yang membacanya. Dan memberikan kontribusi pemikiran dalam
upaya meningkatkan pengetahuan tentang kajian sejarah perjalanan
Nabi Muhammad SAW dan juga pengetahuan tentang sejarah islam,
sehingga dapat diketahui bagaimana proses perjalanan hudup Nabi
Muhammad SAW. Dengan demikian diharapkan bagi setiap individu
dalam keadaan tertentu dapat mengambil pelajaran dari sifat-sifat
Rosulullah SAW sebagai suritauladan, baik untuk mengarungi hidup
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Manfaat praktis
Sebagai sumbangan fikiran dalam bentuk tulisan yang berbentuk
karya ilmiah bagi lembaga IAIN Salatiga guna dapat dimanfaatkan oleh
mahasiswa IAIN Salatiga maupun mahasiswa dari lembaga lain yang
sekiranya membutuhkan wawasan luas dalam pembuatan karya ilmiah,
maupun untuk berbagai pihak yang memerlukannya, khususnya bagi
umat islam dalam rangka memperbaiki akhlak yang belum sesuai
dengan kriteria islam yang sesungguhnya.
Sebagaimana tujuan dari visi dan misi Rasulullah SAW diutus di
muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak kaum muslimin dan
muslimat. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan bagi penulis dan mahasiswa jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga khusunya maupun mahasiswa
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan maupun
memahami karya ilmiah ini maka penulis kemukakan pengertin dan
penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang, sehingga
preferensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatannya. Nilai
juga bisa diartikan sebagai suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan
yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang
khusus kepada pola pemikiran perasaan, keterikatan, maupun perilaku.
(Ensiklopedia, 2009: 106)
Dari pengertian nilai di atas dapat difahami bahwa nilai adalah
sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan
terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran,
perasaan, dan perilaku. Dengan demikian untuk melacak sebuah nilai
harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan,
tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang.
Dalam bahasa Indonesia disebut pendidikan, yang berarti proses
mendidik. Kata mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang saling
berhubungan. Dari segi bahasa, mendidik adalah jenis kata kerja,
sedangkan pendidikan adalah kata benda. Kalau kita mendidik kita
dua aspek yang harus ada didalamnya, yaitu pendidik dan peserta didik.
Jadi mendidik adalah merupakan suatu kegiatan yang mengandung
komunikasi antara dua orang atau lebih.
Menurut UU. No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatanspritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara.
Menurut Bojonegoro pendidikan adalah memberikan tuntunan
kepada manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan agar dapat
memenuhi sendiri tugas hidupnya atau dengan secara singkat
pendidikan adalah tuntunan kepada pertumbuhan manusia mulai lahir
sampai tercapainya kedewasaan, dalam arti jasmaniyah dan rukhaniyah.
Pendidikan adalah aktivitas bimbingan yang disengaja untuk mencapai
kepribadian yang luhur, baik yang berkaitan dengan dimensi jasmani,
rohani, akal maupun moral. (Ekosusilo, 1990: 14)
Kata akhlak berasal dari bahasa arab (akhlaqun), jamak dari
kholaqun. Yang secara etimologi berasal dari budi pekerti, tabiat,
perangai, adat kebiasaan, perilaku dan sopan santun. (Rifa’I Jamhari,
1969: 59) Menurut Zahrudin AR, kata akhlak yang dikaji dalam
perangai, tabiat atau tingkah laku. (Zahruddin, 2004: 1) Ishaq Shalih
dalam bukunya “Akhlak dan Tasawuf “ menyatakan bahwa: “akhlak
berasal dari bahasa arab yang mengandung segi-segi persamaan dengan
kata khaliq dan makhluk”. (Ishaq, 1998: 1)
2. Kitab Al-adkar
Al-adzkar merupakan bentuk jama’ dari lafadz dzikrun yang
artinya beberapa dzikir. Sedangkan dzikir sendiri berakar pada kata
dzakara yang berarti mengingat, menyebut dan mengucapkan. Adapun
secara terminologi yang dimaksud dengan dzikir yaitu menyebut atau
mengingat nama-nama Allah sebagai bentuk dalam rangkaian dalam
beribadah, sebagaimana yang dilakukan para sufi atau amalan-amalan
yang dikerjakan dalam tariqat, sebagai bentuk aktivitas untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Al-adzkar adalah kitab kumpulan doa karya Imam Nawawi,
buku ini menjadi salah satu kitab rujukan dan buku induk berkenaan
tentang doa dan dzikir yang populer di dunia Islam. Kitab ini memuat
sekitar 1324 Doa dan Dzikir. Di kalangan masyarakat Islam kitab ini
lebih dikenali dengan nama Kitab Al-adzkar An-nawawiyyah. Dalam
kitab ini, Imam Nawawi rahimahullah menghimpunkan hadis-hadis
yang menyebutkan doa-doa dan dzikir-dzikir dari pada Nabi SAW.
Maka, kitab ini sangatlah bermanfaat bagi siapa yang mau mengetahui
dalam hadis-hadis Rasulullah SAW berserta adab-adab dan
etikanya. (Http://kitabAl-adzkar.or.id)
3. Imam Nawawi
Nama lengkap Imam Nawawi adalah imam faqih
Al-muhaddits Muhyiddin Abu Zakariya Yahya Ibn Syaraf An-nawawi, ia
adalah salah seorang ulama besar madzhab Syafi’i. Ia lahir di
desa Nawa, dekat kota Damaskus, pada tahun 631 H dan wafat pada
tahun 24 Rajab 676 H. Ia adalah seorang pemikir muslim di bidang fiqih
dan hadits. Imam Nawawi pindah ke Damaskus pada tahun 649 H dan
tinggal di Distrik Rawahibiyah. Semasa hidupnya beliau selalu
menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, menulis kitab, menyebarkan
ilmu, ibadah, wirid, puasa, dzikir, sabar atas terpaan badai kehidupan.
(Http://ProfilImamNawawi.or.id)
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penilaian
kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka dan yang dijadikan obyek kajian adalah hasil
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan metode library research (penelitian
kepustakaan) maka peneliti menggunakan teknik yang diperoleh dari
perpustakaan dan dikumpulkan dari kitab-kitab dan buku-buku yang
berkaitan dengan objek penelitian. Yang terdiri dari tiga sumber:
a. Sumber primer, adalah sumber yang langsung berkaitan dengan
permasalahan yang didapat yaitu: kitab Al-adzkar
b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber
pendukung untuk memperjelas data primer, yaitu Terjemahan kitab
Al-adzkar
c. Sumber tersier, dalam penelitian ini, data tersiernya penulis
mengambil dari kitab-kitab, buku-buku dan media elektronik seperti
internet yang mendukung objek penilitian.
3. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain
untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Ada pun metode yang digunakan untuk menganalisis masalah adalah
sebagai berikut:
a. Metode Content Analysis
Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber
Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:
“metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau
dokumen”. Dengan teknik analisis ini penulis akan menganalisis
terhadap makna ataupun isi yang terkandung dalam ulasan-ulasan
kitab Al-adzkar dan kaitannya dengan nilai-nilai pendidikan akhlak
terpuji dan tercela.
b. Metode Reflektic Thinking
Metode Reflektic Thinking yaitu berfikir yang prosesnya
mondar-mandir antara yang emperi dengan yang abstrak. Emperi
yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya yang abstrak
yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevansi emperi pertama
dengan emperi-emperi yang lain yang termuat dalam abstrak baru
yang dibangunnya. Metode ini digunakan untuk melihat relevansi
antara kitab Al-adzkar dan nilai-nilai pendidikan akhlak.
G. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang memiliki relevansi terhadap penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Skripsi M. Kafabi Isna dari IAIN Salatiga dengan judul “Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak dalam Kitab Sullamut Taufiq Karya Imam
akhlak yang terkandung dalam Kitab Sullamut Taufiq karya Imam
Nawawi.
2. Skripsi Saiful Amri dari IAIN Salatiga dengan judul “Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin karya
Muhammad Khudhari Bek” yang menjelaskan tentang nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terkandung dalam Kitab Khulashah Nurul
Yaqin karya Muhammad Khudhari Bek.
3. Skripsi Sri Widayati dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam
Al-Qur’an (Telaah Surat ‘Abasa Ayat 1-10)” yang menjelaskan tentang
nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Al-qur’an (Telaah
Surat ‘Abasa Ayat 1-10).
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah
sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini
menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini
bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud
penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan, menguraikan tetang: Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian, Penegasan Istilah, dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran
BAB II: Nilai pendidikan akhlak dan ruang lingkupnya,
menguraikan tentang Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak dan Ruang
Lingkup Pendidikan Akhlak.
BAB III: Biografi Imam Nawawi, menguraikan tentang: Biografi
Imam Nawawi yang meliputi riwayat kelahiran, Latar Belakang Penulisan
Kitab Al-adzkar, Sistematika Penulisan Kitab Al-adzkar, Guru-guru,
Murid-murid, dan Karya-karya Imam Nawawi. .
BAB IV: Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab
Al-adzkar dan Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-Al-adzkar
dalam Kehidupan Manusia.
BAB II
NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DAN RUANG LINGKUPNYA
C. Nilai Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehinnga
prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan
perbuatan-perbuatannya. (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 106)
Untuk memahami makna hakikat nilai, berikut ini dikemukakan
beberapa pengertian nilai:
a. Menurut Purwadarminta, Nilai diartikan sebagai sifat-sifat (hal-hal)
yang penting dan berguna bagi kemanusiaan.
b. Menurut Muhaimin dan Abdul Majid Nilai merupakan sesuatu yang
praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan
melembaga secara obyektif di dalam masyarakat.
c. Menurut Bambang Daroeso, Nilai yaitu suatu penetapan atau
kualitas suatu obyek yang menyangkut suatu jenis atau minat. Dapat
juga diartikan nilai adalah suatu penghargaan atau kualitas terhadap
suatu hal yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang karena
menyenangkan, memuaskan, menarik, berguna, menguntungkan
dan sistem keyakinan.
d. Menurut Djahiri Kosaih, Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik
(adil-tidak adil), agama (dosa, halal-haram), dan hukum (sah-tidak
sah) serta menjadi acuan dan atau sistem keyakinan diri maupun
keyakinan.
e. Menurut Chabib Thoha, Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang
berbeda dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana
seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau
mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.
f. Menurut Sumantri, Nilai merupakan hal yang terkandung dalam
hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak
yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan
kata hati (potensi).
Jadi, nilai adalah penentu tingkah laku manusia dalam kehidupan
yang banyak manfaatnya dan berharga sehingga dijadikan acuan dalam
bertindak.
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara. (Wiji Sumarno, 2006: 21-22). Sebagaimana yang dikutip oleh
Uyoh Sadullah dalam bukunya Pedagogik (Ilmu mendidik) dalam arti
dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya. (Uyoh, 2014: 3)
Sedangkan pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia
untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung
sepanjang hayat. Menurut Henderson, pendidikan merupakan suatu
proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang
hayat sejak manusia lahir. Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan
pengertian pendidikan bahwa, pada hakikatnya pendidikan merupakan
suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan manusia, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar
sekolah, dan berlangsung seumur hidup. (Uyoh, 2014: 5).
Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dikatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendilian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. (Uyoh, 2014: 5)
Dari pengertian-pengertian pendidikan di atas ada beberapa
prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan:
Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha
sampai tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan
dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep
pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik
dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat.
Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama semua manusia: tanggung jawab orang tua, tanggung
jawab masyarakat, dan tanggung jawab pemerintah.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan,
karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan
kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya.
(Uyoh, 2014: 5-6)
Dari pengertian pendidikan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia yang
sudah dewasa kepada anak yang belum dewasa supaya dapat
menyelesaikan tugasnya secara kreatif, sistematis, dan intensional, dan
juga usaha dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendilian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
3. Pengertian Akhlak
Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan
artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa
Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan kata moral, ethic dalam
bahasa inggris. Dalam bahasa Yunani, pengertian akhlak memakai kata
ethos, ethikos, yang kemudian menjadi ethika, etika (tanpa h) dalam
istilah Indonesia. Manusia akan menjadi sempurna apabila mempunyai
akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela. (Rizal, 2003: 28)
Akhlak merupakan suatu alat yang digunakan untuk
mengoptimalkan sumber daya potensi untuk mencapai kesejahteraan
hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat. (Mansur, 2005: 227).
Akhlak juga merupakan sifat diri secara bathiniyah yang bisa diketahui
oleh mata hati, tingkah laku merupakan gambaran diri secara lahiriyah
yang bisa diketahui oleh mata atau dapat dikatakan bahwa hubungan
akhlak dan tingkah laku itu seperti hubungan antara yang menunjukkan
dan yang ditunjukkan. (Muhammad, 2006: 65 )
Untuk memahami makna hakikat akhlak, berikut ini
dikemukakan beberapa pengertian akhlak:
1. Menurut Ibn Maskawaih, seperti yang dikutip oleh Zahruddin AR,
mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
2. Menurut Imam Al-ghozali, seperti yang dikutip oleh Moh. Ardani
mengatakan bahwa akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam
jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan
gampang, tanpa perlu kepada pertimbangan dan pikiran.
3. Menurut Muhyiddin Ibnu Arabi, akhlak yaitu keadaan jiwa
seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui
pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan pada seseorang
tersebut boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan dan boleh jadi
juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.
4. Menurut Al-faidh Al-kasyani, akhlak adalah ungkapan untuk
menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa yang darinya
muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului
perenungan dan pemikiran.
Akhlak sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu akhlak
Al-karimah dan Akhlak Al-madzmumah. Akhlak Al-karimah atau akhlak
yang mulia sangat amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi
hubung namanusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak
yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Akhlak terhadap Allah
Pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selin Allah.
Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang
jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau
2. Akhlak terhadap diri sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan
menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri
dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai
ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan
dengan sebaik-baiknya. Contohnya menghindari minuman yang
diharamkan, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana disertai
dengan jujur, dan menghindari perbuatan yang tercela.
3. Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan
eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung
pada orang lain, untuk itu manusia perlu bekerja sama dan saling
tolong menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak
yang baik kepada saudara, karena berjasa dalam ikut serta
mendewasakan diri sendiri, caranya dengan memuliakannya,
memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya. (Ardani,
2005: 49-57)
Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah
telah mengaruniakan kepada manusia keutamaan yang dapat
terbilang dan karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung
banyaknya, semua itu perlu disyukuri dengan berdzikir dalam
hatinya. Dalam kehidupan manusia hendaknya berlaku sopan dan
dan maksiat. Karena manusia adalah makhluk sosial maka perlu
menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling
berakhlak yang baik. (Umiarso dan Haris, 2010: 112-113)
Selanjutnya akhlak Madzmumah (akhlak yang tercela)
adalah kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana yang sudah
dijelaskan di atas. Dalam ajaran islam berdasarkan
petunjuk-petunjuk dijumpai berbagai macam akhlak tercela diantaranya:
1. Berbohong
Ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang
tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
2. Takabbur (sombong)
Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia
melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.
3. Dengki
Ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang
diperoleh orang lain.
4. Bakhil (kikir)
Ialah sukar bagi seseorang mengurangi sebagian dari apa
yang dimilikinya itu untuk orang lain.
Dari semua pengertian di atas memberikan gambaran
bahwa tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang
tanpa dibuat-buat atau tanpa dorongan dari luar. Jika baik
baik, sebaliknya jika akhlak tersebut buruk tindakan spontan ini
disebut akhlak tercela.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan
menifestasi iman, islam, dan ihsan yang merupakan refleksi sifat dan
jiwa secara spontan yang terpola pada diri seseorang sehingga dapat
melahirkan perilaku secara konsisiten dan tidak tergantung pada
pertimbangan berdasar interes tertentu, akan tetapi perbuatan
tersebut muncul dari kesadaran akhlak diri manusia. Sifat dan jiwa
yang melekat dalam diri seseorang menjadi pribadi yang utuh dan
menyatu dalam diri orang tersebut, sehingga akibatnya tercermin
melalui tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari bahkan menjadi
adat kebiasaan manusia.
Dari definisi berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong melakukan
suatu perbuatan secara spontan tanpa pertimbangan dan proses
berfikir terlebih dahulu serta tanpa ada unsur paksaan.
Setelah dijelaskan secara terpisah dari pengertian nilai,
pengertian pendidikan dan pengertian akhlak di atas maka dapat
disimpulkan bahwa nilai pendidikan akhlak adalah sesuatu yang
dipandang baik dalam pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak dan
keutamaan peringai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan
kebiasaan oleh seseorang. Seseorang tumbuh dan berkembang
untuk selalu kuat, ingat bersandar, meminta pertolongan dan
berserah diri kepada-Nya, maka ia akan memiliki potensi dan respon
dalam menerima suatu keutamaan dan kemuliaan. Disamping
terbiasa melakukan akhlak mulia.
D. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Dalam perkembangan selanjutnya akhla tumbuh menjadi suatu ilmu
yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki lingkup pokok bahasan,
tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Dari
semua aspek yang terkandung dari akhlak ini kemudian membentuk
satu-kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu. (Abudin
Nata, 2011: 7)
Muhammad Daud Ali menyatakan bahwa dalam garis besarnya
akhlak terbagi menjadi dua bagian, pertama adalah akhlak terhadap Allah
SWT dan yang kedua adalah akhlak terhadap makhluk ciptaan-Nya.
Sedangkan ruang lingkup pendidikan akhlak, diantaranya adalah:
1. Akhlak terhadap Allah SWT
Akhlak terhadap Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk
kepada sang Khaliq. Ada beberapa alasan mengapa manusia perlu
berakhlak kepada Allah:
b. Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera,
berupa pendengaran, penglihatan, akal, pikiran dan hati sanubari,
serta anggota badan yang kokoh dan sempurna pada manusia
c. Karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan
makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, bintang,
ternak dan lain sebagainya.
d. Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan. (Abudin Nata,
1997: 148)
2. Akhlak terhadap sesama manusia
a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW
Akhlak yang mulia kepada Rasulullah SAW adalah taan dan
cinta kepadanya, mentaati Rasulullah berarti melaksanakan segala
perintahnya dan menjauhi larangannya. Ini semua telah dituangkan
dalam hadis beliau yang berwujud ucapan, perbuatan dan
penetapannya.
Dan sebagaimana firman Allah dalam QS An-nisa: 80:
b. Akhlak terhadap orang tua
Wajib bagi umat islam untuk menghormati kedua orang
tuanya, yaitu dengan berbakti, mentaati perintahnya dan berbuat
baik kepada keluarganya, diantaranya: Berbicara dengan perkataan
yang baik dan membantu orang tua.
Allah berfirman dalam QS. Al-isra’: 23 :
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
pada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentuk
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-isra’: 23) (Depag, 1994: 427)
c. Akhlak terhadap guru
Akhlak mulia kepada guru yaitu diantaranya dengan
menghormatinya, berlaku sopan kepadanya, mematuhi
perintah-perintahnya, baik di hadapannya maupun di belakangnya, karena
guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang murid,
yaitu yang memberi santapan jiwa dengan ilmu dan pendidikan
akhlak
d. Akhlak terhadap tetangga dan masyarakat
Pentingnya akhlak tidak terbatas pada perorangan saja, tetapi
penting untuk bertetangga, masyarakat, umat, dan kemanusiaan
seluruhnya. Diantara akhlak terhadap tetangga dan masyarakat yaitu
persaudaraan, pemurah, penyantun, menepati janji, berkata sopan,
dan berlaku adil.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-maidah: 2 :
Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksanya. (QS. Al-maidah: 2) (Depag, 1994: 157)
3. Akhlak terhadap lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu
yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan,
maupun benda-benda yang tidak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang
diajarkan Al-qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia
sebagai khalifah di bumi.
Binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tidak bernyawa
semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta
semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini
mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semuanya
adalah “Umat” Tuhan yang seharusnya diperlakukan secara wajar dan
BAB III
BIOGRAFI IMAM NAWANI
A. Riwayat Hidup Imam Nawawi
Nama lengkap Imam Nawawi adalah Imam Faqih
al-Muhaddits Muhyiddin Abu Zakariya Yahya Ibn Syaraf an-Nawawi,
kebanyakan kaum muslimin lebih mengenal beliau dengan nama Imam
Nawawi. Nama an-Nawawi sendiri adalah nisbat (penyandaran) kepada
tanah kelahirannya yaitu di kota Nawa, suatu perkampungan di daerah
Hauran, yang berada di Damaskus, Siriya. Beliau dilahirkan pada bulan
Muharram tahun 631 H/1233 M di Nawa, sebuah kampung di daerah
Dimasyq (Damaskus) yang sekarang merupakan ibukota Suriah. Beliau
dididik oleh ayah beliau yang terkenal dengan keshalihan dan ketakwaan.
Sebelum menginjak usia baligh beliau mulai belajar di katatib (tempat
belajar baca tulis untuk anak-anak) dan menghafal al-Quran. (Thabaqah
Asy-syafi’iyah Al-kubra 5/166).
Imam Nawawi tinggal di Nawa hingga berusia 18 tahun, kemudian
pada tahun 649 H ia memulai Rihlah Thalabul ‘Ilmi ke Damaskus dengan
menghadiri halaqah-halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota
tersebut. Ia tinggal di Madrasah Ar-rawahiyyah di dekat Al-jami’ Al
-umawiy. Jadilah Thalabul ‘Ilmi sebagai kesibukannya yang utama.
Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia sangat
baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada
kata-kata, dan Allah telah memberikan barakah dalam waktuku.” (Syadzaratudz
Dzihab 5/355)
Imam Nawawi memiliki nama laqob (gelar) yang diberikan oleh
kaum muslimin padanya yaitu Muhyiddin yang artinya “orang yang
menghidupkan agama”. Namun beliau sendiri membenci gelar ini,
sampai-sampai ia berkata “Aku tidak ridha orang menggelariku Muhyiddin“. Ini
menunjukkan ketidaksenangannya dengan gelar ini sekaligus menunjukkan
ketawadhuannya karena ia menyadari bahwa di dalamnya terdapat tazkiyah
(penyucian) atas dirinya, sedangkan beliau tidak suka akan hal itu.
Meskipun demikian, laqob tersebut tetap melekat dan selalu menyertai
nama beliau di dalam kitab-kitabnya dikarenakan keikhlasan beliau dalam
berdakwah dan hampir seluruh kaum muslim menerima dan mengakui
keilmuwan dan dakwah beliau.
Dikisahkan ketika berumur 7 tahun, ia terjaga di malam hari pada
malam ke 27 Ramadhan yang merupakan salah-satu malam yang
diperkirankan turunnya Lailatul Qadar. Pada malam itu ia melihat seberkas
cahaya yang menerangi rumahnya, ia pun terkejut karena pada saat itu Imam
Nawawi masih anak-anak dan belum mengerti apapun kejadian yang
menimpanya, maka ia pun segera membangunkan orang tuanya dan
menceritakan peristiwa tersebut. Sang ayah memahami bahwa ini adalah
tanda dari Allah SWT terhadap anaknya. Kemudian mereka berdoa agar
memberikan perhatian yang khusus kepada Imam Nawawi. (Thabaqah
Asy-syafi’iyah Al-kubra 5/166).
Pada usianya yang ke 10, sang ayah memasukkan Imam Nawawi ke
madrasah untuk menghafal al-Qur’an dan mempelajari ilmu fiqih kepada
beberapa ulama di sana. Dan ia sangat antusias untuk menghafal al-Qur’an.
Dikisahkan pada suatu hari ketika Imam Nawawi berusia 10 tahun, beliau
diajak bermain oleh teman-temannya, tetapi ia menolak dan lebih memilih
untuk membaca al-Qur’an. Namun mereka tetap saja memaksanya untuk
bermain hingga akhirnya ia pun berlari sambil menangis. Kejadian itu
dilihat oleh syaikh Yasin bin Yusuf al-Marakisyi yang kebetulan lewat,
kemudian ia mendatangi kedua orang tuanya dan memberikan nasihat agar
mengkhususkan Imam Nawawi untuk menuntut ilmu. Orang tuanya
menerima usulan tersebut, dan sejak kejadian itu pula perhatian sang ayah
dan gurunya pun semakin besar terhadap Imam Nawawi. (Thabaqah
Asy-syafi’iyah Al-kubra 5/166).
Pada usianya yang ke-19 tahun, sang ayah melihat lingkungan di
Nawa sudah tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan ilmu anaknya. Maka ia
memutuskan untuk membawanya ke Madrasah Ar-rawahiyyah di pojok
timur Masjid Al-jami’ Al-umawiy di Damaskus. Ketika itu Damaskus
merupakan salah satu daerah yang menjadi pusat kajian ilmu. Ia sangat
tekun dalam menuntut ilmu. Selama 2 tahun di sana ia senantiasa belajar
ketika belajar. Dan waktu-waktunya ia habiskan untuk mendalami ilmu dan
menghafal berbagai kitab. (https://biografiImamNawawi.com)
Imam Nawawi menceritakan tentang dirinya sendiri, ia berkata
“Ketika usiaku telah mencapai 19 tahun, ayahku membawaku pindah ke
Damaskus pada saat beliau (ayahnya) berusia 49 tahun. Di sana aku belajar
di Madrasah Rawahiyyah. Selama kurang lebih 2 tahun di sana aku jarang
tidur nyenyak, penyebabnya tidak lain adalah karena aku sangat ingin
mendalami semua pelajaran yang diberikan di Madrasah tersebut. Aku pun
berhasil menghafal at-Tanbih (at-Tanbiih fii Furuu’isy-Syaafi’iyyah, karya
Abu Ishaq asy-Syirazi) kurang lebih selama 4,5 bulan. Selanjutnya, aku
berhasil menghafal 114 Ibadat (sekitar seperempat) dari kitab
al-Muhadzdzab (Al-muhadzdzab fil Furuu’) di sisa bulan berikutnya dalam
tahun tersebut. Aku juga banyak memberikan komentar dan masukan
kepada syaikh kami, Ishaq al-Maghribi. Ia pun lalu merasa tertarik
kepadaku ketika melihatku begitu menyibukkan diri dalam semua
aktifitasku dan tidak pernah nongkrong dengan kebanyakan orang.
Beliaupun sangat senang kepadaku dan akhirnya beliau mengangkatku
menjadi assisten dalam halaqahnya, mengingat jama’ahnya yang begitu
banyak.” (https://biografiImamNawawi.com)
Imam Nawawi sendiri adalah salah seorang ulama besar madzhab
Syafi’i . beliau seorang pemikir muslim di bidang fiqih dan hadis. Beliau
mengabdikan diri untuk menyebarkan ilmu keislaman. Imam Nawawi
meninggal pada 24 Rajab 676 H. (Tim Mutiara, 2013: 5)
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Al-adzkar
Imam an-Nawawi merupakan sosok ulama yang tidak pernah
menyia-nyiakan waktu. Selama enam tahun beliau menimba ilmu, dan
selama itu pula beliau tidak pernah meyia-nyiakan waktunya kecuali untuk
belajar dan belajar. Bahkan di jalan pun, ketika beliau pulang atau pergi ke
suatu tempat, tidak pernah terlewat untuk mengulang hafalan atau
mengingat-ingat kembali apa yang telah ia pelajari.
Dalam muqaddimah kitab al-Adzkar Imam Nawawi menjelaskan
bahwa banyak ulama’ yang mengarang kitab-kitab yang berisi tentang
dzikir-dzikir tapi dengan menyebutka sanadnya secara lengkap dan sering
kali diulang-ulang. Pada akhirnya hal ini akan mempersulit umat islam
dalam mempelajarinya. Melihat kondisi seperti ini, beliau ingin
mempermudah umat islam untuk belajar dan mengamalkan dzikir-dzikir
dengan meringkas sanadnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui
dzikir-dzikir dan dapat mengamalkannya. Sebagai ganti dari sanad yang terbuang
Imam Nawawi menyebutkan kualitas hadisnya. Imam nawawi mengakui
bahwa penulisan kitab ini sebagai usaha untuk mempermudah umat islam
yang ingin menggiatkan amalan-amalan dzikir namun kesulitan untuk
mencari bacaan dzikir yang disunnahkan Nabi Muhammad SAW. Menurut
yang sudah dikarang oleh para ulama. Namun kitab-kitab tersebut
cenderung memfokuskan pembahasan hadis pada sisi perawinya, matan,
dan silsilahnya. Hal seperti ini tentunya belum cukup praktis untuk orang
banyak, yaitu orang-orang awam yang masih berada pada fase pemula
dalam pengalaman islam.
Berbeda dengan orang-orang non-awam atau para ‘ulama serta para
ahli yang telah jauh melangkah dan memahami pasal-pasal penting dalam
pengalaman islam. Umumnya mereka yang ‘alim itu tergolong orang-orang
yang memang berkonsentrasi penuh dalam mendalami ilmu-ilmu hadis
maupun ilmu-ilmu keislaman yang cukup lintas dimensi. Untuk itulah,
imam Nawawi menyadari bahwa mengetahui dan mengamalkan
bacaan-bacaan dzikir yang disunnahkan itu lebih penting dan lebih praktis bagi
orang-orang awam. Bila memang orang-orang awam menginginkan untuk
mengetahui sisi Asanid atau seluk beluk dari hadis tersebut, beliaupun telah
membahas hal tersebut dalam kitab karangannya yang lain. Di dalam kitab
ini beliau mengisyaratkan niat mulianya untuk membantu kemudahan jalan
para ahli kebaikan. Baik dalam menghadirkan penerangan tentang
dalil-dalil yang terkait dengan isi tersebut maupun sebagai isyarat terkait.
Kitab Al-adzkar ini berisikan tentang hadis-hadis yang telah
tercantum di dalam kitab-kitab hadis terkenal di kalangan umat islam pada
masa itu. Hanya saja bagi orang-orang yang khusus ingin mengetahui
dzikir-dzikir yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW tentu cukup sulit
Nawawi telah banyak mengantarkan orang-orang awam untuk tidak
sulit-sulit lagi membuka ribuan halaman kitab-kitab hadis yang
bermacam-macam itu.
Pembabakan kitab ini dibagi oleh Imam Nawawi dari segi kejadian
atau masalah praktis yang terjadi di tengah-tengah umat islam. Misalnya
mengenai doa-doa yang harus dibaca ketika akan melaksanakan aktivitas
sehari-hari, yang tentunya ini merupahan hal yang sepele yang jarang sekali
dibahas secara serius selama ini di tengah-tengah umat islam. Dengan
membaca kitab ini, siapapun akan tahu bahwa doa-doa ketika akan
melakukan aktivitas sehar-hari yang mereka lakukan ini memanglah shahih,
yaitu bersumber langsung dari Rasulullah SAW.
Melalui kitab ini Imam Nawawi mengantarkan siapa saja yang ingin
mengetahui hakikat islam. Bahwa islam adalah agama yang sebenarnya
yang menginginkan segala aktivitas manusia, baik yang lahir maupun yang
batin selalu diikatkan Allah SWT melalui perantara doa. Agar perbuatan
tersebut berkualitas, selalu memiliki persambungan selalu kepada Allah
SWT, serta yang paling penting adalah membawa keberkahan, tidak hanya
bagi yang beramal, tapi juga bagi yang merasakan akibat amal baik tersebut
di dunia maupun di akhirat. Kitab ini selesai dikarang pada bulan muharram
tahun 667 H. (Http://BiografiKitabAl-adzkar.com, diakses pada
20/04/2017)
Dalam mengarang kitab ini, Imam Nawawi mengambil hadis-hadis
yang menerangkan tentang dzikir-dzikir yang telah tercantum di dalam
kitab-kitab masyhur yang menjadi landasan dalam islam, seperti: Shahih
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan
an-Nasa’i. Beliau juga mengambil dari sebagian kitab-kitab lainnya.
Kitab ini disusun berdasarkan kejadian atau masalah praktis yang
terjadi di tengah-tengah umat islam. Di dalam kitab ini terdapat beberapa
kitab, kitab-kitab tersebut memuat beberapa bab, dan dalam bab-bab
tersebut terdapat beberapa fashal. Dalam setiap kitab sebelum beliau
menyebutkan hadisnya, beliau menyebutkan ayat-ayat al-Qur’an yang
bersinggungan dengan kitab tersebut dan penjelasan yang terkait dengan
kitab tersebut. (Http://sistematikakitabal-adzkar.com)
Berikut adalah tabel isi kitab Al-adzkar An-nawawi:
No. Kitab Bab Fashal
1
باتكلا ةبطح
(Muqaddimah Penulis)
- -2
-
67 523
نارقلا ةولات
(Membaca Al-
qur’an) - 184
ىلاعت الله دمح
(Pujian kepada Allah SWT)
- 65
الله لوسر ىلع ةلاصلا
(Membaca Shalawat padaRasulullah SAW)
6
تاضراعلا روملأل تاوعدلاو راكذلأا
(Dzikir-dzikirdan doa-doa yang dibaca untuk perkara-perkara
tertentu)
20 -
7
خلا توملاو ضرملا راكذأ
(Dzikir-dzikir yang dibaca
bagi orang sakit dan orang yang meninggal)
34 5
8
ةصوصخم تاولص ىف راكذلأا
(Dzikir-dzikir yangdibaca saat shalat-shalat khusus)
16 6
9
موصلا
راكذأ
(Dzikir-dzikir yang dibaca saat puasa)
6 -10
جحلا راكذأ
(Dzikir-dzikir yang dibaca saat Haji)
- 1811
داهجلا راكذأ
(Dzikir-dzikir yang dibaca saat Jihad)
13 -12
رفاسملا راكذأ
(Dzikir-dzikir yang dibaca bagiMufassir)
25 -
13
ب
راشلا و لكلأا راكذأ
(Dzikir-dzikir seputar makan
dan minum)
20 1
14
اهب قلعتي امو سطاعلا تيمشت و ناذئتلَا و ملاسلا
(Salam, meminta idzindan mendoakan orang yang
bersin serta hal lain yang berhubungan
dengannya)
13 40
15
هب قلعتي امو حاكنلا راكذأ
(Dzikir-dzikir dalampernikahan dan yang berkaitan dengannya)
16
ءامسلأا
(Nama)
20 -17
ةقرفتملا راكذلأا
(Dzikir-dzikir yangbermacam-macam)
56 1
18
ناسللا ظفح
(Menjaga Lisan)
23 6519
تاوعدلا عماج
(Seputar Doa-doa)
10 220
رافغتسلإا
(Istighfar)
1 1Jumlah
340 220Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam kitab Al-adzkar
karya Imam Nawawi terdapat 19 Kitab, di dalam kitab tersebut terdapat 340
Bab, dan di dalam bab tersebut terdapat 220 Fashal, serta 1236 hadis, yang
mana dari kesekian hadis memuat berbagai macam pendidikan akhlak, baik
akhlak terhadap Allah SWT, Rasulullah SAW, Al-qur’an, sesama manusia,
diri sendiri maupun pendidikan tata cara dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Akan tetapi Imam Nawawi tidak menyebutkan sanad secara lengkap
ketika beliau menuliskan hadis di dalam kitab ini.
D. Guru-guru Imam Nawawi
Seumur hidupnya Imam Nawawi belajar pada guru-guru yang amat
sangat terkenal seperti berikut:
1. Pada bidang Fiqih dan Ushul Fiqih
b. Abdurrahman bin Nuh bin Muhammad al-Maqdisi
c. Sallar bin aI-Hasan al-Irbali al-Halabi ad-Dimasyqi
d. Umar bin Bandar bin Umar at-Taflisi asy-Syafi’i
e. Abdurrahman bin Ibrahim bin Dhiya’ al-Fazari yang lebih dikenal
dengan al-Farkah.
2. Pada bidang Ilmu Hadis
a. Abdurrahman bin Salim bin Yahya al-Anbari
b. Abdul ’Aziz bin Muhammad bin Abdul Muhsin al-Anshari
c. Khalid bin Yusuf an-Nablusi
d. Ibrahim bin ’Isa al-Muradi
e. Isma’il bin Abi Ishaq at-Tanukhi
f. Abdurrahman bin Abi Umar al-Maqdisi.
3. Pada bidang Ilmu Nahwu dan Bahasa
a. Syaikh Ahmad bin Salim al-Mishri
b. Al-’izz al-Maliki, salah seorang ulama bahasa dari madzhab Imam
Malik.
E. Murid-murid Imam Nawawi
Adapun murid-murid Imam Nawawi yang melalui didikannya
bermunculan para ulama besar, di antaranya adalah:
1. Sulaiman bin Hilal al-Ja’fari
3. Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah
4. ’Ala-uddin ’Ali Ibnu Ibrahim yang lebih dikenal dengan Ibnul ’Aththar
Syamsuddin bin an–Naqib
5. Syamsuddin bin Ja’wan dan masih banyak yang lainnya.
F. Karya Imam Nawawi
Berikut adalah beberapa karya dari Imam Nawawi:
1. Dalam bidang fiqih yaitu: Al-majmu’, Raudhatuth Thalibin, Al-minhaj,
dan Al-Fatawa
2. Dalam Bidang Hadits yaitu: Syarah Shahih Bukhari, Al-minhaj Syarah
Sahih Muslim, Syarah Sunnan Abu Dawud, Arba’in An-nawawi,
Riyadhush Shalihih, dan At-taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al
-basyirin Nadzir
3. Dalam Bidang Biografi dan Bahasa Arab yaitu: Tahdzibul Asma’ wal
Lughat, Thabiqat Asy-syafi’iyyah, Manaqib Asy-syafi’i
4. Dalam Bidang Akhlak yaitu: At-tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an,
BAB IV
ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM NAWAWI
A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar Karya Imam Nawawi
Salah satu karya Imam Nawawi yang sudah dikenal dalam dunia
pesantren adalah kitab Al-adzkar. Karya beliau yang satu ini mengajak
seluruh umat manusia untuk menjadi hamba yang senantiasa mengingat
terhadap Allah SWT dengan cara berdzikir maupun bertutur kata yang
sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam melakukan aktifitas
sehari-hari, mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur. Dengan
harapan agar dalam melakukan rutinitas sehari-hari mendapatkan ridla dari
Allah SWT.
Islam menekankan pendidikan yang berorientasi pada pencapaian
kebaikan bagi individu dengan menawarkan amal shaleh sebagai simbol
orientasi baru. Dengan amal shaleh akan lahir manusia baru yang berhak
memperoleh kebaikan, sebab amal shaleh yang dilakukannya akan
membuatnya berbeda dari sebelum memperoleh pendidikan dan amal
shaleh. (Aly, 2008: 80)
Pada hakikatnya cukuplah Allah untuk semua makhluk hidup di
dunia ini, Dia sebaik-baik pemberi nikmat dan pemberi pertolongan. Tidak
perkasa lagi Maha bijaksana, tidak ada kekuatan melainkan hanya milik
Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
ِنوُرُفكَت َلََو ىِلوُرُكشاَو مُكُرُكذَأ ىِنوُرُكُذاَف
Artinya: “Hendaklah kalian mengingat-Ku maka Aku akan mengingat kalian dan bersyukurlah kalian pada-Ku dan janganlah kalian
ingkar.” (QS. Al-baqarah: 152)
Allah SWT berfirman:
َمَو
ِنوُدُبعَيِل َّلَِا َسنلَا َو َّنِجلا ُتقَلَخ ا
Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia melainkan
hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-dzariyat: 56)
Dengan dua ayat tersebut diketahui bahwa sebaik-baik kondisi
seorang hamba adalah saat dia berdzikir, berdzikir pada Tuhan-Nya Tuhan
semesta alam, menyibukkan diri untuk selalu berdzikir dengan dzikir yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW, pemimpin seluruh Rasul.
Sesungguhnya segala bentuk pendidikan adalah bersumber pada
Rasulullah SAW, karena beliau merupakan suri tauladan yang baik, dan
sebaik-baik tauladan dari zaman sebelum Rasulullah SAW ataupun setelah
Rasulullah SAW. Kehidupan Rasulullah SAW merupakan suri tauladan
bagi kaum muslimin, karena itu wajib bagi setiap muslim mengetahuinya
untuk diikuti dan diamalkan sesuai dengan petunjuknya.
Berangkat dari pernyataan di atas, selanjutnya penulis akan
membahas bagaimana penjabaran tentang nilai-nilai pendidikan akhlak
1. Pendidikan Akhlak terhadap Allah SWT
Sesungguhnya dzikir kepada Allah termasuk bentuk taqarrub
(ibadah yang diamalkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
SWT) yang paling mulia dan paling utama. Orang yang menempuhnya
berarti ia berjalan di atas jalan keamanan dan ketentraman, serta faidah
yang di raihnya tidak dapat diungkapkan dengan lisan dan tidak dapat
diketahui secara keseluruhan oleh manusia.
Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang
dicintai dan diridhai Allah SWT, baik berupa ucapan dan amalan yang
nampak dan tersembunyi. Maka Shalat, zakat, puasa, haji, berdoa,
berdzikir, membaca Al-qur’an, dan yang semisalnya termasuk ibadah.
Demikian juga mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya juga termasuk
dalam ibadah, yang mana dinamakan ibadah apabila diniatkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, itulah salah satu bentuk akhlak
seorang musim terhadap Allah SWT.
Salah satu akhlak manusia terhadap Allah SWT salah satunya
yaitu Berdoa kepada Allah SWT, yaitu memohon apa saja yang menjadi
kebutuhan kepada Allah. Doa merupakan inti ibadah yang merupakan
pengakuan akan keterbatasan dan ketidak mampuan manusia, sekaligus
pengakuan akan Kemaha Kuasaan Allah SWT terhadap segala sesuatu.
Dalam kitab Al-adzkar disebutkan bahwasannya diriwayatkan