• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM NAWAWI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM NAWAWI SKRIPSI"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM KITAB

AL-ADZKAR

KARYA IMAM NAWAWI

SKRIPSI

Disusun guna memperoleh gelar

sarjana (S1) Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh :

NGUMDATUL QORI’

NIM: 111-13-025

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

ِمْلِعلا َقْوَف ُبَدلأا

“Orang yang Mempunyai Adab Sopan Santun itu di Atas Orang yang

Mempunyai Ilmu yang Tidak Mempunyai Adab Sopan Sant

un”

(K. M. Chalim AS)

ْذاَف

ْذَأ ىِنوُرُك

ْرُك

ْشاَو مُك

ِنوُرُفكَت َلََو ىِلوُرُك

“Hendaklah kalian mengingat

-Ku maka Aku akan

mengingat kalian dan bersyukurlah kalian pada-Ku dan

(8)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan tidak ada halangan suatu apapun

2. Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi panutan dan suri tauladan yang

baik bagi seluruh umat Islam

3. Keluarga tercinta Ayahanda Sarwan dan Ibunda Laswati yang tidak bosan

mendoakan saya, dan yang telah mendidik dan merawat dengan penuh

kerelaan dan pengorbanan baik secara lahir maupun batin dengan iringan

doa restunya

4. Seluruh keluarga besar (Sri purnatun, Muhammad Shidiq, Siti Chasanatun,

Ahmad Nurrochim) yang selalu memberi dorongan dan motivasi kepada

saya

5. Kepada Bapak Kyai M. Chalim AS dan Kyai M. Khazim AS serta Bapak

Kyai Khoirul Umam selaku Pengasuh Pondok Pesantren Putri Darul ‘Ulum

Reksosari, Suruh, Kab. Semarang yang selalu menasehati saya dan selalu

membimbing serta mendidik saya, sehingga ada semangat dan motivasi

dalam pembuatan skripsi ini

6. Alm. Bapak Prof. Dr. M. Zulfa, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang selalu membimbing saya selama 4 tahun. Semoga amal

beliau diterima disisi Allah SWT

7. Ibu Dra. Ulfah Susilawati, M.SI. selaku pembimbing sekaligus sebagai

motivator serta pengaruh sampai selesainya penulisan skripsi ini

8. Seluruh sahabat-sahabat saya khususnya yang ada di Ponpes Putri Darul

‘Ulum Reksosari, Suruh, Kab. Semarang yang selalu memberikan

semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kawan-kawan

seperjuangan angkatan 2013 yang telah memberikan motivasi dan semangat

belajar

9. Seseorang yang spesial, yang akan menemani hari-hari saya kelak dikala

(9)

KATA PENGANTAR

ِمْيِحَّرلا ِنمْحَّرلا ِالله ِمْسِب

Segala puji bagi Allah SWT atas Rahmat, Taufiq , dan Hidayah serta

Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih

jauh dari kesempurnaa. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada

junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan kita untuk mencapai

kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Penulis menyadari bahwa selesainya

penulisan karya tulis sederhana ini berkat motivasi, bantuan, dan bimbingan dari

berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul

NILAI-NILAI PENDIDIKAN

AKHLAK DALAM KITAB

AL-ADZKAR

KARYA IMAM

NAWAWI

”.

Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana progam studi Pendidikan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Institut

Agama Islam Negeri (IAIN).

Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai

pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M, Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

(FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(10)
(11)

ABSTRAK

Ngumdatul Qori. 2017. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar Karya Imam Nawawi. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Ulfah Susilawati, M.SI.

Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak

Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam sehingga Al-qur’an menganggapnya sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim dan umat manusia seluruhnya. Akhlak adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak, yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan dan binatang. Inti dari ajaran Islam adalah akhlak mulia yang bertumpu pada hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dan Tuhan, dan antara manusia dengan manusia. Demikian ajaran yang dibawa Rasulullah Saw pada intinya adalah menyempurnakan akhlak yang mulia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji apa saja nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-adzkar karya Imam Nawawi. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Mengetahui Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-adzkar dan 2) Mengetahui relevansi nilai pendidikan akhlak dalam Kitab Al-adzkar dalam kehidupan manusia.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penilaian library research, yaitu penelitian tersebut dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan yang ada hubungannya dengan objek penelitian, baik yang primer (kitab Al-adzkar), sekunder (Terjemah Kitab Al-adzkar), maupun tersier (kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian dicari dari sumber kepustakaan). Adapun teknis analisis data menggunakan metode Content Analysis dan Reflektic Thinking.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masala... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat penelitian ... 6

E. Penegasan istilah ... 8

F. Metode penelitian ... 11

G. Kajian penelitian yang relevan ... 13

(13)

BAB II NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DAN RUANG LINGKUPNYA

A. Nilai Pendidikan Akhlak ... 16

1. Pengertian Nilai ... 16

2. Pengertian Pendidikan ... 17

3. Pengertian Akhlak ... 19

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ... 25

1. Akhlak terhadap Allah SWT ... 25

2. Akhlak terhadap sesama manusia ... 26

a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW ... 26

b. Akhlak terhadap orang tua ... 27

c. Akhlak terhadap guru ... 27

d. Akhlak terhadap tetangga dan masyarakat ... 27

3. Akhlak terhadap lingkungan ... 28

BAB III BIOGRAFI IMAM AN-NAWANI A. Riwayat Hidup Imam Nawawi ... 30

B. Latar Belakang Penulisan Kitab Al-adzkar ... 34

C. Sistematika Penulisan Kitab Al-adzkar An-nawawi ... 37

D. Guru-guru Imam Nawawi ... 39

(14)

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM AN-NAWAWI

A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar Karya Imam

An-nawawi ...

1. Pendidikan Akhlak terhadap Allah SWT ... 44

2. Pendidikan Akhlak terhadap Rasulullah SAW ... 45

3. Pendidikan Akhlak terhadap Al-qur’an ... 46

4. Pendidikan Akhlak tehadap sesama manusia ... 47

5. Pendidikan Akhlak Terhadap diri sendiri ... 51

6. Pendidikan Tata cara melakukan aktivitas sehari-hari ... 53

B. Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak Kitab Al-adzkar dalam kehidupan sehari-hari BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 68

B. Saran ... 71

C. Penutup ... 73

DAFTAR PUSTAKA

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan Agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad

SAW sebagai pedoman hidup dan petunjuk bagi manusia serta pendidikan

bagi manusia seluruh alam. Islam sangat memperhatikan segala bentuk

aspek yang dikerjakan manusia, mulai dari hal kecil sampai dengan hal yang

besar. Baik aspek yang berhubungan dengan Allah SWT maupun dengan

sesama manusia. Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad

SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kesejahteraan umat Islam baik

secara lahir maupun batin.

Setiap insan yang dilahirkan di dunia ini, sangat membutuhkan

peran orang lain. Oleh karena itu, mulai sejak kecil manusia sudah

membutuhkan peran orang tuanya sendiri baik yang bersifat material

maupun spiritual termasuk akhlak kepada sang pencipta (Allah SWT) dan

kepada sesamaa manusia. Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia

menempati posisi yang sangat penting, karena akhlak merupakan mutiara

kehidupan yang membedakan antara makhluk ciptaan Allah yang berupa

manusia dan makhluk lainnya. Jika suatu Negara yang masing-masing

penduduknya sudah tidak mempunyai akhlak, maka kehidupan bangsa dan

(16)

Ajaran Islam banyak sekali memuat ajaran-ajaran pembentukan

akhlak mulia, karena hal tersebut merupakan misi Islam, sebagaimana bunyi

hadis Rasul: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak

mulia.” Dan Rasulullah diutus untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Keberadaan mulsim di dunia pada dasarnya ialah dilihat dari akhlaknya.

Ketaatan beribadah saja tidak cukup, jika tidak diikuti kemuliaan akhlak.

Dengan akhlak, manusia berbeda dengan hewan, dan dengan akhlak

kehidupan di muka bumi ini dapat berjalan dengan baik, selamat sejahtera

dari bahaya anarkisme. Dengan ilmu pengetahuan saja belum cukup, apalagi

kalau ilmu itu sebagaimana yang sering terjadi, menjadi bumerang bagi

kehidupan manusia sendiri. Oleh karena itu sangat tepat Nabi Muhammad

SAW membawa misi akhlak untuk mengajarkan umat manusia kepada

akhlaqul karimah. Melihat kondisi akhlak masyarakat yang semakin

menurun, maka sudah selayaknya memiliki visi akhlak yang mampu

menjawab kebutuhan masyarakat. Etika acap kali digagas sebagai aturan

yang menuntun sebagian masyarakat belaka. (Mansur, 2005: 234)

Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi bagian yang penting pula

dalam substansi pendidikan islam sehingga al-Qur’an menganggapnya

sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga islami,

masyarakat islami dan umat manusia seluruhnya. Akhlak adalah buahnya

Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan

akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak,

(17)

masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan

hewan dan binatang. (Hafidz dan Kastolani, 2009: 107)

Akhlak dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan dengan

kesadaran, tanpa pemaksaan, tanpa berfikir panjang, karena sudah tertanam

begitu dalam pada diri seseorang, sebagaimana yang diungkapkan oleh

al-Jurjani, mengemukakan pendapat bahwa akhlak adalah suatu sifat yang

tertanam pada diri manusia, yang terlahir dari perbuatan-perbuatan yang

mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Akhlak dalam

perspektif Islam merupakan sekumpulan prinsip dan kaidah yang

mengandung perintah dan larangan dari Allah Swt. Akhlak Islam adalah

nilai-nilai yang utuh, yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang

ditujukan untuk kebaikan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.

(Mahmud, 2004: 81-82)

Pendidikan akhlak dalam ajaran agama Islam merupakan kaidah

untuk mengerjakan perbuatan baik yang tertera dalam al-Qur’an dan al

-Hadits. Abuddin Nata mengatakan bahwa “inti dari ajaran Islam adalah

akhlak mulia yang bertumpu pada hubungan yang harmonis dan seimbang

antara manusia dan Tuhan, dan antara manusia dengan manusia. Demikian

ajaran yang dibawa Rasulullah Saw pada intinya adalah menyempurnakan

akhlak yang mulia. (Abudin Nata, 2003: 8)

Lisan mempunyai kedudukan tersendiri di antara anggota tubuh

lainnya. Lisan bisa menjadi bencana bagi pemiliknya jika dia berlaku buruk

(18)

dan anugerah yang agung jika dia dapat menggunakannya dengan baik.

Lisan yang bentuknya kecil, ketaatan dan pengingkarannya bisa besar.

Kejelasan antara iman dan kufur tidak dapat diketahui hanya dengan

persaksian lisan, iman dan kufur ini sebagai symbol ketaatan dan

kemaksiatan. (Fachruddin, 1997: 32)

Rasulullah SAW bersabda, “Maukah aku ceritakan kepada kalian tentang amal perbuatan yang paling baik buat kalia, paling suci (berharga) di sisi kalian, paling banyak mengangkat derajat kalian, dan lebih baik bagi kalian ketimbang menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian dari pada perang menghadapi musuh kalian, dimana kalian sering

memukul leher.” Nabi bersabda, “Berdzikirlah kepada Allah SWT”. (HR.

Tirmidzi dan Ibnu Majjah)

Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW mewasiatkan pentingnya

berdzikir. Dzikir lebih mulia dari pada yang disebutkan pada hadis tersebut,

karena dzikir itu bicara niat dan tujuan yang jelas kepada Allah SWT,

sedang infaq dan perang itu bicara tentang perbuatan yang belum tentu jelas

karena Allah SWT atau karena lainnya. Sehingga kalau orang yang berinfaq

dan berperang itu menjadi mulia kalau niatnya karena Allah semata.

Sedangkan dzikir yang mulia adalah dzikir yang diartikan mengingat Allah

SWT kapan dan dimanapun berada. Karena itu seseorang yang berdzikir,

senantiasa melakukan semua perbuatannya dalam rangka mengingat Allah.

(Abu, 2002: 3-5)

Allah berfirman dalam QS.Ar-ra’d: 28:

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tentram”

Maka bagi mereka yang menginginkan ketentraman jiwa maka

(19)

perbuatan. Hal itu karena mereka tahu ujung pangkalnya hidup, yaitu Allah

SWT. Bagi mereka yang senantiasa mengingat Allah maka dapat

memahami sejauh mana yang Allah berikan kepadanya. (Abu, 2002: 9)

Dalam kitab al-Adzkar karya Imam Nawawi banyak dijelaskan

bagaimana etika yang harus dilakukan oleh ummat Islam mulai dari bangun

tidur sampai tidur lagi, seperti halnya etika saat bangun tidur, masuk kamar

mandi, keluar kamar mandi, masuk rumah, keluar rumah, masuk masjid,

keluar masjid, bahkan etika bertutur kata yang baik terhadap sesama

manusia, dan masih banyak lagi etika-etika yang berada di dalam kitab

al-Adzkar, bukan saja etika terhadap sesama manusia tetapi juga etika

terhadap Allah SWT maupun terhadap diri sendiri.

Rasa ingin tahu dari penulis, untuk lebih mendalami kitab al-Adzkar,

sejarah mencatat bahwa Kitab al-Adzkar dikarang oleh Imam Nawawi yang

lahir di daerah Nawa merupakan salah satu karya yang masyhur dikalangan

masyarakat. Bagi yang faham dengan bahasa arab, tentu uraian kata-kata

yang ada di dalam Kitab tersebut dapat dipahami inti dan maksud dari kitab

tersebut. Umumnya yang mengerti mereka menjalankan apa yang ada di

dalam Kitab al-Adzkar tersebut.

Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang

nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap pemikiran Imam Nawawi melalui

karya-karya-karyanya yang cukup familiar yaitu kitab al-Adzkar yang didalamnya

terurai tentang dzikir dan pendidikan akhlak. Untuk itu maka penulis

(20)

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM

NAWAWI, dengan harapan semoga dapat memberikan manfaat dan

kontribusi terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja nilai-nilai pendidikan akhlak di dalam kitab Al-Adzkar karya

Imam Nawawi?

2. Bagaimanakah Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada kitab

al-Adzkar dalam kehidupan manusia ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak di dalam kitab

al-Adzkar karya Imam Nawawi.

2. Mengetahui Relevansi Nilai Pendidikan Akhlak pada kitab al-Adzkar

dalam kehidupan manusia.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa

manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian pendidikan akhlak ini diharapkan dapat memberikan

manfaat secara teoritis, yaitu dapat memperbaiki akhlak bangsa

(21)

pengetahuan dan pengalaman bagi penulis pribadi, teman-teman dan

semua yang membacanya. Dan memberikan kontribusi pemikiran dalam

upaya meningkatkan pengetahuan tentang kajian sejarah perjalanan

Nabi Muhammad SAW dan juga pengetahuan tentang sejarah islam,

sehingga dapat diketahui bagaimana proses perjalanan hudup Nabi

Muhammad SAW. Dengan demikian diharapkan bagi setiap individu

dalam keadaan tertentu dapat mengambil pelajaran dari sifat-sifat

Rosulullah SAW sebagai suritauladan, baik untuk mengarungi hidup

menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

2. Manfaat praktis

Sebagai sumbangan fikiran dalam bentuk tulisan yang berbentuk

karya ilmiah bagi lembaga IAIN Salatiga guna dapat dimanfaatkan oleh

mahasiswa IAIN Salatiga maupun mahasiswa dari lembaga lain yang

sekiranya membutuhkan wawasan luas dalam pembuatan karya ilmiah,

maupun untuk berbagai pihak yang memerlukannya, khususnya bagi

umat islam dalam rangka memperbaiki akhlak yang belum sesuai

dengan kriteria islam yang sesungguhnya.

Sebagaimana tujuan dari visi dan misi Rasulullah SAW diutus di

muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak kaum muslimin dan

muslimat. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah

ilmu pengetahuan bagi penulis dan mahasiswa jurusan Pendidikan

Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga khusunya maupun mahasiswa

(22)

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan maupun

memahami karya ilmiah ini maka penulis kemukakan pengertin dan

penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:

1. Nilai Pendidikan Akhlak

Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik, disukai, dan paling

benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang, sehingga

preferensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatannya. Nilai

juga bisa diartikan sebagai suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan

yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang

khusus kepada pola pemikiran perasaan, keterikatan, maupun perilaku.

(Ensiklopedia, 2009: 106)

Dari pengertian nilai di atas dapat difahami bahwa nilai adalah

sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan

terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran,

perasaan, dan perilaku. Dengan demikian untuk melacak sebuah nilai

harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan,

tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang.

Dalam bahasa Indonesia disebut pendidikan, yang berarti proses

mendidik. Kata mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang saling

berhubungan. Dari segi bahasa, mendidik adalah jenis kata kerja,

sedangkan pendidikan adalah kata benda. Kalau kita mendidik kita

(23)

dua aspek yang harus ada didalamnya, yaitu pendidik dan peserta didik.

Jadi mendidik adalah merupakan suatu kegiatan yang mengandung

komunikasi antara dua orang atau lebih.

Menurut UU. No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatanspritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan

Negara.

Menurut Bojonegoro pendidikan adalah memberikan tuntunan

kepada manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan agar dapat

memenuhi sendiri tugas hidupnya atau dengan secara singkat

pendidikan adalah tuntunan kepada pertumbuhan manusia mulai lahir

sampai tercapainya kedewasaan, dalam arti jasmaniyah dan rukhaniyah.

Pendidikan adalah aktivitas bimbingan yang disengaja untuk mencapai

kepribadian yang luhur, baik yang berkaitan dengan dimensi jasmani,

rohani, akal maupun moral. (Ekosusilo, 1990: 14)

Kata akhlak berasal dari bahasa arab (akhlaqun), jamak dari

kholaqun. Yang secara etimologi berasal dari budi pekerti, tabiat,

perangai, adat kebiasaan, perilaku dan sopan santun. (Rifa’I Jamhari,

1969: 59) Menurut Zahrudin AR, kata akhlak yang dikaji dalam

(24)

perangai, tabiat atau tingkah laku. (Zahruddin, 2004: 1) Ishaq Shalih

dalam bukunya “Akhlak dan Tasawuf “ menyatakan bahwa: “akhlak

berasal dari bahasa arab yang mengandung segi-segi persamaan dengan

kata khaliq dan makhluk”. (Ishaq, 1998: 1)

2. Kitab Al-adkar

Al-adzkar merupakan bentuk jama’ dari lafadz dzikrun yang

artinya beberapa dzikir. Sedangkan dzikir sendiri berakar pada kata

dzakara yang berarti mengingat, menyebut dan mengucapkan. Adapun

secara terminologi yang dimaksud dengan dzikir yaitu menyebut atau

mengingat nama-nama Allah sebagai bentuk dalam rangkaian dalam

beribadah, sebagaimana yang dilakukan para sufi atau amalan-amalan

yang dikerjakan dalam tariqat, sebagai bentuk aktivitas untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Al-adzkar adalah kitab kumpulan doa karya Imam Nawawi,

buku ini menjadi salah satu kitab rujukan dan buku induk berkenaan

tentang doa dan dzikir yang populer di dunia Islam. Kitab ini memuat

sekitar 1324 Doa dan Dzikir. Di kalangan masyarakat Islam kitab ini

lebih dikenali dengan nama Kitab Al-adzkar An-nawawiyyah. Dalam

kitab ini, Imam Nawawi rahimahullah menghimpunkan hadis-hadis

yang menyebutkan doa-doa dan dzikir-dzikir dari pada Nabi SAW.

Maka, kitab ini sangatlah bermanfaat bagi siapa yang mau mengetahui

(25)

dalam hadis-hadis Rasulullah SAW berserta adab-adab dan

etikanya. (Http://kitabAl-adzkar.or.id)

3. Imam Nawawi

Nama lengkap Imam Nawawi adalah imam faqih

Al-muhaddits Muhyiddin Abu Zakariya Yahya Ibn Syaraf An-nawawi, ia

adalah salah seorang ulama besar madzhab Syafi’i. Ia lahir di

desa Nawa, dekat kota Damaskus, pada tahun 631 H dan wafat pada

tahun 24 Rajab 676 H. Ia adalah seorang pemikir muslim di bidang fiqih

dan hadits. Imam Nawawi pindah ke Damaskus pada tahun 649 H dan

tinggal di Distrik Rawahibiyah. Semasa hidupnya beliau selalu

menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, menulis kitab, menyebarkan

ilmu, ibadah, wirid, puasa, dzikir, sabar atas terpaan badai kehidupan.

(Http://ProfilImamNawawi.or.id)

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penilaian

kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah

bersumber dari pustaka dan yang dijadikan obyek kajian adalah hasil

(26)

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan metode library research (penelitian

kepustakaan) maka peneliti menggunakan teknik yang diperoleh dari

perpustakaan dan dikumpulkan dari kitab-kitab dan buku-buku yang

berkaitan dengan objek penelitian. Yang terdiri dari tiga sumber:

a. Sumber primer, adalah sumber yang langsung berkaitan dengan

permasalahan yang didapat yaitu: kitab Al-adzkar

b. Sumber sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber

pendukung untuk memperjelas data primer, yaitu Terjemahan kitab

Al-adzkar

c. Sumber tersier, dalam penelitian ini, data tersiernya penulis

mengambil dari kitab-kitab, buku-buku dan media elektronik seperti

internet yang mendukung objek penilitian.

3. Teknik Analisis Data

Yaitu penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan

jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain

untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.

Ada pun metode yang digunakan untuk menganalisis masalah adalah

sebagai berikut:

a. Metode Content Analysis

Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber

(27)

Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:

“metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur

untuk menarik kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau

dokumen”. Dengan teknik analisis ini penulis akan menganalisis

terhadap makna ataupun isi yang terkandung dalam ulasan-ulasan

kitab Al-adzkar dan kaitannya dengan nilai-nilai pendidikan akhlak

terpuji dan tercela.

b. Metode Reflektic Thinking

Metode Reflektic Thinking yaitu berfikir yang prosesnya

mondar-mandir antara yang emperi dengan yang abstrak. Emperi

yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya yang abstrak

yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevansi emperi pertama

dengan emperi-emperi yang lain yang termuat dalam abstrak baru

yang dibangunnya. Metode ini digunakan untuk melihat relevansi

antara kitab Al-adzkar dan nilai-nilai pendidikan akhlak.

G. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang memiliki relevansi terhadap penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Skripsi M. Kafabi Isna dari IAIN Salatiga dengan judul “Nilai-nilai

Pendidikan Akhlak dalam Kitab Sullamut Taufiq Karya Imam

(28)

akhlak yang terkandung dalam Kitab Sullamut Taufiq karya Imam

Nawawi.

2. Skripsi Saiful Amri dari IAIN Salatiga dengan judul “Nilai-nilai

Pendidikan Akhlak dalam Kitab Khulashah Nurul Yaqin karya

Muhammad Khudhari Bek” yang menjelaskan tentang nilai-nilai

pendidikan akhlak yang terkandung dalam Kitab Khulashah Nurul

Yaqin karya Muhammad Khudhari Bek.

3. Skripsi Sri Widayati dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam

Al-Qur’an (Telaah Surat ‘Abasa Ayat 1-10)” yang menjelaskan tentang

nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Al-qur’an (Telaah

Surat ‘Abasa Ayat 1-10).

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan yang penulis maksud di sini adalah

sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini

menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini

bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud

penulisan skripsi ini.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan, menguraikan tetang: Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode

Penelitian, Penegasan Istilah, dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran

(29)

BAB II: Nilai pendidikan akhlak dan ruang lingkupnya,

menguraikan tentang Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak dan Ruang

Lingkup Pendidikan Akhlak.

BAB III: Biografi Imam Nawawi, menguraikan tentang: Biografi

Imam Nawawi yang meliputi riwayat kelahiran, Latar Belakang Penulisan

Kitab Al-adzkar, Sistematika Penulisan Kitab Al-adzkar, Guru-guru,

Murid-murid, dan Karya-karya Imam Nawawi. .

BAB IV: Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab

Al-adzkar dan Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-Al-adzkar

dalam Kehidupan Manusia.

(30)

BAB II

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DAN RUANG LINGKUPNYA

C. Nilai Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling

benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehinnga

prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan

perbuatan-perbuatannya. (Ensiklopedi Pendidikan, 2009: 106)

Untuk memahami makna hakikat nilai, berikut ini dikemukakan

beberapa pengertian nilai:

a. Menurut Purwadarminta, Nilai diartikan sebagai sifat-sifat (hal-hal)

yang penting dan berguna bagi kemanusiaan.

b. Menurut Muhaimin dan Abdul Majid Nilai merupakan sesuatu yang

praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan

melembaga secara obyektif di dalam masyarakat.

c. Menurut Bambang Daroeso, Nilai yaitu suatu penetapan atau

kualitas suatu obyek yang menyangkut suatu jenis atau minat. Dapat

juga diartikan nilai adalah suatu penghargaan atau kualitas terhadap

suatu hal yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang karena

menyenangkan, memuaskan, menarik, berguna, menguntungkan

dan sistem keyakinan.

d. Menurut Djahiri Kosaih, Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik

(31)

(adil-tidak adil), agama (dosa, halal-haram), dan hukum (sah-tidak

sah) serta menjadi acuan dan atau sistem keyakinan diri maupun

keyakinan.

e. Menurut Chabib Thoha, Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang

berbeda dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana

seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau

mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.

f. Menurut Sumantri, Nilai merupakan hal yang terkandung dalam

hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak

yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan

kata hati (potensi).

Jadi, nilai adalah penentu tingkah laku manusia dalam kehidupan

yang banyak manfaatnya dan berharga sehingga dijadikan acuan dalam

bertindak.

2. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual,

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia

serta ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan

Negara. (Wiji Sumarno, 2006: 21-22). Sebagaimana yang dikutip oleh

Uyoh Sadullah dalam bukunya Pedagogik (Ilmu mendidik) dalam arti

(32)

dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai

kedewasaannya. (Uyoh, 2014: 3)

Sedangkan pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia

untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung

sepanjang hayat. Menurut Henderson, pendidikan merupakan suatu

proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu

dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang

hayat sejak manusia lahir. Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan

pengertian pendidikan bahwa, pada hakikatnya pendidikan merupakan

suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan manusia, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar

sekolah, dan berlangsung seumur hidup. (Uyoh, 2014: 5).

Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dikatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendilian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. (Uyoh, 2014: 5)

Dari pengertian-pengertian pendidikan di atas ada beberapa

prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan:

Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha

(33)

sampai tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan

dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep

pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik

dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan

keluarga, sekolah dan masyarakat.

Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung

jawab bersama semua manusia: tanggung jawab orang tua, tanggung

jawab masyarakat, dan tanggung jawab pemerintah.

Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan,

karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan

kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya.

(Uyoh, 2014: 5-6)

Dari pengertian pendidikan di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia yang

sudah dewasa kepada anak yang belum dewasa supaya dapat

menyelesaikan tugasnya secara kreatif, sistematis, dan intensional, dan

juga usaha dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendilian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

(34)

3. Pengertian Akhlak

Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan

artinya dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun dalam bahasa

Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan kata moral, ethic dalam

bahasa inggris. Dalam bahasa Yunani, pengertian akhlak memakai kata

ethos, ethikos, yang kemudian menjadi ethika, etika (tanpa h) dalam

istilah Indonesia. Manusia akan menjadi sempurna apabila mempunyai

akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela. (Rizal, 2003: 28)

Akhlak merupakan suatu alat yang digunakan untuk

mengoptimalkan sumber daya potensi untuk mencapai kesejahteraan

hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat. (Mansur, 2005: 227).

Akhlak juga merupakan sifat diri secara bathiniyah yang bisa diketahui

oleh mata hati, tingkah laku merupakan gambaran diri secara lahiriyah

yang bisa diketahui oleh mata atau dapat dikatakan bahwa hubungan

akhlak dan tingkah laku itu seperti hubungan antara yang menunjukkan

dan yang ditunjukkan. (Muhammad, 2006: 65 )

Untuk memahami makna hakikat akhlak, berikut ini

dikemukakan beberapa pengertian akhlak:

1. Menurut Ibn Maskawaih, seperti yang dikutip oleh Zahruddin AR,

mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang

mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa

(35)

2. Menurut Imam Al-ghozali, seperti yang dikutip oleh Moh. Ardani

mengatakan bahwa akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam

jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan

gampang, tanpa perlu kepada pertimbangan dan pikiran.

3. Menurut Muhyiddin Ibnu Arabi, akhlak yaitu keadaan jiwa

seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui

pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan pada seseorang

tersebut boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan dan boleh jadi

juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.

4. Menurut Al-faidh Al-kasyani, akhlak adalah ungkapan untuk

menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa yang darinya

muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului

perenungan dan pemikiran.

Akhlak sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu akhlak

Al-karimah dan Akhlak Al-madzmumah. Akhlak Al-karimah atau akhlak

yang mulia sangat amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi

hubung namanusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak

yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Akhlak terhadap Allah

Pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selin Allah.

Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang

jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau

(36)

2. Akhlak terhadap diri sendiri

Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan

menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri

dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai

ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan

dengan sebaik-baiknya. Contohnya menghindari minuman yang

diharamkan, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana disertai

dengan jujur, dan menghindari perbuatan yang tercela.

3. Akhlak terhadap sesama manusia

Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan

eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung

pada orang lain, untuk itu manusia perlu bekerja sama dan saling

tolong menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak

yang baik kepada saudara, karena berjasa dalam ikut serta

mendewasakan diri sendiri, caranya dengan memuliakannya,

memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya. (Ardani,

2005: 49-57)

Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa Allah

telah mengaruniakan kepada manusia keutamaan yang dapat

terbilang dan karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung

banyaknya, semua itu perlu disyukuri dengan berdzikir dalam

hatinya. Dalam kehidupan manusia hendaknya berlaku sopan dan

(37)

dan maksiat. Karena manusia adalah makhluk sosial maka perlu

menciptakan suasana yang baik, satu dengan yang lainnya saling

berakhlak yang baik. (Umiarso dan Haris, 2010: 112-113)

Selanjutnya akhlak Madzmumah (akhlak yang tercela)

adalah kebalikan dari akhlak yang baik sebagaimana yang sudah

dijelaskan di atas. Dalam ajaran islam berdasarkan

petunjuk-petunjuk dijumpai berbagai macam akhlak tercela diantaranya:

1. Berbohong

Ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang

tidak sesuai dengan yang sebenarnya.

2. Takabbur (sombong)

Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia

melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.

3. Dengki

Ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang

diperoleh orang lain.

4. Bakhil (kikir)

Ialah sukar bagi seseorang mengurangi sebagian dari apa

yang dimilikinya itu untuk orang lain.

Dari semua pengertian di atas memberikan gambaran

bahwa tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang

tanpa dibuat-buat atau tanpa dorongan dari luar. Jika baik

(38)

baik, sebaliknya jika akhlak tersebut buruk tindakan spontan ini

disebut akhlak tercela.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan

menifestasi iman, islam, dan ihsan yang merupakan refleksi sifat dan

jiwa secara spontan yang terpola pada diri seseorang sehingga dapat

melahirkan perilaku secara konsisiten dan tidak tergantung pada

pertimbangan berdasar interes tertentu, akan tetapi perbuatan

tersebut muncul dari kesadaran akhlak diri manusia. Sifat dan jiwa

yang melekat dalam diri seseorang menjadi pribadi yang utuh dan

menyatu dalam diri orang tersebut, sehingga akibatnya tercermin

melalui tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari bahkan menjadi

adat kebiasaan manusia.

Dari definisi berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong melakukan

suatu perbuatan secara spontan tanpa pertimbangan dan proses

berfikir terlebih dahulu serta tanpa ada unsur paksaan.

Setelah dijelaskan secara terpisah dari pengertian nilai,

pengertian pendidikan dan pengertian akhlak di atas maka dapat

disimpulkan bahwa nilai pendidikan akhlak adalah sesuatu yang

dipandang baik dalam pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak dan

keutamaan peringai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan

kebiasaan oleh seseorang. Seseorang tumbuh dan berkembang

(39)

untuk selalu kuat, ingat bersandar, meminta pertolongan dan

berserah diri kepada-Nya, maka ia akan memiliki potensi dan respon

dalam menerima suatu keutamaan dan kemuliaan. Disamping

terbiasa melakukan akhlak mulia.

D. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Dalam perkembangan selanjutnya akhla tumbuh menjadi suatu ilmu

yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki lingkup pokok bahasan,

tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Dari

semua aspek yang terkandung dari akhlak ini kemudian membentuk

satu-kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu. (Abudin

Nata, 2011: 7)

Muhammad Daud Ali menyatakan bahwa dalam garis besarnya

akhlak terbagi menjadi dua bagian, pertama adalah akhlak terhadap Allah

SWT dan yang kedua adalah akhlak terhadap makhluk ciptaan-Nya.

Sedangkan ruang lingkup pendidikan akhlak, diantaranya adalah:

1. Akhlak terhadap Allah SWT

Akhlak terhadap Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau

perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk

kepada sang Khaliq. Ada beberapa alasan mengapa manusia perlu

berakhlak kepada Allah:

(40)

b. Karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera,

berupa pendengaran, penglihatan, akal, pikiran dan hati sanubari,

serta anggota badan yang kokoh dan sempurna pada manusia

c. Karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana

yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan

makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, bintang,

ternak dan lain sebagainya.

d. Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya

kemampuan untuk menguasai daratan dan lautan. (Abudin Nata,

1997: 148)

2. Akhlak terhadap sesama manusia

a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW

Akhlak yang mulia kepada Rasulullah SAW adalah taan dan

cinta kepadanya, mentaati Rasulullah berarti melaksanakan segala

perintahnya dan menjauhi larangannya. Ini semua telah dituangkan

dalam hadis beliau yang berwujud ucapan, perbuatan dan

penetapannya.

Dan sebagaimana firman Allah dalam QS An-nisa: 80:

(41)

b. Akhlak terhadap orang tua

Wajib bagi umat islam untuk menghormati kedua orang

tuanya, yaitu dengan berbakti, mentaati perintahnya dan berbuat

baik kepada keluarganya, diantaranya: Berbicara dengan perkataan

yang baik dan membantu orang tua.

Allah berfirman dalam QS. Al-isra’: 23 :

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan

pada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentuk

mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-isra’: 23) (Depag, 1994: 427)

c. Akhlak terhadap guru

Akhlak mulia kepada guru yaitu diantaranya dengan

menghormatinya, berlaku sopan kepadanya, mematuhi

perintah-perintahnya, baik di hadapannya maupun di belakangnya, karena

guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang murid,

yaitu yang memberi santapan jiwa dengan ilmu dan pendidikan

akhlak

d. Akhlak terhadap tetangga dan masyarakat

Pentingnya akhlak tidak terbatas pada perorangan saja, tetapi

penting untuk bertetangga, masyarakat, umat, dan kemanusiaan

seluruhnya. Diantara akhlak terhadap tetangga dan masyarakat yaitu

(42)

persaudaraan, pemurah, penyantun, menepati janji, berkata sopan,

dan berlaku adil.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-maidah: 2 :

Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksanya. (QS. Al-maidah: 2) (Depag, 1994: 157)

3. Akhlak terhadap lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu

yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan,

maupun benda-benda yang tidak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang

diajarkan Al-qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia

sebagai khalifah di bumi.

Binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tidak bernyawa

semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta

semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini

mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semuanya

adalah “Umat” Tuhan yang seharusnya diperlakukan secara wajar dan

(43)

BAB III

BIOGRAFI IMAM NAWANI

A. Riwayat Hidup Imam Nawawi

Nama lengkap Imam Nawawi adalah Imam Faqih

al-Muhaddits Muhyiddin Abu Zakariya Yahya Ibn Syaraf an-Nawawi,

kebanyakan kaum muslimin lebih mengenal beliau dengan nama Imam

Nawawi. Nama an-Nawawi sendiri adalah nisbat (penyandaran) kepada

tanah kelahirannya yaitu di kota Nawa, suatu perkampungan di daerah

Hauran, yang berada di Damaskus, Siriya. Beliau dilahirkan pada bulan

Muharram tahun 631 H/1233 M di Nawa, sebuah kampung di daerah

Dimasyq (Damaskus) yang sekarang merupakan ibukota Suriah. Beliau

dididik oleh ayah beliau yang terkenal dengan keshalihan dan ketakwaan.

Sebelum menginjak usia baligh beliau mulai belajar di katatib (tempat

belajar baca tulis untuk anak-anak) dan menghafal al-Quran. (Thabaqah

Asy-syafi’iyah Al-kubra 5/166).

Imam Nawawi tinggal di Nawa hingga berusia 18 tahun, kemudian

pada tahun 649 H ia memulai Rihlah Thalabul ‘Ilmi ke Damaskus dengan

menghadiri halaqah-halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota

tersebut. Ia tinggal di Madrasah Ar-rawahiyyah di dekat Al-jami’ Al

-umawiy. Jadilah Thalabul ‘Ilmi sebagai kesibukannya yang utama.

Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia sangat

(44)

baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada

kata-kata, dan Allah telah memberikan barakah dalam waktuku.” (Syadzaratudz

Dzihab 5/355)

Imam Nawawi memiliki nama laqob (gelar) yang diberikan oleh

kaum muslimin padanya yaitu Muhyiddin yang artinya “orang yang

menghidupkan agama”. Namun beliau sendiri membenci gelar ini,

sampai-sampai ia berkata “Aku tidak ridha orang menggelariku Muhyiddin“. Ini

menunjukkan ketidaksenangannya dengan gelar ini sekaligus menunjukkan

ketawadhuannya karena ia menyadari bahwa di dalamnya terdapat tazkiyah

(penyucian) atas dirinya, sedangkan beliau tidak suka akan hal itu.

Meskipun demikian, laqob tersebut tetap melekat dan selalu menyertai

nama beliau di dalam kitab-kitabnya dikarenakan keikhlasan beliau dalam

berdakwah dan hampir seluruh kaum muslim menerima dan mengakui

keilmuwan dan dakwah beliau.

Dikisahkan ketika berumur 7 tahun, ia terjaga di malam hari pada

malam ke 27 Ramadhan yang merupakan salah-satu malam yang

diperkirankan turunnya Lailatul Qadar. Pada malam itu ia melihat seberkas

cahaya yang menerangi rumahnya, ia pun terkejut karena pada saat itu Imam

Nawawi masih anak-anak dan belum mengerti apapun kejadian yang

menimpanya, maka ia pun segera membangunkan orang tuanya dan

menceritakan peristiwa tersebut. Sang ayah memahami bahwa ini adalah

tanda dari Allah SWT terhadap anaknya. Kemudian mereka berdoa agar

(45)

memberikan perhatian yang khusus kepada Imam Nawawi. (Thabaqah

Asy-syafi’iyah Al-kubra 5/166).

Pada usianya yang ke 10, sang ayah memasukkan Imam Nawawi ke

madrasah untuk menghafal al-Qur’an dan mempelajari ilmu fiqih kepada

beberapa ulama di sana. Dan ia sangat antusias untuk menghafal al-Qur’an.

Dikisahkan pada suatu hari ketika Imam Nawawi berusia 10 tahun, beliau

diajak bermain oleh teman-temannya, tetapi ia menolak dan lebih memilih

untuk membaca al-Qur’an. Namun mereka tetap saja memaksanya untuk

bermain hingga akhirnya ia pun berlari sambil menangis. Kejadian itu

dilihat oleh syaikh Yasin bin Yusuf al-Marakisyi yang kebetulan lewat,

kemudian ia mendatangi kedua orang tuanya dan memberikan nasihat agar

mengkhususkan Imam Nawawi untuk menuntut ilmu. Orang tuanya

menerima usulan tersebut, dan sejak kejadian itu pula perhatian sang ayah

dan gurunya pun semakin besar terhadap Imam Nawawi. (Thabaqah

Asy-syafi’iyah Al-kubra 5/166).

Pada usianya yang ke-19 tahun, sang ayah melihat lingkungan di

Nawa sudah tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan ilmu anaknya. Maka ia

memutuskan untuk membawanya ke Madrasah Ar-rawahiyyah di pojok

timur Masjid Al-jami’ Al-umawiy di Damaskus. Ketika itu Damaskus

merupakan salah satu daerah yang menjadi pusat kajian ilmu. Ia sangat

tekun dalam menuntut ilmu. Selama 2 tahun di sana ia senantiasa belajar

(46)

ketika belajar. Dan waktu-waktunya ia habiskan untuk mendalami ilmu dan

menghafal berbagai kitab. (https://biografiImamNawawi.com)

Imam Nawawi menceritakan tentang dirinya sendiri, ia berkata

“Ketika usiaku telah mencapai 19 tahun, ayahku membawaku pindah ke

Damaskus pada saat beliau (ayahnya) berusia 49 tahun. Di sana aku belajar

di Madrasah Rawahiyyah. Selama kurang lebih 2 tahun di sana aku jarang

tidur nyenyak, penyebabnya tidak lain adalah karena aku sangat ingin

mendalami semua pelajaran yang diberikan di Madrasah tersebut. Aku pun

berhasil menghafal at-Tanbih (at-Tanbiih fii Furuu’isy-Syaafi’iyyah, karya

Abu Ishaq asy-Syirazi) kurang lebih selama 4,5 bulan. Selanjutnya, aku

berhasil menghafal 114 Ibadat (sekitar seperempat) dari kitab

al-Muhadzdzab (Al-muhadzdzab fil Furuu’) di sisa bulan berikutnya dalam

tahun tersebut. Aku juga banyak memberikan komentar dan masukan

kepada syaikh kami, Ishaq al-Maghribi. Ia pun lalu merasa tertarik

kepadaku ketika melihatku begitu menyibukkan diri dalam semua

aktifitasku dan tidak pernah nongkrong dengan kebanyakan orang.

Beliaupun sangat senang kepadaku dan akhirnya beliau mengangkatku

menjadi assisten dalam halaqahnya, mengingat jama’ahnya yang begitu

banyak.” (https://biografiImamNawawi.com)

Imam Nawawi sendiri adalah salah seorang ulama besar madzhab

Syafi’i . beliau seorang pemikir muslim di bidang fiqih dan hadis. Beliau

(47)

mengabdikan diri untuk menyebarkan ilmu keislaman. Imam Nawawi

meninggal pada 24 Rajab 676 H. (Tim Mutiara, 2013: 5)

B. Latar Belakang Penulisan Kitab Al-adzkar

Imam an-Nawawi merupakan sosok ulama yang tidak pernah

menyia-nyiakan waktu. Selama enam tahun beliau menimba ilmu, dan

selama itu pula beliau tidak pernah meyia-nyiakan waktunya kecuali untuk

belajar dan belajar. Bahkan di jalan pun, ketika beliau pulang atau pergi ke

suatu tempat, tidak pernah terlewat untuk mengulang hafalan atau

mengingat-ingat kembali apa yang telah ia pelajari.

Dalam muqaddimah kitab al-Adzkar Imam Nawawi menjelaskan

bahwa banyak ulama’ yang mengarang kitab-kitab yang berisi tentang

dzikir-dzikir tapi dengan menyebutka sanadnya secara lengkap dan sering

kali diulang-ulang. Pada akhirnya hal ini akan mempersulit umat islam

dalam mempelajarinya. Melihat kondisi seperti ini, beliau ingin

mempermudah umat islam untuk belajar dan mengamalkan dzikir-dzikir

dengan meringkas sanadnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui

dzikir-dzikir dan dapat mengamalkannya. Sebagai ganti dari sanad yang terbuang

Imam Nawawi menyebutkan kualitas hadisnya. Imam nawawi mengakui

bahwa penulisan kitab ini sebagai usaha untuk mempermudah umat islam

yang ingin menggiatkan amalan-amalan dzikir namun kesulitan untuk

mencari bacaan dzikir yang disunnahkan Nabi Muhammad SAW. Menurut

(48)

yang sudah dikarang oleh para ulama. Namun kitab-kitab tersebut

cenderung memfokuskan pembahasan hadis pada sisi perawinya, matan,

dan silsilahnya. Hal seperti ini tentunya belum cukup praktis untuk orang

banyak, yaitu orang-orang awam yang masih berada pada fase pemula

dalam pengalaman islam.

Berbeda dengan orang-orang non-awam atau para ‘ulama serta para

ahli yang telah jauh melangkah dan memahami pasal-pasal penting dalam

pengalaman islam. Umumnya mereka yang ‘alim itu tergolong orang-orang

yang memang berkonsentrasi penuh dalam mendalami ilmu-ilmu hadis

maupun ilmu-ilmu keislaman yang cukup lintas dimensi. Untuk itulah,

imam Nawawi menyadari bahwa mengetahui dan mengamalkan

bacaan-bacaan dzikir yang disunnahkan itu lebih penting dan lebih praktis bagi

orang-orang awam. Bila memang orang-orang awam menginginkan untuk

mengetahui sisi Asanid atau seluk beluk dari hadis tersebut, beliaupun telah

membahas hal tersebut dalam kitab karangannya yang lain. Di dalam kitab

ini beliau mengisyaratkan niat mulianya untuk membantu kemudahan jalan

para ahli kebaikan. Baik dalam menghadirkan penerangan tentang

dalil-dalil yang terkait dengan isi tersebut maupun sebagai isyarat terkait.

Kitab Al-adzkar ini berisikan tentang hadis-hadis yang telah

tercantum di dalam kitab-kitab hadis terkenal di kalangan umat islam pada

masa itu. Hanya saja bagi orang-orang yang khusus ingin mengetahui

dzikir-dzikir yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW tentu cukup sulit

(49)

Nawawi telah banyak mengantarkan orang-orang awam untuk tidak

sulit-sulit lagi membuka ribuan halaman kitab-kitab hadis yang

bermacam-macam itu.

Pembabakan kitab ini dibagi oleh Imam Nawawi dari segi kejadian

atau masalah praktis yang terjadi di tengah-tengah umat islam. Misalnya

mengenai doa-doa yang harus dibaca ketika akan melaksanakan aktivitas

sehari-hari, yang tentunya ini merupahan hal yang sepele yang jarang sekali

dibahas secara serius selama ini di tengah-tengah umat islam. Dengan

membaca kitab ini, siapapun akan tahu bahwa doa-doa ketika akan

melakukan aktivitas sehar-hari yang mereka lakukan ini memanglah shahih,

yaitu bersumber langsung dari Rasulullah SAW.

Melalui kitab ini Imam Nawawi mengantarkan siapa saja yang ingin

mengetahui hakikat islam. Bahwa islam adalah agama yang sebenarnya

yang menginginkan segala aktivitas manusia, baik yang lahir maupun yang

batin selalu diikatkan Allah SWT melalui perantara doa. Agar perbuatan

tersebut berkualitas, selalu memiliki persambungan selalu kepada Allah

SWT, serta yang paling penting adalah membawa keberkahan, tidak hanya

bagi yang beramal, tapi juga bagi yang merasakan akibat amal baik tersebut

di dunia maupun di akhirat. Kitab ini selesai dikarang pada bulan muharram

tahun 667 H. (Http://BiografiKitabAl-adzkar.com, diakses pada

20/04/2017)

(50)

Dalam mengarang kitab ini, Imam Nawawi mengambil hadis-hadis

yang menerangkan tentang dzikir-dzikir yang telah tercantum di dalam

kitab-kitab masyhur yang menjadi landasan dalam islam, seperti: Shahih

Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan

an-Nasa’i. Beliau juga mengambil dari sebagian kitab-kitab lainnya.

Kitab ini disusun berdasarkan kejadian atau masalah praktis yang

terjadi di tengah-tengah umat islam. Di dalam kitab ini terdapat beberapa

kitab, kitab-kitab tersebut memuat beberapa bab, dan dalam bab-bab

tersebut terdapat beberapa fashal. Dalam setiap kitab sebelum beliau

menyebutkan hadisnya, beliau menyebutkan ayat-ayat al-Qur’an yang

bersinggungan dengan kitab tersebut dan penjelasan yang terkait dengan

kitab tersebut. (Http://sistematikakitabal-adzkar.com)

Berikut adalah tabel isi kitab Al-adzkar An-nawawi:

No. Kitab Bab Fashal

1

باتكلا ةبطح

(Muqaddimah Penulis)

- -

2

-

67 52

3

نارقلا ةولات

(Membaca Al-

qur’an) - 18

4

ىلاعت الله دمح

(Pujian kepada Allah SWT)

- 6

5

الله لوسر ىلع ةلاصلا

(Membaca Shalawat pada

Rasulullah SAW)

(51)

6

تاضراعلا روملأل تاوعدلاو راكذلأا

(Dzikir-dzikir

dan doa-doa yang dibaca untuk perkara-perkara

tertentu)

20 -

7

خلا توملاو ضرملا راكذأ

(Dzikir-dzikir yang dibaca

bagi orang sakit dan orang yang meninggal)

34 5

8

ةصوصخم تاولص ىف راكذلأا

(Dzikir-dzikir yang

dibaca saat shalat-shalat khusus)

16 6

9

موصلا

راكذأ

(Dzikir-dzikir yang dibaca saat puasa)

6 -

10

جحلا راكذأ

(Dzikir-dzikir yang dibaca saat Haji)

- 18

11

داهجلا راكذأ

(Dzikir-dzikir yang dibaca saat Jihad)

13 -

12

رفاسملا راكذأ

(Dzikir-dzikir yang dibaca bagi

Mufassir)

25 -

13

ب

راشلا و لكلأا راكذأ

(Dzikir-dzikir seputar makan

dan minum)

20 1

14

اهب قلعتي امو سطاعلا تيمشت و ناذئتلَا و ملاسلا

(Salam, meminta idzindan mendoakan orang yang

bersin serta hal lain yang berhubungan

dengannya)

13 40

15

هب قلعتي امو حاكنلا راكذأ

(Dzikir-dzikir dalam

pernikahan dan yang berkaitan dengannya)

(52)

16

ءامسلأا

(Nama)

20 -

17

ةقرفتملا راكذلأا

(Dzikir-dzikir yang

bermacam-macam)

56 1

18

ناسللا ظفح

(Menjaga Lisan)

23 65

19

تاوعدلا عماج

(Seputar Doa-doa)

10 2

20

رافغتسلإا

(Istighfar)

1 1

Jumlah

340 220

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam kitab Al-adzkar

karya Imam Nawawi terdapat 19 Kitab, di dalam kitab tersebut terdapat 340

Bab, dan di dalam bab tersebut terdapat 220 Fashal, serta 1236 hadis, yang

mana dari kesekian hadis memuat berbagai macam pendidikan akhlak, baik

akhlak terhadap Allah SWT, Rasulullah SAW, Al-qur’an, sesama manusia,

diri sendiri maupun pendidikan tata cara dalam melakukan aktivitas

sehari-hari. Akan tetapi Imam Nawawi tidak menyebutkan sanad secara lengkap

ketika beliau menuliskan hadis di dalam kitab ini.

D. Guru-guru Imam Nawawi

Seumur hidupnya Imam Nawawi belajar pada guru-guru yang amat

sangat terkenal seperti berikut:

1. Pada bidang Fiqih dan Ushul Fiqih

(53)

b. Abdurrahman bin Nuh bin Muhammad al-Maqdisi

c. Sallar bin aI-Hasan al-Irbali al-Halabi ad-Dimasyqi

d. Umar bin Bandar bin Umar at-Taflisi asy-Syafi’i

e. Abdurrahman bin Ibrahim bin Dhiya’ al-Fazari yang lebih dikenal

dengan al-Farkah.

2. Pada bidang Ilmu Hadis

a. Abdurrahman bin Salim bin Yahya al-Anbari

b. Abdul ’Aziz bin Muhammad bin Abdul Muhsin al-Anshari

c. Khalid bin Yusuf an-Nablusi

d. Ibrahim bin ’Isa al-Muradi

e. Isma’il bin Abi Ishaq at-Tanukhi

f. Abdurrahman bin Abi Umar al-Maqdisi.

3. Pada bidang Ilmu Nahwu dan Bahasa

a. Syaikh Ahmad bin Salim al-Mishri

b. Al-’izz al-Maliki, salah seorang ulama bahasa dari madzhab Imam

Malik.

E. Murid-murid Imam Nawawi

Adapun murid-murid Imam Nawawi yang melalui didikannya

bermunculan para ulama besar, di antaranya adalah:

1. Sulaiman bin Hilal al-Ja’fari

(54)

3. Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah

4. ’Ala-uddin ’Ali Ibnu Ibrahim yang lebih dikenal dengan Ibnul ’Aththar

Syamsuddin bin an–Naqib

5. Syamsuddin bin Ja’wan dan masih banyak yang lainnya.

F. Karya Imam Nawawi

Berikut adalah beberapa karya dari Imam Nawawi:

1. Dalam bidang fiqih yaitu: Al-majmu’, Raudhatuth Thalibin, Al-minhaj,

dan Al-Fatawa

2. Dalam Bidang Hadits yaitu: Syarah Shahih Bukhari, Al-minhaj Syarah

Sahih Muslim, Syarah Sunnan Abu Dawud, Arba’in An-nawawi,

Riyadhush Shalihih, dan At-taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al

-basyirin Nadzir

3. Dalam Bidang Biografi dan Bahasa Arab yaitu: Tahdzibul Asma’ wal

Lughat, Thabiqat Asy-syafi’iyyah, Manaqib Asy-syafi’i

4. Dalam Bidang Akhlak yaitu: At-tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an,

(55)

BAB IV

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-ADZKAR KARYA IMAM NAWAWI

A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-adzkar Karya Imam Nawawi

Salah satu karya Imam Nawawi yang sudah dikenal dalam dunia

pesantren adalah kitab Al-adzkar. Karya beliau yang satu ini mengajak

seluruh umat manusia untuk menjadi hamba yang senantiasa mengingat

terhadap Allah SWT dengan cara berdzikir maupun bertutur kata yang

sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam melakukan aktifitas

sehari-hari, mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur. Dengan

harapan agar dalam melakukan rutinitas sehari-hari mendapatkan ridla dari

Allah SWT.

Islam menekankan pendidikan yang berorientasi pada pencapaian

kebaikan bagi individu dengan menawarkan amal shaleh sebagai simbol

orientasi baru. Dengan amal shaleh akan lahir manusia baru yang berhak

memperoleh kebaikan, sebab amal shaleh yang dilakukannya akan

membuatnya berbeda dari sebelum memperoleh pendidikan dan amal

shaleh. (Aly, 2008: 80)

Pada hakikatnya cukuplah Allah untuk semua makhluk hidup di

dunia ini, Dia sebaik-baik pemberi nikmat dan pemberi pertolongan. Tidak

(56)

perkasa lagi Maha bijaksana, tidak ada kekuatan melainkan hanya milik

Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

ِنوُرُفكَت َلََو ىِلوُرُكشاَو مُكُرُكذَأ ىِنوُرُكُذاَف

Artinya: “Hendaklah kalian mengingat-Ku maka Aku akan mengingat kalian dan bersyukurlah kalian pada-Ku dan janganlah kalian

ingkar.” (QS. Al-baqarah: 152)

Allah SWT berfirman:

َمَو

ِنوُدُبعَيِل َّلَِا َسنلَا َو َّنِجلا ُتقَلَخ ا

Artinya: “Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia melainkan

hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-dzariyat: 56)

Dengan dua ayat tersebut diketahui bahwa sebaik-baik kondisi

seorang hamba adalah saat dia berdzikir, berdzikir pada Tuhan-Nya Tuhan

semesta alam, menyibukkan diri untuk selalu berdzikir dengan dzikir yang

diriwayatkan dari Rasulullah SAW, pemimpin seluruh Rasul.

Sesungguhnya segala bentuk pendidikan adalah bersumber pada

Rasulullah SAW, karena beliau merupakan suri tauladan yang baik, dan

sebaik-baik tauladan dari zaman sebelum Rasulullah SAW ataupun setelah

Rasulullah SAW. Kehidupan Rasulullah SAW merupakan suri tauladan

bagi kaum muslimin, karena itu wajib bagi setiap muslim mengetahuinya

untuk diikuti dan diamalkan sesuai dengan petunjuknya.

Berangkat dari pernyataan di atas, selanjutnya penulis akan

membahas bagaimana penjabaran tentang nilai-nilai pendidikan akhlak

(57)

1. Pendidikan Akhlak terhadap Allah SWT

Sesungguhnya dzikir kepada Allah termasuk bentuk taqarrub

(ibadah yang diamalkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah

SWT) yang paling mulia dan paling utama. Orang yang menempuhnya

berarti ia berjalan di atas jalan keamanan dan ketentraman, serta faidah

yang di raihnya tidak dapat diungkapkan dengan lisan dan tidak dapat

diketahui secara keseluruhan oleh manusia.

Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang

dicintai dan diridhai Allah SWT, baik berupa ucapan dan amalan yang

nampak dan tersembunyi. Maka Shalat, zakat, puasa, haji, berdoa,

berdzikir, membaca Al-qur’an, dan yang semisalnya termasuk ibadah.

Demikian juga mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya juga termasuk

dalam ibadah, yang mana dinamakan ibadah apabila diniatkan untuk

mendekatkan diri kepada Allah SWT, itulah salah satu bentuk akhlak

seorang musim terhadap Allah SWT.

Salah satu akhlak manusia terhadap Allah SWT salah satunya

yaitu Berdoa kepada Allah SWT, yaitu memohon apa saja yang menjadi

kebutuhan kepada Allah. Doa merupakan inti ibadah yang merupakan

pengakuan akan keterbatasan dan ketidak mampuan manusia, sekaligus

pengakuan akan Kemaha Kuasaan Allah SWT terhadap segala sesuatu.

Dalam kitab Al-adzkar disebutkan bahwasannya diriwayatkan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini termasuk dalam penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang bersifat kepustakaan, misalnya

library research ). Dengan menggunakan pendekatan content analysis , yaitu dengan meneliti novel tersebut tidak hanya sekedar tekstual namun juga menela’ah maksud dibalik

Penelitian ini membahas tentang metode penananaman nilai- nilai akhlak anak dalam kitab al-akhlaq li al-banin karya ‘Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Kajian ini dilatar belakangi

Jenis penelitian ini merupakan penelitian studi pustaka (library research), adapun yang dijadikan objek kajiannya adalahfilm Serdadu Kumbang. Pendekatan yang digunakan

Penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research) yaitu studi kepustakaan yang mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang

Kitab Tanbihul ghafilin ini dapat dijadikan sebagai rujukan dan referensi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, khususnya pada mata pelajaran akhlak, dan

Analisis data penelitian disimpulkan Pertama: Konsep pendidikan akhlak adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan disengaja untuk memberikan bimbingan, baik jasmani maupun

Maksiat Badan, meliputi durhaka kepada kedua orangtua, lari dari barisan perang, menarik pakaiannya dengan maksud kesombongan, memutus hubungan keluarga, menganiaya manusia SIMPULAN