i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB TANBIHUL GHAFILIN
KARYA AL-IMAM ABU LAITS AS-SAMARQANDI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
ZULFA ALI MAKHRUS
NIM 114 13 012
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
v
MOTTO
ِقَلاْخَلأا َمِساَكَه َنِّوَتُلأ ُتْثِعُب اَوَّنِإ
”Sesungguhnya tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan kemuliaan
akhlak”.
(HR.Ahmad, 1991: 323)
اَّنِإ
نُىاَنْصَل ْخَأ
ةَصِلاَخِب
ىَشْكِر
ِساَّذلا
“Sungguh, Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan) akhlak
vii
KATA PENGANTAR
Atas nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji dan
syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Karena dengan segala
limpahan taufik, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis diberi kemudahan
dan kelapangan hati dalam menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW.
keluarga, sahabat dan pengikut setianya.
Penyusunan skripsi ini bertujuan guna memenuhi persyaratan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga. Terselesainya skripsi ini tidaklah semata-mata hasil dari jerih
payah penulis sendiri, melainkan banyak pihak terkait yang telah membantu baik
moril maupun spiritual, oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga, beserta
staf-stafnya, yang telah menyediakan tempat serta fasilitas gedung kuliah yang
nyaman dan kondusif.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Kajur PAI IAIN Salatiga
4. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I sebagai dosen pembimbing yang telah tulus,
ikhlas dan menyempatkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
viii
6. Bapak (M. Abadi) dan Ibu tercinta (Sa‟amah), Kakak dan Adik-adik saya (Zulfigar Dimas Ulinnuha, Muhammad Kafabihi dan Muhammad Bahrul
Ulum).
7. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu dalam
menyelesaikan sekripsi ini.
Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT senantiasa
memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda kepada semua pihak. Jazakumullahu ahsanal jaza‟. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
untuk kajian yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua. Amin.
Salatiga, 26 Februari 2018
Penulis
Zulfa Ali Makhrus
ix
ABSTRAK
Makhrus, Zulfa Ali. 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin Karya Al Imam Al Faqih Abu Laits As Samarqandi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I
Kata Kunci: Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak, Kitab Tanbihul Ghafilin
Pendidikan akhlak merupakan bagian terpenting dalam pendidikan Islam. Kitab Tanbihul Ghafilin merupakan sebuah kitab karya Abu Laits As Samarqandi. Sebuah kitab yang membahas seputar peringatan orang-orang yang lalai, pendidikan akhlak dan religiusitas. Berisikan renungan dan nasehat yang diarahkan kepada pembentukan akhlak terpuji. Penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul Ghafilin?. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul Ghafilin?.
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka (library research), yaitu meneliti secara mendalam mengenai Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin. Sumber data penelitian di sini berasal dari sumber data primer dan sumber data sekunder, sedangkan untuk menganalisis data yang ada penulis mengorganisir, memilih dan memilah untuk disintesiskan kemudian menemukan pola dan menyimpulkannya. Adapun metode analisis ini menggunakan metode content analysis.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Penegasan Istilah ... 8
F. Metode Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 16
BAB II BIOGRAFI ABU LAITS AS SAMARQANDI A. Riwayat Hidup Abu Laits As Samarqandi ... 18
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Tanbihul Ghafilin ... 20
C. Sistematika penulisan Kitab Tanbihul Ghafilin ... 23
D. Pendidikan Abu Laits As Samarqandi ... 31
xi
BAB III PEMIKIRAN ABU LAITS AS-SAMARQANDI TENTANG
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB
TANBIHUL GHAFILIN
A. Nilai-nilai pendidikan ... 34
1. Pengertian Nilai dan Sumber Nilai ... 34
2. Pengertian Pendidikan ... 36
3. Tujuan Pendidikan ... 36
B. Pengertian Akhlak ... 38
1. Etika ... 40
2. Moral ... 40
C. Pemikiran Abu Laits As-Samarqandi Tentang Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Tanbihul Ghafilin ... 42
BAB IV ANALISIS RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TANBIHUL GHAFILIN A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Tanbihul Ghafilin Karya Al-Imam Al-Faqih Abu Laits As-Samarqandi ... 54
B. Relevansi Materi Akhlak pada Kitab Tanbihul Ghafilin dengan Pendidikan Agama Islam ... 98
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 104
B. Saran ... 105
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan sifat dan tabiat resah
gelisah lagi bakhil dan kikir. Apabila ditimpa kesusahan, dia sangat resah dan
gelisah. Dan apabila dia mendapat kesenangan, dia sangat bakhil dan kikir.
Dengan sifat dan tabiat ini sekiranya Allah SWT berikan kepadanya pelajaran
bagi manusia kenikmatan dunia maka dengan mudahnya dia lupa, sombong
bahkan merasa takabur seakan-akan dia merasa semua yang datang atas jerih
payahnya sendiri. Manusia sering tidak sadar bahwa segala nikmat yang
diberikan oleh Allah SWT merupakan karunia yang hendaknya digunakan
untuk kemaslahatan dan kebaikan alam semata.
Akhlak merupakan langkah awal seseorang menciptakan suatu keadilan
dan kebenaran di muka bumi berdasarkan syariat Allah SWT serta
menghapus kedzaliman yang ada. Ketika seluruh penduduk suatu bangsa
memiliki akhlak yang mulia, maka tidak bisa dipungkitri kalau bangsa
tersebut akan mengalami suatu keadaan yang damai, tentram tanpa adanya
kedzaliman yang membuat mereka resah.
Oleh karena itu, manusia dibekali akal pikiran yang berguna untuk
membedakan antara yang hak dan yang bathil, baik buruk dan hitam putihnya
dunia. (Mansur, 2000: 165) Bahkan selamat dan tidaknya manusia, tenang
2
tuntunan al-Quran dan al-Sunnah menurut Quraish Shihab adalah menjadi
manusia yang secara pribadi dan kelompok mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah SWT dan kholifah di bumi, guna membangun dunia ini
dengan konsep yang ditetapkan Allah SWT dengan kata lain yang lebih
singkat dan sering digunakan adalah untuk menjadi hamba yang bertaqwa
pada Allah SWT. (Shihab, 1994: 152).
Akhlak merupakan salah satu hasil dari iman dan ibadat. Iman dan
ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dapat mempengaruhi akhlak
dalam mu‟amalah kepada Allah SWT dan makhluk-nya (Omar Muhammad,
1979: 312). Ia menyatakan alasannya bahwa ikhlas dalam menyembah Allah
SWT akan menjadikan seorang hamba yang saleh lagi berakhlak mulia,
disukai sesama, dikasihi dan disayangi Allah SWT. Seseorang belum bisa
dikatakan sempurna imanya terhadap Tuhannya kecuali bahwa ia benar-benar
beriman dan menyempurnakan ketaatan dalam beribadah kepada-Nya.
Membina akhlak merupakan bagian yang sangat penting dalam tujuan
Pendidikan Nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang–Undang No. 20
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa
tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Pada kenyataanya di lapangan usaha-usaha membina akhlak melalui
berbagai lembaga pendidikan dan mulai dari berbagai macam metode terus
3
dan pembinaan akhlak ini ternyata menghasilkan pribadi-pribadi muslim yang
berakhlak mulia, taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, menghormati orang
tua, dan lain sebagainya.
Untuk itu harus ada pembinaan terhadap siswa baik di sekolah maupun
di luar sekolah, baik itu oleh guru maupun orang tua. Upaya tersebut harus
dilakukan dengan kerjasama yang harmonis, baik pendidikan pada keluarga
maupun (pembinaan mental) pada lingkungan masyarakat. Namun kenyataan
di lapangan sering menemukan berbagai macam kendala untuk mewujudkan
kerjasama yang harmonis tersebut. Di antaranya dikarenakan tingkat
pendidikan orang tua yang rendah, kesibukan orang tua, maupun lingkungan
masyarakat yang kurang menunjang.
Disamping itu, banyak para remaja yang melakukan tindakan kriminal
dan sering terjadinya tawuran antar pelajar adalah salah satu contoh yang
membuktikan bahwa tidak berhasilnya pembinaan akhlak dan budi pekerti
pada siswa. Kegagalan pembinaan akhlak ini akan menimbulkan masalah
yang sangat besar, bukan saja pada kehidupan bangsa pada saat ini tetapi juga
pada masa yang akan datang.
Akhlak merupakan pondasi utama yang kuat untuk terciptanya
hubungan baik antara hamba dengan Allah SWT. (hablumminallah) serta
antar sesama manusia (hablumminannas). Akhlak yang baik dan mulia tidak
lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi,
membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak.
4
Samsuri, bahwa Al-Ghazali mengemukakan pengertian akhlak, sebagai
persamaan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat
dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari
dalam diri secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan
sebelumnya. (Muchson Samsuri, 2013: 1)
Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya
ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat
ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Bahkan ada yang mengatakan
bahwa “Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas akhlak bangsa
(manusia) itu sendiri”. (Majid Dian, 2011: 2) Tujuan pendidikan adalah untuk
membentuk akhlak yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek dengan
prilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Akhlak menjadi identitas yang
mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan
akhlak inilah, kualitas seorang pribadi diukur. (Majid Dian, 2011: 8)
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk membentuk sosok atau
pribadi yang berbudi pekerti luhur atau berakhlakul karimah. Membina
akhlak merupakan inti dari ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda, yang
diwirayatkan oleh Ahmad :
ِقَلاْخَلأا ََِسبَىَِ ََُِّّرُلأ ُذْضِؼُث بََِّّٔئ
هاور () دمحأ
5
Dari hadis tersebut, dapat terlihat bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah
menyempurnakan akhlak. Sehingga pantas apabila para „alim ulama selalu
mendakwahkan untuk beramar ma‟ruf nahi mungkar. Guru yang selalu
berusaha keras untuk membentuk pribadi-pribadi anak didiknya menjadi
sosok yang berkepribadian luhur.
Meskipun demikian, pendidikan akhlak masih sering terabaikan karena
mengejar ilmu pengetahuan yang bersifat kognitif dan duniawi serta tidak
melihat pada pendidikan akhlaknya. Oleh karena itu, banyak tercetak ilmuan
yang memiliki pengetahuan agama namun memiliki akhlak yang tidak sesuai
dengan Islam yang di bawa Rasulullah SAW. Al Ghozali (2003: 56)
mendefinisikan akhlak yaitu khuluk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan yang dengan gampang dan mudah
tanpa memerlukan pikiran dan timbangan. Perbuatan tersebut dapat berupa
perbuatan terpuji maupun tercela. Namun dalam Islam yang sangat
dianjurkan dan diwajibkan adalah mengarahkan akhlak pada akhlak terpuji
(akhlakul karimah).
Nipan Abdul Halim (2000: 43) menyebutkan bahwa pokok-pokok
akhlak meliputi akhlak kepada Allah SWT, terhadap semua manusia dan
terhadap makhluk lainya. Nipan membagi lagi dari pokok-pokok akhlak
tersebut kedalam beberapa bagian, yaitu mengenali Allah SWT dengan baik
dan benar, mengesakan dan berprasangka baik kepada-Nya, membenarkan
6
mencintai Allah SWT, senantiasa mengingat dan memuji Allah SWT,
mensyukuri nikmat Allah SWT, tawakal dan tawadhu‟ kepada-Nya.
Sedangkan Boehori (1983: 116) menambahkan mengenai akhlak
kepada Allah SWT yaitu: taubat kepada Allah SWT, cinta terhadap Allah
SWT, takut terhadap Allah SWT. Akhlak terhadap sesama manusia meliputi
mengikuti jejak Rasulullah, menghormati keberadaan para Nabi dan Rasul,
berbakti kepada kedua orang tua, menghormati yang tua dan menyayangi
yang muda, menyantuni pihak yang lemah (sedekah), menghormati tetangga
dan tamu, menghargai lawan jenis.
Dari uraian diatas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai
pendidikan akhlak pemikiran Al-Imam Al-Faqih Abu Laits As-Samarqandi
melalui sebagian karyanya yaitu kitab Tanbihul Ghafilin yang didalamnya
terdapat beberapa uraian tentang pendidikan akhlak. Untuk itu, penulis
mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak dalam Kitab Tanbihul Ghafilin karya Al-Imam Al-Faqih
Abu Laits As-Samarqandi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
permasalahan pokok yang dikaji dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana konsep nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul
7
2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul
Ghafilin terhadap pendidikan Islam?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian adalah susunan apa yang ingin diketahui atau
ditentukan atau dikemukakan dalam melaksanakan penelitian dengan kata
lain apa yang akan dilakukan dalam penelitian sehingga akan jelas apa yang
akan dihasilkan.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari
beberapa permasalahan di atas, yaitu :
1. Untuk mengetahui konsep nilai-nilai pendidikan akhlak dalam
kitab Tanbihul Ghafilin.
2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam
kitab Tanbihul Ghafilin terhadap pendidikan Islam.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memperluas pemikiran dalam
keilmuan Islam sekaligus mendalami pemahaman nilai-nilai pendidikan
akhlak dalam kitab Tanbihul Ghafilin karya Al-Imam Al-Faqih Abu
8
b. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam memecahkan krisis
moral yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat ini.
c. Hasil penelitian diharapkan dapat membarikan sumbangan perbaikan
dalam pendidikan Islam terutama pada pendidikan akhlak.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai landasan pijak atau rujukan bagi pemerhati masalah pendidikan
akhlak.
b. Menumbuhkan dan mengembangkan pemahaman pendidikan akhlak
dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak tersebut kepada
peserta didik supaya terbiasa untuk melakukan atau menjalankan
perintah agama.
c. Menambah khazanah mengenai nilai pendidikan yang terdapat dalam
kitab Tanbihul Ghafilin sehingga mengetahui betapa pentingnya
pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Sebagai referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu pendidikan
akhlak.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memaknai permasalahan
dalam penelitian ini, maka penulis menetapkan batasan nilai-nilai pendidikan
9 1. Pengertian Nilai
Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang
diyakini sebagai identitas yang memberikan corak yang khusus pada pola
pemikiran, perasaan keterkaitan maupun pola tingkah laku (Zakiyah
Darajat, 1996: 260). Definisi lain menyebutkan nilai adalah patokan
normative yang mempengaruhi manusia dalam menetukan pilihannya
diantara cara-cara tindakan alternatif.
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembalajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara (Depdiknas, 2003: 2).
3. Pengertian Akhlak
Secara bahasa (linguistik) kata akhlak berasal dari bahasa arab,
kata akhlak adalah bentuk jamak dari „khilqun‟ dan „khuluqun‟ artinya
perbuatan, tingkah laku atau budi pekerti. (Munawwir, 1997: 367)
Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia,
dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah SWT (ibadah dan arti khas) dan hubungan manusia dengan
10
hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupanya yang dilandasi
oleh aqidah yang kokoh (Muhaimin, 2004: 308).
4. Kitab Tanbihul Ghafilin karya Al-Imam Al-Faqih Abu Laits
As-Samarqandi
Kitab Tanbihul Ghafilin adalah Kitab Tanbihul Ghafilin bi
Ahaditsi Sayyidil Anbiya‟ wal Mursalin (peringatan bagi orang-orang
yang lalai dengan hadits-hadits dari para Nabi dan Rasul) merupakan
buah karya Abul Laits as-Samarqandi yang dikenal dengan julukan
Al-Faqih.
Kitab Tanbihul Ghafilin merupakan kitab yang sangat berbobot,
tinggi kualitasnya dan merupakan pondasi kuat yang dapat melandasi
umat manusia serta mengembalikan fitrah aslinya guna memacu amal
untuk bekal di alam akhirat kelak. Dalam kitab ini terdapat upaya untuk
mewujudkan kondisi ideal manusia sebagai khalifah dimuka bumi yaitu
berkewajiban menyeru pada kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar
yang merupakan misi dan amanah yang harus dimiliki oleh setiap muslim
dan mukmin.
5. Syaikh Abu Laits As-Samarqandi
Syaikh Abu Laits As-Samarqandi yang bernama lengkap Abu
Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi al-Hanafi,
dikenal dengan Abu Laits, seorang Ulama Tabi‟ut Tabi‟in, hidup pada
awal abad ke-4 Hijriah dan Wafat 373 H. Beliau juga dikenal dengan
11
Abu Laits As-Samarqandi ini pada masa muda beliau tidak
pernah dan sangat jarang membaca Al-Quran tetapi di sekitar usia 50-an
barulah beliau mulai belajar dan pada usia 57 tahun beliau telah berhasil
menguasai Bahasa Arab dan Al-Quran. Selanjutnya beliau mulai
mewariskan ilmu yang ada padanya melalui penulisan Abu Laits
bermazhab hanafi.
Kitab tafsir yang dibuat oleh beliau berjudul Bahrul Ulum dan
tergolong sebagai tafsir bil ma‟tsur. Dalam menulis tafsir ini, Al-Imam
menempuh jalan penafsiran para sahabat dan tabiin. Beliau banyak
mengutip komentar mereka tetapi tidak menyebut sanad-sanadnya.
Beliau menegaskan bahwa seseorang tidak boleh menafsirkan Al-Quran
semata-mata dengan rasionya sendiri sedang ia tidak mengerti
kaedah-kaedah bahasa dan kondisi di saat Al-Quran itu turun. Ia harus
memahami betul ilmu tafsir terlebih dahulu.
Karya-karya beliau yang lain adalah Kitab Tanbihul Ghafilin bi
Ahaditsi Sayyidil Anbiya‟ wal Mursalin (peringatan bagi orang-orang
yang lalai dengan hadits-hadits dari Penghulu para Nabi dan Rasul), Ia
juga memiliki kitab al-Fatawa. Di dalam kitab beliau yang lain, yaitu
12 F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan
(Library Research) artinya sebuah studi dengan mengkaji buku-buku,
naskah-naskah, atau majalah-majalah yang bersumber dari khazanah
kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam
penelitian. Semua sumber berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian dan dokumenter literatur lainnya. (Hadi,
1980:3)
Penelitian yang penulis lakukan dapat dikategorikan dengan
penelitian pustaka karena tidak memerlukan terjun langsung ke lapangan
melalui survey maupun observasi untuk mendapatkan data yang dicari.
Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari penelitian kepustakaan yaitu
dari hasil pembacaan atau kesimpulan dari berbagai buku, kitab-kitab
terjemahan, dan karya ilmiah yang ada hubungannya dengan materi dan
tema pengkajian.
2. Sumber Data
Penelitian ini, jika dilihat dari sumber data termasuk kategori
penelitian kepustakaan. Data berarti keterangan-keterangan suatu fakta.
(Ndraha, 1981:76) Karena penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan
yang bersifat kualitatif maka objek material penelitian ini adalah
kepustakaan dari kitab Tanbihul Ghafilin dan lebih fokusnya ke Terjemah
13
dengan nilai pendidikan akhlak yang ada pada kitab Tanbihul Ghafilin dan
buku -buku lain yang mendukung penelitian ini.
Sumber data dalam penelitian ini akan dikelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang bersumber dari Kitab Tanbihul Ghafilin
ataupun Terjemahan Kitab Tanbihul Ghafilin karya Imam
Al-Faqih Abu Laits As-Samarqandi.
b. Data sekunder, yaitu data yang berupa bahan pustaka yang memiliki
kajian yang sama yang dihasilkan oleh pemikir lain, baik yang
berbicara tentang kitab Tanbihul Ghafilin, pendidikan keluarga,
pendidikan akhlak, maupun pemikiran-pemikiran mereka sendiri yang
membahas masalah yang terkait dengan penelitian ini. Sehingga hal
ini dapat membantu memecahkan permasalahan yang menjadi fokus
penelitian ini. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data-data
tersebut adalah dengan metode dokumentasi, yaitu mencari data atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dan
sebagainya. (Arikunto, 1993:202)
3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library
Research) yang dalam pengumpulan datanya banyak diperoleh melalui
pengumpulan data-data yang terdapat dari berbagai literer. Literatur yang
diteliti tidak terbatas pada buku-buku atau kitab saja, melainkan juga
14
lain-lain. (Muhajir, 2002:45) Karena merupakan studi pustaka, maka
pengumpulan datanya merupakan telaah dan kajian-kajian terhadap
pustaka yang berupa data verbal dalam bentuk kata dan bukan angka.
Sehingga pembahasan dalam penelitian ini dengan cara mengedit,
mereduksi, menyajikan dan selanjutnya menganalisis. Penekanan dalam
penelitian ini adalah menemukan berbagai prinsip, dalil, teori, pendapat
dan gagasan Al-Imam Al-Faqih Abu LaitsAs-Samarqandi yang tertuang
dalam salah satu karyanya yaitu kitab Tanbihul Ghafilin yang difahami
untuk menganalisis dan memecahkan masalah yang diteliti.
Langkah-langkah yang dipakai penulis untuk mengumpulkan data
yang relevan diantaranya:
1) Membaca, mengkaji kemudian penulis mengklasifikasikan menjadi
tiga topik yaitu:
a. Merumuskan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam
kitab Tanbihul Ghafilin secara global.
b. Merumuskan unsur-unsur pendidikan akhlak.
c. Identifikasi adanya relevansi kitab Tanbihul Ghafilin dengan
pendidikan Islam.
2) Mendeskripsikan dan menganalisa dari masing-masing topik yang
telah diklasifikasikan dalam perspektif pendidikan Islam.
3) Membuat kesimpulan dari masing-masing topik yang telah
diklasifikasikan.
15
Data Metode analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitik, yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data,
kemudian diusahakan pula adanya analisis dan intepretasi atau penafsiran
terhadap data-data tersebut, oleh karenanya lebih tepat jika dianalisis
menurut dan sesuai dengan isinya saja yang disebut content analysis atau
analisis isi. (Nata, 2001:141)
Analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat rumusan
kesimpulan-kesimpulan dengan mengidentifikasi karakterisik spesifikan
pesan-pesan dari suatu teks secara sistematik dan objektif. (Nawawi,
1998:69) Analisis ini dipakai untuk mendeskripsikan data berupa
nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul Ghafilin. Dengan demikian,
akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan dalam pokok
permasalahan.
Melalui metode content analysis atau analisis isi, peneliti
melakukan penafsiran teks atau bacaan dari kitab Tanbihul Ghafilin yang
mengandung pendidikan akhlak. Adapun langkah- langkah yang ditempuh
meliputi:
a. Menentukan arti langsung yang primer.
b. Menjelaskan arti-arti yang implisit.
c. Menentukan tema. (Endraswara, 2004: 45)
16
Untuk memudahkan pencarian dan penelaahan pokok-pokok masalah
yang akan dibahas, sistematika penulisan skripsi sangat diperlukan.
Sistematika disini dimaksudkan sebagai gambaran umum yang menjadi isi
pembahasan skripsi ini. Untuk memudahkan memahami permasalahan yang
akan dibahas, skripsi ini disajikan dengan sistematika pembahasan sebagai
berikut:
1. Bagian Awal
Bagian awal skripsi ini meliputi: halaman judul, nota pembimbing,
halaman judul, abstrak, kata pengantar, halaman motto, halaman
persembahan, dan daftar isi.
2. Bagian Isi
Dalam bagian isi skripsi ini terdapat lima bab pembahasan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan, yang memuat latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II merupakan pembahasan mengenai biografi pengarang kitab
Tanbihul Ghafilin meliputi riwayat hidup Abu Laits As-Samarqandi, latar
belakang penulisan kitab Tanbihul Ghafilin, sistematika penulisan kitab
Tanbihul Ghafilin, pendidikan Abu Laits As Samarqandi, karya-karya Abu
Laits As Samarqandi.
Bab III membahas tentang pemikiran Abu Laits As-Samarqsandi
17
Bab IV berisi tentang analisis data dan relevansi mengenai nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul Ghafilin dengan pendidikan
Islam.
Bab V merupakan penutup dari keseluruhan bab sebelumnya yang
meliputi kesimpulan, saran.
3. Bagian Akhir
Bagian ini meliputi: Daftar pustaka, lampiran-lampiran dan Biodata
18
BAB II
BIOGRAFI ABU LAITS AS SAMARQANDI
A. Riwayat Hidup Abu Laits As Samarqandi
Pengarang Kitab Tanbihul Ghafilin adalah Shaykh Nasr bin
Muhammad bin Ibrahim Assamarqandi (wafat pada tahun 373 H atau
983 M). disebut juga Abu Laits As Samarqandi yang bernama lengkap
asli Abu Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim As-Samarqandi
Al-Hanafi, dikenal dengan Abu Laits yaitu seorang Ulama‟ Tabi‟ut Tabi‟in
dan hidup pada awal abad ke-4 Hijriah dan Wafat 373 H.
(http://wongndeso-tholabulilmi.blogspot.com/p/abu-laits-as-samarqandi.html diakses tanggal 6 maret 2017)
Beliau juga dikenal dengan julukan Imamul Huda. Beliau adalah
seorang Sufi dan Ahli Hukum mazhab Hanafi yang disegani.
Samarqandi merupakan sebuah nama yang diambil dari nama kota
Samarqand yang terletak di negara Uzbekistan. Samarqand adalah kota
tua berusia lebih dari 2750 tahun kota indah dengan ribuan masjid yang
terletak di jalur sutra antara Cina dan Eropa adalah kota tua yng
didirikan pada tahun 700 SM.
Uzbekistan, adalah negara di Asia Tengah, yang sebelumnya
merupakan bagian dari Uni Soviet. Negara dengan wilayah yang
19
barat dan utara Kirgizstan dan Tajikistan di timur dan Afganistan dan
Turkmenistan di selatan. Bahasa resmi satu-satunya adalah bahasa
Uzbek, sebuah bahasa Turki, tetapi bahasa Rusia tetap dipergunakan
secara luas, sisa peninggalan pemerintahan Uni Soviet. Kota Samarqand
inilah yang dipercaya sebagai tempat lahir seorang tokoh sufi yaitu
Shaykh Nasir bin Muhammad bin Ibrahim As-Samarqandi. Kota ini juga
menjadi kiblat bagi para pelajar yang haus akan ilmu pengetahuan,
karena banyak dari fuqaha‟, mutasawwif yang pergi kesana. Sehingga
pada saat itu Samarkand menempati tempat tertingi di antara
negara-negara Islam dalam hal keilmuan.
(https://ikzulsalleh.wordpress.com/tag/abu- Laits-as-samarqandi/ diakses
tanggal 6 maret 2017 pukul 10.00)
Abu Laits As Samarqandi ini pada masa muda belianya beliau
tidak pernah dan jarang membaca Al-Quran tetapi disekitar usia 50-an
barulah beliau mulai belajar dan pada usia 57 tahun beliau telah
berhasil menguasai Bahasa Arab dan Al-Quran. Seterusnya beliau
mulai mewariskan ilmu yang ada padanya melalui penulisan Abu Laits
bermazhab hanafi.
Julukan Abu Laits As Samarqandi adalah Al Faqih yang
menandakan bahwa beliau telah sampai pada derajat yang tinggi dalam
dunia ilmu Fiqih yang mana pada saat itu tiada seorangpun yang dapat
menyamainya pada zamannya. Beliau begitu menyukai julukan
20
karenakan julukan tersebut diberikan langsung oleh Nabi Saw melelui
mimpi beliau. Hal itu terjadi ketika beliau mengarang kitab “Tanbihul
Ghafilin” lalu beliau membawa kitab tersebut untuk sowan ke
Raudlahnya Nabi SAW setelah itu beliau menginap di sana, kemudian
beliau bermimpi melihat Nabi SAW mengambil kitabnya seraya
berkata “Ambillah kitabmu, Wahai Faqih”. Lalu beliau pun terjaga dan
beliau menemukan di dalam kitabnya tempat-tempat yang di koreksi
Nabi.
(https://udhadotme.wordpress.com/2014/10/15/imam-nasr-bin-muhammad-as-samarqandi/ diakses hari Jum‟at 06 Maret 2017 pukul
11.00)
B. Latar Belakang Penulisan Kitab Tanbihul Ghafilin
Latar belakang penulisan kitab “Tanbihul Ghafilin” yang artinya
adalah peringatan bagi manusia yang lalai, Al Imam Al Faqih Abu Laits
As Samarqandi memberikan pernyataan sebagai berikut: “Saya
menghimpun nasihat-nasihat dan hikmah yang menarik lagi
menyenangkan para pembaca kitab karena terdorong rasa tanggung
jawab yang diberikan Allah SWT ilmu pengetahuan tentang: adab,
kesopanan, kebahagiaan, hikmah, nasehat, pendirian orang-orang salih
dan upaya para Mujtahidin kepada Allah SWT”. (Abu Imam Taqiyudin,
2009: 2)
Berlandaskan Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an:
21
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (Departemen Agama RI, 1999: QS. An-Nahl: 125)
Al Imam Al Faqih Abu Laits As Samarqandi pun juga berpesan
agar pembaca dan khususnya pada generasi muda agar senantiasa
berpikir dan introspeksi diri agar selalu beramal dan berbuat kebaikan,
karena dengan demikian akhlak yang baik akan selalu melekat dalam
diri. Karena beramal baik dimulai dari dalam diri sendiri baru keluar
diajarkan kepada orang lain. Berdasarkan Firman Allah SWT dalam
surat Ali Imran: 79:
22
Setengah Ulama Tafsir, mengartiakannya: “... Jedilah kamu orang
-orang yang mengamalkan ilmu yang terkandung dalam kitab,
sebagaimana kamu mengajarkan kepada manusia”.
Sedang pada ayat lain, Allah SWT berfiran:
ََِِٓٚ
yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah SWT Maha Perkasa, Maha Pengampun.(Departemen Agama RI, 1999: QS.Fathir: 28)Dan Firman Allah SWT:
بَ٠
Artinya: Wahai orang yang berkemul (berselimut)! bangunlah, lalu berilah peringatan! (Departemen Agama RI, 1999: QS.Al-Muddatstsir: 1-2)
Juga Firman Allah SWT:
ْشِّوَرَٚ
23
Abu Laits As Samarqandi menegaskan: “Barang siapa memandang
rendah terhadap hikmah dan nasihat, serta perjalanan Ulama salaf,
maka akibatnya terkena salah satu dari antara dua efek negatif, pertama:
Membanggakan amalnya yang sangat terbatas, lalu beranggapan
tingkatanya sejajar dengan para Ulama salaf, kedua: Berlaku sombong
dengan amalnya yang besar, lalu beranggap lebih unggul dan sempurna
daripada lainnya, maka menjadi batallah ibadatnya dan lenyap atau
gugurlah semua amalnya. (Abu Imam Taqiyudin, 2009: 4)
Adapun bagi orang-orang yang pandai memetik hikmah pendirian
dan perjalanan Ulama-ulama salaf, adalah sangat besar keuntungannya,
karena ia akan merasa keterbatasan atau kekurangannya dalam
beribadat dan beramal, sehingga menjadi pendorong, untuk
meningkatkan, memperbaiki atau menyempurnakan ibadat dan amalnya
yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan para Ulama terdahulu.
C. Sistematika penulisan Kitab Tanbihul Ghafilin
Kitab Tanbihul Ghafilin adalah kitab yang tergolong
populer karena digandrungi oleh para Kiyai dan santri di banyak
pesantren, karena selalu dijadikan rujukan dan referensi mereka
sebagai da`i dan muballigh dalam aktifitas-aktifitas dakwah baik
di Masjid, Madrasah ataupun majlis-majlis ta`lim.
24
pukul 11.00) Tanbihul Ghafilin memiliki muatan nasihat yang
tinggi dan mengena ke dalam diri setiap insan. Dan peringatan
yang ditampilkannya mampu menjadi bekal pengertian dan
kesadaran yang mendalam untuk memperbaiki jiwa dan moral
umat manusia dari kelalaiannya.
Tujuan esensial yang ingin dicapai Abu Laits As Samarqandi
adalah mengajak ke jalan yang benar yakni jalan Tuhan (Allah SWT),
dan segala hal yang disampaikannya mampu disampaikan kembali
dalam bingkai dakwah Islam kepada orang lain. Kitab ini juga
berusaha membongkar pengalaman-pengalaman menakjubkan
berkaitan dengan kehidupan keberagamaan yang terjadi dalam sejarah
manusia dan tak luput dari konsep-konsep ketauhidan, ibadah,
mua‟amalah, dan syari‟at-syari‟at Islam yang diajarkan baginda Nabi
Muhammad SAW, para sahabat, tabi‟in, dan para ulama salaf yang
shaleh.
(https://udhadotme.wordpress.com/2014/10/15/imam-nasr-bin-muhammad-as-samarqandi/ diakses hari Jum‟at 06 Maret 2017 pukul
11.00)
Sistematika setiap uraian penjelasan dimana sifat
pembahasannya adalah tematik senantiasa diperkuat oleh
argumen-argumen yang kuat dari nash Al-Quran ataupun As-Sunah dan juga
fatwa-fatwa ulama, sehingga tidak menimbulkan keraguan dan
kebimbangan dalam menerima semua nasehat kebaikan yang
25
Di samping beberapa kelebihan yang dimiliki kitab Tanbihul
Ghafilin, kitab ini juga memiliki kelemahan menurut beberapa
pendapat. Diantaranya pendapat dari Al-Imam Adz-Dzahabi di dalam
Siyar A‟lamin Nubala‟ membawakan biografi beliau kemudian di
dalamnya (yaitu Tanbihul Ghafilin) tersebar luas hadis-hadis palsu.
(http://www.buyahaerudin.com/2013/03/muqaddimah.html diakses
tanggal 6 maret 2017 pukul 11.00) Kemudian menurut Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah bahwasanya
Tanbihul Ghafilin adalah kitab yang berisi nasihat yang pada umumnya
banyak mengandung hadis-hadis dha‟if bahkan kadang palsu. Di
dalamnya juga terdapat hikayat-hikayat yang tidak shahih dimana
penulisnya ingin menggunakannya untuk melembutkan hati dan
menjadikan mata menjadi menangis. Kemudian menurutnya memang
dalam kitab ini terdapat hal-hal yang tidak dipermasalahkan, namun
beliau tidak menasihatkan untuk membacanya kecuali bagi orang
yang memiliki ilmu dan faham serta bisa membedakan antara
hadis-hadis yang shahih, dha‟if dan mauqu‟f.
(http://www.buyahaerudin.com/2013/03/muqaddimah.html diakses
tanggal 6 maret 2017 pukul 11.00)
Selain berisi pengalaman-pengalaman menakjubkan berkaitan
dengan kehidupan keberagamaan yang terjadi dalam sejarah manusia
kitab ini juga mengandung materi-materi akhlak yang perlu dipelajari
26
menjauhi segala perbuatan yang buruk. Yang mana di dalamnya
terdapat 94 bab. Adapun rincian bab dalam Tanbihul Ghafilin adalah
sebagai berikut:
1. Bab Tentang Ikhlas
2. Bab Tentang Mati dan Penderitaanya
3. Bab Tentang Siksa Kubur dan Penderitaanya
4. Bab Tentang Hari Kiamat, Dahsyat dan Ngerinya
5. Bab Tentang Sifat dan Penghuni Neraka
6. Bab Tentang Sifat dan Penghuni Surga
7. Bab Tentang Sesuatu Yang Diharap Dari Rahmat Allah SWT
8. Bab Tentang Amar Makruf Nahi Munkar
9. Bab Tentang Taubat
10.Bab Tentang Kewajiban Anak Memenuhi Hak Kedua
Orangtua
11.Bab Tentang Kewajiban Memenuhi Hak Anak
12.Bab Tentang Silaturrahmi
13.Bab Tentang Hak dan Kewajiban Tetangga
14.Bab Tentang Larangan Minum Arak dan Sejenisnya
15.Bab Tentang Larangan Berdusta
16.Bab Tentang Ghibah (Mengungkap Keburukan Orang)
17.Bab Tentang Namimah (Adu-domba)
18.Bab Tentang Hasud (Dengki dan Iri)
27
20.Bab Tentang Ihtikar (Menggaruk Untung Dengan Menimbun
Bahan Pokok Makanan)
21.Bab Tentang Larangan Tertawa Terbahak-bahak
22.Bab Tentang Mengekang Emosi (Marah)
23.Bab Tentang Memelihara Lisan
24.Bab Tentang Rakus dan Berkhayal
25.Bab Tentang Keutamaan Fakir-miskin
26.Bab Tentang Tidak Perdulikan Dunia
27.Bab Tentang Sabar Terhadap Bala dan Kesulitan
28.Bab Tentang Sabar Atas Derita (Musibah)
29.Bab Tentang Keutamaan Wudhu
30.Bab Tentang Shalat Lima Waktu
31.Bab Tentang Keutamaan Adzan dan Iqomah
32.Bab Tentang Thaharah dan Nadhafah (Bebersih)
33. Bab Tentang Keutamaan Jum‟at 34.Bab Tentang Keagungan Masjid
35.Bab Tentang Keutamaan Sedekah
36.Bab Tentang Sedekah Penolak Bala
37.Bab Tentang Keutamaan Bulan Ramadhan
38.Bab Tentang Keutamaan 10 Hari Awal Bulan Dzulhijah
39.Bab Tentang Keutamaan Hari Ke-10 Muharram
40.Bab Tentang Puasa Sunah dan Hari-hari Putih
28
42.Bab Tentang Membimbing Pelayan Atau Pembantu
43.Bab Tentang Menyayangi Anak Yatim
44.Bab Tentang Zina (Pelacuran)
45.Bab Tentang Memakan Barang Riba
46.Bab Tentang Perbuatan Dosa
47.Bab Tentang Penganiayaan (Zalim)
48.Bab Tentang Rahmat dan Kasih-sayang
49.Bab Tentang Khauf (Takut) Kepada Allah SWT
50.Bab Tentang Keutamaan Zikrullah
51. Bab Tentang Do‟a
52.Bab Tentang Bacaan Tasbih
53.Bab Tentang Shalawat dan Keutamaannya
54. Bab Tentang Keutamaan “Laa Ilaaha Ilallaahh” 55.Bab Tentang Keistimewaan Al-Qur‟an
56.Bab Tentang Keutamaan Menimba Ilmu
57.Bab Tentang Beramal Dengan Ilmu
58.Bab Tentang Keutamaan Majelis Ilmu
59.Bab Tentang Syukur
60.Bab Tentang Menciptakan Lapangan Kerja (Kasab Atau
Usaha)
61.Bab Tentang Bahaya Usaha dan Hindarilah Haram
62.Bab Tentang Memberi Makan dan Keutamaannya
29
64. Bab Tentang Wira‟i (Berhati-hati) 65.Bab Tentang Haya (Malu)
66.Bab Tentang Amal Ditentukan Tujuan (Niat)-nya
67.Bab Tentang Ujub (Membanggakan) Amalnya
68.Bab Tentang Keutamaan Ibadah Haji
69.Bab Tentang Keutamaan Perang Sabil
70.Bab Tentang Keutamaan Bertahan Di Garis Terdepan
71.Bab Tentang Keutamaan Memanah dan Berkendaraan Kuda
dan Lain-lainya
72.Bab Tentang Teknik Atau Aturan Perang
73.Bab Tentang Kelebihan Umat Nabi Muhammad SAW
74.Bab Tentang Hak Suami (Kewajiban Istri)
75.Bab Tentang Hak istri (Kewajiban Suami)
76.Bab Tentang Mendamaikan Perselisihan Dan Melenyapkan
Dendam
77.Bab Tentang Mendekati Pengusaha
78.Bab Tentang Keutamaan Menderita (Sakit) dan
Menengoknya
79. Bab Tentang Keutamaan Shalat Tathawwu‟ (Shalat Sunnah) 80.Bab Tentang Shalat Dengan Sempurna dan Khusyuk
81. Bab Tentang Do‟a Mustajab (Terkabul) 82.Bab Tentang Berhati Lunak (Pemurah)
30
84.Bab Tentang Prihatin Dalam Urusan Akhirat
85.Bab Tentang Persiapan Amal Di Pagi Hari
86.Bab Tentang Tafakkur (Berfikir)
87.Bab Tentang Tanda-tanda Dekatnya Kiamat
88.Bab Tentang Hadis-hadis Abu Dzar Alghifary
89.Bab Tentang Tekun Beribadah (Sungguh-sungguh Taat)
90.Bab Tentang Perlawanan Setan Atau Cara Mematahkannya
91.Bab Tentang Rela Menerima Keputusan Allah SWT
92.Bab Tentang Mauidhah (Nasehat)
93.Bab Tentang Kisah-kisah (Cerita)
94. Bab Tentang Do‟a dan Tasbih (Terj. Abu Imam Taqiyudin: 2009)
Dimana ada beberapa bab yang membahas tentang akhlak, baik
akhlak terpuji atau akhlak tercela. Diantaranya yaitu: taubat, khauf,
khlas, tawakal, wira‟i, haya‟, sabar, syukur, larangan tertawa
terbahak-bahak, larangan berdusta, memelihara lisan, keutamaan
menuntut ilmu, silaturrahmi, amar ma‟ruf nahi munkar, berhati
lunak (pemurah), rahmat dan kasih sayang, mengamalkan ilmu,
sombong, ghibah, namimah, hasud, dzalim, ujub, rakus dan berkhayal.
Kitab Tanbihul Ghafilin ini merupakan salah satu kitab karangan
31
D. Pendidikan Abu Laits As Samarqandi
Mengenai perjalanan intelektualnya, penulis tidak menemukan
data-data di mana ia pernah menimbah ilmu, apakah ia melanglang buana ke
satu daerah ke daerah yang lainnya. Yang pasti bahwa Abu Laits As
Samarqandi mempunyai beberapa guru yang ahli dalam bidangnya
masing-masing dan murid-murid serta karya tulis dengan berbagai
bidang ilmu keislaman. Sementara mazhab yang dianut adalah mazhab
Hanafi. Hal ini terlihat dari beberapa kitab-kitab fiqih yang ditulis,
banyak bercorak mazhab Hanafi.
1. Adapun guru-guru Abu Laits As Samarqandi, sebagai berikut :
a. Muhammad bin Ibrahim Al-Tawziy adalah bapaknya sendiri
yang merupakan guru pertamanya, seorang ahli dalam bidang
fiqih dan hadis, sehingga Abu Laits As Samarqandi dalam
tafsirnya banyak menukil hadis dari bapaknya.
b. Abu Ja‟far Al-Hawdawi
c. Al-Khalil bin Ahmad Al-Qadhi Al-Zafsy, ahli dalam fiqh dan
hadis.
d. Muhammad bin Al-Fadhl Al-Balkhi Al-Mufassar.
2. Murid-murid Abu Laits As Samarqandi, diantaranya adalah:
a. Luqman bin Hakim Al-Farqani
b. Na‟im Al-Kahtib Abu Malik
c. Muhammad bin Abd Al-Rahman Al-Zubairy
32
e. Thair bin Muhammad bin Ahmad bin Nashr Abdullah
Al-Hadady
(https://ikzulsalleh.wordpress.com/tag/abu-Laits-as-samarqandi/
diakses tanggal 6 maret 2017 pukul 10.00)
E. Karya-karya Abu Laits As Samarqandi
Abu Laits As Samarqandi dalam perjalanan hidupnya telah
menghasilkan berbagai macam karya dalam berbagai bidang. Adapun
karya-karya Abu Laits As Samarqandi berdasarkan bidangnya adalah
sebagai berikut:
1. Dalam bidang fiqih adalah :
a. Hizanat Al-Fiqh ditahqiq oleh Dr. Salahuddi Al-Nahiy.
b. „Uyun Al-Masail, yaitu sebuah kitab yang menguraikan
cabang-cabang mazhab Hanafi.
c. Muqaddimat Abu Laits As Samarqandi fi Al-Shalah
d. Al-Nawazil fi Al-Fatawa
e. Ta‟sis Al-Nadzair Al-Fiqhiyyah
f. Al-Nawadi Al-Muqayyad
g. Al-Mabahits fi Furu‟ Al-Fiqhi Al-Hanafiy
h. Syarh Al-Jam‟u Al-Kabir oleh kitab Muhammad bin Hasan
Al-Syibaniy
i. Syarh Al-Jamu‟ Al-Shagir oleh kitab Muhammad bin Hasan
33
j. Muqaddimat fi Bayan Al-Kibar wa Al-Shigar
k. Fatwa Abu Al-Laits.
2. Dalam bidang tasawwuf adalah :
a. Tanbihul Gafilin
b. Bustan Al-„Arifin
c. Qurrat Al-„Uyun wa Mufrih Al-Qalb
3. Dalam bidang ushul Al-Din, adalah:
a. Ushul Al-Din
b. Bayan Aqidat Al-Ushul
c. Risalat fi Ma‟rifat wa Al-Iman
d. Risalah Al-Hukumi
e. Quwwat Al-Nafs fi Ma‟rifat Al-Arkan Al-Khams
4. Dalam bidang tafsir adalah:
Salah satu tafsir yang dikarang oleh Abu Laits As Samarqandi
adalah bahrul„Ulum.(http://www.kumpulanmakalah.com/2016/09/s
34
BAB III
PEMIKIRAN ABU LAITS AS-SAMARQANDI
TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB TANBIHUL GHAFILIN
A. Nilai-nilai pendidikan
1. Pengertian Nilai dan Sumber Nilai
Nilai merupakan sebuah keyakinan bagi setiap orang yang
membuat seseorang merasa bahagia dan senang dihargai oleh orang
lain. Hanafi (2001: 88) mengatakan bahwa nilai adalah suatu perangkat
keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai identitas yang
memberikan corak khusus pada pola pemikiran, perasaan keterkaitan
maupun pola tingkah laku. Definisi lain menyebutkan nilai adalah
patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menetukan
pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.
Nilai muncul ketika orang sadar akan adanya baik dan buruk,
senang dan bahagia, tenang dan tidak tenang, perang dan damai, dan
lain sebagainya yang saling bertentangan. Adanya nilai disebabkan oleh
berbagai macam sumber. Zakiyah Daradjat (1994: 262) menyebutkan
sumber nilai ada dua macam, yaitu nilai Ilahi dan nilai duniawi. Nilai
Ilahi meliputi Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Nilai yang berasal dari
35
haji, dan sebagainya. Sedangkan nilai yang berasal dari As-Sunnah ada
dua yaitu hukum yang wajib „ain dan fardhu kifayah. Hukum yang
wajib „ain berupa tata pelaksanaan thaharah, tata pelaksanaan shalat,
dan sebagainya. Sedangkan hukum fardhu kifayah berupa memandikan
jenazah, menguburkan jenazah, shalat jum‟at.
Nilai duniawi meliputi ra‟yu dan pikiran (yaitu memberikan
penafsiran dan penjelasan terhadap Al-Qur‟an dan As-Sunnah, hal yang
berhubungan dengan kemasyarakatan yang tidak diatur oleh Al-Qur‟an
dan As-Sunnah, dan sebagainya, adat-istiadat (yaitu tata cara
berkomunikasi, berinteraksi dengan sesama manusia dan sebagainya),
dan kenyataan alam (yaitu tata cara berpakaian, tata cara makan dan
sebagainya).
Dari berbagai macam pemaparan tersebut, dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa nilai yang sangat kuat sebenarnya adalah nilai yang
bersumber dari Allah SWT yang berupa Al-Qur‟an. Oleh karena itu
nilai-nilai yang bersumber dari Allah SWT merupakan nilai yang wajib
untuk dilaksanakan. Sedangkan nilai yang bersumber dari Rasulullah
SAW (As-Sunnah/Hadist) kita dianjurkan untuk mengikutinya.
Sementara itu, nilai yang bersumber dari ra‟yu atau pikiran manusia
boleh dilaksanakan apabila tidak bertentangan dengan sumber nilai
36 2. Pengertian Pendidikan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990: 209) pendidikan
diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan. Ahmad D. Marimba dalam Ahmad tafsir (2002:
6) mendefinisikan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani murid
(terdidik) menuju terbentuknya kepribadian utama.
Sementara itu Munir Al-Marasi Sarkan (1978: 19) berpendapat
bahwa pendidikan adalah proses yang terbentuk antara individu dan
lingkunganya, dan ini timbul karena pergaulan individu baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam percaturan manusia yang
menjaga manusia.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendidikan dalam hal ini adalah proses bimbingan dan pengajaran yang
diberikan oleh pendidik dalam hal ini guru, orang tua, dan lingkungan
peserta didik yaitu seorang atau sekelompok orang baik jasmani
maupun rohani yang dilakukan secara sengaja untuk mengubah tingkah
laku agar terbentuk kepribadian utama.
3. Tujuan Pendidikan
Sejak manusia diciptakan, pendidikan memang sudah ada. Hal
tersebut oleh Allah SWT dimaksudkan agar manusia bisa merasakan
37
Allah SWT untuk menambah ketaatan setiap insan dalam beribadah
kepada-Nya. Sampai pada akhirnya turun utusan Allah SWT yaitu Nabi
pembawa risalah berupa agama Islam untuk diajarkan kepada umat
manusia agar kelak bisa meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam hal ini, Muhammad Athiyah Al Abrosyi (1970: 103)
mengemukakan bahwa tujuan utama dari pendidikan Islam yaitu
pembentukan akhlak dan budi pekerti yang menghasilkan orang-orang
yang bermoral baik laki-laki maupun perempuan, jiwa yang bersih,
kemauan yang keras, cita-cita luhur, dan akhlak tinggi serta dapat
membedakan hal yang baik dan buruk.
Senada dengan pendapat di atas, dalam Sisdiknas (2003: 6) telah
dirumuskan tujuan pendidikan secara umum yaitu untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Oleh karena itu dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk membentuk sosok pribadi yang memiliki
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan memiliki akhlak
yang mulia, jiwa yang bersih dan sehat, kreatif, berilmu, berkemauan
keras, bercita-cita tinggi lagi mulia, mandiri, berdedikasi tinggi
terhadap agama, bangsa, dan negara serta bisa bersikap demokratis
38 B. Pengertian Akhlak
Telah diketahui bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membentuk
sosok pribadi yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT
dengan memiliki akhlak yang mulia, jiwa yang bersih dan sehat, kreatif,
berilmu, berkemauan keras, bercita-cita tinggi lagi mulia, mandiri,
berdedikasi tinggi terhadap agama, bangsa, dan negara serta bisa bersikap
demokratis terhadap sesama maka perlu diketahui juga apa sebenarnya
yang dimaksud dengan akhlak.
Akhlak merupakan langkah awal seseorang menciptakan suatu
keadilan dan kebenaran di muka bumi berdasarkan syariat Allah SWT
serta menghapus kedzaliman yang ada. Ketika seluruh penduduk suatu
bangsa memiliki akhlak yang mulia, maka tidak bisa dipungkiri kalau
bangsa tersebut akan mengalami suatu keadaan yang damai, tentram tanpa
adanya kedzaliman yang membuat mereka resah.
Akhlak merupakan pondasi utama yang kuat untuk terciptanya
hubungan baik antara hamba dengan Allah SWT. (hablumminallah) serta
antar sesama manusia (hablumminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir
berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi,
membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak.
Sebagaimana pengertian akhlak yang telah diringkas oleh Muchson dan
Samsuri, bahwa Al-Ghazali mengemukakan pengertian akhlak, sebagai
persamaan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat
39
dari dalam diri secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan
direncanakan sebelumnya. (Muchson dan Samsuri, 2013: 1)
Akhlak merupakan salah satu hasil dari iman dan ibadat. Iman dan
ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dapat mempengaruhi akhlak
dalam mu‟amalah kepada Allah SWT dan makhluk-nya (Omar
Muhammad, 1979: 312). Ia menyatakan alasannya bahwa ikhlas dalam
menyembah Allah SWT akan menjadikan seorang hamba yang saleh lagi
berakhlak mulia, disukai sesama, dikasihi dan disayangi Allah SWT.
Seseorang belum bisa dikatakan sempurna imannya terhadap Tuhannya
kecuali bahwa ia benar-benar beriman dan menyempurnakan ketaatan
dalam beribadah kepada-Nya.
Secara bahasa (linguistik) kata akhlak berasal dari bahasa arab, kata
akhlak adalah bentuk jamak dari „khilqun‟ dan „khuluqun‟ artinya
perbuatan, tingkah laku atau budi pekerti. (Munawwir, 1997: 367) Akhlak
merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti
bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah
SWT (ibadah dan arti khas) dan hubungan manusia dengan manusia dan
lainya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia
dalam menjalankan sistem kehidupanya yang dilandasi oleh aqidah yang
kokoh (Muhaimin, 2004: 308).
Kata Akhlak sering didefinisikan sama dengan kata etika dan moral.
40
pengertian. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan pengertian
etika dan moral.
a. Etika
Etika adalah ilmu menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk
dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
diketahui oleh akal dan pikiran. (Muhaimin, 2004: 307). Menurut Achmad
Charris Zubair (1990: 15) bahwa etika berasal dari kata Yunani “Ethos”
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Ki Hajar Dewantara dalam
Achmad Charris Zubair (1990: 15) Etika adalah ilmu yang mempelajari
segala soal kebaikan dan keburukan didalam hidup manusia semuanya,
terlebih pada yang mengenai gerak-gerik fikiran dan rasa yang dapat
merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuanya yang
dapat merupakan perbuatan.
b. Moral
Moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang
tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. (Muhaimin, 2004: 307).
Sedangkan menurut Boehori (1983: 75) moral adalah realisasi kepribadian
(mental) pada umumnya. Bukan semata-mata hasil pekerjaan pikiran.
Kemudian Syamsu Yusuf (2002: 132) mengemukakan mengenai moral,
yaitu moral berasal dari kata latin “mos” (moris) berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau cara kehidupan. Sedangkan moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai
41
Nilai-nilai moral itu seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang
lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan, dan
memelihara hak orang lain. Larangan mencuri, berzina, membunuh,
meminum minuman keras atau mabuk, dan berjudi. Seseorang dapat
dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.
Dapat diketahui makna ketiga istilah tersebut, yakni akhlak
merupakan sifat yang dimiliki seseorang dan telah meresap dalam
jiwanya. Etika merupakan ilmu atau teori yang digunakan untuk
memperoleh akhlak. Sedangkan moral merupakan perbuatan yang jelas
kelihatan oleh penglihatan manusia yang dilakukan dengan tidak berpikir
lebih dulu atau dilakukan secara sepontan. Sehingga terlihat bahwa
perbedaan etika, moral, dan akhlak tersebut terutama menyangkut
sumbernya. Akhlak bersumber dari kholiq (Allah SWT), sunnah Nabi
Muhammad SAW, dan ijtihad manusia.sedangkan etika dan moral hanya
bersumber dari manusia. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa akhlak
cakupanya lebih mendalam dan luas dibandingkan dengan etika dan moral.
Etika dan moral bisa dikatakan sebagai bagian dari akhlak.
Pada hakekatnya akhlak ialah suatu sifat yang dimiliki manusia dan
telah meresap kedalam jiwa dan telah menjadi kepribadiannya. Kemudian
lahirlah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa
dibuat-buat serta tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu. Jika dari
42
dan akal pikiran, maka bisa disebut akhlak mulia (akhlak mahmudah).
Akan tetapi jika yang lahir perbuatan yang buruk maka disebut akhlak
tercela (akhlak madzmumah).
C.
Pemikiran Abu Laits As-Samarqandi Tentang Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak dalam Kitab Tanbihul Ghafilin
Akhlak merupakan kemuliaan tersendiri di hadapan Allah SWT,
karena Allah SWT lebih bangga dan menyukai seorang hamba yang
memiliki akhlak baik dan mulia. Seperti halnya pada saat memuji
Rasulullah SAW dalam QS. Al-Qalam: 4:
َهَِّٔئَٚ
Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berada pada akhlak yang agung. (Departemen Agama RI, 1999: QS. Al-Qalam: 4)
Pujian tersebut merupakan pujian yang indah yang datang secara
langsung dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW pengemban akidah suci
yang di dalamnya seseorang dapat menemukan elemen akhlak secara jelas
dan kokoh. Akidah tersebut adalah akidah yang menyeru pada kebenaran,
kebajikan, kejujuran, kebersihan, keikhlasan, kesesuaian niat hati dengan
perkataan maupun perbuatan, pemeliharaan janji dan keadilan, serta
melarang kedzaliman, penipuan, iri hati, memakai harta orang lain dengan
cara batil, dan lain-lain.
Pendidikan Akhlak yang ada pada kitab Tanbihul Ghafilin dapat
penulis paparkan sebagai berikut:
43
ِذَغَجٌا ِٝف ُحُْٚشٌَا ْذَِاَدبَِ ُخٌَُْٛجْمَِ ُخَثَْٛزٌا
( : نيلفاغلا ويبنت ٥٣
)
”Artinya: Taubat itu diterima adaah selama ruh masih berada dalam tubuh/jasad.”
2. Khauf (takut) kepada Allah SWT
َُْٕٗػ َالل ََٝٙٔ بَِ ُةبَِٕزْجبَف ِفَْٛخٌْا ُخَِ َلاَػبََِّأ
( : نيلفاغلا ويبنت ٩٥١
)
”Artinya: Adapun tanda orang takut adalah menjauhi apa yang di larang Allah SWT”
3. Ikhlas
ب ئْ١َش ًََِّؼٌْا َِِٓ ًَُجْمَ٠ َلَ ٌَٝبَؼَر َالل َِْأ ٍََٝػ
ب ظٌِبَخ َْبَو بَِ َلَِا
(: نيلفاغلا ويبنت ٥
)
”Artinya: Bahwasannya Allah SWT tidak akan meneria amal seseorang kecuali orang tersebut beramal dengan murni dan ikhlas.”
4. Tawakal
44
”Artinya: Sesungguhnya bukti terhadap takwa seseorang dengan tiga hal/perkara yaitu bertawakal di dalam apa yang tidak di dapatkan, menerima/ridho terhadap apa yang telah terjadi pada dirinya, dan sabar yang baik terhadap apa yang sembilan persen) dari yang halal, khawatir terperosok ke dalam subhat atau haram.” sedangkan ketika seseorang beriman maka akan menjadi penghuni surga. Dan yang berbuat keji adalah setengah dari kebejatan moral, yang akan masuk ke dalam neraka.”
7. Syukur
45
”Artinya: Dipanggilah untuk berdiri orang-orang yang memuji Allah SWT baik dalam keadaan senang maupun susah sangat sedikit manusia yang dapat melakukannya kemudian semua manusia di hisab.”
8. Sabar
a. Sabar terhadap balak dan kesulitan
...
”Artinya: Dan ketahuilah bahwasannya sabar dalam menghadapi segala urusan itu seperti kepala di badan, maka ketika kepala itu terlepas dari badannya, rusaklah badan tersebut, demikian pula jika sabar lepas dari suatu urusan, lalu rusaklah urusan (keadaan) tersebut.”
b. Sabar atas derita (musibah)
بَِٕلْصِسَٚ َشْجَظٌَا َهٌَََّْٙأََٚشْجَ ْلََا َهٌَ ُالل ََُّظَؼَف
46
rezeki kepda kami dan juga rasa syukur pada kamu.” 9. Larangan tertawa terbahak-bahak
ِهْذَّؼٌ بِث ِْٕٝؼَ٠ تَجَػِشْ١َغ ِِْٓ ُهْذَّؼٌآ ٌَُُْٗٛلبََِّاَٚ
”Artinya: Adapun ucapannya tentang tertawa terbahak
-bahaka adalah kurang baik (hukumnya makruh). Karena tertawa terbahak-bahak merupakan perbuatan yang dapat mengurangi setengah akal pikiran dan merupakan amal perbuatan yang kurang baik.”
”Artinya: Dusta menunjukan kepada keburukan, jauhilah dusta karena sesungguhnya dari keburukan menunjukan kejalan neraka.”
11.Mengekang emosi (marah)
47 12.Memelihara lisan
ِِْٓ َّلَِا َهَٔبَغٌِ ْظَفْدِا ِْٕٝؼَ٠ َهَٔبَغٌِ ُْْضْخاَٚ...
ٍََُْغَر َّٝزَد ْذُىْعاَِٚا ََُْٕغَر َّٝزَدا شْ١َد ًُْل ِْٕٝؼَ٠ِشْ١َخ
ِدُْٛىُّغٌا ِٝف َخَِ َلاَّغٌا َِّْبَف
(: نيلفاغلا ويبنت ٧٦
)
“Artinya: Jagaah lisanmu, kecuali dalam kebaikan, yaitu katakan hal yang baik sehingga kamu menang atau diamah sehingga kamu selamat, maka sesungguhnya keselamatan itu berada dalam diam.”
13.Keutamaan menuntut ilmu
ِالل ًِْ١ِجَع ِٝف ِدبَِٙجٌا ِِْٓ ًَُؼْفَأ َأْ١َش ٍَُُْػَأبَِ
ِٝف ِدبَِٙجٌْا َِِٓ ًَُؼْفَا َُِٗٔبَف ٍُِِْؼٌْا ُتٍََؽ َُْْٛىَ٠ َْْأ َّلَِا
َِِٓ ةبَث ِتٍََؽ ِٝف ِِٗزْ١َث ِِْٓ َطَشَخ ََِْٓٚ ِالل ًِْ١ِجَع
َطَٚ بَِٙزَذَْٕجَأِث ُخَىِئ َلاٌَّا ُْٗزَفَخ ٍُِِْؼٌْا
ِْٗ١ٍََػ ِذٍَّ
48 sayapnya, segala burung udara mendoakannya, juga hewan-hewan buas hutan, dan lautan, serta Allah SWT membalas dengan pahala 72 orang sidiq. Oleh karena itu, tuntutlah ilmu, dancarilah ketenangan untuknya, kesabaran, kesopanan dan tawadlu‟, kepada pendidiknya, para penimbanya (pelajar), jangan menyalahgunakan dengan menyaingi Ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau menjilat penguasa dan sombong kepada manusia, maka akan menjadi Ulama yang dimarahi Allah SWT, yang akhirnya di jerumuskan ke dalam neraka jahanam.”
14.Silaturrahmi/Akhlak terhadap Keluarga
بََِٚ ُِِدَشٌا ِخٍََط ِِْٓ ب ثاََٛص ًَُجْػَأ خََٕغَد ِِْٓبَِ
49 “Artinya: dalil memutuskan tali silaturahmi adalah dosa besar, rahmat tetolak baginya, berikut teman-teman terdekatnya. Oleh karena itu, setiap muslim wajib bertaubat memohon ampun kepada Allah SWT dan menyambung menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.”
16.Berhati lunak (pemurah)
50
“Artinya: Barang siapa yang diberikan
kelembutan/kelunakan maka sesungguhnya dia diberikan kebaikan dunia dan akhirat, dan barang siapa yang tidak diberikan kelembutan/kelunakan maka dia diberikan kebaikan dunia dan akhirat.”
17.Rahmat dan kasih sayang
َٝزَد ِْٓىٌََٚ خَط بَخ َْٗغْفَٔ ُُْوِذَدَا ُخَّْدَس َظْ١ٌَ
“Artinya: Bukan kasih sayang salah satu/seseorang dari kami, tetapi merata pada umumnya manusia (berperi kemanusiaan), dan tiada yang sanggup merahmati semua manusia, kecuali Allah SWT.” mengamalkan ilmunya maka dia dipanggil di dalam kerajaan langit sebagai orang yang agung/besar.”
19.Sombong