• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TANBIHUL GHAFILIN KARYA AL-IMAM ABU LAITS AS-SAMARQANDI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TANBIHUL GHAFILIN KARYA AL-IMAM ABU LAITS AS-SAMARQANDI SKRIPSI"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

i

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM KITAB TANBIHUL GHAFILIN

KARYA AL-IMAM ABU LAITS AS-SAMARQANDI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

ZULFA ALI MAKHRUS

NIM 114 13 012

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

ِقَلاْخَلأا َمِساَكَه َنِّوَتُلأ ُتْثِعُب اَوَّنِإ

”Sesungguhnya tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan kemuliaan

akhlak”.

(HR.Ahmad, 1991: 323)

اَّنِإ

نُىاَنْصَل ْخَأ

ةَصِلاَخِب

ىَشْكِر

ِساَّذلا

“Sungguh, Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan) akhlak

(6)
(7)

vii

KATA PENGANTAR

Atas nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji dan

syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Karena dengan segala

limpahan taufik, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis diberi kemudahan

dan kelapangan hati dalam menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam

semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW.

keluarga, sahabat dan pengikut setianya.

Penyusunan skripsi ini bertujuan guna memenuhi persyaratan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga. Terselesainya skripsi ini tidaklah semata-mata hasil dari jerih

payah penulis sendiri, melainkan banyak pihak terkait yang telah membantu baik

moril maupun spiritual, oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga, beserta

staf-stafnya, yang telah menyediakan tempat serta fasilitas gedung kuliah yang

nyaman dan kondusif.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Kajur PAI IAIN Salatiga

4. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I sebagai dosen pembimbing yang telah tulus,

ikhlas dan menyempatkan waktunya untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(8)

viii

6. Bapak (M. Abadi) dan Ibu tercinta (Sa‟amah), Kakak dan Adik-adik saya (Zulfigar Dimas Ulinnuha, Muhammad Kafabihi dan Muhammad Bahrul

Ulum).

7. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu dalam

menyelesaikan sekripsi ini.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT senantiasa

memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda kepada semua pihak. Jazakumullahu ahsanal jaza‟. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan

untuk kajian yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua. Amin.

Salatiga, 26 Februari 2018

Penulis

Zulfa Ali Makhrus

(9)

ix

ABSTRAK

Makhrus, Zulfa Ali. 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin Karya Al Imam Al Faqih Abu Laits As Samarqandi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I

Kata Kunci: Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak, Kitab Tanbihul Ghafilin

Pendidikan akhlak merupakan bagian terpenting dalam pendidikan Islam. Kitab Tanbihul Ghafilin merupakan sebuah kitab karya Abu Laits As Samarqandi. Sebuah kitab yang membahas seputar peringatan orang-orang yang lalai, pendidikan akhlak dan religiusitas. Berisikan renungan dan nasehat yang diarahkan kepada pembentukan akhlak terpuji. Penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul Ghafilin?. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul Ghafilin?.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka (library research), yaitu meneliti secara mendalam mengenai Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin. Sumber data penelitian di sini berasal dari sumber data primer dan sumber data sekunder, sedangkan untuk menganalisis data yang ada penulis mengorganisir, memilih dan memilah untuk disintesiskan kemudian menemukan pola dan menyimpulkannya. Adapun metode analisis ini menggunakan metode content analysis.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Penegasan Istilah ... 8

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II BIOGRAFI ABU LAITS AS SAMARQANDI A. Riwayat Hidup Abu Laits As Samarqandi ... 18

B. Latar Belakang Penulisan Kitab Tanbihul Ghafilin ... 20

C. Sistematika penulisan Kitab Tanbihul Ghafilin ... 23

D. Pendidikan Abu Laits As Samarqandi ... 31

(11)

xi

BAB III PEMIKIRAN ABU LAITS AS-SAMARQANDI TENTANG

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB

TANBIHUL GHAFILIN

A. Nilai-nilai pendidikan ... 34

1. Pengertian Nilai dan Sumber Nilai ... 34

2. Pengertian Pendidikan ... 36

3. Tujuan Pendidikan ... 36

B. Pengertian Akhlak ... 38

1. Etika ... 40

2. Moral ... 40

C. Pemikiran Abu Laits As-Samarqandi Tentang Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Tanbihul Ghafilin ... 42

BAB IV ANALISIS RELEVANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TANBIHUL GHAFILIN A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Tanbihul Ghafilin Karya Al-Imam Al-Faqih Abu Laits As-Samarqandi ... 54

B. Relevansi Materi Akhlak pada Kitab Tanbihul Ghafilin dengan Pendidikan Agama Islam ... 98

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan sifat dan tabiat resah

gelisah lagi bakhil dan kikir. Apabila ditimpa kesusahan, dia sangat resah dan

gelisah. Dan apabila dia mendapat kesenangan, dia sangat bakhil dan kikir.

Dengan sifat dan tabiat ini sekiranya Allah SWT berikan kepadanya pelajaran

bagi manusia kenikmatan dunia maka dengan mudahnya dia lupa, sombong

bahkan merasa takabur seakan-akan dia merasa semua yang datang atas jerih

payahnya sendiri. Manusia sering tidak sadar bahwa segala nikmat yang

diberikan oleh Allah SWT merupakan karunia yang hendaknya digunakan

untuk kemaslahatan dan kebaikan alam semata.

Akhlak merupakan langkah awal seseorang menciptakan suatu keadilan

dan kebenaran di muka bumi berdasarkan syariat Allah SWT serta

menghapus kedzaliman yang ada. Ketika seluruh penduduk suatu bangsa

memiliki akhlak yang mulia, maka tidak bisa dipungkitri kalau bangsa

tersebut akan mengalami suatu keadaan yang damai, tentram tanpa adanya

kedzaliman yang membuat mereka resah.

Oleh karena itu, manusia dibekali akal pikiran yang berguna untuk

membedakan antara yang hak dan yang bathil, baik buruk dan hitam putihnya

dunia. (Mansur, 2000: 165) Bahkan selamat dan tidaknya manusia, tenang

(13)

2

tuntunan al-Quran dan al-Sunnah menurut Quraish Shihab adalah menjadi

manusia yang secara pribadi dan kelompok mampu menjalankan fungsinya

sebagai hamba Allah SWT dan kholifah di bumi, guna membangun dunia ini

dengan konsep yang ditetapkan Allah SWT dengan kata lain yang lebih

singkat dan sering digunakan adalah untuk menjadi hamba yang bertaqwa

pada Allah SWT. (Shihab, 1994: 152).

Akhlak merupakan salah satu hasil dari iman dan ibadat. Iman dan

ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dapat mempengaruhi akhlak

dalam mu‟amalah kepada Allah SWT dan makhluk-nya (Omar Muhammad,

1979: 312). Ia menyatakan alasannya bahwa ikhlas dalam menyembah Allah

SWT akan menjadikan seorang hamba yang saleh lagi berakhlak mulia,

disukai sesama, dikasihi dan disayangi Allah SWT. Seseorang belum bisa

dikatakan sempurna imanya terhadap Tuhannya kecuali bahwa ia benar-benar

beriman dan menyempurnakan ketaatan dalam beribadah kepada-Nya.

Membina akhlak merupakan bagian yang sangat penting dalam tujuan

Pendidikan Nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang–Undang No. 20

Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa

tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang

demokratis dan bertanggung jawab.

Pada kenyataanya di lapangan usaha-usaha membina akhlak melalui

berbagai lembaga pendidikan dan mulai dari berbagai macam metode terus

(14)

3

dan pembinaan akhlak ini ternyata menghasilkan pribadi-pribadi muslim yang

berakhlak mulia, taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, menghormati orang

tua, dan lain sebagainya.

Untuk itu harus ada pembinaan terhadap siswa baik di sekolah maupun

di luar sekolah, baik itu oleh guru maupun orang tua. Upaya tersebut harus

dilakukan dengan kerjasama yang harmonis, baik pendidikan pada keluarga

maupun (pembinaan mental) pada lingkungan masyarakat. Namun kenyataan

di lapangan sering menemukan berbagai macam kendala untuk mewujudkan

kerjasama yang harmonis tersebut. Di antaranya dikarenakan tingkat

pendidikan orang tua yang rendah, kesibukan orang tua, maupun lingkungan

masyarakat yang kurang menunjang.

Disamping itu, banyak para remaja yang melakukan tindakan kriminal

dan sering terjadinya tawuran antar pelajar adalah salah satu contoh yang

membuktikan bahwa tidak berhasilnya pembinaan akhlak dan budi pekerti

pada siswa. Kegagalan pembinaan akhlak ini akan menimbulkan masalah

yang sangat besar, bukan saja pada kehidupan bangsa pada saat ini tetapi juga

pada masa yang akan datang.

Akhlak merupakan pondasi utama yang kuat untuk terciptanya

hubungan baik antara hamba dengan Allah SWT. (hablumminallah) serta

antar sesama manusia (hablumminannas). Akhlak yang baik dan mulia tidak

lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi,

membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak.

(15)

4

Samsuri, bahwa Al-Ghazali mengemukakan pengertian akhlak, sebagai

persamaan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat

dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari

dalam diri secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan

sebelumnya. (Muchson Samsuri, 2013: 1)

Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya

ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat

ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Bahkan ada yang mengatakan

bahwa “Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas akhlak bangsa

(manusia) itu sendiri”. (Majid Dian, 2011: 2) Tujuan pendidikan adalah untuk

membentuk akhlak yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek dengan

prilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Akhlak menjadi identitas yang

mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan

akhlak inilah, kualitas seorang pribadi diukur. (Majid Dian, 2011: 8)

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk membentuk sosok atau

pribadi yang berbudi pekerti luhur atau berakhlakul karimah. Membina

akhlak merupakan inti dari ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda, yang

diwirayatkan oleh Ahmad :

ِقَلاْخَلأا ََِسبَىَِ ََُِّّرُلأ ُذْضِؼُث بََِّّٔئ

هاور (

) دمحأ

(16)

5

Dari hadis tersebut, dapat terlihat bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah

menyempurnakan akhlak. Sehingga pantas apabila para „alim ulama selalu

mendakwahkan untuk beramar ma‟ruf nahi mungkar. Guru yang selalu

berusaha keras untuk membentuk pribadi-pribadi anak didiknya menjadi

sosok yang berkepribadian luhur.

Meskipun demikian, pendidikan akhlak masih sering terabaikan karena

mengejar ilmu pengetahuan yang bersifat kognitif dan duniawi serta tidak

melihat pada pendidikan akhlaknya. Oleh karena itu, banyak tercetak ilmuan

yang memiliki pengetahuan agama namun memiliki akhlak yang tidak sesuai

dengan Islam yang di bawa Rasulullah SAW. Al Ghozali (2003: 56)

mendefinisikan akhlak yaitu khuluk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang

menimbulkan macam-macam perbuatan yang dengan gampang dan mudah

tanpa memerlukan pikiran dan timbangan. Perbuatan tersebut dapat berupa

perbuatan terpuji maupun tercela. Namun dalam Islam yang sangat

dianjurkan dan diwajibkan adalah mengarahkan akhlak pada akhlak terpuji

(akhlakul karimah).

Nipan Abdul Halim (2000: 43) menyebutkan bahwa pokok-pokok

akhlak meliputi akhlak kepada Allah SWT, terhadap semua manusia dan

terhadap makhluk lainya. Nipan membagi lagi dari pokok-pokok akhlak

tersebut kedalam beberapa bagian, yaitu mengenali Allah SWT dengan baik

dan benar, mengesakan dan berprasangka baik kepada-Nya, membenarkan

(17)

6

mencintai Allah SWT, senantiasa mengingat dan memuji Allah SWT,

mensyukuri nikmat Allah SWT, tawakal dan tawadhu‟ kepada-Nya.

Sedangkan Boehori (1983: 116) menambahkan mengenai akhlak

kepada Allah SWT yaitu: taubat kepada Allah SWT, cinta terhadap Allah

SWT, takut terhadap Allah SWT. Akhlak terhadap sesama manusia meliputi

mengikuti jejak Rasulullah, menghormati keberadaan para Nabi dan Rasul,

berbakti kepada kedua orang tua, menghormati yang tua dan menyayangi

yang muda, menyantuni pihak yang lemah (sedekah), menghormati tetangga

dan tamu, menghargai lawan jenis.

Dari uraian diatas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai

pendidikan akhlak pemikiran Al-Imam Al-Faqih Abu Laits As-Samarqandi

melalui sebagian karyanya yaitu kitab Tanbihul Ghafilin yang didalamnya

terdapat beberapa uraian tentang pendidikan akhlak. Untuk itu, penulis

mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: Nilai-nilai

Pendidikan Akhlak dalam Kitab Tanbihul Ghafilin karya Al-Imam Al-Faqih

Abu Laits As-Samarqandi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

permasalahan pokok yang dikaji dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana konsep nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul

(18)

7

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul

Ghafilin terhadap pendidikan Islam?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian adalah susunan apa yang ingin diketahui atau

ditentukan atau dikemukakan dalam melaksanakan penelitian dengan kata

lain apa yang akan dilakukan dalam penelitian sehingga akan jelas apa yang

akan dihasilkan.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban dari

beberapa permasalahan di atas, yaitu :

1. Untuk mengetahui konsep nilai-nilai pendidikan akhlak dalam

kitab Tanbihul Ghafilin.

2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam

kitab Tanbihul Ghafilin terhadap pendidikan Islam.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memperluas pemikiran dalam

keilmuan Islam sekaligus mendalami pemahaman nilai-nilai pendidikan

akhlak dalam kitab Tanbihul Ghafilin karya Al-Imam Al-Faqih Abu

(19)

8

b. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam memecahkan krisis

moral yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat ini.

c. Hasil penelitian diharapkan dapat membarikan sumbangan perbaikan

dalam pendidikan Islam terutama pada pendidikan akhlak.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai landasan pijak atau rujukan bagi pemerhati masalah pendidikan

akhlak.

b. Menumbuhkan dan mengembangkan pemahaman pendidikan akhlak

dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak tersebut kepada

peserta didik supaya terbiasa untuk melakukan atau menjalankan

perintah agama.

c. Menambah khazanah mengenai nilai pendidikan yang terdapat dalam

kitab Tanbihul Ghafilin sehingga mengetahui betapa pentingnya

pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Sebagai referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu pendidikan

akhlak.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memaknai permasalahan

dalam penelitian ini, maka penulis menetapkan batasan nilai-nilai pendidikan

(20)

9 1. Pengertian Nilai

Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang

diyakini sebagai identitas yang memberikan corak yang khusus pada pola

pemikiran, perasaan keterkaitan maupun pola tingkah laku (Zakiyah

Darajat, 1996: 260). Definisi lain menyebutkan nilai adalah patokan

normative yang mempengaruhi manusia dalam menetukan pilihannya

diantara cara-cara tindakan alternatif.

2. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembalajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia

serta ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

Negara (Depdiknas, 2003: 2).

3. Pengertian Akhlak

Secara bahasa (linguistik) kata akhlak berasal dari bahasa arab,

kata akhlak adalah bentuk jamak dari „khilqun‟ dan „khuluqun‟ artinya

perbuatan, tingkah laku atau budi pekerti. (Munawwir, 1997: 367)

Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia,

dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia

dengan Allah SWT (ibadah dan arti khas) dan hubungan manusia dengan

(21)

10

hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupanya yang dilandasi

oleh aqidah yang kokoh (Muhaimin, 2004: 308).

4. Kitab Tanbihul Ghafilin karya Al-Imam Al-Faqih Abu Laits

As-Samarqandi

Kitab Tanbihul Ghafilin adalah Kitab Tanbihul Ghafilin bi

Ahaditsi Sayyidil Anbiya‟ wal Mursalin (peringatan bagi orang-orang

yang lalai dengan hadits-hadits dari para Nabi dan Rasul) merupakan

buah karya Abul Laits as-Samarqandi yang dikenal dengan julukan

Al-Faqih.

Kitab Tanbihul Ghafilin merupakan kitab yang sangat berbobot,

tinggi kualitasnya dan merupakan pondasi kuat yang dapat melandasi

umat manusia serta mengembalikan fitrah aslinya guna memacu amal

untuk bekal di alam akhirat kelak. Dalam kitab ini terdapat upaya untuk

mewujudkan kondisi ideal manusia sebagai khalifah dimuka bumi yaitu

berkewajiban menyeru pada kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar

yang merupakan misi dan amanah yang harus dimiliki oleh setiap muslim

dan mukmin.

5. Syaikh Abu Laits As-Samarqandi

Syaikh Abu Laits As-Samarqandi yang bernama lengkap Abu

Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi al-Hanafi,

dikenal dengan Abu Laits, seorang Ulama Tabi‟ut Tabi‟in, hidup pada

awal abad ke-4 Hijriah dan Wafat 373 H. Beliau juga dikenal dengan

(22)

11

Abu Laits As-Samarqandi ini pada masa muda beliau tidak

pernah dan sangat jarang membaca Al-Quran tetapi di sekitar usia 50-an

barulah beliau mulai belajar dan pada usia 57 tahun beliau telah berhasil

menguasai Bahasa Arab dan Al-Quran. Selanjutnya beliau mulai

mewariskan ilmu yang ada padanya melalui penulisan Abu Laits

bermazhab hanafi.

Kitab tafsir yang dibuat oleh beliau berjudul Bahrul Ulum dan

tergolong sebagai tafsir bil ma‟tsur. Dalam menulis tafsir ini, Al-Imam

menempuh jalan penafsiran para sahabat dan tabiin. Beliau banyak

mengutip komentar mereka tetapi tidak menyebut sanad-sanadnya.

Beliau menegaskan bahwa seseorang tidak boleh menafsirkan Al-Quran

semata-mata dengan rasionya sendiri sedang ia tidak mengerti

kaedah-kaedah bahasa dan kondisi di saat Al-Quran itu turun. Ia harus

memahami betul ilmu tafsir terlebih dahulu.

Karya-karya beliau yang lain adalah Kitab Tanbihul Ghafilin bi

Ahaditsi Sayyidil Anbiya‟ wal Mursalin (peringatan bagi orang-orang

yang lalai dengan hadits-hadits dari Penghulu para Nabi dan Rasul), Ia

juga memiliki kitab al-Fatawa. Di dalam kitab beliau yang lain, yaitu

(23)

12 F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan

(Library Research) artinya sebuah studi dengan mengkaji buku-buku,

naskah-naskah, atau majalah-majalah yang bersumber dari khazanah

kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam

penelitian. Semua sumber berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan

dengan permasalahan penelitian dan dokumenter literatur lainnya. (Hadi,

1980:3)

Penelitian yang penulis lakukan dapat dikategorikan dengan

penelitian pustaka karena tidak memerlukan terjun langsung ke lapangan

melalui survey maupun observasi untuk mendapatkan data yang dicari.

Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari penelitian kepustakaan yaitu

dari hasil pembacaan atau kesimpulan dari berbagai buku, kitab-kitab

terjemahan, dan karya ilmiah yang ada hubungannya dengan materi dan

tema pengkajian.

2. Sumber Data

Penelitian ini, jika dilihat dari sumber data termasuk kategori

penelitian kepustakaan. Data berarti keterangan-keterangan suatu fakta.

(Ndraha, 1981:76) Karena penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan

yang bersifat kualitatif maka objek material penelitian ini adalah

kepustakaan dari kitab Tanbihul Ghafilin dan lebih fokusnya ke Terjemah

(24)

13

dengan nilai pendidikan akhlak yang ada pada kitab Tanbihul Ghafilin dan

buku -buku lain yang mendukung penelitian ini.

Sumber data dalam penelitian ini akan dikelompokkan menjadi dua

bagian, yaitu:

a. Data primer, yaitu data yang bersumber dari Kitab Tanbihul Ghafilin

ataupun Terjemahan Kitab Tanbihul Ghafilin karya Imam

Al-Faqih Abu Laits As-Samarqandi.

b. Data sekunder, yaitu data yang berupa bahan pustaka yang memiliki

kajian yang sama yang dihasilkan oleh pemikir lain, baik yang

berbicara tentang kitab Tanbihul Ghafilin, pendidikan keluarga,

pendidikan akhlak, maupun pemikiran-pemikiran mereka sendiri yang

membahas masalah yang terkait dengan penelitian ini. Sehingga hal

ini dapat membantu memecahkan permasalahan yang menjadi fokus

penelitian ini. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data-data

tersebut adalah dengan metode dokumentasi, yaitu mencari data atau

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dan

sebagainya. (Arikunto, 1993:202)

3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library

Research) yang dalam pengumpulan datanya banyak diperoleh melalui

pengumpulan data-data yang terdapat dari berbagai literer. Literatur yang

diteliti tidak terbatas pada buku-buku atau kitab saja, melainkan juga

(25)

14

lain-lain. (Muhajir, 2002:45) Karena merupakan studi pustaka, maka

pengumpulan datanya merupakan telaah dan kajian-kajian terhadap

pustaka yang berupa data verbal dalam bentuk kata dan bukan angka.

Sehingga pembahasan dalam penelitian ini dengan cara mengedit,

mereduksi, menyajikan dan selanjutnya menganalisis. Penekanan dalam

penelitian ini adalah menemukan berbagai prinsip, dalil, teori, pendapat

dan gagasan Al-Imam Al-Faqih Abu LaitsAs-Samarqandi yang tertuang

dalam salah satu karyanya yaitu kitab Tanbihul Ghafilin yang difahami

untuk menganalisis dan memecahkan masalah yang diteliti.

Langkah-langkah yang dipakai penulis untuk mengumpulkan data

yang relevan diantaranya:

1) Membaca, mengkaji kemudian penulis mengklasifikasikan menjadi

tiga topik yaitu:

a. Merumuskan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam

kitab Tanbihul Ghafilin secara global.

b. Merumuskan unsur-unsur pendidikan akhlak.

c. Identifikasi adanya relevansi kitab Tanbihul Ghafilin dengan

pendidikan Islam.

2) Mendeskripsikan dan menganalisa dari masing-masing topik yang

telah diklasifikasikan dalam perspektif pendidikan Islam.

3) Membuat kesimpulan dari masing-masing topik yang telah

diklasifikasikan.

(26)

15

Data Metode analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif

analitik, yaitu suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun data,

kemudian diusahakan pula adanya analisis dan intepretasi atau penafsiran

terhadap data-data tersebut, oleh karenanya lebih tepat jika dianalisis

menurut dan sesuai dengan isinya saja yang disebut content analysis atau

analisis isi. (Nata, 2001:141)

Analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat rumusan

kesimpulan-kesimpulan dengan mengidentifikasi karakterisik spesifikan

pesan-pesan dari suatu teks secara sistematik dan objektif. (Nawawi,

1998:69) Analisis ini dipakai untuk mendeskripsikan data berupa

nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul Ghafilin. Dengan demikian,

akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan dalam pokok

permasalahan.

Melalui metode content analysis atau analisis isi, peneliti

melakukan penafsiran teks atau bacaan dari kitab Tanbihul Ghafilin yang

mengandung pendidikan akhlak. Adapun langkah- langkah yang ditempuh

meliputi:

a. Menentukan arti langsung yang primer.

b. Menjelaskan arti-arti yang implisit.

c. Menentukan tema. (Endraswara, 2004: 45)

(27)

16

Untuk memudahkan pencarian dan penelaahan pokok-pokok masalah

yang akan dibahas, sistematika penulisan skripsi sangat diperlukan.

Sistematika disini dimaksudkan sebagai gambaran umum yang menjadi isi

pembahasan skripsi ini. Untuk memudahkan memahami permasalahan yang

akan dibahas, skripsi ini disajikan dengan sistematika pembahasan sebagai

berikut:

1. Bagian Awal

Bagian awal skripsi ini meliputi: halaman judul, nota pembimbing,

halaman judul, abstrak, kata pengantar, halaman motto, halaman

persembahan, dan daftar isi.

2. Bagian Isi

Dalam bagian isi skripsi ini terdapat lima bab pembahasan,

diantaranya adalah sebagai berikut:

Bab I merupakan bab pendahuluan, yang memuat latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II merupakan pembahasan mengenai biografi pengarang kitab

Tanbihul Ghafilin meliputi riwayat hidup Abu Laits As-Samarqandi, latar

belakang penulisan kitab Tanbihul Ghafilin, sistematika penulisan kitab

Tanbihul Ghafilin, pendidikan Abu Laits As Samarqandi, karya-karya Abu

Laits As Samarqandi.

Bab III membahas tentang pemikiran Abu Laits As-Samarqsandi

(28)

17

Bab IV berisi tentang analisis data dan relevansi mengenai nilai-nilai

pendidikan akhlak dalam kitab Tanbihul Ghafilin dengan pendidikan

Islam.

Bab V merupakan penutup dari keseluruhan bab sebelumnya yang

meliputi kesimpulan, saran.

3. Bagian Akhir

Bagian ini meliputi: Daftar pustaka, lampiran-lampiran dan Biodata

(29)

18

BAB II

BIOGRAFI ABU LAITS AS SAMARQANDI

A. Riwayat Hidup Abu Laits As Samarqandi

Pengarang Kitab Tanbihul Ghafilin adalah Shaykh Nasr bin

Muhammad bin Ibrahim Assamarqandi (wafat pada tahun 373 H atau

983 M). disebut juga Abu Laits As Samarqandi yang bernama lengkap

asli Abu Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim As-Samarqandi

Al-Hanafi, dikenal dengan Abu Laits yaitu seorang Ulama‟ Tabi‟ut Tabi‟in

dan hidup pada awal abad ke-4 Hijriah dan Wafat 373 H.

(http://wongndeso-tholabulilmi.blogspot.com/p/abu-laits-as-samarqandi.html diakses tanggal 6 maret 2017)

Beliau juga dikenal dengan julukan Imamul Huda. Beliau adalah

seorang Sufi dan Ahli Hukum mazhab Hanafi yang disegani.

Samarqandi merupakan sebuah nama yang diambil dari nama kota

Samarqand yang terletak di negara Uzbekistan. Samarqand adalah kota

tua berusia lebih dari 2750 tahun kota indah dengan ribuan masjid yang

terletak di jalur sutra antara Cina dan Eropa adalah kota tua yng

didirikan pada tahun 700 SM.

Uzbekistan, adalah negara di Asia Tengah, yang sebelumnya

merupakan bagian dari Uni Soviet. Negara dengan wilayah yang

(30)

19

barat dan utara Kirgizstan dan Tajikistan di timur dan Afganistan dan

Turkmenistan di selatan. Bahasa resmi satu-satunya adalah bahasa

Uzbek, sebuah bahasa Turki, tetapi bahasa Rusia tetap dipergunakan

secara luas, sisa peninggalan pemerintahan Uni Soviet. Kota Samarqand

inilah yang dipercaya sebagai tempat lahir seorang tokoh sufi yaitu

Shaykh Nasir bin Muhammad bin Ibrahim As-Samarqandi. Kota ini juga

menjadi kiblat bagi para pelajar yang haus akan ilmu pengetahuan,

karena banyak dari fuqaha‟, mutasawwif yang pergi kesana. Sehingga

pada saat itu Samarkand menempati tempat tertingi di antara

negara-negara Islam dalam hal keilmuan.

(https://ikzulsalleh.wordpress.com/tag/abu- Laits-as-samarqandi/ diakses

tanggal 6 maret 2017 pukul 10.00)

Abu Laits As Samarqandi ini pada masa muda belianya beliau

tidak pernah dan jarang membaca Al-Quran tetapi disekitar usia 50-an

barulah beliau mulai belajar dan pada usia 57 tahun beliau telah

berhasil menguasai Bahasa Arab dan Al-Quran. Seterusnya beliau

mulai mewariskan ilmu yang ada padanya melalui penulisan Abu Laits

bermazhab hanafi.

Julukan Abu Laits As Samarqandi adalah Al Faqih yang

menandakan bahwa beliau telah sampai pada derajat yang tinggi dalam

dunia ilmu Fiqih yang mana pada saat itu tiada seorangpun yang dapat

menyamainya pada zamannya. Beliau begitu menyukai julukan

(31)

20

karenakan julukan tersebut diberikan langsung oleh Nabi Saw melelui

mimpi beliau. Hal itu terjadi ketika beliau mengarang kitab “Tanbihul

Ghafilin” lalu beliau membawa kitab tersebut untuk sowan ke

Raudlahnya Nabi SAW setelah itu beliau menginap di sana, kemudian

beliau bermimpi melihat Nabi SAW mengambil kitabnya seraya

berkata “Ambillah kitabmu, Wahai Faqih”. Lalu beliau pun terjaga dan

beliau menemukan di dalam kitabnya tempat-tempat yang di koreksi

Nabi.

(https://udhadotme.wordpress.com/2014/10/15/imam-nasr-bin-muhammad-as-samarqandi/ diakses hari Jum‟at 06 Maret 2017 pukul

11.00)

B. Latar Belakang Penulisan Kitab Tanbihul Ghafilin

Latar belakang penulisan kitab “Tanbihul Ghafilin” yang artinya

adalah peringatan bagi manusia yang lalai, Al Imam Al Faqih Abu Laits

As Samarqandi memberikan pernyataan sebagai berikut: “Saya

menghimpun nasihat-nasihat dan hikmah yang menarik lagi

menyenangkan para pembaca kitab karena terdorong rasa tanggung

jawab yang diberikan Allah SWT ilmu pengetahuan tentang: adab,

kesopanan, kebahagiaan, hikmah, nasehat, pendirian orang-orang salih

dan upaya para Mujtahidin kepada Allah SWT”. (Abu Imam Taqiyudin,

2009: 2)

Berlandaskan Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an:

(32)

21

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (Departemen Agama RI, 1999: QS. An-Nahl: 125)

Al Imam Al Faqih Abu Laits As Samarqandi pun juga berpesan

agar pembaca dan khususnya pada generasi muda agar senantiasa

berpikir dan introspeksi diri agar selalu beramal dan berbuat kebaikan,

karena dengan demikian akhlak yang baik akan selalu melekat dalam

diri. Karena beramal baik dimulai dari dalam diri sendiri baru keluar

diajarkan kepada orang lain. Berdasarkan Firman Allah SWT dalam

surat Ali Imran: 79:

(33)

22

Setengah Ulama Tafsir, mengartiakannya: “... Jedilah kamu orang

-orang yang mengamalkan ilmu yang terkandung dalam kitab,

sebagaimana kamu mengajarkan kepada manusia”.

Sedang pada ayat lain, Allah SWT berfiran:

ََِِٓٚ

yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah SWT Maha Perkasa, Maha Pengampun.(Departemen Agama RI, 1999: QS.Fathir: 28)

Dan Firman Allah SWT:

بَ٠

Artinya: Wahai orang yang berkemul (berselimut)! bangunlah, lalu berilah peringatan! (Departemen Agama RI, 1999: QS.Al-Muddatstsir: 1-2)

Juga Firman Allah SWT:

ْشِّوَرَٚ

(34)

23

Abu Laits As Samarqandi menegaskan: “Barang siapa memandang

rendah terhadap hikmah dan nasihat, serta perjalanan Ulama salaf,

maka akibatnya terkena salah satu dari antara dua efek negatif, pertama:

Membanggakan amalnya yang sangat terbatas, lalu beranggapan

tingkatanya sejajar dengan para Ulama salaf, kedua: Berlaku sombong

dengan amalnya yang besar, lalu beranggap lebih unggul dan sempurna

daripada lainnya, maka menjadi batallah ibadatnya dan lenyap atau

gugurlah semua amalnya. (Abu Imam Taqiyudin, 2009: 4)

Adapun bagi orang-orang yang pandai memetik hikmah pendirian

dan perjalanan Ulama-ulama salaf, adalah sangat besar keuntungannya,

karena ia akan merasa keterbatasan atau kekurangannya dalam

beribadat dan beramal, sehingga menjadi pendorong, untuk

meningkatkan, memperbaiki atau menyempurnakan ibadat dan amalnya

yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan para Ulama terdahulu.

C. Sistematika penulisan Kitab Tanbihul Ghafilin

Kitab Tanbihul Ghafilin adalah kitab yang tergolong

populer karena digandrungi oleh para Kiyai dan santri di banyak

pesantren, karena selalu dijadikan rujukan dan referensi mereka

sebagai da`i dan muballigh dalam aktifitas-aktifitas dakwah baik

di Masjid, Madrasah ataupun majlis-majlis ta`lim.

(35)

24

pukul 11.00) Tanbihul Ghafilin memiliki muatan nasihat yang

tinggi dan mengena ke dalam diri setiap insan. Dan peringatan

yang ditampilkannya mampu menjadi bekal pengertian dan

kesadaran yang mendalam untuk memperbaiki jiwa dan moral

umat manusia dari kelalaiannya.

Tujuan esensial yang ingin dicapai Abu Laits As Samarqandi

adalah mengajak ke jalan yang benar yakni jalan Tuhan (Allah SWT),

dan segala hal yang disampaikannya mampu disampaikan kembali

dalam bingkai dakwah Islam kepada orang lain. Kitab ini juga

berusaha membongkar pengalaman-pengalaman menakjubkan

berkaitan dengan kehidupan keberagamaan yang terjadi dalam sejarah

manusia dan tak luput dari konsep-konsep ketauhidan, ibadah,

mua‟amalah, dan syari‟at-syari‟at Islam yang diajarkan baginda Nabi

Muhammad SAW, para sahabat, tabi‟in, dan para ulama salaf yang

shaleh.

(https://udhadotme.wordpress.com/2014/10/15/imam-nasr-bin-muhammad-as-samarqandi/ diakses hari Jum‟at 06 Maret 2017 pukul

11.00)

Sistematika setiap uraian penjelasan dimana sifat

pembahasannya adalah tematik senantiasa diperkuat oleh

argumen-argumen yang kuat dari nash Al-Quran ataupun As-Sunah dan juga

fatwa-fatwa ulama, sehingga tidak menimbulkan keraguan dan

kebimbangan dalam menerima semua nasehat kebaikan yang

(36)

25

Di samping beberapa kelebihan yang dimiliki kitab Tanbihul

Ghafilin, kitab ini juga memiliki kelemahan menurut beberapa

pendapat. Diantaranya pendapat dari Al-Imam Adz-Dzahabi di dalam

Siyar A‟lamin Nubala‟ membawakan biografi beliau kemudian di

dalamnya (yaitu Tanbihul Ghafilin) tersebar luas hadis-hadis palsu.

(http://www.buyahaerudin.com/2013/03/muqaddimah.html diakses

tanggal 6 maret 2017 pukul 11.00) Kemudian menurut Syaikh

Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah bahwasanya

Tanbihul Ghafilin adalah kitab yang berisi nasihat yang pada umumnya

banyak mengandung hadis-hadis dhaif bahkan kadang palsu. Di

dalamnya juga terdapat hikayat-hikayat yang tidak shahih dimana

penulisnya ingin menggunakannya untuk melembutkan hati dan

menjadikan mata menjadi menangis. Kemudian menurutnya memang

dalam kitab ini terdapat hal-hal yang tidak dipermasalahkan, namun

beliau tidak menasihatkan untuk membacanya kecuali bagi orang

yang memiliki ilmu dan faham serta bisa membedakan antara

hadis-hadis yang shahih, dha‟if dan mauqu‟f.

(http://www.buyahaerudin.com/2013/03/muqaddimah.html diakses

tanggal 6 maret 2017 pukul 11.00)

Selain berisi pengalaman-pengalaman menakjubkan berkaitan

dengan kehidupan keberagamaan yang terjadi dalam sejarah manusia

kitab ini juga mengandung materi-materi akhlak yang perlu dipelajari

(37)

26

menjauhi segala perbuatan yang buruk. Yang mana di dalamnya

terdapat 94 bab. Adapun rincian bab dalam Tanbihul Ghafilin adalah

sebagai berikut:

1. Bab Tentang Ikhlas

2. Bab Tentang Mati dan Penderitaanya

3. Bab Tentang Siksa Kubur dan Penderitaanya

4. Bab Tentang Hari Kiamat, Dahsyat dan Ngerinya

5. Bab Tentang Sifat dan Penghuni Neraka

6. Bab Tentang Sifat dan Penghuni Surga

7. Bab Tentang Sesuatu Yang Diharap Dari Rahmat Allah SWT

8. Bab Tentang Amar Makruf Nahi Munkar

9. Bab Tentang Taubat

10.Bab Tentang Kewajiban Anak Memenuhi Hak Kedua

Orangtua

11.Bab Tentang Kewajiban Memenuhi Hak Anak

12.Bab Tentang Silaturrahmi

13.Bab Tentang Hak dan Kewajiban Tetangga

14.Bab Tentang Larangan Minum Arak dan Sejenisnya

15.Bab Tentang Larangan Berdusta

16.Bab Tentang Ghibah (Mengungkap Keburukan Orang)

17.Bab Tentang Namimah (Adu-domba)

18.Bab Tentang Hasud (Dengki dan Iri)

(38)

27

20.Bab Tentang Ihtikar (Menggaruk Untung Dengan Menimbun

Bahan Pokok Makanan)

21.Bab Tentang Larangan Tertawa Terbahak-bahak

22.Bab Tentang Mengekang Emosi (Marah)

23.Bab Tentang Memelihara Lisan

24.Bab Tentang Rakus dan Berkhayal

25.Bab Tentang Keutamaan Fakir-miskin

26.Bab Tentang Tidak Perdulikan Dunia

27.Bab Tentang Sabar Terhadap Bala dan Kesulitan

28.Bab Tentang Sabar Atas Derita (Musibah)

29.Bab Tentang Keutamaan Wudhu

30.Bab Tentang Shalat Lima Waktu

31.Bab Tentang Keutamaan Adzan dan Iqomah

32.Bab Tentang Thaharah dan Nadhafah (Bebersih)

33. Bab Tentang Keutamaan Jum‟at 34.Bab Tentang Keagungan Masjid

35.Bab Tentang Keutamaan Sedekah

36.Bab Tentang Sedekah Penolak Bala

37.Bab Tentang Keutamaan Bulan Ramadhan

38.Bab Tentang Keutamaan 10 Hari Awal Bulan Dzulhijah

39.Bab Tentang Keutamaan Hari Ke-10 Muharram

40.Bab Tentang Puasa Sunah dan Hari-hari Putih

(39)

28

42.Bab Tentang Membimbing Pelayan Atau Pembantu

43.Bab Tentang Menyayangi Anak Yatim

44.Bab Tentang Zina (Pelacuran)

45.Bab Tentang Memakan Barang Riba

46.Bab Tentang Perbuatan Dosa

47.Bab Tentang Penganiayaan (Zalim)

48.Bab Tentang Rahmat dan Kasih-sayang

49.Bab Tentang Khauf (Takut) Kepada Allah SWT

50.Bab Tentang Keutamaan Zikrullah

51. Bab Tentang Do‟a

52.Bab Tentang Bacaan Tasbih

53.Bab Tentang Shalawat dan Keutamaannya

54. Bab Tentang Keutamaan “Laa Ilaaha Ilallaahh” 55.Bab Tentang Keistimewaan Al-Qur‟an

56.Bab Tentang Keutamaan Menimba Ilmu

57.Bab Tentang Beramal Dengan Ilmu

58.Bab Tentang Keutamaan Majelis Ilmu

59.Bab Tentang Syukur

60.Bab Tentang Menciptakan Lapangan Kerja (Kasab Atau

Usaha)

61.Bab Tentang Bahaya Usaha dan Hindarilah Haram

62.Bab Tentang Memberi Makan dan Keutamaannya

(40)

29

64. Bab Tentang Wira‟i (Berhati-hati) 65.Bab Tentang Haya (Malu)

66.Bab Tentang Amal Ditentukan Tujuan (Niat)-nya

67.Bab Tentang Ujub (Membanggakan) Amalnya

68.Bab Tentang Keutamaan Ibadah Haji

69.Bab Tentang Keutamaan Perang Sabil

70.Bab Tentang Keutamaan Bertahan Di Garis Terdepan

71.Bab Tentang Keutamaan Memanah dan Berkendaraan Kuda

dan Lain-lainya

72.Bab Tentang Teknik Atau Aturan Perang

73.Bab Tentang Kelebihan Umat Nabi Muhammad SAW

74.Bab Tentang Hak Suami (Kewajiban Istri)

75.Bab Tentang Hak istri (Kewajiban Suami)

76.Bab Tentang Mendamaikan Perselisihan Dan Melenyapkan

Dendam

77.Bab Tentang Mendekati Pengusaha

78.Bab Tentang Keutamaan Menderita (Sakit) dan

Menengoknya

79. Bab Tentang Keutamaan Shalat Tathawwu‟ (Shalat Sunnah) 80.Bab Tentang Shalat Dengan Sempurna dan Khusyuk

81. Bab Tentang Do‟a Mustajab (Terkabul) 82.Bab Tentang Berhati Lunak (Pemurah)

(41)

30

84.Bab Tentang Prihatin Dalam Urusan Akhirat

85.Bab Tentang Persiapan Amal Di Pagi Hari

86.Bab Tentang Tafakkur (Berfikir)

87.Bab Tentang Tanda-tanda Dekatnya Kiamat

88.Bab Tentang Hadis-hadis Abu Dzar Alghifary

89.Bab Tentang Tekun Beribadah (Sungguh-sungguh Taat)

90.Bab Tentang Perlawanan Setan Atau Cara Mematahkannya

91.Bab Tentang Rela Menerima Keputusan Allah SWT

92.Bab Tentang Mauidhah (Nasehat)

93.Bab Tentang Kisah-kisah (Cerita)

94. Bab Tentang Do‟a dan Tasbih (Terj. Abu Imam Taqiyudin: 2009)

Dimana ada beberapa bab yang membahas tentang akhlak, baik

akhlak terpuji atau akhlak tercela. Diantaranya yaitu: taubat, khauf,

khlas, tawakal, wira‟i, haya‟, sabar, syukur, larangan tertawa

terbahak-bahak, larangan berdusta, memelihara lisan, keutamaan

menuntut ilmu, silaturrahmi, amar ma‟ruf nahi munkar, berhati

lunak (pemurah), rahmat dan kasih sayang, mengamalkan ilmu,

sombong, ghibah, namimah, hasud, dzalim, ujub, rakus dan berkhayal.

Kitab Tanbihul Ghafilin ini merupakan salah satu kitab karangan

(42)

31

D. Pendidikan Abu Laits As Samarqandi

Mengenai perjalanan intelektualnya, penulis tidak menemukan

data-data di mana ia pernah menimbah ilmu, apakah ia melanglang buana ke

satu daerah ke daerah yang lainnya. Yang pasti bahwa Abu Laits As

Samarqandi mempunyai beberapa guru yang ahli dalam bidangnya

masing-masing dan murid-murid serta karya tulis dengan berbagai

bidang ilmu keislaman. Sementara mazhab yang dianut adalah mazhab

Hanafi. Hal ini terlihat dari beberapa kitab-kitab fiqih yang ditulis,

banyak bercorak mazhab Hanafi.

1. Adapun guru-guru Abu Laits As Samarqandi, sebagai berikut :

a. Muhammad bin Ibrahim Al-Tawziy adalah bapaknya sendiri

yang merupakan guru pertamanya, seorang ahli dalam bidang

fiqih dan hadis, sehingga Abu Laits As Samarqandi dalam

tafsirnya banyak menukil hadis dari bapaknya.

b. Abu Ja‟far Al-Hawdawi

c. Al-Khalil bin Ahmad Al-Qadhi Al-Zafsy, ahli dalam fiqh dan

hadis.

d. Muhammad bin Al-Fadhl Al-Balkhi Al-Mufassar.

2. Murid-murid Abu Laits As Samarqandi, diantaranya adalah:

a. Luqman bin Hakim Al-Farqani

b. Na‟im Al-Kahtib Abu Malik

c. Muhammad bin Abd Al-Rahman Al-Zubairy

(43)

32

e. Thair bin Muhammad bin Ahmad bin Nashr Abdullah

Al-Hadady

(https://ikzulsalleh.wordpress.com/tag/abu-Laits-as-samarqandi/

diakses tanggal 6 maret 2017 pukul 10.00)

E. Karya-karya Abu Laits As Samarqandi

Abu Laits As Samarqandi dalam perjalanan hidupnya telah

menghasilkan berbagai macam karya dalam berbagai bidang. Adapun

karya-karya Abu Laits As Samarqandi berdasarkan bidangnya adalah

sebagai berikut:

1. Dalam bidang fiqih adalah :

a. Hizanat Al-Fiqh ditahqiq oleh Dr. Salahuddi Al-Nahiy.

b. „Uyun Al-Masail, yaitu sebuah kitab yang menguraikan

cabang-cabang mazhab Hanafi.

c. Muqaddimat Abu Laits As Samarqandi fi Al-Shalah

d. Al-Nawazil fi Al-Fatawa

e. Ta‟sis Al-Nadzair Al-Fiqhiyyah

f. Al-Nawadi Al-Muqayyad

g. Al-Mabahits fi Furu‟ Al-Fiqhi Al-Hanafiy

h. Syarh Al-Jam‟u Al-Kabir oleh kitab Muhammad bin Hasan

Al-Syibaniy

i. Syarh Al-Jamu‟ Al-Shagir oleh kitab Muhammad bin Hasan

(44)

33

j. Muqaddimat fi Bayan Al-Kibar wa Al-Shigar

k. Fatwa Abu Al-Laits.

2. Dalam bidang tasawwuf adalah :

a. Tanbihul Gafilin

b. Bustan Al-„Arifin

c. Qurrat Al-„Uyun wa Mufrih Al-Qalb

3. Dalam bidang ushul Al-Din, adalah:

a. Ushul Al-Din

b. Bayan Aqidat Al-Ushul

c. Risalat fi Ma‟rifat wa Al-Iman

d. Risalah Al-Hukumi

e. Quwwat Al-Nafs fi Ma‟rifat Al-Arkan Al-Khams

4. Dalam bidang tafsir adalah:

Salah satu tafsir yang dikarang oleh Abu Laits As Samarqandi

adalah bahrul„Ulum.(http://www.kumpulanmakalah.com/2016/09/s

(45)

34

BAB III

PEMIKIRAN ABU LAITS AS-SAMARQANDI

TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM KITAB TANBIHUL GHAFILIN

A. Nilai-nilai pendidikan

1. Pengertian Nilai dan Sumber Nilai

Nilai merupakan sebuah keyakinan bagi setiap orang yang

membuat seseorang merasa bahagia dan senang dihargai oleh orang

lain. Hanafi (2001: 88) mengatakan bahwa nilai adalah suatu perangkat

keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai identitas yang

memberikan corak khusus pada pola pemikiran, perasaan keterkaitan

maupun pola tingkah laku. Definisi lain menyebutkan nilai adalah

patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menetukan

pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.

Nilai muncul ketika orang sadar akan adanya baik dan buruk,

senang dan bahagia, tenang dan tidak tenang, perang dan damai, dan

lain sebagainya yang saling bertentangan. Adanya nilai disebabkan oleh

berbagai macam sumber. Zakiyah Daradjat (1994: 262) menyebutkan

sumber nilai ada dua macam, yaitu nilai Ilahi dan nilai duniawi. Nilai

Ilahi meliputi Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Nilai yang berasal dari

(46)

35

haji, dan sebagainya. Sedangkan nilai yang berasal dari As-Sunnah ada

dua yaitu hukum yang wajib „ain dan fardhu kifayah. Hukum yang

wajib „ain berupa tata pelaksanaan thaharah, tata pelaksanaan shalat,

dan sebagainya. Sedangkan hukum fardhu kifayah berupa memandikan

jenazah, menguburkan jenazah, shalat jum‟at.

Nilai duniawi meliputi ra‟yu dan pikiran (yaitu memberikan

penafsiran dan penjelasan terhadap Al-Qur‟an dan As-Sunnah, hal yang

berhubungan dengan kemasyarakatan yang tidak diatur oleh Al-Qur‟an

dan As-Sunnah, dan sebagainya, adat-istiadat (yaitu tata cara

berkomunikasi, berinteraksi dengan sesama manusia dan sebagainya),

dan kenyataan alam (yaitu tata cara berpakaian, tata cara makan dan

sebagainya).

Dari berbagai macam pemaparan tersebut, dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa nilai yang sangat kuat sebenarnya adalah nilai yang

bersumber dari Allah SWT yang berupa Al-Qur‟an. Oleh karena itu

nilai-nilai yang bersumber dari Allah SWT merupakan nilai yang wajib

untuk dilaksanakan. Sedangkan nilai yang bersumber dari Rasulullah

SAW (As-Sunnah/Hadist) kita dianjurkan untuk mengikutinya.

Sementara itu, nilai yang bersumber dari ra‟yu atau pikiran manusia

boleh dilaksanakan apabila tidak bertentangan dengan sumber nilai

(47)

36 2. Pengertian Pendidikan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1990: 209) pendidikan

diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan latihan. Ahmad D. Marimba dalam Ahmad tafsir (2002:

6) mendefinisikan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara

sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani murid

(terdidik) menuju terbentuknya kepribadian utama.

Sementara itu Munir Al-Marasi Sarkan (1978: 19) berpendapat

bahwa pendidikan adalah proses yang terbentuk antara individu dan

lingkunganya, dan ini timbul karena pergaulan individu baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam percaturan manusia yang

menjaga manusia.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

pendidikan dalam hal ini adalah proses bimbingan dan pengajaran yang

diberikan oleh pendidik dalam hal ini guru, orang tua, dan lingkungan

peserta didik yaitu seorang atau sekelompok orang baik jasmani

maupun rohani yang dilakukan secara sengaja untuk mengubah tingkah

laku agar terbentuk kepribadian utama.

3. Tujuan Pendidikan

Sejak manusia diciptakan, pendidikan memang sudah ada. Hal

tersebut oleh Allah SWT dimaksudkan agar manusia bisa merasakan

(48)

37

Allah SWT untuk menambah ketaatan setiap insan dalam beribadah

kepada-Nya. Sampai pada akhirnya turun utusan Allah SWT yaitu Nabi

pembawa risalah berupa agama Islam untuk diajarkan kepada umat

manusia agar kelak bisa meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam hal ini, Muhammad Athiyah Al Abrosyi (1970: 103)

mengemukakan bahwa tujuan utama dari pendidikan Islam yaitu

pembentukan akhlak dan budi pekerti yang menghasilkan orang-orang

yang bermoral baik laki-laki maupun perempuan, jiwa yang bersih,

kemauan yang keras, cita-cita luhur, dan akhlak tinggi serta dapat

membedakan hal yang baik dan buruk.

Senada dengan pendapat di atas, dalam Sisdiknas (2003: 6) telah

dirumuskan tujuan pendidikan secara umum yaitu untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Oleh karena itu dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan

pendidikan adalah untuk membentuk sosok pribadi yang memiliki

keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan memiliki akhlak

yang mulia, jiwa yang bersih dan sehat, kreatif, berilmu, berkemauan

keras, bercita-cita tinggi lagi mulia, mandiri, berdedikasi tinggi

terhadap agama, bangsa, dan negara serta bisa bersikap demokratis

(49)

38 B. Pengertian Akhlak

Telah diketahui bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membentuk

sosok pribadi yang memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT

dengan memiliki akhlak yang mulia, jiwa yang bersih dan sehat, kreatif,

berilmu, berkemauan keras, bercita-cita tinggi lagi mulia, mandiri,

berdedikasi tinggi terhadap agama, bangsa, dan negara serta bisa bersikap

demokratis terhadap sesama maka perlu diketahui juga apa sebenarnya

yang dimaksud dengan akhlak.

Akhlak merupakan langkah awal seseorang menciptakan suatu

keadilan dan kebenaran di muka bumi berdasarkan syariat Allah SWT

serta menghapus kedzaliman yang ada. Ketika seluruh penduduk suatu

bangsa memiliki akhlak yang mulia, maka tidak bisa dipungkiri kalau

bangsa tersebut akan mengalami suatu keadaan yang damai, tentram tanpa

adanya kedzaliman yang membuat mereka resah.

Akhlak merupakan pondasi utama yang kuat untuk terciptanya

hubungan baik antara hamba dengan Allah SWT. (hablumminallah) serta

antar sesama manusia (hablumminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir

berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi,

membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak.

Sebagaimana pengertian akhlak yang telah diringkas oleh Muchson dan

Samsuri, bahwa Al-Ghazali mengemukakan pengertian akhlak, sebagai

persamaan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat

(50)

39

dari dalam diri secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan

direncanakan sebelumnya. (Muchson dan Samsuri, 2013: 1)

Akhlak merupakan salah satu hasil dari iman dan ibadat. Iman dan

ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dapat mempengaruhi akhlak

dalam mu‟amalah kepada Allah SWT dan makhluk-nya (Omar

Muhammad, 1979: 312). Ia menyatakan alasannya bahwa ikhlas dalam

menyembah Allah SWT akan menjadikan seorang hamba yang saleh lagi

berakhlak mulia, disukai sesama, dikasihi dan disayangi Allah SWT.

Seseorang belum bisa dikatakan sempurna imannya terhadap Tuhannya

kecuali bahwa ia benar-benar beriman dan menyempurnakan ketaatan

dalam beribadah kepada-Nya.

Secara bahasa (linguistik) kata akhlak berasal dari bahasa arab, kata

akhlak adalah bentuk jamak dari „khilqun‟ dan „khuluqun‟ artinya

perbuatan, tingkah laku atau budi pekerti. (Munawwir, 1997: 367) Akhlak

merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti

bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah

SWT (ibadah dan arti khas) dan hubungan manusia dengan manusia dan

lainya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia

dalam menjalankan sistem kehidupanya yang dilandasi oleh aqidah yang

kokoh (Muhaimin, 2004: 308).

Kata Akhlak sering didefinisikan sama dengan kata etika dan moral.

(51)

40

pengertian. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan pengertian

etika dan moral.

a. Etika

Etika adalah ilmu menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk

dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat

diketahui oleh akal dan pikiran. (Muhaimin, 2004: 307). Menurut Achmad

Charris Zubair (1990: 15) bahwa etika berasal dari kata Yunani “Ethos”

yang berarti watak kesusilaan atau adat. Ki Hajar Dewantara dalam

Achmad Charris Zubair (1990: 15) Etika adalah ilmu yang mempelajari

segala soal kebaikan dan keburukan didalam hidup manusia semuanya,

terlebih pada yang mengenai gerak-gerik fikiran dan rasa yang dapat

merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuanya yang

dapat merupakan perbuatan.

b. Moral

Moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang

tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. (Muhaimin, 2004: 307).

Sedangkan menurut Boehori (1983: 75) moral adalah realisasi kepribadian

(mental) pada umumnya. Bukan semata-mata hasil pekerjaan pikiran.

Kemudian Syamsu Yusuf (2002: 132) mengemukakan mengenai moral,

yaitu moral berasal dari kata latin “mos” (moris) berarti adat istiadat,

kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau cara kehidupan. Sedangkan moralitas

merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai

(52)

41

Nilai-nilai moral itu seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang

lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan, dan

memelihara hak orang lain. Larangan mencuri, berzina, membunuh,

meminum minuman keras atau mabuk, dan berjudi. Seseorang dapat

dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan

nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.

Dapat diketahui makna ketiga istilah tersebut, yakni akhlak

merupakan sifat yang dimiliki seseorang dan telah meresap dalam

jiwanya. Etika merupakan ilmu atau teori yang digunakan untuk

memperoleh akhlak. Sedangkan moral merupakan perbuatan yang jelas

kelihatan oleh penglihatan manusia yang dilakukan dengan tidak berpikir

lebih dulu atau dilakukan secara sepontan. Sehingga terlihat bahwa

perbedaan etika, moral, dan akhlak tersebut terutama menyangkut

sumbernya. Akhlak bersumber dari kholiq (Allah SWT), sunnah Nabi

Muhammad SAW, dan ijtihad manusia.sedangkan etika dan moral hanya

bersumber dari manusia. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa akhlak

cakupanya lebih mendalam dan luas dibandingkan dengan etika dan moral.

Etika dan moral bisa dikatakan sebagai bagian dari akhlak.

Pada hakekatnya akhlak ialah suatu sifat yang dimiliki manusia dan

telah meresap kedalam jiwa dan telah menjadi kepribadiannya. Kemudian

lahirlah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa

dibuat-buat serta tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu. Jika dari

(53)

42

dan akal pikiran, maka bisa disebut akhlak mulia (akhlak mahmudah).

Akan tetapi jika yang lahir perbuatan yang buruk maka disebut akhlak

tercela (akhlak madzmumah).

C.

Pemikiran Abu Laits As-Samarqandi Tentang Nilai-nilai

Pendidikan Akhlak dalam Kitab Tanbihul Ghafilin

Akhlak merupakan kemuliaan tersendiri di hadapan Allah SWT,

karena Allah SWT lebih bangga dan menyukai seorang hamba yang

memiliki akhlak baik dan mulia. Seperti halnya pada saat memuji

Rasulullah SAW dalam QS. Al-Qalam: 4:

َهَِّٔئَٚ

Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berada pada akhlak yang agung. (Departemen Agama RI, 1999: QS. Al-Qalam: 4)

Pujian tersebut merupakan pujian yang indah yang datang secara

langsung dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW pengemban akidah suci

yang di dalamnya seseorang dapat menemukan elemen akhlak secara jelas

dan kokoh. Akidah tersebut adalah akidah yang menyeru pada kebenaran,

kebajikan, kejujuran, kebersihan, keikhlasan, kesesuaian niat hati dengan

perkataan maupun perbuatan, pemeliharaan janji dan keadilan, serta

melarang kedzaliman, penipuan, iri hati, memakai harta orang lain dengan

cara batil, dan lain-lain.

Pendidikan Akhlak yang ada pada kitab Tanbihul Ghafilin dapat

penulis paparkan sebagai berikut:

(54)

43

ِذَغَجٌا ِٝف ُحُْٚشٌَا ْذَِاَدبَِ ُخٌَُْٛجْمَِ ُخَثَْٛزٌا

( : نيلفاغلا ويبنت ٥٣

)

”Artinya: Taubat itu diterima adaah selama ruh masih berada dalam tubuh/jasad.”

2. Khauf (takut) kepada Allah SWT

َُْٕٗػ َالل ََٝٙٔ بَِ ُةبَِٕزْجبَف ِفَْٛخٌْا ُخَِ َلاَػبََِّأ

( : نيلفاغلا ويبنت ٩٥١

)

”Artinya: Adapun tanda orang takut adalah menjauhi apa yang di larang Allah SWT”

3. Ikhlas

ب ئْ١َش ًََِّؼٌْا َِِٓ ًَُجْمَ٠ َلَ ٌَٝبَؼَر َالل َِْأ ٍََٝػ

ب ظٌِبَخ َْبَو بَِ َلَِا

(

: نيلفاغلا ويبنت ٥

)

”Artinya: Bahwasannya Allah SWT tidak akan meneria amal seseorang kecuali orang tersebut beramal dengan murni dan ikhlas.”

4. Tawakal

(55)

44

”Artinya: Sesungguhnya bukti terhadap takwa seseorang dengan tiga hal/perkara yaitu bertawakal di dalam apa yang tidak di dapatkan, menerima/ridho terhadap apa yang telah terjadi pada dirinya, dan sabar yang baik terhadap apa yang sembilan persen) dari yang halal, khawatir terperosok ke dalam subhat atau haram.sedangkan ketika seseorang beriman maka akan menjadi penghuni surga. Dan yang berbuat keji adalah setengah dari kebejatan moral, yang akan masuk ke dalam neraka.”

7. Syukur

(56)

45

”Artinya: Dipanggilah untuk berdiri orang-orang yang memuji Allah SWT baik dalam keadaan senang maupun susah sangat sedikit manusia yang dapat melakukannya kemudian semua manusia di hisab.

8. Sabar

a. Sabar terhadap balak dan kesulitan

...

”Artinya: Dan ketahuilah bahwasannya sabar dalam menghadapi segala urusan itu seperti kepala di badan, maka ketika kepala itu terlepas dari badannya, rusaklah badan tersebut, demikian pula jika sabar lepas dari suatu urusan, lalu rusaklah urusan (keadaan) tersebut.”

b. Sabar atas derita (musibah)

بَِٕلْصِسَٚ َشْجَظٌَا َهٌَََّْٙأََٚشْجَ ْلََا َهٌَ ُالل ََُّظَؼَف

(57)

46

rezeki kepda kami dan juga rasa syukur pada kamu.” 9. Larangan tertawa terbahak-bahak

ِهْذَّؼٌ بِث ِْٕٝؼَ٠ تَجَػِشْ١َغ ِِْٓ ُهْذَّؼٌآ ٌَُُْٗٛلبََِّاَٚ

”Artinya: Adapun ucapannya tentang tertawa terbahak

-bahaka adalah kurang baik (hukumnya makruh). Karena tertawa terbahak-bahak merupakan perbuatan yang dapat mengurangi setengah akal pikiran dan merupakan amal perbuatan yang kurang baik.”

”Artinya: Dusta menunjukan kepada keburukan, jauhilah dusta karena sesungguhnya dari keburukan menunjukan kejalan neraka.”

11.Mengekang emosi (marah)

(58)

47 12.Memelihara lisan

ِِْٓ َّلَِا َهَٔبَغٌِ ْظَفْدِا ِْٕٝؼَ٠ َهَٔبَغٌِ ُْْضْخاَٚ...

ٍََُْغَر َّٝزَد ْذُىْعاَِٚا ََُْٕغَر َّٝزَدا شْ١َد ًُْل ِْٕٝؼَ٠ِشْ١َخ

ِدُْٛىُّغٌا ِٝف َخَِ َلاَّغٌا َِّْبَف

(

: نيلفاغلا ويبنت ٧٦

)

“Artinya: Jagaah lisanmu, kecuali dalam kebaikan, yaitu katakan hal yang baik sehingga kamu menang atau diamah sehingga kamu selamat, maka sesungguhnya keselamatan itu berada dalam diam.”

13.Keutamaan menuntut ilmu

ِالل ًِْ١ِجَع ِٝف ِدبَِٙجٌا ِِْٓ ًَُؼْفَأ َأْ١َش ٍَُُْػَأبَِ

ِٝف ِدبَِٙجٌْا َِِٓ ًَُؼْفَا َُِٗٔبَف ٍُِِْؼٌْا ُتٍََؽ َُْْٛىَ٠ َْْأ َّلَِا

َِِٓ ةبَث ِتٍََؽ ِٝف ِِٗزْ١َث ِِْٓ َطَشَخ ََِْٓٚ ِالل ًِْ١ِجَع

َطَٚ بَِٙزَذَْٕجَأِث ُخَىِئ َلاٌَّا ُْٗزَفَخ ٍُِِْؼٌْا

ِْٗ١ٍََػ ِذٍَّ

(59)

48 sayapnya, segala burung udara mendoakannya, juga hewan-hewan buas hutan, dan lautan, serta Allah SWT membalas dengan pahala 72 orang sidiq. Oleh karena itu, tuntutlah ilmu, dancarilah ketenangan untuknya, kesabaran, kesopanan dan tawadlu‟, kepada pendidiknya, para penimbanya (pelajar), jangan menyalahgunakan dengan menyaingi Ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau menjilat penguasa dan sombong kepada manusia, maka akan menjadi Ulama yang dimarahi Allah SWT, yang akhirnya di jerumuskan ke dalam neraka jahanam.”

14.Silaturrahmi/Akhlak terhadap Keluarga

بََِٚ ُِِدَشٌا ِخٍََط ِِْٓ ب ثاََٛص ًَُجْػَأ خََٕغَد ِِْٓبَِ

(60)

49 “Artinya: dalil memutuskan tali silaturahmi adalah dosa besar, rahmat tetolak baginya, berikut teman-teman terdekatnya. Oleh karena itu, setiap muslim wajib bertaubat memohon ampun kepada Allah SWT dan menyambung menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.

16.Berhati lunak (pemurah)

(61)

50

“Artinya: Barang siapa yang diberikan

kelembutan/kelunakan maka sesungguhnya dia diberikan kebaikan dunia dan akhirat, dan barang siapa yang tidak diberikan kelembutan/kelunakan maka dia diberikan kebaikan dunia dan akhirat.”

17.Rahmat dan kasih sayang

َٝزَد ِْٓىٌََٚ خَط بَخ َْٗغْفَٔ ُُْوِذَدَا ُخَّْدَس َظْ١ٌَ

“Artinya: Bukan kasih sayang salah satu/seseorang dari kami, tetapi merata pada umumnya manusia (berperi kemanusiaan), dan tiada yang sanggup merahmati semua manusia, kecuali Allah SWT.” mengamalkan ilmunya maka dia dipanggil di dalam kerajaan langit sebagai orang yang agung/besar.

19.Sombong

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang dilakukan, memunculkan hasil penelitian sebagai berikut : (1) Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab " Tanbi<hul Ghafi>li>n " adalah

2 Implementasi nilai pendidikan akhlak kitab Tanbihul Muta’allim dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di MTs ArRohman 01 Bulu, Rembang, yaitu siswa senantiasa menjaga kebersihan

Penelitian ini membahas tentang metode penananaman nilai- nilai akhlak anak dalam kitab al-akhlaq li al-banin karya ‘Umar Ibnu Ahmad Baraja’, Kajian ini dilatar belakangi

Pedoman pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjelaskan bahwa mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah memuat materi al-Quran dan Hadits, Aqidah,

a. Tidak menghukum ketika sedang marah, karena akan bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu.. Dalam memberikan hukuman hendaknya tidak sampai menyakiti perasaan dan

Hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan akhlak dalam kitab Waṣāyā Al-Ābā’ Li Al-Abnā’ karya Muhammad Syākir Al-Iskandari terbagi menjadi beberapa

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penilaian library research, yaitu penelitian tersebut dengan mengumpulkan data- data yang diperlukan yang

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ meliputi; akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasulullah, akhlak kepada orang