• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM KITAB TAISIRUL KHALAQ KARYA HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM KITAB TAISIRUL KHALAQ KARYA HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdi)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM KITAB

TAISIRUL KHALAQ KARYA HAFIDZ HASAN

AL-

MAS’UDI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdi)

OLEH

MUHAMMAD TASLIM

NIM: 11111161

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)

SALATIGA

(2)

ii

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

"

ََ قا َمْرُ ظْ نُ أ

ا

ََ قَ ْ ن َمْرُ ظْ نَ تاَلَوَ َل

اََل"

Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan lihat siapa

(7)

vii

Persembahan

Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Orang tuaku tercinta bapak H. Ja’rofi dan ibu Muchlikah, yang senantiasa

mencurahkan kasih sayang, dukungan moral maupun materiil dan do’a

yang tak pernah putus untuk putra-putrinya.

2. Anggota keluargaku yang selalu mendukungku dan selalu memberi

semangat dan membantuku (kakakku: Umi Latifah, Hasan Hakim,

Rohman Hakim dan adikku: Rohmatul Umah, Nurul Afdhilah, Siti

Haniam Mariah, M. Nurul Huda, M. Ibnu Hasan).

3. Bapak H. Sa’adi yang telah sabar membimbing dan mendo’akan dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Para pengasuh PP. Darul Falah (KH. Taufiqul Hakim) dan PP. Al-Hasan

(KH. Ichsanuddin) serta para Ustadz-Ustadz yang senantiasa mendo’akan

dan membimbing dalam menuntut ilmu.

5. Teman-temanku PAI E dan angkatan 2011 yang sama-sama berjuang dan

belajar di IAIN Salatiga (khususnya temen-temen Chrysophyllum Cainito).

6. Temen-temen PP. Darul Falah dan PP. Al-Hasan yang senantiasa memberi

dukungan dan mendo’akan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Semua pihak yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah

SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut

setiaNya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh

gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. BapakSuwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI).

4. Bapak Dr. H. Sa’adi., M.Ag., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah

dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan

waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.

5. Ibu Dra. Sri Suparwi., selaku pembimbing akademik.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

(9)

ix

7. Bapak dan ibu serta saudara-saudara di rumah yang telah mendoakan dan

mendukung penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan

penuh kasih sayang dan kesabaran.

8. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung

dalam penyelesaian skripsi ini

Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang

setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga

bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Salatiga, 10 Februari

2016

Penulis,

Muhammad Taslim

(10)

x

ABSTRAK

Taslim, Muhammad. 2016. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Taisirul Khalaq Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam

Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. H. Sa’adi,M.Ag.

Kata kunci: Konsep, Pendidikan, Akhlaq

Pendidikan akhlaq merupakan bagian dari ajaran pendidikan Islam. Kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia sebagian besar beragama Islam. Dengan demikian pendidikan akhlaq yang baik ini diharapkan nilai-nilai ajaran pendidikan Islam dapat ditanamkan dan dilaksanakan di Negara Indonesia ini. Pendidikan akhlaq lebih utama ditanamkan mulai dari masa dini agar kelak di masa yang akan datang bisa menjadi tauladan bagi generasi selanjutnya. Pendidikan akhlaq merupakan hal yang penting bagi manusia untuk mendapatkan kebahagian di dunia maupun di akhirat. Karena pentingnya pendidikan akhlaq ini maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti megenai konsep pendidikan akhlaq dalam kitab

Taisirul Kholaq. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui

lebih dalam bagaimana konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq?.

Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq

dalam konteks kekinian?. Setelah melakukan penelitian secara mendalam diharapkan peneliti dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang konsep

pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq, relevansi konsep pendidikan

akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq dalam konteks kekinian.

Metode yang digunakan peneliti yaitu literature (kepustakaan). Penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel atau lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber yaitu data primer dan sekunder. Kemudian data dianalisis menggunakan metode deskriptif, filosofis, kontekstual, dan kritik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan akhlaq dalam kitab

Taisirul Kholaq meliputi; akhlaq kepada Allah, adab guru dan murid, akhlaq

kepada diri sendiri dan orang lain, adab sehari-hari, akhlaq mahmudah dan akhlaq

(11)

xi

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTODAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah ... 1

B. RumusanMasalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. KegunaanPenelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

(12)

xii

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II BIOGRAFI HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI A. Sejarah Hafidz Hasan Al-Mas’udi ... 17

B. Karya-Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi ... 20

C. Konsep Pendidikan Akhlaq dalam Kitab Taisirul Kholaq ... 23

BAB III LANDASAN TEORI A. Konsep Pendidikan Akhlaq ... 29

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlaq ... 32

C. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlaq... 33

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlaq ... 51

E. Macam-Macam Akhlaq Dalam Al-Qur’an ... 54

BAB IV ANALISIS A. Akhlaq Kepada Allah ... 61

B. Adab Guru Dan Murid ... 62

C. Akhlaq Kepada Orang Lain ... 64

D. Adab Sehari-Hari ... 67

E. Akhlaq Mahmudah Dan Akhlaq Madzmumah ... 70

F. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Taisirul Kholaq Dikaitkan Dengan Masa Kekinian ... 79

(13)

xiii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar SKK

2. Riwayat Hidup Penulis

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk

pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik

yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan

yang harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia, dan alam semesta

(Daulay, 2012:3).

Dalam pendidikan Islam sangat jelas bahwa di dalamnya mempunyai

tujuan yang sangat erat dengan membentuk kepribadian atau untuk

membentuk insan kamil yang mana untuk mencapai tujuan itu tak lepas dari

hubungan Allah, manusia, dan alam semesta, dan tujuan pendidikan Islam

sangat erat kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia sebagai khalifah

Allah dan sebagai ‘abd Allah. Oleh karena itu Allah mengutus Rasulullah

untuk menjadikan gambaran seorang khalifah di muka bumi ini serta wajib

bagi untuk meniru teladan-teladan yang dimiliki oleh Rasulullah SAW.

Sesungguhnya pendidikan akhlaq menjadi bagian yang penting pula

dalam substansi pendidikan Islam sehingga al-Qur’an menganggapnya

sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga Islami,

masyarakat dan umat Islam seluruhnya. Akhlaq adalah buahnya Islam yang

diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlaq

(16)

2

merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan

masyarakat, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan

dan binatang (Hafidz, 2009:107).

Oleh karena demikian, pentingnya pendidikan akhlaq di dalam

pendidikan sangat penting bahkan pendidikan akhlaq sendiri menjadi bagian

yang terpenting dalam pendidikan Islam. Dalam ajaran Islam banyak sekali

yang membahas ajaran-ajaran pembentukan akhlaq yang terutama membahas

akhlaq mulia karena pembentukan akhlaq mulia itu adalah misi Islam,

sebagaimana tujuan Rasulullah yaitu untuk menyempurnakan akhlaq mulia.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sumber utama pendidikan

Islam sebagai disiplin ilmu adalah kitab suci al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah

SAW serta pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuwan muslim sebagai

tambahan (Arifin, 1995:15).

Agama Islam memperhatikan masalah akhlaq melebihi perhatiannya

dari hal-hal yang lain. Perhatian itu sampai sedemikian rupa, sehingga akhlaq

sebagai satu pokok tujuan risalah. Dalam hal ini beliau bersabda:

َمَنّإ

Artinya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq

manusia” (H.R. Ahmad) Imam Ahmad bin Hambal, 2008:9.187

(www.maktabahsamilah.com).

Akhlaq merupakan lambang kualitas seorang manusia, masyarakat,

(17)

3

Akhlaq merupakan sifat yang dekat dengan iman. Baik buruknya

akhlaq menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan seseorang.

Orang yang beriman kepada Allah akan membenarkan dengan

seyakin-yakinnya akan ke-Esa-an Allah, meyakini bahwa Allah mempunyai sifat

sempurna dan tidak memiliki sifat kurang, atau menyerupai sifat-sifat

makhluk ciptaan-Nya (Siroj, 2004:3).

Lingkungan pergaulan anak saat ini sudah sangat mengkhawatirkan,

karena sudah sangat banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh

orang-orang dan bahkan tanpa kita semua sadari. Hal ini menjadikan keprihatinan

kita semua. Sebab, kondisi tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan anak

hingga menjadi dewasa kelak. Apabila tidak ada cara untuk membentengi diri

anak dari segala terjangan hal-hal yang buruk, maka anak akan dipastikan

terpengaruh perilaku yang buruk, dan bukan tidak mungkin anak menjadi

terbiasa untuk melakukan perbuatan yang buruk, tentu sebagai orang tua hal

tersebut tidak ingin anaknya mengalami nasib yang seperti itu.

Dalam al-Qur’an Allah telah memberikan berbagai macam amanah

dan tanggung jawab kepada manusia. Amanah dan tanggung jawab adalah hal

terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Dalam hal ini, orang tua

(termasuk guru, pengajar, dan pengasuh) harus memberikan pendidikan yang

benar terhadap anak. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah surat

(18)

4

Lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam

kehidupan bermasyarakat, dan dapat membentuk suatu kebiasaan terhadap

seseorang. Terlebih pada pertumbuhan anak-anak yang masih duduk di

bangku sekolah. Kemerosotan akhlaq pada anak-anak dapat kita lihat

banyaknya siswa tawuran, mabuk, membolos, berani, dan durhaka kepada

orang tua, bahkan sampai membunuh. Bila tidak dididik dari anak-anak maka

akan berdampak kelak di masa dewasa bahkan masa tuanya. Hal ini terlihat

dari banyaknya kasus akhlaq yang buruk dilakukan oleh orang dewasa atau

orang tua. Misalnya; pembunuhan, pemperkosaan, pencurian, dan lain-lain.

Dalam hal ini perlu benteng pembatas untuk membentuk akhlaq yang baik,

yakni keluarga dan lembaga pendidikan. Upaya tersebut untuk memulihkan

kondisi yang baik, dengan memberikan dan menanamkan kembali akan

pentingnya pendidikan dalam membina akhlaq anak didik. Baik itu kepada

orang tuanya, maupun lingkungannya. Dalam pembelajaran itu sendiri

dibutuhkan sebuah tatanan akhlaq yang harus diterapkan, agar kemanfaatan

sebuah ilmu itu merasuk pada hati peserta didik dan dapat terlahir dalam

kehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai keberhasilan pendidikan diperlukan adanya kerjasama

antara pendidik dan peserta didik. Walau bagaimanapun pendidik berusaha

menanamkan pengaruhnya kepada peserta didik apabila tidak ada kesiapan

dan kesediaan dari peserta didik itu sendiri untuk mencapai tujuan, maka

pendidikan akan sulit dibayangkan berhasil. Namun perlu digaris bawahi,

(19)

5

membutuhkan adanya sebuah akhlaq dan aturan yang bisa mengantarkan

kepada sebuah keberhasilan guru dan murid. Dengan kata lain, dengan

membiasakan akhlaq yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar

merupakan langkah untuk mencapai suatu keberhasilan belajar.

Melihat begitu pentingnya pendidikan akhlaq yang dimulai dari masa

dini hingga masa yang akan datang dan untuk menumbuhkan akhlaq yang

digambarkan oleh Rasulullah maka di sini Hafidz Hasan al-Mas’udi menulis

sebuah karya yang berisi tentang akhlaq-akhlaq yang diberi nama Taisirul

Khalaq. Beliau lahir di Baghdad. Beliau merupakan seorang ulam besar dan

sekaligus seorang guru besar dari Al-Azhar. Kitab Taisirul Khalaq dapat

diartikan sebagai kitab yang memudahkan seseorang untuk melaksanakan

akhlaq dan memahami macam-macam akhlaq. Sehingga mengetahui dengan

pasti akhlaq yang harus dilaksanakan dan akhlaq yang harus ditinggalkan.

Dalam kitab tersebut berisi tentang kumpulan beberapa akhlaq dan berisi

sebanyak 33 tema yang didalamnya sudah termasuk pembukaan dan

penutupan.

Dengan demikian, penulis bermaksud mengkaji lebih jauh dalam

sebuah penelitian dengan judul “KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM

(20)

6

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan akhlaq yang terkandung dalam kitab

Taisirul Khalaq?

2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Taisirul

Khalaq dalam konteks kekinian?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menemukan deskripsi tentang konsep pendidikan akhlaq dalm kitab

Taisirul Khalaq.

2. Menemukan relevansi konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul

Khalaq dengan konteks kekinian.

D. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat,

adapun manfaatnya sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Memberi kejelasan secara teoritis tentang konsep pendidikan akhlaq

dalam kitab Taisirul Khalaq.

(21)

7

c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam di

IAIN Salatiga.

2. Manfaat Praktis

a. Menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui konsep

pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Khalaq.

b. Memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi

penulis sendiri.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian

kepustakaan (library research), karena yang dijadikan objek kajian adalah

hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.

2. Sumber Data

a. Data Primer diambil dari buku utamanya yaitu kitab Taisirul Khalaq

karya Hafidz Hasan al-Mas’udi.

b. Data Sekunder diambil dari buku-buku yang terkait dengan judul

penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data pustaka yaitu

(22)

8

dan karya ilmiah yang mendukung penelitian skripsi ini. Dengan

mengutamakan data primer.

4. Teknik analisis data

Melihat objek penelitian buku-buku atau literature, maka penelitian

ini menggunakan teknik analisa dengan cara deskriftif, filosofis,

kontekstual, dan kritik.

a. Metode deskriptif

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status

sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sisitem

pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir,

1988:63). Adapun tujuan dari metode ini yaitu untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, komprehensif,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antar fenomena yang diselidiki.

b. Metode filosofis

Metode filosofis adalah metode yang digunakan untuk

mendalami dalam menganalisis sesuatu yang mana metode ini

mendorong penulis untuk berfikir secara kritis, logis, sistematik,

rasional, dan objektif. Semuanya dilakukan dalam rangka memperoleh

kebenaran dalam suatu peristiwa atau pernyataan.

Dalam perkembangan sejarah, istilah “filsafat”, ”falsafah”,

(23)

9

orang-orang yunani kuno, filsafat secara harfiah berarti “cinta kepada

kebijakan” (Woodhouse, 2000:13).

c. Metode kontekstual

Dalam kamus besar bahasa Indonesia konteks berarti apa yang

ada di depan dan di belakang (KKBI, 2005:521). Metode kontekstual

adalah metode yang digunakan untuk mencari, mengolah, dan

menemukan kondisi yang lebih konkret (terkait dengan kehidupan

nyata). Metode ini akan membantu penulis untuk mengaitkan antara

isi yang ada di dalam kitab Taisirul Khalaq dengan situasi dunia nyata

dan mendorong penulis untuk membuat hubungan antara isi yang ada

dalam kitab Taisirul Khalaq dengan penerapannya dalam kehidupan

kekinian.

d. Metode kritik

Kata “kritik” (criticism) (wellek, 1978:22) sangat luas

dipergunakan dalam bermacam-macam hubungan, seperti politik,

masyarakat, sejarah musik, seni, dan filsafat. Namun, tampaknya

istilah “kritikus” dan “kritik” dikhususkan pada penyelidikan dan

koreksi teks-teks kuno (Rachmat, 2002:31).

Metode kritik adalah metode yang membantu untuk menelusuri

kejelasan yang ada dalam suatu teks dengan cara membaca,

menafsirkan, dan meghubungkan antara teks satu dengan yang lain

(24)

10

F. Penegasan Istilah

Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi

kesalahfahaman, maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul skripsi

berikut:

1. Konsep

Konsep adalah pokok pertama yang mendasari keseluruhan

pemikiran (Ensiklopedi Indonesia, 1991:1856). Selain itu ada juga yang

mengartikan bahwa konsep adalah rancangan, ide atau pemikiran yang

diabstrakkan dari peristiwa konkret (KBBI, 2005:588).

2. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan latihan (KBBI, 2003:204). Atau juga pendidikan

merupakan usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan

mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik

dalam bentuk pendidikan formal dan non-formal (Arifin, 1997:12).

Jadi dengan kata lain, pendidikan merupakan ikhtiar manusia untuk

membantu dan mengarahkan fitrah manusia berkembang sampai kepada

titik maksimal yang dicapai sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

Unsur-unsur pendidikan terdiri atas; tujuan, pendidik, anak didik,

(25)

11

a. Tujuan

Tujuan pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab (Suwarno, 2006:32).

b. Pendidik

Pendidik dalam arti sederhana adalah semua orang yang

dapat membantu perkembangan kepribadian seseorang dan

mengarahkannya pada tujuan pendidikan (Jumali, 2004:39). Tidak

hanya guru, orang tua, dan ustadz. Tapi di sini semua orang yang

membantu dalam perkembangan kepribadian dan mengarahkan pada

tujuan pendidikan disebut juga pendidik.

c. Anak didik

Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang,

baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologi (Jumali,

2004:35).

d. Lembaga

Lembaga merupakan wadah untuk menampung semua yang

terjadi dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga

sebagai badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu

penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha (KBBI,

(26)

12

e. Kurikulum

Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni

“Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.

Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan

yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh

ijazah (Susilo, 2007:77). Dengan kata lain kurikulum yaitu masa

dimana setiap siswa harus menempuhnya, sehingga mencapai apa

yang diinginkannya atau mencapai sebuah tujuan pendidikan.

f. Metode

Metode merupakan cara melakukan atau menyajikan,

menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran

kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu (Yamin, 2008:74).

Contoh metode dalam pembelajaran yaitu metode ceramah, tanya

jawab, diskusi, studi mandiri, studi kasus, simulasi, bermain peran,

dan lain-lain.

g. Evaluasi

Evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis

untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan

dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan

dalam pribadi siswa (Daryanto, 2001:1). Evaluasi juga bisa dijadikan

sebagai gambaran dimana dalam proses belajar tersebut berhasil atau

(27)

13

3. Akhlaq

Secara etimologis, Kata akhlaq adalah sebuah kata yang berasal

dari bahasa arab Al-Akhlaaq. Ia merupakan bentuk jamak dari kata

Al-Khuluq yang berarti budi pekerti, tabiat atau watak (Halim, 2000:8).

Akhlaq yaitu budi pekerti atau kelakuan (KBBI, 2003:15). Akhlaq

(moral) adalah sebuah sistem yang lengkap terdiri dari

karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi

istimewa (Mahmud, 2004:26).

Dalam rangka menjernihkan istilah akhlaq, harus kita simak lagi

tentang pengertian etika, moral, karakter, dan kepribadian.

a. Etika

Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan

daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup

kalau ia mau menjadi baik (Suseno, 1987:17). Etika bisa disebut juga

suatu perbuatan harus dilakukan manusia (Bertens, 1993:9). Dengan

kata lain etika bisa disebut juga sebuah ilmu bukan sebuah ajaran.

b. Moral

Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia

sebagai manusia. Jadi bukan mengenai baik-buruknya begitu saja,

misalnya sebagai dosen, tukang masak, pemain bulutangkis atau

penceramah, melainkan sebagai manusia. Bidang moral adalah

bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai

(28)

14

buku petunjuk bagaimana kita harus memperlakukan sepeda motor

kita dengan baik, sedangkan etika memberikan kita pengertian

tentang struktur dan teknologi sepeda motor sendiri.

c. Karakter

Karakter adalah kata benda yang memiliki arti: (1)

kualitas-kualitas pembeda; (2) kualitas-kualitas-kualitas-kualitas positif; (3) reputasi; (4)

seseorang dalam buku atau film; (5) orang yang luar biasa; (6)

individu dalam kaitannya dengan kepribadian, tingkah laku, atau

tampilan; (7) huruf atau simbol; (8) unit data komputer (Permana,

2012:23). Karakter bisa disebut juga dengan tingkah laku atau

tampilan yang mana karakter muncul disebabkan oleh moral.

d. Kepribadian

Terkadang definisi akhlak sebagaimana disebutkan atas

dalam batas-batas tertentu berbaur dengan definisi kepribadian, hanya

saja perbedaan yang pokok antara keduanya sebagai berikut:

1) Akhlaq lebih terarah pada kehendak dan diwarnai dengan

nilai-nilai.

2) Kepribadian mencakup pengaruh fenomena sosial bagi tingkah

laku.

4. Pendidikan Akhlaq

Pendidikan akhlaq dalam Islam adalah pendidikan yang mengakui

bahwa dalam kehidupan manusia menghadapi hal baik dan hal buruk,

(29)

15

peperangan. Untuk menghadapi hal-hal serbakontra tersebut, Islam telah

menetapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang membuat manusia

mampu hidup di dunia. Dengan demikian, manusia mampu mewujudkan

kebaikan di dunia dan akhirat, serta mampu berintraksi dengan

orang-orang yang baik dan jahat. (Mahmud, 20004:121).

Pendidikan akhlaq bisa diartikan sebagai wujud usaha manusia

dalam mewujudkan manusia ke dalam tujuan utama manusia diciptakan,

yaitu mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat.

5. Kitab Taisirul Khalaq

Kitab Taisirul Khalaq yaitu kitab yang berisi tentang

akhlaq-akhlaq agama baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia.

Kitab ini ditulis oleh seorang ulama’ yang bernama Hafidz Hasan

al-Mas’udi, beliau dilahirkan di Baghdad pada akhir abad ke-9 M. Kitab

yang berisi sebanyak 55 halaman dan berisi sebanyak 33 tema ini sangat

ringkas dan mudah dipelajari. Kitab ini sangat cocok untuk dijadikan

pembelajaran bagi orang yang pemula dalam mempelajari tentang akhlaq.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga

pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan

mudah,maka penulis memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan

secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari enam bab yang masing-masing

(30)

16

Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah,

sistematika penulisan.

Bab II Pembahasan bab ini berisi tentang biografi intlektual tokoh

Hafidz Hasan al-Mas’udi, yang meliputi: biografi Hafidz Hasan

al-Mas’udi, situasi keilmuan Islam pada masa kehidupan beliau, karya

pemikiran Hafidz Hasan al-Mas’udi, konsep pendidikan akhlaq dalam kitab

Taisirul Kholaq.

Bab III Pada bab ini membahas tentang pengertian konsep pendidikan

akhlaq, ruang lingkup pendidikan akhlaq, dasar pendidikan akhlaq,

unsur-unsur pendidikan akhlaq, faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan

akhlaq, dan tujuan pendidikan akhlaq.

Bab IV Pada bab ini menjelaskan relevansi konsep pendidikan akhlaq

yang ada dalam kitab Taisirul Khalaq yang dikaitkan dengan konteks

kekinian.

Bab V Memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini,

saran-saran dan kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting dan

(31)

17

BAB II

BIOGRAFI HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI

A. Sejarah Hafidz Hasan Al-Mas’udi

Nama sebenarnya Hafidz Hasan al-Mas’udi ialah Abu al-Hasan Ali bin

Husayn bin Ali al-Mas’udi atau Abu Hassan Ali bin al-Hasyn bin Abdullah

al-Mas’udi. Beliau dilahirkan di Baghdad, Iraq menjelang akhir abad ke-9 M.

Beliau meninggal dunia di Fustat (Mesir) pada tahun 345/1956 M. Pernyataan

ini sama dengan pernyataan dalam al-Dhahabi dan surat tulisan al-Mushabi

yang menyatakan al-Mas’udi meninggal dunia dalam bulan Jamadilakhir 345

M. Beliau terkenal dengan sebutan al-Mas’udi. Beliau berketurunan Arab

yaitu keturunan Abdullah bin Mas’udi seorang sahabat Nabi Muhammad

SAW yang dihormati (Dian, 2013:30).

Mas’udi dilahirkan di kota Bagdad. Pada masa mudanya, dia sangat

menguasai warisan sastra pada zamannya dan juga berbagai ilmu

pengetahuan. Namun, bidang kajiannya yang hakiki ialah pengembaraanya

yang luas di darat dan di laut yang mencakup negeri India hingga lautan

Atlantik, dari laut Merah hingga laut Caspia. Bahkan ada kemungkinan dia

telah mengembara ke Cina dan kepulauan Melayu (Husayn, 2003:131).

Al-Mas’udi dikenal sebagai sejarawan dan ahli geografi Arab. Ia

dilahirkan di Bagdad, Irak, pada akhir abad XIX. Nama lengkapnya adalah

Abu al-Hasan Ali bin Husein Ibnu Ali al-Mas’udi. Setelah menyelesaikan

(32)

-18

istiadat masyarakat suatu tempat. Hal inilah yang mendorongnya untuk

mengembara dari satu negeri ke negeri lain, mulai dari Caspia, Tiberias,

Damaskus, Mesir, dan berakhir di Suriah. Dalam pengembaraannya,

al-Mas’udi mempelajari ajaran Kristen dan Yahudi, serta sejarah negara-negara

Barat dan Timur (Wahyu, 2008:207).

Abul Hasan Ali ibn Husain al-Mas’udi dilahirkan di bagdad sebelum

akhir abad ke sembilan. Dia adalah keturunan Abdullah ibn Mas’udi, sahabat

Nabi yang dihormati. Dia seorang Arab Mu’tazilah yang menghabiskan

sepuluh tahun terakhir hidupnya di Syria dan Mesir, yang akhirnya meninggal

di Kairo pada tahun 957 M. Mas’udi juga penulis dan penjelajah dunia Timur.

Dia masih muda ketika berkelana melintasi Persia dan tinggal di Istakhar

selama kurang lebih setahun pada 915 M. Dari Bagdad ia pergi ke India (916

M), mengunjungi kota-kota Multan, Mansuro. Kembali ke Persia setelah

mengunjungi Kerman (Jamil, 1994:418).

Menurut Husayn (2003:132-133), al-Mas’udi termasuk pembaharu

dalam model tulisan sejarah sekaligus model tulisan geografi. Dalam bidang

sejarah, dia mengubah tulisan kronologis per tahun yang dilakukan oleh

pendahulunya, al-Thabari. Dia tidak menuliskan sejarah dari tahun per tahun,

tetapi dalam model tulisan satu kisah bersambung, yang memiliki kelebihan

dari segi sastranya. Dia tidak memerlukan rangkaian mata rantai sumber

sejarah yang ditilisnya. Dalam tulisannya, ia jarang mencantumkan

sumber-sumber atau rujukan sejarahnya. Dia seperti halnya al-Ya’qubi melakukan

(33)

19

sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Kalau sebelumnya al-Thabari mencurahkan

perhatian kepada sejarah bangsa Arab dan bangsa Persia kuno, al-Mas’udi

memperluasnya dengan menambahkan kajian sejarah Iran, sejarah Yunani,

sejarah Romawi, sejarah Byzantium, bahkan sejarah gereja Kristen. Dalam

geografi, al-Mas’udi juga menempati barisan kedelapan, tanpa ada

tandingannya pada abad kesepuluh Miladi. Karena, dia beralih dari tradisi

penulisan geografi yang hanya diigunakan untuk kepentingan aturan pos dan

perhubungan, serta penarikan pajak. Dia menulis geografi seperti halnya

bangsa Yunani, yang memasukkan peta laut, sungai, bangsa Arab, Kurdi,

Turki, dan Bulgaria, serta perpindahan India dan Negro, serta pengaruh iklim

terhadap akhlak dan adat istiadat suatu bangsa. Bahkan, dia juga menulis dan

berbicara tentang pemikiran mengenai penyatuan berbagai bangsa yang telah

maju, beberapa abad sebelum pemikiran seperti ini muncul dan berkembang

menjadi teori ilmiah dan Eropa.

Dia sangat arif tentang tingginya nilai pengetahuan geografi pada

zamannya. Khususnya buku yang dia tulis, yang berjudul Tanbih wa

al-Isyraf. Adapun buku Muruj al-Dzahab, merupakan buku yang memuat bentuk

kehidupan sosial dan budayanya, pada zaman kekhalifahan Islam yang sangat

baik (Husayn, 2003:133).

Tidak banyak para pendahulu yang mengulas sejarah Hafidz Hasan

al-Mas’udi, para ahli waris juga sangat sulit untuk dilacak karena keberadaan

(34)

20

dimana beliau berkiprah. Namun, sekilas gambaran itu penyusun kira sudah

mewakili.

B. Karya-Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi

Hafidz Hasan al-Mas’udi merupakan ulama’ yang ahli dalam berbagai

bidang ilmu, seperti geografi, pelayaran, sampai ahli dalam bidang

keagamaan. Diantara karya-karya dalam bidang akhlak adalah kitab Taisirul

khalaq, dalam ilmu hadis beliau berhasil menulis sebuah kitab yang berjudul

Minhah al-Mugis, sedangkan kitab Akhbar az-Zaman dan kitab al-Ausat

adalah karyanya dalam bidang sejarah (Dian, 2013:33).

Kitab Akhbar az-Zaman adalah salah satu karya al-Mas’udi yang

terdiri dari tiga puluh jilid. Buku ini berisi tentang uraian sejarah dunia. Karya

lainnya adalah kitab al-Ausat, yang berisi kronologi sejarah umum. Pada

tahun 947, kedua karya tersebut digabungkan menjadi satu dalam sebuah

buku berjudul Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin atau Meadows of Gold and

Mines of Precious Stones (Padang Rumput Emas dan Tambang Batu Mulia).

Pada tahun 956, karya ini direvisi kembali dan diberikan sejumlah tambahan

oleh penulisnya. Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin dianggap sebagai buku yang

memberikan dasar-dasar teori evolusi. Dengan pertimbangan tersebut, buku

ini diterbitkan kembali di Kairo (1866) dan diterjemahkan dalam bahasa

Perancis oleh C.B de Maynard dan P. De Courteille. Hasil terjemahan itu

(35)

21

Buku jilid pertama sempat diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh A.

Sprenger dan dicetak di London (Wahyu, 2008:208).

Dari Basra kemudian pindah ke Fustat (Kairo Kuno) tempat ia menulis

karyanya yang bagus, Kitab Akhbar-uz-Zaman atau Murut-uz-Zaman (Cermin

Zaman) yang lebih dikenal dengan sebutan “Annals” (Catatan Tarikh), dalam

30 jilid dengan suplemen (lembaran ekstra), Kitab-ul-Ausat, sketsa

kronografis mengenai sejarah umum. Karya besarnya ini diselesaikan pada

tahun 956 M sebagaian lagi masih disimpan. Karyanya yang lebih awal

Muruj-uz-Zahab, menyempurnakan isi dua bagian Murat-uz-Zaman.

Karyanya terakhir ditulis pada tahun kematiannya, yaitu Kitab-ut-Tanbih wal

Ishraf (buku Indikasi dan Revisi). Dalam buku ini ia membuat ikhtiar,

mengoreksi dan melengkapi karya-karyanya terdahulu. Buku ini diterbitkan di

Leiden pada tahun 1894 SM dengan penyunting M.J Goeje (Jamil, 1994:419).

Menurut Wahyu (2008:208), selain Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin,

karya al-Mas’udi lainnya adalah kitab at-tanbih wa al-Isyraf (Book of

Indication and Revision), yaitu sebuah buku yang berisi ringkasan koreksi

terhadap tulisannya yang lain. Buku ini juga memaparkan garis besar

pandangan filsafat al-Mas’udi tentang alam dan sejumlah pemikiran

evolusinya. Di kemudian hari, buku ini dietit oleh M.J. de Geoje, sebelum

kemudian diterjemahkan dalam bahasa Perancis oleh Carra de Vaux pada

tahun 1896.

Menurut Jamil (1994:420), Mas’udi disebut sebagai “Heroditus dan

(36)

22

dalam penulisan sejarah. Ia membuat revolusi dalam penulisan sejarah dengan

memperkenalkan studi kritis pada kejadian-kejadian historis, dan juga, tidak

hanya pengelompokan peristiwa menurut tahun, tapi malahan ia kumpulkan

peristiwa-peristiwa menurut dinasti-dinastinya, sebuah cara yang kemudian

diikuti dan dijelaskan oleh Ibn Khaldun. Pengetahuan yang mendalam

mengenai muncul dan jatuhnya dinasti-dinasti di dunia yang banyak sekaliitu

dimilikinya dengan baik dan secara kritisditeliti dalam karya-karya sejarah

geografinya yang monumental seperti tertulis secara mendetail di atas.

Mas’udi sadar akan kebesarannya sebagai sejarawan. Ia berkata, “Saya belum

pernah menemui seorang sejarawan yang menggumuli sejarah dengan cara

yang saya lakukan. Sebuah perbandingan dari karya sejarah saya dengan

karya-karya pendahulu saya akan meyakinkan setiap pembaca akan benarnya

pernyataan saya”. Pandangan Mas’udi sangat luas dan dialah salah seorang

yang pertama kali menggunakan anekdot dalam sejarah. Dia telah melakukan

karya-karya wisata yang ekstensif, berkelana ke segenap penjuru dunia Islam

dalam usahanya mencari data dari tangan pertama. Ini yang memungkinkan

ia menulis karya-karya yang besar seperti; Muruz-uz-Zaman (Cermin Zaman).

Karya lainnya yang patut dicatat adalah Al Tanbih wal ishraf, yang

mengetengahkan teori evolusi.

Karya sejarahnya yang abadi sangat membantu dalam menetapkan

norma teori penulisan sejarah masa kini. Sebuah laporan tentang karya-karya

Mas’udi bisa ditemukan dalam Memoirs de Sacy dan prakata Goeje pada edisi

(37)

23

(Dongeng-dongeng Khalifah) tulisan C.Field, 1909, didasarkan pada

karya-karya Mas’udi (Jamil, 1994:420).

C. Konsep Pendidikan Akhlaq dalam Kitab Taisirul Khalaq

1. Akhlaq kepada Allah

Akhlaq pertama yang ada dalam kitab Taisirul Khalaq yaitu

akhlaq kepada Allah. Dijelaskan di dalamnya bahwa berakhlaq kepada

Allah bisa dilaksanakan dengan cara bertaqwa kepada Allah, dalam arti

taqwa itu sendiri yaitu melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi

semua larangan-Nya, baik dalam keadaan sepi atau ramai. Keberhasilan

taqwa bisa dilaksanakan dengan menanamkan perkara yang bagus dan

menghindari dari perkara yang buruk (Hafidz, tt:3).

Adapun strategi bertaqwa antara lain (Hafidz, tt:3-4):

a. Merasa bahwa diri kita itu hina atau lemah dan mengakui bahwa

Allahlah yang memberikan kekuatan kepada kita, serta mengakui

bahwa Allahlah yang Maha Agung.

b. Tidak mudah melaksanakan perbuatan maksiat atau dosa, baik itu

kepada Allah atau kepada makhluk ciptaan-Nya.

c. Bersyukur kepada Allah dan menerima atas apa saja yang telah Allah

berikan kepada kita.

d. Selalu mengingat akan hadirnya kematian yang akan menunggu kita.

(38)

24

2. Adab Guru dan Murid

Guru adalah orang yang mempunyai kesempurnaan ilmu dan

orang yang bisa mengerti akan keadaan murid, guru harus mempuyai sifat

terpuji yang mana akan berpengaruh kepada murid serta guru juga

menjadi dalang bagi murid yang mana keberhasilan murid itu ada pada

gurunya. Sifat guru sebaiknya bersifat sopan santun, sabar, pengasih,

penyayang, lemah lembut, dan lain-lain (Hafidz, tt:4).

Sebaliknya, murid mempunyai kewajban untuk menghormati guru

dan menghormati kepada sesama teman-temannya (Hafidz, tt:5).

Adab yang harus dimiliki oleh murid antara lain (Hafidz, tt:5-6):

a. Memelihara diri sendiri hal ini diwujudkan dengan cara tawadu’,

tidak sombong dan memelihara seluruh anggota badannya.

b. Adab kepada guru sebagai murid yang mempunyai adab yang baik

harus mempercayai bahwa guru itu lebih utama dari pada kedua orang

tua, sopan kepada guru baik di depan maupun di belakangnya, tidak

memuji guru lain di depan gurunya, dan mentaati apa yang sudah

diajarkan oleh guru.

c. Adab kepada sesama teman merupakan sifat yang saling memuji

dengan sesama, tidak mengolok-ngolok teman, tidak sombong, dan

(39)

25

3. Akhlaq kepada diri sendiri dan orang lain.

Dalam kehidupan tidak ada orang yang tidak membutuhkan bantuan

orang lain. Di dalam bermasyarakat ada beberapa hal yang harus

diperhatikan antara lain (Hafidz, tt:6):

a. Hubungan anak dengan orang tua

Orang tua merupakan salah satu sebab seorang anak itu ada di muka

bumi ini yang mana perjuangan dari orang tua itu tidak habis dihitung

dengan apapun terutama seorang ibu yang telah mengandung seorang

anak dan melahirkannya, dan bapak lah yang bertanggung jawab atas

semua kehidupan di rumah tangga. Dengan itu anak haruslah berbakti

kepada kedua orang tua dan membuat bangga kepada mereka (Hafidz,

tt:6).

b. Hubungan saudara

Dalam hubungan saudara semua dianggap keluarga dan peliharalah

hubungan persaudaraan. Bahkan Allah dan utusanNya

memerintahkan untuk memelihara tali persaudaraan dan melarang

untuk memutus tali persaudaraan (Hafidz, tt:7).

c. Hubungan tetangga

Tetangga merupakan orang yang bertempat tinggal yang paling deket

dengan kita maka kita harus menghargai mereka, menanggung

(40)

26

d. Adab pergaulan

Di dalam pergaulan kita dianjurkan berwajah ceria, setia kawan,

menghargai pendapat orang lain, rendah hati dan tidak sombong,

lebih baik berdiam jika teman bergurau, meminta maaf dan

memaafkan jika punya kesalahan kepada teman. Ada tiga hal yang

harus dipegang oleh manusia yaitu; dapat dipercaya, dermawan, dan

tidak membuka aib seseorang (Hafidz, tt:8-9).

e. Ramah tamah

Al-Mas’udi menyebutkan tentang bab ramah tamah menggunakan

kata ulfah. Kata ulfah disini berarti ramah terhadap semua orang

bukan hanya kepada keluarga dan saudara kita saja. Di antara dasar

yang dijadikan pedoman kenapa seorang muslim harus ramah adalah

karena faktor agama, nasab, memperkuat tali persaudaraan.

Sedangkan manfaat dari kasih sayang dalam persaudaraan adalah

timbulnya rasa simpati, tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa

yang pada akhirnya segala permasalahan menjadi mudah dan

bebannya berkurang karena di kerjakan bersama dan saling bantu

membantu (Hafidz, tt:9-10).

f. Persaudaraan

Persaudaraan secara sederhana dapat diartikan menjadi ikatan kuat di

antara dua orang yang kemudian menjadi rasa persaudaraan antara

keduanya. Kedua orang yang saling bersaudara dianjurkan saling

(41)

27

lain, saling memaafkan kesalahan satu sama lain, saling mencegah

kemunkaran antara keduanya, saling mengajak kepada kebaikan, dan

yang tidak kalah penting adalah mempertahankan ikatan tali

persaudaraannya. Terlepas dari semua itu, manfaat ikatan persaudaran

sangatlah luas, manusia diciptakan dengan karakter sosial tinggi

sehingga ikatan persaudaraan menjadi sangat penting untuk

menopang hubungan tersebut. Kesimpulannya sebagai seorang

muslim wajib menjaga tali persaudaraan antara kerabat, keluarga dan

saudara serta sesama muslim pada umumnya (Hafidz, tt:10-11).

4. Adab Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal-hal yang seorang lakukan

dan harus dengan cara yang baik untuk mendapatkan hal yang baik juga.

Di antara adab-adab tersebut antara lain (Hafidz, tt:11-15):

a. Adab di dalam majlis ilmu

b. Adab makan

c. Adab minum

d. Adab tidur

e. Adab di dalam masjid

(42)

28

5. Akhlaq Mahmudah (terpuji) dan Madzmumah (tercela)

a. Akhlaq Mahmudah (terpuji)

Akhlaq mahmudah atau bisa disebut dengan akhlaq terpuji antara

lain; jujur, amanah, murah hati, dermawan, rendah hati, adil, dan

lain-lainnya (Hafidz, tt:17-28).

b. Akhlaq Madzmumah (tercela)

Akhlaq madzmumah atau disebut dengan akhlaq tercela antara lain;

dusta, dendam, hasud, menggunjing, adu domba, sombong, dholim,

(43)

29

BAB III

LANDASAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Akhlaq

Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama

paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi, dikenal

dengan educare, artinya membawa keluar (suatu yang ada di dalam). Bahasa

Belanda menyebut istilah dengan nama opvoeden, yang berarti membesarkan

atau mendewasakan, atau voden artinya memberi makan. Dengan bahasa

Inggris dengan istilah educate/education, yang berarti to give moral and

intellectual training artinya menanamkan moral dan melatih intelektual

(Muhadjir, 1993:15)

Mahfud (2006:32-34), secara sederhana dan umum, pendidikan

bermakna sebagai usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan

potensi-potensi bawaan, baik jasmani dan rohani, sesuai dengan nilai-nilai yang ada di

dalam masyarakat dan kebudayaan.

Bagi kehidupan umat manusia pendidikan merupakan kebutuhan

mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mustahil

suatu kelompok manusia dapat hidup dan berkembang sejalan dengan aspirasi

(cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan

hidup mereka.

Definisi tentang pendidikan (pedagogi) itu sendiri sangat banyak. Para

pemikir pendidikan berbeda pendapat dengan definisi pendidikan. Meski

(44)

30

pendidikan yang beragama dan berbeda-beda tersebut justru menjadi

kekayaan intlektual dalam khazanah pemikiran pendidikan kontemporer yang

sangat berharga.

Beberapa definisi tentang pendidikan dari para pakar pendidikan

tersebut, yang perlu kita ketahui di antaranya adalah definisi yang

disampaikan oleh Langeveld. Pakar pendidikan dari Belanda ini

mengemukakan, bahwa pendidikan ialah suatu bimbingan yang diberikan oleh

orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu

kedewasaan.

Dalam undang-ungang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional menyebutkan: “pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlaq mulia,

serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

(Undang-undang sistem pendidikan nasional 2008:3).

Selain itu, definisi pendidikan juga dikemukakan oleh Ki Hadjar

Dewantara dalam kongres Taman Siswa yang pertama pada 1930 ia

menyebutkan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk

memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran

(intelek), dan tubuh anak. Dalam Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan

bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan

(45)

31

Menurut Driyarkara, pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia

muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah yang disebut mendidik.

Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda (Dikti, 1984:19).

Dalam Dictionary Education dikemukakan, bahwa definisi pendidikan

adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan

bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana kita hidup,

proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang

terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia

dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan

kemampuan individu yang optimum (maksimal). Crow and Crow

mendefinisikan pendidikan sebagai proses yang berisi berbagai macam

kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu

meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke

generasi (Suprapto, 1975:7).

Dari berbagai definisi tentang pendidikan di atas, dapatlah diikhtiarkan

bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai:

1. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan.

2. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak-anak dalam

pertumbuhannya.

3. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu

yang dikehendaki oleh masyarakat.

4. Suatu pembentukan karakter, keperibadian dan kemampuan anak-anak

(46)

32

Kata akhlaq berasal dari bahasa arab ٌ قلاْخَا bentuk jamak dari ٌ قُلُخ yang

berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (IAIN Walisongo,

2004:109).

“Al-Khuluq (jamaknya al-Akhlaq) ialah ibarat (sifat atau keadaan) dari

perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh

perbuatan-perbuatan dengan wajar dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan

pertimbangan” (Zainuddin dkk, 1991:102).

Pendidikan akhlak bisa diartikan sebagai wujud usaha manusia dalam

mewujudkan manusia ke dalam tujuan utama manusia diciptakan, yaitu

mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat. Dengan begitu dapat disimpulkan

juga bahwa pendidikan akhlak merupakan usaha yang secara sadar untuk

membimbing dan mengarahkan kehendak seseorang untuk mencapai tingkah

laku yang mulia dan menjadikannya sebagai kebiasaan.

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlaq

Dalam ilmu usul fiqh yang menjadi rujukan pencarian hukum maka

dikenal prinsip Maqasid Al Syari’ah yang tidak lain merupakan salah satu

prinsip fiqh yang mangkaitkan dengan akhlak. Segala sesuatu menjadi benar

apabila tidak bertentangan dengan lima prinsip tersebut, didapatkan ruang

lingkup akhlak harus berpedoman pada ; Hifdu ad-Din (Menjaga Agama),

Hifdu an-Nafs (Menjaga Jiwa), Hifdu al-Aql (Menjaga Akal), Hifdu al-Mal

(47)

33

Akhmad Azhar Basyir (1987:6 dalam Mujiono dkk, 2002:94)

menyebutkan bahwa cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan

menusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk

sosial, khalifah di muka bumi serta sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.

Dengan demikian Basyir merumuskan bahwa ruang lingkup akhlaq

sebagai berikut ; Akhlaq terhadap Allah SWT, Akhlaq terhadap keluarga,

Akhlaq terhadap Masyarakat, dan Akhlaq terhadap Makhluk lain.

Apabila dipadukan, antara prinsip Maqasid al Syari’ah dengan

rumusan Akhmad Basyir tentang ruang lingkup akhlak maka terlihat ada salah

satu aspek yang tertinggal yaitu aspek menjaga terhadap harta. Akhlaq

bagaimana manusia bersikap terhadap harta sangat diperlukan mengigat

banyak manusia tergelincir pada lubang kesesatan dikarenakan oleh harta.

C. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlaq

1. Tujuan Pendidikan Akhlaq

Pendidikan merupakan sebuah proses manusia untuk menjadi

makhluk yang berakal sehingga pengukuran dari pendidikan tersebut

adalah bagaimana tujuan pendidikan itu tercapai.

Pendidikan suatu bangsa mungkin tidak akan sama dengan bangsa

lainnya, karena pandangan hidup mereka biasanya tidak sama. Tetapi,

pada dasarnya, pendidikan setiap bangsa tentulah sama, yaitu semua

mengingginkan terwujudnya manusia yang baik yaitu manusia yang

(48)

34

pandai, dan hatinya berkembang dengan sempurna. Tujuan pendidikan

pada tingkat nasional itu dijabarkan ke dalam tujuan pendidikan yang

lebih khusus, yaitu tujuan pendidikan pada tingkat institusional

(lembaga), disesuaikan dengan tingkat dan jenis pendidikan tertentu

(Tafsir, 1990:16).

Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia

yang mempunyai fungsi untuk membantu perkembangan manusia untuk

mencapai manusia seutuhnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Zahra Idris

dalan bukunya “pengantar pendidikan” (2004:34) bahwa tujuan

pendidikan adalah memberikan bantuan terhadap anak seutuhnya. Dalam

arti, supaya dapat mengembangkan potensi fisik, emosi, sikap, moral,

pengetahuan, dan ketrampilan semaksimal mungkin agar menjadi

manusia dewasa.

Apabila dikaitkan dengan ajaran Islam maka tujuan pendidikan

tidak dapat lepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam yaitu untuk

menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa

kepada-Nya dan dapat mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat

(Azra, 2000:8).

Rumusan tujuan pendidikan dan akhlaq di atas hakikatnya dapat

dilakukan melalui membangun motivasi pribadi dan orang lain untuk

(49)

35 yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (QS.

Al-Ahzaab:21)

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan akhlaq

adalah terciptanya manusia yang beriman perilaku lahir dan batin yang

seimbang (seperti Nabi) (Afriantoni, 2007:46).

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tujuan pendidikan akhlaq

adalah untuk menjadi manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlaq

mulia, yang mengantarkan dia kepada kebahagiaan di dunia dan di

akhirat. Di samping itu, bagi umat Rasulullah, manusia dituntut untuk

berprilaku sesuai dengan panutan umat manusia atau suri tauladan demi

mencapai kebahagiaan yang hakiki.

2. Kurikulum

Zuhairini (1983:57-58), istilah kurikulum berasal dari kata

curriculum” yang mempunyai arti “a course of study in a scool”. Istilah

kurikulum ini pada mulanya dipakai oleh bangsa Yunani di lapangan

atletik dengan pengertian “jarak yang harus ditempuh ”.

Curriculum dipandang sebagai sejumlah mata pelajaran tertentu

yang harus ditempuh atau sejumlah pengetahuan yang harus dikuasai

(50)

36

Pendapat ini sesuai benar dengan rencana pelajaran yang kita

sedang berkembang (under developed countries) termaksuk Indonesia,

yang sebagaian besar pendidikan masih membatasi kurikulum pada empat

dinding sekolah yang dimana murid-murid diwajibkan dengan tekun

belajar dan menghafal.

Sesuai dengan pengertian kurikulum (secara umum) seperti uraian

terdahulu, maka kita dapat mengambil pengertian kurikulum pendidikan

Agama.

Pengertian kurikulum pendidikan Agama ialah: bahan-bahan

pendidikan agama berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang

dengan segaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka

mencapai tujuan pendidikan Agama. Atau dengan kata yang lebih

sederhana “kurikulum pendidikan Agama adalah: semua pengetahuan,

aktifitas (kegiatan-kegiatan) dan juga pengalaman-pengalaman yang

dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak

didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Agama” (Zuhairini,

1983:59).

Dengan demikian kurikulum pendidikan Akhlaq dapat diartikan

sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta

didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, serta

nilai-nilai lainnya.

Sebagai sebuah sistem, kurikulum terdiri atas

(51)

37

satu sama lainnya. Gunawan (2014:48-57) komponen-komponen tersebut

antara lain:

a. Tujuan kurikulum

Secara sederhana, tujuan kurikulum menurut Daradjat (1996:29)

sering dimaknai sebagai sesuatu yang diharapkan tercapai setelah

melakukan serangkaian proses kegiatan. Dalam setiap kegiatan

termasuk dalam kegiatan pendidikan sepatutnya mempunyai tujuan,

karena tujuan akan menentukan arah dan target apa yang hendak

dicapai. Tujuan juga menjadi gambaran tentang hasil akhir dari suatu

kegiatan.

Tujuan kurikulum memegang peranan yang sangat penting dalam

proses pendidikan, karena tujuan akan mengarahkan semua kegiatan

pendidikan dan komponen-komponen kurikulum lainnya.

b. Materi

Materi atau program dalam kurikulum pada hakikatnya adalah isi

kurikulum atau konten kurikulum itu sendiri. Al-Basyir (1995:23)

menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan materi adalah

“wayuqshadu bil al-muhtawa al-muqarrarat al-dirasiyah wa

maudhu’aat al-ta’alum”, yakni tema-tema pembelajaran yang telah

ditentukan, yang mengandung berbagai ketrampilan, baik yang

bersifat aqliyah (knowledge), jasadiyah, dan berbagai cara

(52)

38

Pemilihan dan penentuan materi disesuaikan dengan tujuan yang telah

dirumuskan dan ditetapkan. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun

2003 tentang Sisdiknas telah ditetapkan, bahwa isi kurukulum

merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan

penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka

upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.

c. Metode

Istilah metode secara sederhana sering diartikan sebagai “cara yang

cepat dan tepat”. Secara etimologi, kata “metode” berasal dari kata

meta dan hodos, yang sering diartikan dengan “melalui” dan “jalan”

dalam mengerjakan sesuatu (Uhbiyati, 1992:136). Dalam kamus

bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah thariqah jamaknya

thuruq, yang berarti langkah-langkah strategis untuk melakukan suatu

pekerjaan (Ramayulis,2004:155). Akan tetapi jika dipahami dari asal

kata method (bahasa inggris), ini mempunyai pengertian yang lebih

khusus, yakni cara yang tepat dan cepat dalam mengerjakan sesuatu.

Ungkapan cara yang paling tepat dan cepat ini membedakan dengan

istilah way (bahasa inggris) yang berarti cara juga (Tafsir, 1996:8).

d. Evaluasi

Kata “evaluasi” berasal dari kata to evaluate yang sering diartikan

dengan “menilai”. Istilah nilai (value) pada mulanya dipopulerkan

oleh filsuf, dan Plato-lah yang mula-mula mengemukakannya.

(53)

39

untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia

pendidikan. Menurut Ilmu Jiwa, evaluasi berarti menetapkan

fenomena yang dianggap berarti di dalam hal yang sama berdasarkan

suatu standar (Hamalik, 1999:196).

Evaluasi merupakan suatu bagian komponen kurikulum. Dengan

evaluasi, dapat diperoleh informasi yang akurat tentang

peyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa.

Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang kurikulum

itu sendiri, pembelajaran, kesulitan, dan upaya bimbingan yang perlu

dilakukan.

3. Lembaga

Lembaga merupakan wadah untuk menampung semua yang terjadi

dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga sebagai

badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan

keilmuan atau melakukan sesuatu usaha (KBBI, 2005:582).

4. Pendidik

Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari W.J.S.

Poerwadarminta, pengertian pendidik adalah orang yang mendidik.

Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang

melakukan kegiatan dalam bidang mendidik (Abudin Nata, 1997:61).

Jika dari segi bahasa pendidi dikatakan sebagai orang yang

mendidik, maka arti luas dapat dikatakan bahwa pendidik adalah semua

(54)

40

pembinaan orang lain (peserta didik) agar tumbuh dan berkembang

potensinya menuju kesempurnaan. Wiji Suwarno (2006:37) menjelaskan

bahwa pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempegaruhi orang

lain (peserta didik) untuk mencapai tingkat kesempurnaan (kemanusiaan)

yang lebih tinggi. Status pendidik dalam model ini bisa diemban oleh

siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Dalam konteks pendidikan sebagai aktivitas fenomenal yang

dilakukan oleh orang dengan orang lain dan dapat memberikan pengaruh

positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari manusia yang

terjadi di masyarakat, dan dilaksanakan kegiatannya melalui jalur luar

sekolah, maka yang dinamakan pendidik bisa dilakukan oleh siapa saja,

kapan saja, dan di mana saja, seperti orang tua menjadi pendidik

anak-anaknya, pemimpin menjadi pendidik terhadap yang dipimpinnya,

seorang pejabat bisa menjadi pendidik terhadap bawahannya, presiden

bisa menjadi pendidik terhadap rakyatnya, direktur perusahaan bisa

menjadi pendidik terhadap karyawannya, tokoh masyarakat bisa menjadi

pendidik terhadap pengikutnya, kepala desa, ketua RT atau RW bisa

menjadi pendidik terhadap warganya, dan lain sebagainya.

Dalam konteks pendidikan sebagai usaha sadar yang dengan

sengaja dirancang atau didisain dan dilakukan oleh seorang pendidik

kepada peserta didik agar tumbuh dan berkembang potensinya menuju ke

arah yang lebih sempurna (dewasa), dan dilaksanakan melalui jalur

(55)

41

dipersempit maknanya. Yakni, pendidik adalah orang-orang yang sengaja

dipersiapkan untuk menjadi pendidik secara profesinal. Artinya pekerjaan

seorang pendidik merupakan pekerjaan profesi (Yasin, 2008:68-69).

Apabila dikaji lebih mendalam, dalam literatur kependidikan Islam

sebagaimana dijelaskan oleh Muhaimin (2004:209-213) bahwa, seseorang

yang memiliki tugas mendidik dalam arti pencipta, pemelihara, pengatur,

pengurus, dan memperbaharui (memperbaiki) kondisi peserta didik agar

berkembang potensinya, disebut “murabby”. Orang yang memiliki

pekerjaan sebagai “murabby” ini biasanya dipanggil dengan sebutan

“Ustadz”.

Yasin (2008:85), seorang pendidik atau ustadz memiliki tugas dan

kompetensi yang melekat pada dirinya antara lain:

a. Sebagai Mu’allim, artinya bahwa seorang pendidik itu adalah orang

yang berilmu (memiliki ilmu) pengetahuan luas, dan mampu

menjelaskan, mengajarkan, mentrasfer ilmu tersebut kepada peserta

didik, sehingga peserta didik bisa mangamalkannya dalam kehidupan.

b. Sebagai Mu’addib, artinya apabila mu’addib sebagai isim fa’il dari

kata “addaba-yuaddibu-ta’diiban” yang berarti mendisiplinkan atau

menanamkan sopan santun. Maka seorang mu’addib adalah seseorang

yang memiliki kedisiplinan kerja yang dilandasi dengan etika, moral,

dan sikap yang santun, serta mampu menanamkannya kepada peserta

(56)

42

c. Sebagai mudarris, artinya orang yang memiliki tingkat kecerdasan

intelektual lebih, dan berusaha membantu menghilangkan,

menghapus kebodohan atau ketidaktauan peserta didik dengan cara

melatih intelektualnya melalui proses pembelajaran sehingga peserta

didik memiliki kecerdasan intelektual dan keterampilan.

d. Sebagai mursyid, artinya orang yang memiliki kedalaman spiritual

atau memiliki tingkat penghayatan yang mendalam terhadap

nilai-nilai keagamaan, memiliki ketaatan dalam menjalankan ibadah, serta

berakhlak mulia. Kemudian berusaha untuk memengaruhi peserta

didik agar mengikuti jejak kepribadiannya melalui kegiatan

pendidikan.

5. Peserta didik

Salah satu dimensi penting dalam sistem pendidikan adalah peserta

didik. Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan subjek dan

objek yang aktif. Dikatakan subjek karena mereka berperan sebagai

pelaku utama dalam proses belajar dan pembelajaran. Sedangkan

dikatakan sebagai objek karena mereka sebagai sasaran didik untuk

ditumbuh kembangkan oleh pendidik. Jika peserta didik dijadikan

sasaran, maka mereka harus berperan sebagai subyek yang aktif dalam

belajar dengan difasilitasi oleh sumber belajar, termasuk di dalamnya

adalah pendidik (Yasin, 2008:94).

Aktivitas kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan

(57)

43

didik merupakan salah satu dimensi yang perlu diketahui dan dipahami

oleh seluruh pihak peyelenggara pendidikan, terutama pendidik yang

terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Tanpa pemahaman yang

utuh terhadap peserta didik, sulit rasanya bagi pendidik untuk dapat

menghantarkan peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang

diinginkan.

Istilah peserta didik jika dimaknai sebagai orang (anak) yang

sedang mengikuti proses kegiatan pendidikan atau proses

belajar-mengajar untuk menumbuh-kembangkan potensinya.

Maka Yasin (2008:101), dalam literatur bahasa Arab yang sering

digunakan oleh para tokoh pendidikan dalam islam, antara lain ditemukan

dengan nama sebagai berikut:

a. Mutarabby, mengandung makna sebagai orang (peserta didik) yang

sedang dijadikan sebagai sasaran untuk dididik dalam arti diciptakan,

dipelihara, diatur, diurus, diperbaiki, diperbaharui melalui kegiatan

pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dengan murabby

(pendidik).

b. Muta’alim, mengandung makna sebagai orang yang sedang belajar

menerima atau mempelajari ilmu dari seorang mu’allim (pengajar

ilmu) melalui proses belajar-mengajar.

c. Muta’addib, adalah orang yang sedang belajar meniru, mencontoh

Referensi

Dokumen terkait

belajar bervariasi dari satu kelas ke kelas lain sesuai dengan bidang studi

Menurut Swastha (2009:234), “K omunikasi pemasaran adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual, dan merupakan kegiatan yang membantu dalam

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh cash ratio , debt to equity ratio , profitabilitas , retun on aset , debt to total aset dan growth terhadap dividend

H3 = Tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap keputusan pengambilan modal pada lembaga kredit informal. Budaya

Merupakan tembusan surat order pengiriman yang dikirim ke fungsi gudang untuk menyiapkan jenis barang dengan jumlah seperti yang tercantum di dalamnya, agar

Tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis pengendalian internal sistem informasi aplikasi pembelian dan persediaan yang sedang berjalan guna

Hasil wawancara dan observasi menunjukkan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII F di SMP Negeri 1 Bantarsari masih rendah, hal ini disebabkan karena

This study is aimed to develop teaching material based on learning style whether visual, auditory, and kinesthetic based on mathematical reflective thinking ability (MRTA) stages