KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM KITAB
TAISIRUL KHALAQ KARYA HAFIDZ HASAN
AL-
MAS’UDI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdi)
OLEH
MUHAMMAD TASLIM
NIM: 11111161
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
ii
vi
MOTTO
"
ََ قا َمْرُ ظْ نُ أ
ا
ََ قَ ْ ن َمْرُ ظْ نَ تاَلَوَ َل
اََل"
“
Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan lihat siapa
vii
Persembahan
Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Orang tuaku tercinta bapak H. Ja’rofi dan ibu Muchlikah, yang senantiasa
mencurahkan kasih sayang, dukungan moral maupun materiil dan do’a
yang tak pernah putus untuk putra-putrinya.
2. Anggota keluargaku yang selalu mendukungku dan selalu memberi
semangat dan membantuku (kakakku: Umi Latifah, Hasan Hakim,
Rohman Hakim dan adikku: Rohmatul Umah, Nurul Afdhilah, Siti
Haniam Mariah, M. Nurul Huda, M. Ibnu Hasan).
3. Bapak H. Sa’adi yang telah sabar membimbing dan mendo’akan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Para pengasuh PP. Darul Falah (KH. Taufiqul Hakim) dan PP. Al-Hasan
(KH. Ichsanuddin) serta para Ustadz-Ustadz yang senantiasa mendo’akan
dan membimbing dalam menuntut ilmu.
5. Teman-temanku PAI E dan angkatan 2011 yang sama-sama berjuang dan
belajar di IAIN Salatiga (khususnya temen-temen Chrysophyllum Cainito).
6. Temen-temen PP. Darul Falah dan PP. Al-Hasan yang senantiasa memberi
dukungan dan mendo’akan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Semua pihak yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah
SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut
setiaNya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. BapakSuwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
4. Bapak Dr. H. Sa’adi., M.Ag., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan
waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
5. Ibu Dra. Sri Suparwi., selaku pembimbing akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
ix
7. Bapak dan ibu serta saudara-saudara di rumah yang telah mendoakan dan
mendukung penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan
penuh kasih sayang dan kesabaran.
8. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penyelesaian skripsi ini
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga
bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Salatiga, 10 Februari
2016
Penulis,
Muhammad Taslim
x
ABSTRAK
Taslim, Muhammad. 2016. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Taisirul Khalaq Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. H. Sa’adi,M.Ag.
Kata kunci: Konsep, Pendidikan, Akhlaq
Pendidikan akhlaq merupakan bagian dari ajaran pendidikan Islam. Kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia sebagian besar beragama Islam. Dengan demikian pendidikan akhlaq yang baik ini diharapkan nilai-nilai ajaran pendidikan Islam dapat ditanamkan dan dilaksanakan di Negara Indonesia ini. Pendidikan akhlaq lebih utama ditanamkan mulai dari masa dini agar kelak di masa yang akan datang bisa menjadi tauladan bagi generasi selanjutnya. Pendidikan akhlaq merupakan hal yang penting bagi manusia untuk mendapatkan kebahagian di dunia maupun di akhirat. Karena pentingnya pendidikan akhlaq ini maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti megenai konsep pendidikan akhlaq dalam kitab
Taisirul Kholaq. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui
lebih dalam bagaimana konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq?.
Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq
dalam konteks kekinian?. Setelah melakukan penelitian secara mendalam diharapkan peneliti dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang konsep
pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq, relevansi konsep pendidikan
akhlaq dalam kitab Taisirul Kholaq dalam konteks kekinian.
Metode yang digunakan peneliti yaitu literature (kepustakaan). Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel atau lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber yaitu data primer dan sekunder. Kemudian data dianalisis menggunakan metode deskriptif, filosofis, kontekstual, dan kritik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan akhlaq dalam kitab
Taisirul Kholaq meliputi; akhlaq kepada Allah, adab guru dan murid, akhlaq
kepada diri sendiri dan orang lain, adab sehari-hari, akhlaq mahmudah dan akhlaq
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTODAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah ... 1
B. RumusanMasalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. KegunaanPenelitian ... 6
E. Metode Penelitian ... 7
xii
G. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II BIOGRAFI HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI A. Sejarah Hafidz Hasan Al-Mas’udi ... 17
B. Karya-Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi ... 20
C. Konsep Pendidikan Akhlaq dalam Kitab Taisirul Kholaq ... 23
BAB III LANDASAN TEORI A. Konsep Pendidikan Akhlaq ... 29
B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlaq ... 32
C. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlaq... 33
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlaq ... 51
E. Macam-Macam Akhlaq Dalam Al-Qur’an ... 54
BAB IV ANALISIS A. Akhlaq Kepada Allah ... 61
B. Adab Guru Dan Murid ... 62
C. Akhlaq Kepada Orang Lain ... 64
D. Adab Sehari-Hari ... 67
E. Akhlaq Mahmudah Dan Akhlaq Madzmumah ... 70
F. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Taisirul Kholaq Dikaitkan Dengan Masa Kekinian ... 79
xiii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Riwayat Hidup Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk
pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik
yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan
yang harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia, dan alam semesta
(Daulay, 2012:3).
Dalam pendidikan Islam sangat jelas bahwa di dalamnya mempunyai
tujuan yang sangat erat dengan membentuk kepribadian atau untuk
membentuk insan kamil yang mana untuk mencapai tujuan itu tak lepas dari
hubungan Allah, manusia, dan alam semesta, dan tujuan pendidikan Islam
sangat erat kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia sebagai khalifah
Allah dan sebagai ‘abd Allah. Oleh karena itu Allah mengutus Rasulullah
untuk menjadikan gambaran seorang khalifah di muka bumi ini serta wajib
bagi untuk meniru teladan-teladan yang dimiliki oleh Rasulullah SAW.
Sesungguhnya pendidikan akhlaq menjadi bagian yang penting pula
dalam substansi pendidikan Islam sehingga al-Qur’an menganggapnya
sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga Islami,
masyarakat dan umat Islam seluruhnya. Akhlaq adalah buahnya Islam yang
diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlaq
2
merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan
masyarakat, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan
dan binatang (Hafidz, 2009:107).
Oleh karena demikian, pentingnya pendidikan akhlaq di dalam
pendidikan sangat penting bahkan pendidikan akhlaq sendiri menjadi bagian
yang terpenting dalam pendidikan Islam. Dalam ajaran Islam banyak sekali
yang membahas ajaran-ajaran pembentukan akhlaq yang terutama membahas
akhlaq mulia karena pembentukan akhlaq mulia itu adalah misi Islam,
sebagaimana tujuan Rasulullah yaitu untuk menyempurnakan akhlaq mulia.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sumber utama pendidikan
Islam sebagai disiplin ilmu adalah kitab suci al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
SAW serta pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuwan muslim sebagai
tambahan (Arifin, 1995:15).
Agama Islam memperhatikan masalah akhlaq melebihi perhatiannya
dari hal-hal yang lain. Perhatian itu sampai sedemikian rupa, sehingga akhlaq
sebagai satu pokok tujuan risalah. Dalam hal ini beliau bersabda:
َمَنّإ
Artinya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq
manusia” (H.R. Ahmad) Imam Ahmad bin Hambal, 2008:9.187
(www.maktabahsamilah.com).
Akhlaq merupakan lambang kualitas seorang manusia, masyarakat,
3
Akhlaq merupakan sifat yang dekat dengan iman. Baik buruknya
akhlaq menjadi salah satu syarat sempurna atau tidaknya keimanan seseorang.
Orang yang beriman kepada Allah akan membenarkan dengan
seyakin-yakinnya akan ke-Esa-an Allah, meyakini bahwa Allah mempunyai sifat
sempurna dan tidak memiliki sifat kurang, atau menyerupai sifat-sifat
makhluk ciptaan-Nya (Siroj, 2004:3).
Lingkungan pergaulan anak saat ini sudah sangat mengkhawatirkan,
karena sudah sangat banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh
orang-orang dan bahkan tanpa kita semua sadari. Hal ini menjadikan keprihatinan
kita semua. Sebab, kondisi tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan anak
hingga menjadi dewasa kelak. Apabila tidak ada cara untuk membentengi diri
anak dari segala terjangan hal-hal yang buruk, maka anak akan dipastikan
terpengaruh perilaku yang buruk, dan bukan tidak mungkin anak menjadi
terbiasa untuk melakukan perbuatan yang buruk, tentu sebagai orang tua hal
tersebut tidak ingin anaknya mengalami nasib yang seperti itu.
Dalam al-Qur’an Allah telah memberikan berbagai macam amanah
dan tanggung jawab kepada manusia. Amanah dan tanggung jawab adalah hal
terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Dalam hal ini, orang tua
(termasuk guru, pengajar, dan pengasuh) harus memberikan pendidikan yang
benar terhadap anak. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah surat
4
Lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam
kehidupan bermasyarakat, dan dapat membentuk suatu kebiasaan terhadap
seseorang. Terlebih pada pertumbuhan anak-anak yang masih duduk di
bangku sekolah. Kemerosotan akhlaq pada anak-anak dapat kita lihat
banyaknya siswa tawuran, mabuk, membolos, berani, dan durhaka kepada
orang tua, bahkan sampai membunuh. Bila tidak dididik dari anak-anak maka
akan berdampak kelak di masa dewasa bahkan masa tuanya. Hal ini terlihat
dari banyaknya kasus akhlaq yang buruk dilakukan oleh orang dewasa atau
orang tua. Misalnya; pembunuhan, pemperkosaan, pencurian, dan lain-lain.
Dalam hal ini perlu benteng pembatas untuk membentuk akhlaq yang baik,
yakni keluarga dan lembaga pendidikan. Upaya tersebut untuk memulihkan
kondisi yang baik, dengan memberikan dan menanamkan kembali akan
pentingnya pendidikan dalam membina akhlaq anak didik. Baik itu kepada
orang tuanya, maupun lingkungannya. Dalam pembelajaran itu sendiri
dibutuhkan sebuah tatanan akhlaq yang harus diterapkan, agar kemanfaatan
sebuah ilmu itu merasuk pada hati peserta didik dan dapat terlahir dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai keberhasilan pendidikan diperlukan adanya kerjasama
antara pendidik dan peserta didik. Walau bagaimanapun pendidik berusaha
menanamkan pengaruhnya kepada peserta didik apabila tidak ada kesiapan
dan kesediaan dari peserta didik itu sendiri untuk mencapai tujuan, maka
pendidikan akan sulit dibayangkan berhasil. Namun perlu digaris bawahi,
5
membutuhkan adanya sebuah akhlaq dan aturan yang bisa mengantarkan
kepada sebuah keberhasilan guru dan murid. Dengan kata lain, dengan
membiasakan akhlaq yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar
merupakan langkah untuk mencapai suatu keberhasilan belajar.
Melihat begitu pentingnya pendidikan akhlaq yang dimulai dari masa
dini hingga masa yang akan datang dan untuk menumbuhkan akhlaq yang
digambarkan oleh Rasulullah maka di sini Hafidz Hasan al-Mas’udi menulis
sebuah karya yang berisi tentang akhlaq-akhlaq yang diberi nama Taisirul
Khalaq. Beliau lahir di Baghdad. Beliau merupakan seorang ulam besar dan
sekaligus seorang guru besar dari Al-Azhar. Kitab Taisirul Khalaq dapat
diartikan sebagai kitab yang memudahkan seseorang untuk melaksanakan
akhlaq dan memahami macam-macam akhlaq. Sehingga mengetahui dengan
pasti akhlaq yang harus dilaksanakan dan akhlaq yang harus ditinggalkan.
Dalam kitab tersebut berisi tentang kumpulan beberapa akhlaq dan berisi
sebanyak 33 tema yang didalamnya sudah termasuk pembukaan dan
penutupan.
Dengan demikian, penulis bermaksud mengkaji lebih jauh dalam
sebuah penelitian dengan judul “KONSEP PENDIDIKAN AKHLAQ DALAM
6
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan akhlaq yang terkandung dalam kitab
Taisirul Khalaq?
2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak dalam kitab Taisirul
Khalaq dalam konteks kekinian?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menemukan deskripsi tentang konsep pendidikan akhlaq dalm kitab
Taisirul Khalaq.
2. Menemukan relevansi konsep pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul
Khalaq dengan konteks kekinian.
D. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat,
adapun manfaatnya sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Memberi kejelasan secara teoritis tentang konsep pendidikan akhlaq
dalam kitab Taisirul Khalaq.
7
c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam di
IAIN Salatiga.
2. Manfaat Praktis
a. Menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui konsep
pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Khalaq.
b. Memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi
penulis sendiri.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research), karena yang dijadikan objek kajian adalah
hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.
2. Sumber Data
a. Data Primer diambil dari buku utamanya yaitu kitab Taisirul Khalaq
karya Hafidz Hasan al-Mas’udi.
b. Data Sekunder diambil dari buku-buku yang terkait dengan judul
penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data pustaka yaitu
8
dan karya ilmiah yang mendukung penelitian skripsi ini. Dengan
mengutamakan data primer.
4. Teknik analisis data
Melihat objek penelitian buku-buku atau literature, maka penelitian
ini menggunakan teknik analisa dengan cara deskriftif, filosofis,
kontekstual, dan kritik.
a. Metode deskriptif
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sisitem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir,
1988:63). Adapun tujuan dari metode ini yaitu untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, komprehensif,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antar fenomena yang diselidiki.
b. Metode filosofis
Metode filosofis adalah metode yang digunakan untuk
mendalami dalam menganalisis sesuatu yang mana metode ini
mendorong penulis untuk berfikir secara kritis, logis, sistematik,
rasional, dan objektif. Semuanya dilakukan dalam rangka memperoleh
kebenaran dalam suatu peristiwa atau pernyataan.
Dalam perkembangan sejarah, istilah “filsafat”, ”falsafah”,
9
orang-orang yunani kuno, filsafat secara harfiah berarti “cinta kepada
kebijakan” (Woodhouse, 2000:13).
c. Metode kontekstual
Dalam kamus besar bahasa Indonesia konteks berarti apa yang
ada di depan dan di belakang (KKBI, 2005:521). Metode kontekstual
adalah metode yang digunakan untuk mencari, mengolah, dan
menemukan kondisi yang lebih konkret (terkait dengan kehidupan
nyata). Metode ini akan membantu penulis untuk mengaitkan antara
isi yang ada di dalam kitab Taisirul Khalaq dengan situasi dunia nyata
dan mendorong penulis untuk membuat hubungan antara isi yang ada
dalam kitab Taisirul Khalaq dengan penerapannya dalam kehidupan
kekinian.
d. Metode kritik
Kata “kritik” (criticism) (wellek, 1978:22) sangat luas
dipergunakan dalam bermacam-macam hubungan, seperti politik,
masyarakat, sejarah musik, seni, dan filsafat. Namun, tampaknya
istilah “kritikus” dan “kritik” dikhususkan pada penyelidikan dan
koreksi teks-teks kuno (Rachmat, 2002:31).
Metode kritik adalah metode yang membantu untuk menelusuri
kejelasan yang ada dalam suatu teks dengan cara membaca,
menafsirkan, dan meghubungkan antara teks satu dengan yang lain
10
F. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi
kesalahfahaman, maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul skripsi
berikut:
1. Konsep
Konsep adalah pokok pertama yang mendasari keseluruhan
pemikiran (Ensiklopedi Indonesia, 1991:1856). Selain itu ada juga yang
mengartikan bahwa konsep adalah rancangan, ide atau pemikiran yang
diabstrakkan dari peristiwa konkret (KBBI, 2005:588).
2. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan (KBBI, 2003:204). Atau juga pendidikan
merupakan usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan
mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik
dalam bentuk pendidikan formal dan non-formal (Arifin, 1997:12).
Jadi dengan kata lain, pendidikan merupakan ikhtiar manusia untuk
membantu dan mengarahkan fitrah manusia berkembang sampai kepada
titik maksimal yang dicapai sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
Unsur-unsur pendidikan terdiri atas; tujuan, pendidik, anak didik,
11
a. Tujuan
Tujuan pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab (Suwarno, 2006:32).
b. Pendidik
Pendidik dalam arti sederhana adalah semua orang yang
dapat membantu perkembangan kepribadian seseorang dan
mengarahkannya pada tujuan pendidikan (Jumali, 2004:39). Tidak
hanya guru, orang tua, dan ustadz. Tapi di sini semua orang yang
membantu dalam perkembangan kepribadian dan mengarahkan pada
tujuan pendidikan disebut juga pendidik.
c. Anak didik
Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang,
baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologi (Jumali,
2004:35).
d. Lembaga
Lembaga merupakan wadah untuk menampung semua yang
terjadi dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga
sebagai badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu
penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha (KBBI,
12
e. Kurikulum
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni
“Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.
Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan
yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
ijazah (Susilo, 2007:77). Dengan kata lain kurikulum yaitu masa
dimana setiap siswa harus menempuhnya, sehingga mencapai apa
yang diinginkannya atau mencapai sebuah tujuan pendidikan.
f. Metode
Metode merupakan cara melakukan atau menyajikan,
menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran
kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu (Yamin, 2008:74).
Contoh metode dalam pembelajaran yaitu metode ceramah, tanya
jawab, diskusi, studi mandiri, studi kasus, simulasi, bermain peran,
dan lain-lain.
g. Evaluasi
Evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis
untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan
dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan
dalam pribadi siswa (Daryanto, 2001:1). Evaluasi juga bisa dijadikan
sebagai gambaran dimana dalam proses belajar tersebut berhasil atau
13
3. Akhlaq
Secara etimologis, Kata akhlaq adalah sebuah kata yang berasal
dari bahasa arab Al-Akhlaaq. Ia merupakan bentuk jamak dari kata
Al-Khuluq yang berarti budi pekerti, tabiat atau watak (Halim, 2000:8).
Akhlaq yaitu budi pekerti atau kelakuan (KBBI, 2003:15). Akhlaq
(moral) adalah sebuah sistem yang lengkap terdiri dari
karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi
istimewa (Mahmud, 2004:26).
Dalam rangka menjernihkan istilah akhlaq, harus kita simak lagi
tentang pengertian etika, moral, karakter, dan kepribadian.
a. Etika
Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan
daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup
kalau ia mau menjadi baik (Suseno, 1987:17). Etika bisa disebut juga
suatu perbuatan harus dilakukan manusia (Bertens, 1993:9). Dengan
kata lain etika bisa disebut juga sebuah ilmu bukan sebuah ajaran.
b. Moral
Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia
sebagai manusia. Jadi bukan mengenai baik-buruknya begitu saja,
misalnya sebagai dosen, tukang masak, pemain bulutangkis atau
penceramah, melainkan sebagai manusia. Bidang moral adalah
bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai
14
buku petunjuk bagaimana kita harus memperlakukan sepeda motor
kita dengan baik, sedangkan etika memberikan kita pengertian
tentang struktur dan teknologi sepeda motor sendiri.
c. Karakter
Karakter adalah kata benda yang memiliki arti: (1)
kualitas-kualitas pembeda; (2) kualitas-kualitas-kualitas-kualitas positif; (3) reputasi; (4)
seseorang dalam buku atau film; (5) orang yang luar biasa; (6)
individu dalam kaitannya dengan kepribadian, tingkah laku, atau
tampilan; (7) huruf atau simbol; (8) unit data komputer (Permana,
2012:23). Karakter bisa disebut juga dengan tingkah laku atau
tampilan yang mana karakter muncul disebabkan oleh moral.
d. Kepribadian
Terkadang definisi akhlak sebagaimana disebutkan atas
dalam batas-batas tertentu berbaur dengan definisi kepribadian, hanya
saja perbedaan yang pokok antara keduanya sebagai berikut:
1) Akhlaq lebih terarah pada kehendak dan diwarnai dengan
nilai-nilai.
2) Kepribadian mencakup pengaruh fenomena sosial bagi tingkah
laku.
4. Pendidikan Akhlaq
Pendidikan akhlaq dalam Islam adalah pendidikan yang mengakui
bahwa dalam kehidupan manusia menghadapi hal baik dan hal buruk,
15
peperangan. Untuk menghadapi hal-hal serbakontra tersebut, Islam telah
menetapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang membuat manusia
mampu hidup di dunia. Dengan demikian, manusia mampu mewujudkan
kebaikan di dunia dan akhirat, serta mampu berintraksi dengan
orang-orang yang baik dan jahat. (Mahmud, 20004:121).
Pendidikan akhlaq bisa diartikan sebagai wujud usaha manusia
dalam mewujudkan manusia ke dalam tujuan utama manusia diciptakan,
yaitu mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat.
5. Kitab Taisirul Khalaq
Kitab Taisirul Khalaq yaitu kitab yang berisi tentang
akhlaq-akhlaq agama baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia.
Kitab ini ditulis oleh seorang ulama’ yang bernama Hafidz Hasan
al-Mas’udi, beliau dilahirkan di Baghdad pada akhir abad ke-9 M. Kitab
yang berisi sebanyak 55 halaman dan berisi sebanyak 33 tema ini sangat
ringkas dan mudah dipelajari. Kitab ini sangat cocok untuk dijadikan
pembelajaran bagi orang yang pemula dalam mempelajari tentang akhlaq.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga
pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan
mudah,maka penulis memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan
secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari enam bab yang masing-masing
16
Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah,
sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan bab ini berisi tentang biografi intlektual tokoh
Hafidz Hasan al-Mas’udi, yang meliputi: biografi Hafidz Hasan
al-Mas’udi, situasi keilmuan Islam pada masa kehidupan beliau, karya
pemikiran Hafidz Hasan al-Mas’udi, konsep pendidikan akhlaq dalam kitab
Taisirul Kholaq.
Bab III Pada bab ini membahas tentang pengertian konsep pendidikan
akhlaq, ruang lingkup pendidikan akhlaq, dasar pendidikan akhlaq,
unsur-unsur pendidikan akhlaq, faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan
akhlaq, dan tujuan pendidikan akhlaq.
Bab IV Pada bab ini menjelaskan relevansi konsep pendidikan akhlaq
yang ada dalam kitab Taisirul Khalaq yang dikaitkan dengan konteks
kekinian.
Bab V Memuat kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini,
saran-saran dan kalimat penutup yang sekiranya dianggap penting dan
17
BAB II
BIOGRAFI HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI
A. Sejarah Hafidz Hasan Al-Mas’udi
Nama sebenarnya Hafidz Hasan al-Mas’udi ialah Abu al-Hasan Ali bin
Husayn bin Ali al-Mas’udi atau Abu Hassan Ali bin al-Hasyn bin Abdullah
al-Mas’udi. Beliau dilahirkan di Baghdad, Iraq menjelang akhir abad ke-9 M.
Beliau meninggal dunia di Fustat (Mesir) pada tahun 345/1956 M. Pernyataan
ini sama dengan pernyataan dalam al-Dhahabi dan surat tulisan al-Mushabi
yang menyatakan al-Mas’udi meninggal dunia dalam bulan Jamadilakhir 345
M. Beliau terkenal dengan sebutan al-Mas’udi. Beliau berketurunan Arab
yaitu keturunan Abdullah bin Mas’udi seorang sahabat Nabi Muhammad
SAW yang dihormati (Dian, 2013:30).
Mas’udi dilahirkan di kota Bagdad. Pada masa mudanya, dia sangat
menguasai warisan sastra pada zamannya dan juga berbagai ilmu
pengetahuan. Namun, bidang kajiannya yang hakiki ialah pengembaraanya
yang luas di darat dan di laut yang mencakup negeri India hingga lautan
Atlantik, dari laut Merah hingga laut Caspia. Bahkan ada kemungkinan dia
telah mengembara ke Cina dan kepulauan Melayu (Husayn, 2003:131).
Al-Mas’udi dikenal sebagai sejarawan dan ahli geografi Arab. Ia
dilahirkan di Bagdad, Irak, pada akhir abad XIX. Nama lengkapnya adalah
Abu al-Hasan Ali bin Husein Ibnu Ali al-Mas’udi. Setelah menyelesaikan
-18
istiadat masyarakat suatu tempat. Hal inilah yang mendorongnya untuk
mengembara dari satu negeri ke negeri lain, mulai dari Caspia, Tiberias,
Damaskus, Mesir, dan berakhir di Suriah. Dalam pengembaraannya,
al-Mas’udi mempelajari ajaran Kristen dan Yahudi, serta sejarah negara-negara
Barat dan Timur (Wahyu, 2008:207).
Abul Hasan Ali ibn Husain al-Mas’udi dilahirkan di bagdad sebelum
akhir abad ke sembilan. Dia adalah keturunan Abdullah ibn Mas’udi, sahabat
Nabi yang dihormati. Dia seorang Arab Mu’tazilah yang menghabiskan
sepuluh tahun terakhir hidupnya di Syria dan Mesir, yang akhirnya meninggal
di Kairo pada tahun 957 M. Mas’udi juga penulis dan penjelajah dunia Timur.
Dia masih muda ketika berkelana melintasi Persia dan tinggal di Istakhar
selama kurang lebih setahun pada 915 M. Dari Bagdad ia pergi ke India (916
M), mengunjungi kota-kota Multan, Mansuro. Kembali ke Persia setelah
mengunjungi Kerman (Jamil, 1994:418).
Menurut Husayn (2003:132-133), al-Mas’udi termasuk pembaharu
dalam model tulisan sejarah sekaligus model tulisan geografi. Dalam bidang
sejarah, dia mengubah tulisan kronologis per tahun yang dilakukan oleh
pendahulunya, al-Thabari. Dia tidak menuliskan sejarah dari tahun per tahun,
tetapi dalam model tulisan satu kisah bersambung, yang memiliki kelebihan
dari segi sastranya. Dia tidak memerlukan rangkaian mata rantai sumber
sejarah yang ditilisnya. Dalam tulisannya, ia jarang mencantumkan
sumber-sumber atau rujukan sejarahnya. Dia seperti halnya al-Ya’qubi melakukan
19
sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Kalau sebelumnya al-Thabari mencurahkan
perhatian kepada sejarah bangsa Arab dan bangsa Persia kuno, al-Mas’udi
memperluasnya dengan menambahkan kajian sejarah Iran, sejarah Yunani,
sejarah Romawi, sejarah Byzantium, bahkan sejarah gereja Kristen. Dalam
geografi, al-Mas’udi juga menempati barisan kedelapan, tanpa ada
tandingannya pada abad kesepuluh Miladi. Karena, dia beralih dari tradisi
penulisan geografi yang hanya diigunakan untuk kepentingan aturan pos dan
perhubungan, serta penarikan pajak. Dia menulis geografi seperti halnya
bangsa Yunani, yang memasukkan peta laut, sungai, bangsa Arab, Kurdi,
Turki, dan Bulgaria, serta perpindahan India dan Negro, serta pengaruh iklim
terhadap akhlak dan adat istiadat suatu bangsa. Bahkan, dia juga menulis dan
berbicara tentang pemikiran mengenai penyatuan berbagai bangsa yang telah
maju, beberapa abad sebelum pemikiran seperti ini muncul dan berkembang
menjadi teori ilmiah dan Eropa.
Dia sangat arif tentang tingginya nilai pengetahuan geografi pada
zamannya. Khususnya buku yang dia tulis, yang berjudul Tanbih wa
al-Isyraf. Adapun buku Muruj al-Dzahab, merupakan buku yang memuat bentuk
kehidupan sosial dan budayanya, pada zaman kekhalifahan Islam yang sangat
baik (Husayn, 2003:133).
Tidak banyak para pendahulu yang mengulas sejarah Hafidz Hasan
al-Mas’udi, para ahli waris juga sangat sulit untuk dilacak karena keberadaan
20
dimana beliau berkiprah. Namun, sekilas gambaran itu penyusun kira sudah
mewakili.
B. Karya-Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi
Hafidz Hasan al-Mas’udi merupakan ulama’ yang ahli dalam berbagai
bidang ilmu, seperti geografi, pelayaran, sampai ahli dalam bidang
keagamaan. Diantara karya-karya dalam bidang akhlak adalah kitab Taisirul
khalaq, dalam ilmu hadis beliau berhasil menulis sebuah kitab yang berjudul
Minhah al-Mugis, sedangkan kitab Akhbar az-Zaman dan kitab al-Ausat
adalah karyanya dalam bidang sejarah (Dian, 2013:33).
Kitab Akhbar az-Zaman adalah salah satu karya al-Mas’udi yang
terdiri dari tiga puluh jilid. Buku ini berisi tentang uraian sejarah dunia. Karya
lainnya adalah kitab al-Ausat, yang berisi kronologi sejarah umum. Pada
tahun 947, kedua karya tersebut digabungkan menjadi satu dalam sebuah
buku berjudul Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin atau Meadows of Gold and
Mines of Precious Stones (Padang Rumput Emas dan Tambang Batu Mulia).
Pada tahun 956, karya ini direvisi kembali dan diberikan sejumlah tambahan
oleh penulisnya. Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin dianggap sebagai buku yang
memberikan dasar-dasar teori evolusi. Dengan pertimbangan tersebut, buku
ini diterbitkan kembali di Kairo (1866) dan diterjemahkan dalam bahasa
Perancis oleh C.B de Maynard dan P. De Courteille. Hasil terjemahan itu
21
Buku jilid pertama sempat diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh A.
Sprenger dan dicetak di London (Wahyu, 2008:208).
Dari Basra kemudian pindah ke Fustat (Kairo Kuno) tempat ia menulis
karyanya yang bagus, Kitab Akhbar-uz-Zaman atau Murut-uz-Zaman (Cermin
Zaman) yang lebih dikenal dengan sebutan “Annals” (Catatan Tarikh), dalam
30 jilid dengan suplemen (lembaran ekstra), Kitab-ul-Ausat, sketsa
kronografis mengenai sejarah umum. Karya besarnya ini diselesaikan pada
tahun 956 M sebagaian lagi masih disimpan. Karyanya yang lebih awal
Muruj-uz-Zahab, menyempurnakan isi dua bagian Murat-uz-Zaman.
Karyanya terakhir ditulis pada tahun kematiannya, yaitu Kitab-ut-Tanbih wal
Ishraf (buku Indikasi dan Revisi). Dalam buku ini ia membuat ikhtiar,
mengoreksi dan melengkapi karya-karyanya terdahulu. Buku ini diterbitkan di
Leiden pada tahun 1894 SM dengan penyunting M.J Goeje (Jamil, 1994:419).
Menurut Wahyu (2008:208), selain Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin,
karya al-Mas’udi lainnya adalah kitab at-tanbih wa al-Isyraf (Book of
Indication and Revision), yaitu sebuah buku yang berisi ringkasan koreksi
terhadap tulisannya yang lain. Buku ini juga memaparkan garis besar
pandangan filsafat al-Mas’udi tentang alam dan sejumlah pemikiran
evolusinya. Di kemudian hari, buku ini dietit oleh M.J. de Geoje, sebelum
kemudian diterjemahkan dalam bahasa Perancis oleh Carra de Vaux pada
tahun 1896.
Menurut Jamil (1994:420), Mas’udi disebut sebagai “Heroditus dan
22
dalam penulisan sejarah. Ia membuat revolusi dalam penulisan sejarah dengan
memperkenalkan studi kritis pada kejadian-kejadian historis, dan juga, tidak
hanya pengelompokan peristiwa menurut tahun, tapi malahan ia kumpulkan
peristiwa-peristiwa menurut dinasti-dinastinya, sebuah cara yang kemudian
diikuti dan dijelaskan oleh Ibn Khaldun. Pengetahuan yang mendalam
mengenai muncul dan jatuhnya dinasti-dinasti di dunia yang banyak sekaliitu
dimilikinya dengan baik dan secara kritisditeliti dalam karya-karya sejarah
geografinya yang monumental seperti tertulis secara mendetail di atas.
Mas’udi sadar akan kebesarannya sebagai sejarawan. Ia berkata, “Saya belum
pernah menemui seorang sejarawan yang menggumuli sejarah dengan cara
yang saya lakukan. Sebuah perbandingan dari karya sejarah saya dengan
karya-karya pendahulu saya akan meyakinkan setiap pembaca akan benarnya
pernyataan saya”. Pandangan Mas’udi sangat luas dan dialah salah seorang
yang pertama kali menggunakan anekdot dalam sejarah. Dia telah melakukan
karya-karya wisata yang ekstensif, berkelana ke segenap penjuru dunia Islam
dalam usahanya mencari data dari tangan pertama. Ini yang memungkinkan
ia menulis karya-karya yang besar seperti; Muruz-uz-Zaman (Cermin Zaman).
Karya lainnya yang patut dicatat adalah Al Tanbih wal ishraf, yang
mengetengahkan teori evolusi.
Karya sejarahnya yang abadi sangat membantu dalam menetapkan
norma teori penulisan sejarah masa kini. Sebuah laporan tentang karya-karya
Mas’udi bisa ditemukan dalam Memoirs de Sacy dan prakata Goeje pada edisi
23
(Dongeng-dongeng Khalifah) tulisan C.Field, 1909, didasarkan pada
karya-karya Mas’udi (Jamil, 1994:420).
C. Konsep Pendidikan Akhlaq dalam Kitab Taisirul Khalaq
1. Akhlaq kepada Allah
Akhlaq pertama yang ada dalam kitab Taisirul Khalaq yaitu
akhlaq kepada Allah. Dijelaskan di dalamnya bahwa berakhlaq kepada
Allah bisa dilaksanakan dengan cara bertaqwa kepada Allah, dalam arti
taqwa itu sendiri yaitu melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi
semua larangan-Nya, baik dalam keadaan sepi atau ramai. Keberhasilan
taqwa bisa dilaksanakan dengan menanamkan perkara yang bagus dan
menghindari dari perkara yang buruk (Hafidz, tt:3).
Adapun strategi bertaqwa antara lain (Hafidz, tt:3-4):
a. Merasa bahwa diri kita itu hina atau lemah dan mengakui bahwa
Allahlah yang memberikan kekuatan kepada kita, serta mengakui
bahwa Allahlah yang Maha Agung.
b. Tidak mudah melaksanakan perbuatan maksiat atau dosa, baik itu
kepada Allah atau kepada makhluk ciptaan-Nya.
c. Bersyukur kepada Allah dan menerima atas apa saja yang telah Allah
berikan kepada kita.
d. Selalu mengingat akan hadirnya kematian yang akan menunggu kita.
24
2. Adab Guru dan Murid
Guru adalah orang yang mempunyai kesempurnaan ilmu dan
orang yang bisa mengerti akan keadaan murid, guru harus mempuyai sifat
terpuji yang mana akan berpengaruh kepada murid serta guru juga
menjadi dalang bagi murid yang mana keberhasilan murid itu ada pada
gurunya. Sifat guru sebaiknya bersifat sopan santun, sabar, pengasih,
penyayang, lemah lembut, dan lain-lain (Hafidz, tt:4).
Sebaliknya, murid mempunyai kewajban untuk menghormati guru
dan menghormati kepada sesama teman-temannya (Hafidz, tt:5).
Adab yang harus dimiliki oleh murid antara lain (Hafidz, tt:5-6):
a. Memelihara diri sendiri hal ini diwujudkan dengan cara tawadu’,
tidak sombong dan memelihara seluruh anggota badannya.
b. Adab kepada guru sebagai murid yang mempunyai adab yang baik
harus mempercayai bahwa guru itu lebih utama dari pada kedua orang
tua, sopan kepada guru baik di depan maupun di belakangnya, tidak
memuji guru lain di depan gurunya, dan mentaati apa yang sudah
diajarkan oleh guru.
c. Adab kepada sesama teman merupakan sifat yang saling memuji
dengan sesama, tidak mengolok-ngolok teman, tidak sombong, dan
25
3. Akhlaq kepada diri sendiri dan orang lain.
Dalam kehidupan tidak ada orang yang tidak membutuhkan bantuan
orang lain. Di dalam bermasyarakat ada beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain (Hafidz, tt:6):
a. Hubungan anak dengan orang tua
Orang tua merupakan salah satu sebab seorang anak itu ada di muka
bumi ini yang mana perjuangan dari orang tua itu tidak habis dihitung
dengan apapun terutama seorang ibu yang telah mengandung seorang
anak dan melahirkannya, dan bapak lah yang bertanggung jawab atas
semua kehidupan di rumah tangga. Dengan itu anak haruslah berbakti
kepada kedua orang tua dan membuat bangga kepada mereka (Hafidz,
tt:6).
b. Hubungan saudara
Dalam hubungan saudara semua dianggap keluarga dan peliharalah
hubungan persaudaraan. Bahkan Allah dan utusanNya
memerintahkan untuk memelihara tali persaudaraan dan melarang
untuk memutus tali persaudaraan (Hafidz, tt:7).
c. Hubungan tetangga
Tetangga merupakan orang yang bertempat tinggal yang paling deket
dengan kita maka kita harus menghargai mereka, menanggung
26
d. Adab pergaulan
Di dalam pergaulan kita dianjurkan berwajah ceria, setia kawan,
menghargai pendapat orang lain, rendah hati dan tidak sombong,
lebih baik berdiam jika teman bergurau, meminta maaf dan
memaafkan jika punya kesalahan kepada teman. Ada tiga hal yang
harus dipegang oleh manusia yaitu; dapat dipercaya, dermawan, dan
tidak membuka aib seseorang (Hafidz, tt:8-9).
e. Ramah tamah
Al-Mas’udi menyebutkan tentang bab ramah tamah menggunakan
kata ulfah. Kata ulfah disini berarti ramah terhadap semua orang
bukan hanya kepada keluarga dan saudara kita saja. Di antara dasar
yang dijadikan pedoman kenapa seorang muslim harus ramah adalah
karena faktor agama, nasab, memperkuat tali persaudaraan.
Sedangkan manfaat dari kasih sayang dalam persaudaraan adalah
timbulnya rasa simpati, tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa
yang pada akhirnya segala permasalahan menjadi mudah dan
bebannya berkurang karena di kerjakan bersama dan saling bantu
membantu (Hafidz, tt:9-10).
f. Persaudaraan
Persaudaraan secara sederhana dapat diartikan menjadi ikatan kuat di
antara dua orang yang kemudian menjadi rasa persaudaraan antara
keduanya. Kedua orang yang saling bersaudara dianjurkan saling
27
lain, saling memaafkan kesalahan satu sama lain, saling mencegah
kemunkaran antara keduanya, saling mengajak kepada kebaikan, dan
yang tidak kalah penting adalah mempertahankan ikatan tali
persaudaraannya. Terlepas dari semua itu, manfaat ikatan persaudaran
sangatlah luas, manusia diciptakan dengan karakter sosial tinggi
sehingga ikatan persaudaraan menjadi sangat penting untuk
menopang hubungan tersebut. Kesimpulannya sebagai seorang
muslim wajib menjaga tali persaudaraan antara kerabat, keluarga dan
saudara serta sesama muslim pada umumnya (Hafidz, tt:10-11).
4. Adab Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal-hal yang seorang lakukan
dan harus dengan cara yang baik untuk mendapatkan hal yang baik juga.
Di antara adab-adab tersebut antara lain (Hafidz, tt:11-15):
a. Adab di dalam majlis ilmu
b. Adab makan
c. Adab minum
d. Adab tidur
e. Adab di dalam masjid
28
5. Akhlaq Mahmudah (terpuji) dan Madzmumah (tercela)
a. Akhlaq Mahmudah (terpuji)
Akhlaq mahmudah atau bisa disebut dengan akhlaq terpuji antara
lain; jujur, amanah, murah hati, dermawan, rendah hati, adil, dan
lain-lainnya (Hafidz, tt:17-28).
b. Akhlaq Madzmumah (tercela)
Akhlaq madzmumah atau disebut dengan akhlaq tercela antara lain;
dusta, dendam, hasud, menggunjing, adu domba, sombong, dholim,
29
BAB III
LANDASAN TEORI
A. Konsep Pendidikan Akhlaq
Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama
paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi, dikenal
dengan educare, artinya membawa keluar (suatu yang ada di dalam). Bahasa
Belanda menyebut istilah dengan nama opvoeden, yang berarti membesarkan
atau mendewasakan, atau voden artinya memberi makan. Dengan bahasa
Inggris dengan istilah educate/education, yang berarti to give moral and
intellectual training artinya menanamkan moral dan melatih intelektual
(Muhadjir, 1993:15)
Mahfud (2006:32-34), secara sederhana dan umum, pendidikan
bermakna sebagai usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi bawaan, baik jasmani dan rohani, sesuai dengan nilai-nilai yang ada di
dalam masyarakat dan kebudayaan.
Bagi kehidupan umat manusia pendidikan merupakan kebutuhan
mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mustahil
suatu kelompok manusia dapat hidup dan berkembang sejalan dengan aspirasi
(cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan
hidup mereka.
Definisi tentang pendidikan (pedagogi) itu sendiri sangat banyak. Para
pemikir pendidikan berbeda pendapat dengan definisi pendidikan. Meski
30
pendidikan yang beragama dan berbeda-beda tersebut justru menjadi
kekayaan intlektual dalam khazanah pemikiran pendidikan kontemporer yang
sangat berharga.
Beberapa definisi tentang pendidikan dari para pakar pendidikan
tersebut, yang perlu kita ketahui di antaranya adalah definisi yang
disampaikan oleh Langeveld. Pakar pendidikan dari Belanda ini
mengemukakan, bahwa pendidikan ialah suatu bimbingan yang diberikan oleh
orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu
kedewasaan.
Dalam undang-ungang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional menyebutkan: “pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlaq mulia,
serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
(Undang-undang sistem pendidikan nasional 2008:3).
Selain itu, definisi pendidikan juga dikemukakan oleh Ki Hadjar
Dewantara dalam kongres Taman Siswa yang pertama pada 1930 ia
menyebutkan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelek), dan tubuh anak. Dalam Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan
bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan
31
Menurut Driyarkara, pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia
muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah yang disebut mendidik.
Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda (Dikti, 1984:19).
Dalam Dictionary Education dikemukakan, bahwa definisi pendidikan
adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana kita hidup,
proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang
terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia
dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan
kemampuan individu yang optimum (maksimal). Crow and Crow
mendefinisikan pendidikan sebagai proses yang berisi berbagai macam
kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu
meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke
generasi (Suprapto, 1975:7).
Dari berbagai definisi tentang pendidikan di atas, dapatlah diikhtiarkan
bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai:
1. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan.
2. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak-anak dalam
pertumbuhannya.
3. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu
yang dikehendaki oleh masyarakat.
4. Suatu pembentukan karakter, keperibadian dan kemampuan anak-anak
32
Kata akhlaq berasal dari bahasa arab ٌ قلاْخَا bentuk jamak dari ٌ قُلُخ yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (IAIN Walisongo,
2004:109).
“Al-Khuluq (jamaknya al-Akhlaq) ialah ibarat (sifat atau keadaan) dari
perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh
perbuatan-perbuatan dengan wajar dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan
pertimbangan” (Zainuddin dkk, 1991:102).
Pendidikan akhlak bisa diartikan sebagai wujud usaha manusia dalam
mewujudkan manusia ke dalam tujuan utama manusia diciptakan, yaitu
mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat. Dengan begitu dapat disimpulkan
juga bahwa pendidikan akhlak merupakan usaha yang secara sadar untuk
membimbing dan mengarahkan kehendak seseorang untuk mencapai tingkah
laku yang mulia dan menjadikannya sebagai kebiasaan.
B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlaq
Dalam ilmu usul fiqh yang menjadi rujukan pencarian hukum maka
dikenal prinsip Maqasid Al Syari’ah yang tidak lain merupakan salah satu
prinsip fiqh yang mangkaitkan dengan akhlak. Segala sesuatu menjadi benar
apabila tidak bertentangan dengan lima prinsip tersebut, didapatkan ruang
lingkup akhlak harus berpedoman pada ; Hifdu ad-Din (Menjaga Agama),
Hifdu an-Nafs (Menjaga Jiwa), Hifdu al-Aql (Menjaga Akal), Hifdu al-Mal
33
Akhmad Azhar Basyir (1987:6 dalam Mujiono dkk, 2002:94)
menyebutkan bahwa cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan
menusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk
sosial, khalifah di muka bumi serta sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.
Dengan demikian Basyir merumuskan bahwa ruang lingkup akhlaq
sebagai berikut ; Akhlaq terhadap Allah SWT, Akhlaq terhadap keluarga,
Akhlaq terhadap Masyarakat, dan Akhlaq terhadap Makhluk lain.
Apabila dipadukan, antara prinsip Maqasid al Syari’ah dengan
rumusan Akhmad Basyir tentang ruang lingkup akhlak maka terlihat ada salah
satu aspek yang tertinggal yaitu aspek menjaga terhadap harta. Akhlaq
bagaimana manusia bersikap terhadap harta sangat diperlukan mengigat
banyak manusia tergelincir pada lubang kesesatan dikarenakan oleh harta.
C. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlaq
1. Tujuan Pendidikan Akhlaq
Pendidikan merupakan sebuah proses manusia untuk menjadi
makhluk yang berakal sehingga pengukuran dari pendidikan tersebut
adalah bagaimana tujuan pendidikan itu tercapai.
Pendidikan suatu bangsa mungkin tidak akan sama dengan bangsa
lainnya, karena pandangan hidup mereka biasanya tidak sama. Tetapi,
pada dasarnya, pendidikan setiap bangsa tentulah sama, yaitu semua
mengingginkan terwujudnya manusia yang baik yaitu manusia yang
34
pandai, dan hatinya berkembang dengan sempurna. Tujuan pendidikan
pada tingkat nasional itu dijabarkan ke dalam tujuan pendidikan yang
lebih khusus, yaitu tujuan pendidikan pada tingkat institusional
(lembaga), disesuaikan dengan tingkat dan jenis pendidikan tertentu
(Tafsir, 1990:16).
Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia
yang mempunyai fungsi untuk membantu perkembangan manusia untuk
mencapai manusia seutuhnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Zahra Idris
dalan bukunya “pengantar pendidikan” (2004:34) bahwa tujuan
pendidikan adalah memberikan bantuan terhadap anak seutuhnya. Dalam
arti, supaya dapat mengembangkan potensi fisik, emosi, sikap, moral,
pengetahuan, dan ketrampilan semaksimal mungkin agar menjadi
manusia dewasa.
Apabila dikaitkan dengan ajaran Islam maka tujuan pendidikan
tidak dapat lepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam yaitu untuk
menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa
kepada-Nya dan dapat mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat
(Azra, 2000:8).
Rumusan tujuan pendidikan dan akhlaq di atas hakikatnya dapat
dilakukan melalui membangun motivasi pribadi dan orang lain untuk
35 yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah (QS.
Al-Ahzaab:21)
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan akhlaq
adalah terciptanya manusia yang beriman perilaku lahir dan batin yang
seimbang (seperti Nabi) (Afriantoni, 2007:46).
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tujuan pendidikan akhlaq
adalah untuk menjadi manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlaq
mulia, yang mengantarkan dia kepada kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Di samping itu, bagi umat Rasulullah, manusia dituntut untuk
berprilaku sesuai dengan panutan umat manusia atau suri tauladan demi
mencapai kebahagiaan yang hakiki.
2. Kurikulum
Zuhairini (1983:57-58), istilah kurikulum berasal dari kata
“curriculum” yang mempunyai arti “a course of study in a scool”. Istilah
kurikulum ini pada mulanya dipakai oleh bangsa Yunani di lapangan
atletik dengan pengertian “jarak yang harus ditempuh ”.
“Curriculum dipandang sebagai sejumlah mata pelajaran tertentu
yang harus ditempuh atau sejumlah pengetahuan yang harus dikuasai
36
Pendapat ini sesuai benar dengan rencana pelajaran yang kita
sedang berkembang (under developed countries) termaksuk Indonesia,
yang sebagaian besar pendidikan masih membatasi kurikulum pada empat
dinding sekolah yang dimana murid-murid diwajibkan dengan tekun
belajar dan menghafal.
Sesuai dengan pengertian kurikulum (secara umum) seperti uraian
terdahulu, maka kita dapat mengambil pengertian kurikulum pendidikan
Agama.
Pengertian kurikulum pendidikan Agama ialah: bahan-bahan
pendidikan agama berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang
dengan segaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan Agama. Atau dengan kata yang lebih
sederhana “kurikulum pendidikan Agama adalah: semua pengetahuan,
aktifitas (kegiatan-kegiatan) dan juga pengalaman-pengalaman yang
dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak
didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Agama” (Zuhairini,
1983:59).
Dengan demikian kurikulum pendidikan Akhlaq dapat diartikan
sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta
didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, serta
nilai-nilai lainnya.
Sebagai sebuah sistem, kurikulum terdiri atas
37
satu sama lainnya. Gunawan (2014:48-57) komponen-komponen tersebut
antara lain:
a. Tujuan kurikulum
Secara sederhana, tujuan kurikulum menurut Daradjat (1996:29)
sering dimaknai sebagai sesuatu yang diharapkan tercapai setelah
melakukan serangkaian proses kegiatan. Dalam setiap kegiatan
termasuk dalam kegiatan pendidikan sepatutnya mempunyai tujuan,
karena tujuan akan menentukan arah dan target apa yang hendak
dicapai. Tujuan juga menjadi gambaran tentang hasil akhir dari suatu
kegiatan.
Tujuan kurikulum memegang peranan yang sangat penting dalam
proses pendidikan, karena tujuan akan mengarahkan semua kegiatan
pendidikan dan komponen-komponen kurikulum lainnya.
b. Materi
Materi atau program dalam kurikulum pada hakikatnya adalah isi
kurikulum atau konten kurikulum itu sendiri. Al-Basyir (1995:23)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan materi adalah
“wayuqshadu bil al-muhtawa al-muqarrarat al-dirasiyah wa
maudhu’aat al-ta’alum”, yakni tema-tema pembelajaran yang telah
ditentukan, yang mengandung berbagai ketrampilan, baik yang
bersifat aqliyah (knowledge), jasadiyah, dan berbagai cara
38
Pemilihan dan penentuan materi disesuaikan dengan tujuan yang telah
dirumuskan dan ditetapkan. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sisdiknas telah ditetapkan, bahwa isi kurukulum
merupakan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka
upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
c. Metode
Istilah metode secara sederhana sering diartikan sebagai “cara yang
cepat dan tepat”. Secara etimologi, kata “metode” berasal dari kata
meta dan hodos, yang sering diartikan dengan “melalui” dan “jalan”
dalam mengerjakan sesuatu (Uhbiyati, 1992:136). Dalam kamus
bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah thariqah jamaknya
thuruq, yang berarti langkah-langkah strategis untuk melakukan suatu
pekerjaan (Ramayulis,2004:155). Akan tetapi jika dipahami dari asal
kata method (bahasa inggris), ini mempunyai pengertian yang lebih
khusus, yakni cara yang tepat dan cepat dalam mengerjakan sesuatu.
Ungkapan cara yang paling tepat dan cepat ini membedakan dengan
istilah way (bahasa inggris) yang berarti cara juga (Tafsir, 1996:8).
d. Evaluasi
Kata “evaluasi” berasal dari kata to evaluate yang sering diartikan
dengan “menilai”. Istilah nilai (value) pada mulanya dipopulerkan
oleh filsuf, dan Plato-lah yang mula-mula mengemukakannya.
39
untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia
pendidikan. Menurut Ilmu Jiwa, evaluasi berarti menetapkan
fenomena yang dianggap berarti di dalam hal yang sama berdasarkan
suatu standar (Hamalik, 1999:196).
Evaluasi merupakan suatu bagian komponen kurikulum. Dengan
evaluasi, dapat diperoleh informasi yang akurat tentang
peyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa.
Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang kurikulum
itu sendiri, pembelajaran, kesulitan, dan upaya bimbingan yang perlu
dilakukan.
3. Lembaga
Lembaga merupakan wadah untuk menampung semua yang terjadi
dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga sebagai
badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan
keilmuan atau melakukan sesuatu usaha (KBBI, 2005:582).
4. Pendidik
Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari W.J.S.
Poerwadarminta, pengertian pendidik adalah orang yang mendidik.
Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang
melakukan kegiatan dalam bidang mendidik (Abudin Nata, 1997:61).
Jika dari segi bahasa pendidi dikatakan sebagai orang yang
mendidik, maka arti luas dapat dikatakan bahwa pendidik adalah semua
40
pembinaan orang lain (peserta didik) agar tumbuh dan berkembang
potensinya menuju kesempurnaan. Wiji Suwarno (2006:37) menjelaskan
bahwa pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempegaruhi orang
lain (peserta didik) untuk mencapai tingkat kesempurnaan (kemanusiaan)
yang lebih tinggi. Status pendidik dalam model ini bisa diemban oleh
siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.
Dalam konteks pendidikan sebagai aktivitas fenomenal yang
dilakukan oleh orang dengan orang lain dan dapat memberikan pengaruh
positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari manusia yang
terjadi di masyarakat, dan dilaksanakan kegiatannya melalui jalur luar
sekolah, maka yang dinamakan pendidik bisa dilakukan oleh siapa saja,
kapan saja, dan di mana saja, seperti orang tua menjadi pendidik
anak-anaknya, pemimpin menjadi pendidik terhadap yang dipimpinnya,
seorang pejabat bisa menjadi pendidik terhadap bawahannya, presiden
bisa menjadi pendidik terhadap rakyatnya, direktur perusahaan bisa
menjadi pendidik terhadap karyawannya, tokoh masyarakat bisa menjadi
pendidik terhadap pengikutnya, kepala desa, ketua RT atau RW bisa
menjadi pendidik terhadap warganya, dan lain sebagainya.
Dalam konteks pendidikan sebagai usaha sadar yang dengan
sengaja dirancang atau didisain dan dilakukan oleh seorang pendidik
kepada peserta didik agar tumbuh dan berkembang potensinya menuju ke
arah yang lebih sempurna (dewasa), dan dilaksanakan melalui jalur
41
dipersempit maknanya. Yakni, pendidik adalah orang-orang yang sengaja
dipersiapkan untuk menjadi pendidik secara profesinal. Artinya pekerjaan
seorang pendidik merupakan pekerjaan profesi (Yasin, 2008:68-69).
Apabila dikaji lebih mendalam, dalam literatur kependidikan Islam
sebagaimana dijelaskan oleh Muhaimin (2004:209-213) bahwa, seseorang
yang memiliki tugas mendidik dalam arti pencipta, pemelihara, pengatur,
pengurus, dan memperbaharui (memperbaiki) kondisi peserta didik agar
berkembang potensinya, disebut “murabby”. Orang yang memiliki
pekerjaan sebagai “murabby” ini biasanya dipanggil dengan sebutan
“Ustadz”.
Yasin (2008:85), seorang pendidik atau ustadz memiliki tugas dan
kompetensi yang melekat pada dirinya antara lain:
a. Sebagai Mu’allim, artinya bahwa seorang pendidik itu adalah orang
yang berilmu (memiliki ilmu) pengetahuan luas, dan mampu
menjelaskan, mengajarkan, mentrasfer ilmu tersebut kepada peserta
didik, sehingga peserta didik bisa mangamalkannya dalam kehidupan.
b. Sebagai Mu’addib, artinya apabila mu’addib sebagai isim fa’il dari
kata “addaba-yuaddibu-ta’diiban” yang berarti mendisiplinkan atau
menanamkan sopan santun. Maka seorang mu’addib adalah seseorang
yang memiliki kedisiplinan kerja yang dilandasi dengan etika, moral,
dan sikap yang santun, serta mampu menanamkannya kepada peserta
42
c. Sebagai mudarris, artinya orang yang memiliki tingkat kecerdasan
intelektual lebih, dan berusaha membantu menghilangkan,
menghapus kebodohan atau ketidaktauan peserta didik dengan cara
melatih intelektualnya melalui proses pembelajaran sehingga peserta
didik memiliki kecerdasan intelektual dan keterampilan.
d. Sebagai mursyid, artinya orang yang memiliki kedalaman spiritual
atau memiliki tingkat penghayatan yang mendalam terhadap
nilai-nilai keagamaan, memiliki ketaatan dalam menjalankan ibadah, serta
berakhlak mulia. Kemudian berusaha untuk memengaruhi peserta
didik agar mengikuti jejak kepribadiannya melalui kegiatan
pendidikan.
5. Peserta didik
Salah satu dimensi penting dalam sistem pendidikan adalah peserta
didik. Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan subjek dan
objek yang aktif. Dikatakan subjek karena mereka berperan sebagai
pelaku utama dalam proses belajar dan pembelajaran. Sedangkan
dikatakan sebagai objek karena mereka sebagai sasaran didik untuk
ditumbuh kembangkan oleh pendidik. Jika peserta didik dijadikan
sasaran, maka mereka harus berperan sebagai subyek yang aktif dalam
belajar dengan difasilitasi oleh sumber belajar, termasuk di dalamnya
adalah pendidik (Yasin, 2008:94).
Aktivitas kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan
43
didik merupakan salah satu dimensi yang perlu diketahui dan dipahami
oleh seluruh pihak peyelenggara pendidikan, terutama pendidik yang
terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Tanpa pemahaman yang
utuh terhadap peserta didik, sulit rasanya bagi pendidik untuk dapat
menghantarkan peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang
diinginkan.
Istilah peserta didik jika dimaknai sebagai orang (anak) yang
sedang mengikuti proses kegiatan pendidikan atau proses
belajar-mengajar untuk menumbuh-kembangkan potensinya.
Maka Yasin (2008:101), dalam literatur bahasa Arab yang sering
digunakan oleh para tokoh pendidikan dalam islam, antara lain ditemukan
dengan nama sebagai berikut:
a. Mutarabby, mengandung makna sebagai orang (peserta didik) yang
sedang dijadikan sebagai sasaran untuk dididik dalam arti diciptakan,
dipelihara, diatur, diurus, diperbaiki, diperbaharui melalui kegiatan
pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dengan murabby
(pendidik).
b. Muta’alim, mengandung makna sebagai orang yang sedang belajar
menerima atau mempelajari ilmu dari seorang mu’allim (pengajar
ilmu) melalui proses belajar-mengajar.
c. Muta’addib, adalah orang yang sedang belajar meniru, mencontoh