• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENUTUP

Dalam dokumen Oleh: AGUSTINA LARASATI (Halaman 43-200)

Bab ini berisi simpulan dari penelitian mengenai empat bentuk dan tahapan partisipasi perempuan dalam tahapan penanggulangan bencana dan faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan di LPBI NU terhadap bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Sigi dan Donggala Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2018 dan saran bagi LPBI NU, dan peneliti selanjutnya.

28 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Partisipasi

a. Definisi Partisipasi

Secara umum partisipasi memiliki arti keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan (Mardikanto dan Soebiato, 2017).

Sedangkan secara harfiah menurut Moeliono dalam (Fahrudin, n.d.) secara harfiah, partisipasi berarti turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan, peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan. Sementara itu, definisi partisipasi secara luas adalah suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat dalam suatu keseluruhan proses kegiatan secara aktif dan sukarela baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya sendiri (intrinsic) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik). Lebih lanjut secara terminologi partisipasi masyarakat adalah sebagai suatu upaya melakukan interaksi antara dua kelompok yakni kelompok yang selama ini tidak terlibatkan dalam proses pengambilan keputusan (nonelite) dan kelompok yang selama ini ikut berperan dalam melakukan pengambilan keputusan (elite).

Sementara di dalam kamus sosiologi partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan seseorang di dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, diluar

29

dari pekerjaan atau profesinya sendiri. Keikutsertaan tersebut dilakukan sebagai akibat dari terjadinya interaksi interaksi sosial antara individu yang bersangkutan dengan anggota masyarakat lain.

Lebih lanjut definisi dari partisipasi menurut para ahli dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Verhangen (1979) dalam (Mardikanto dan Poerwoko, 2017) menyebutkan bahwa partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang terkait dengan pembagian kewenangan, tanggung jawab dan manfaat. Bertumbuhnya interaksi dan komunikasi itu, dilandasi akan adanya kesadaran yang dimiliki oleh yang bersangkutan mengenai, pertama, kondisi yang tidak memuaskan dan harus diperbaiki, kedua, kondisi tersebut dapat diperbaiki melalui kegiatan manusia atau masyarakatnya sendiri, ketiga, kemampuannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dapat dilakukan, keempat, adanya kepercayaan diri bahwa ia dapat berpartisipasi memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi kegiatan yang bersangkutan.

b) Isbandi mendefinisikan partisipasi sebagai keikutsertaan masyarakat dalam proses pengindentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam

30

proses mengevaluasi perubahan yang terjadi (Siti Hajar dkk., 2018).

c) Menurut Keith Davis merupakan keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Sastropoetro, 1986).

d) Wazir menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu (Siti Hajar dkk., 2018).

Sementara itu, dalam kegiatan penanggulangan bencana partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman risiko dan dampak bencana mulai dari tahapan pra bencana sampai pascabencana. Masyarakat tersebut didefinisikan sebagai sebuah komunitas yang saling tergantung satu sama lain hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur tak terkecuali masyarakat adat.

Masyarakat itu terdiri dari individu (perorangan) maupun yang berkumpul dalam organisasi atau lembaga (perkumpulan) baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan penanggulangan bencana penting sebab masyarakat merupakan salah satu elemen utama dalam penanggulangan

31

bencana selain aparat (pemerintah) dan dunia usaha (Perka BNPB No 11 Tahun 2014).

Dengan demikian berdasarkan definisi partisipasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi pada dasarnya adalah suatu bentuk keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat dalam suatu kegiatan pembangunan dalam bentuk berupa mental/pikiran dan emosi/perasaan secara aktif dan sukarela, baik karena alasan dari dalam (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang berkaitan yang meliputi pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasil dari kegiatan yang telah dicapai.

b. Tahapan Partisipasi

Yadav dalam (Mardikanto dan Soebiato, 2017) menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan terdiri dari empat macam tahapan antara lain:

1. Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan

Pada umumnya setiap program pembangunan masyarakat selalu ditetapkan oleh pemerintah pusat sehingga menyebabkan masyarakat tidak bisa aktif dalam program tersebut yang dapat berdampak pada ketidaktepatan sasaran dan tujuan program. Oleh karena itu perlu disediakan wadah atau forum yang memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan langsung di dalam proses pengambilan keputusan terkait program pembangunan yang dilaksanakan di wilayahnya.

2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Kegiatan

32

Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan yang dimaksud adalah pemerataan masyarakat dalam proses pembangunan baik itu yang bersifat materi maupun non materi, karena yang akan menerima manfaat dari kegiatan pembangunan tersebut adalah seluruh lapisan masyarakat maka dari itu seluruh masyarakat seharusnya dilibatkan aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan tanpa melihat status sosialnya.

3. Partisipasi dalam Pemantauan dan Evaluasi Program Dalam proses pembangunan kegiatan pemantaun dan evaluasi program sangat diperlukan tidak hanya agar tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, melainkan juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan.

Dalam hal ini, partisipasi masyarakat sangat diperlukan karena untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan pembangunan kegiatan.

4. Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil Pembangunan Partisipasi dalam pemanfaatan hasil-hasil pembangunan merupakan faktor penting, karena tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kualitas hidup orang banyak, sehingga mendistribusikan hasil-hasil pembangunan di masa yang akan datang. Pemanfaatan hasil pembangunan akan menginspirasi kemauan dan komitmen sukarela masyarakat untuk selalu

33

berpartisipasi dalam setiap rencana pembangunan di masa depan.

Sedangkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyelenggaran penanggulangan bencana meliputi yaitu, pertama, pengambilan keputusan, kedua, memberikan informasi, ketiga, pengawasan, keempat, perencanaan, kelima, implementasi, keenam, pemeliharaan program kegiatan penanggulangan bencana. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaran penanggulangan bencana meliputi tahapan pra bencana, tanggap darurat, pemulihan awal, serta rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana yang dalam melaksanakannya dapat dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama dengan mitra kerja dan dengan mengutamakan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana (PRB) (Perka BNPB No 11 Tahun 2014).

c. Bentuk Partisipasi

Bentuk partisipasi masyarakat menurut Dusseldorp (1981) dalam (Mardikanto dan Soebiato, 2017) diidentifikasikan menjadi beragam bentuk partisipasi yang meliputi:

a) Menjadi anggota kelompok-kelompok masyarakat;

b) Melibatkan diri pada diskusi kelompok;

c) Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk menggerakkan partisipasi masyarakat yang lain;

d) Menggerakkan sumber daya masyarakat;

e) Mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan;

34

f) Memanfaatkan hasil-hasil yang telah dicapai dari kegiatan masyarakat.

Sedangkan secara umum partisipasi masyarakat dapat dilihat dari bentuk partisipasi yang diberikan yaitu pertama, dalam bentuk nyata (memiliki wujud) yang meliputi bentuk partisipasi uang, harta benda, tenaga dan keterampilan. Kedua, partisipasi dalam bentuk tidak nyata (abstrak) yang terdiri dari partisipasi buah pikiran atau pemikiran, sosial, pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif (Laksana dan Kunci, 2013).

Bentuk partisipasi dalam proses pembangunan dapat di pilah menjadi lima bagian Ndraha (1990) dalam (Fahrudin, n.d.) sebagai berikut:

a) Partisipasi dalam memperhatikan/ menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya.

b) Partisipasi dalam perencanaan termasuk dalam pengambilan keputusan.

c) Partisipasi dalam pelaksanaan operasional.

d) Partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan tingkatan hasilnya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pasaribu dan Simanjutak (1986) dalam (Fahrudin, n.d.) menjelaskan bahwa sumbagan dalam partisipasi dapat dirinci menurut jenis-jenisnya yang terdiri dari:

35

a. Partisipasi buah pikiran, yang diberikan partisipasi dalam anjang sono, pendapat, pertemuan atau rapat.

b. Partisipasi tenaga, yang diberikan partisipasi dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain, dan sebagainya.

c. Partisipasi harta benda, yang diberikan orang dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain, dan sebagainya.

d. Partisipasi keterampilan dan kemahiran, yang diberikan orang untuk mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industri.

e. Partisipasi sosial, yang diberikan orang sebagai tanda paguyuban, misalnya turut arisan, koperasi, melayat (dalam peristiwa kematian), kondangan (dalam peristiwa pernikahan), nyambungan dan mulang-sambung.

Sementara itu menurut Keith Davis (Sastropoetro, 1986) dalam Hariawan Bihamding (2019 : 7) menggolongkan jenis bentuk partisipasi, yaitu : (1) partisipasi buah pikiran; (2) partisipasi keterampilan/keahlian; (3) partisipasi tenaga; (4) partisipasi harta benda; (5) partisipasi uang. Sependapat dengan diatas oleh Hamidjojo dan Iskandar (Effendy, 1999 : 116) mengemukakan jenis-jenis partisipasi adalah: (1) partisipasi buah pikiran; (2) partisipasi tenaga; (3) partisipasi harta benda; (4) partisipasi keterampilan/kemahiran; (5) partisipasi sosial.

Adapun bentuk partisipasi dalam penanggulangan bencana (Pratiwi dan Meirinawati, 2019) terdiri dari lima yaitu :

36 1. Partisipasi pemikiran

Partisipasi pemikiran merupakan tahap awal sebelum pelaksanaan kegiatan yakni berupa penyusunan rencana kegiatan berdasarkan ide-ide atau konsep yang diusulkan masyarakat. Wujud partisipasi ini antara lain seperti ikut menyumbangkan ide gagasan atau pemikiran melalui kehadiran dalam rapat atau musyawarah. Bentuk partisipasi pemikiran dalam penanggulangan bencana berupa pemilihan dan penentuan tempat yang digunakan untuk pengungsian, pemasangan pengukuran debit air sungai (Pratiwi dan Meirinawati, 2019).

2. Partisipasi Tenaga

Dalam perencanaan program tentu telah dipertimbangkan terkait tujuan atau sasaran program.

Setelah tujuan dan sasaran tersebut ditentukan hal selanjutnya yang dilakukan adalah pelaksanaan program yang telah direncanakan. Hal yang terpenting dalam pelaksanaan program adalah perlu adanya partisipasi seluruh tokoh masyarakat didalamnya. Bentuk partisipasi tenaga dalam penanggulangan bencana adalah mengikuti sosialisasi, simulasi hingga pelatihan program penanggulangan bencana, gotong royong dalam membersihkan sampah yang menyumbat selokan,membuat tanggul, membantu proses evakuasi terhadap warga, dokumen-dokumen atau barang-barang penting, membantu keamanan warga saat terjadi bencana, membantu penyediaan makanan untuk masyarakat,

37

membuat tenda pengungsian (Pratiwi dan Meirinawati, 2019).

3. Partisipasi Harta Benda

Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam menyumbangkan harta atau benda yang dimiliki untuk mendukung pelaksanaan program. Dalam partisipasi ini dapat kita lihat kontribusi masyarakat dalam menyumbangkan harta atau benda yang bersifat pribadi untuk kemudian membantu dalam pelaksanaan program.

Bentuk partisipasi harta benda dalam penanggulangan bencana adalah bisa dengan iuran dana sosial untuk korban bencana, pakaian bekas, pembalut untuk kebutuhan perempuan, perahu, sumbangan bahan mentah makanan seperti beras, mie instan dll (Pratiwi dan Meirinawati, 2019).

4. Partisipasi Keterampilan

Partisipasi keterampilan merupakan bentuk partisipasi dalam bentuk sumbangan keterampilan atau keahlian yang dimiliki untuk membantu proses pelaksanaan program. Jenis partisipasi ini dapat dilihat pada saat pelaksanaan program. Bentuk partisipasi keterampilan yang dapat dilakukan dalam penanggulangan bencana adalah keterampilan dalam membuat rakit, untuk perempuan keterampilan memasak, manajemen dapur umum, melakukan pertolongan pertama dan membuat tenda darurat (Pratiwi dan Meirinawati, 2019).

38 5. Partisipasi Sosial

Partisipasi yang terakhir menurut Abu Huraerah adalah partisipasi sosial. Partisipasi sosial menurut Huraerah (2008) dalam (Pratiwi dan Meirinawati, 2019) yaitu partisipasi yang diberikan orang sebagai tanda paguyuban. Dalam partisipasi sosial ini dapat diartikan merupakan partisipasi yang lebih bersifat kekeluargaan.

Bentuk partisipasi sosial dalam penanggulangan bencana dapat berupa mengikuti kegiatan sosial seperti gotong royong dalam membuat tanggul, membersihkan selokan, mengikuti rapat, dan lain sebagainya (Pratiwi dan Meirinawati, 2019).

d. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Slamet (1985) dalam (Mardikanto dan Soebiato, 2017) menjelaskan bahwa tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan ditentukan oleh tiga unsur pokok antara lain:

1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi

Pada kenyataannya, banyak program pembangunan yang kurang melibatkan partisipasi masyarakat karena masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi. Di sisi lain, seringkali muncul kesan bahwa

“informasi” yang disampaikan kepada masyarakat masih kurang tentang kapan dan dengan cara apa mereka dapat atau harus berpartisipasi.

Adapun yang dimaksud kesempatan di sini adalah:

39

a) Kemauan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pemeliharaan, dan pemanfaatan pembangunan, sejak di tingkat pusat sampai di jajaran birokrasi yang paling bawah;

b) Kesempatan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan pembangunan;

c) Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya (alam dan manusia) untuk melaksanakan pembangunan;

d) Kesempatan dalam memperoleh dan menggunakan teknologi yang tepat, termasuk peralatan/perlengkapan penunjangnya;

e) Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan menggunakan peraturan, perijinan, dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan;

f) Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan, dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat.

2. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi Perlu disadari, apabila sudah menyediakan atau meningkatkan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan tidak akan berarti jika masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk dapat berpartisipasi.

Sedangkan kemampuan yang dimaksud adalah:

a) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun atau

40

pengetahuan tentang peluang untuk membangun (memperbaiki mutu hidupnya);

b) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki;

c) Kemampuan untuk memecahkan masaah yang dihadapi dengan menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia secara optimal.

3. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi

Kesediaan masyarakat untuk turut berpartisipasi terutama ditentukan oleh sikap mental yang dimiliki masyarakat itu sendiri untuk membangun atau meningkatkan mutu kehidupannya, yang menyangkut:

a) Sikap meninggalkan nilai-nilai yang menghambat dalam kegiatan pembangunan;

b) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana program pembangunan pada umumnya;

c) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas diri;

d) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan pembangunan;

e) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya.

2. Bencana

a. Definisi Bencana

Definisi bencana secara umum adalah suatu kejadian yang ditimbulkan baik oleh faktor alam maupun non-alam yang

41

dapat menyebabkan kehilangan nyawa manusia, kerugian atau kerusakan ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya atau peradaban pada wilayah yang terdampak bencana (Adiyoso, 2018).

Menurut Soemano (2011) dalam (Adiyoso, 2018) secara bahasa kata bencana berasal dari bahasa Inggris “disaster”

yang berakar dari bahasa latin “disastro”. Disaster berasal dari gabungan kata DIS yang mempunyai arti “negatif” dan ASTRO yang berarti “bintang” (star). Posisi bintang diyakini dapat mempengaruhi nasib manusia sehingga “disastro”

artinya “nasib kemalangan” atau “tidak beruntung” (unlucky).

Ada pula yang mengartikan peristiwa jatuhnya bintang-bintang ke bumi.

Sementara itu definisi bencana dari beberapa sumber antara lain:

a. Asian Disaster Reduction Center (2003) dalam (Khambali, 2017) mendefinisikan bencana sebagai suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada.

b. Parker (1992) dalam (Adiyoso, 2018) menyebutkan bencana adalah sebuah kejadian yang disebabkan oleh alam maupun ulah manusia dan tidak biasa terjadi yang termasuk imbas dari kesalahan teknologi yang memicu

42

respon dari masyarakat, komunitas, individu, maupun lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas.

c. Lebih lanjut dalam UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, mendefinisikan bencana merupakan sebagai suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis ( UU No. 24 Tahun 2007).

b. Jenis Bencana

Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Bencana alam, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam. Bencana alam meliputi:

a) Gempa bumi adalah suatu peristiwa berguncangnya bumi yang dapat disebabkan oleh tumbukan antar lempeng tektonik, akibat gunung berapi atau runtuhan batuan.

b) Tsunami, istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang yang terdiri dari dua kata, yakni Tsu yang artinya pelabuhan dan nami yang artinya gelombang laut. Jadi tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang

43

menjalar dengan kecepatan tinggi hingga lebih 900 km per jam terutama diakibatkan oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut (Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, (2009) dalam (Adiyoso, 2018).

c) Gunung meletus adalah gunung yang memuntahkan materi-materi dari dalam bumi seperti debu, awan panas, asap, kerikil, batu-batuan, lahar panas, lahar dingin, magma, dan lain sebagainya. Gunung meletus biasanya bisa diprediksi waktunya sehingga korban jiwa dan harta benda bisa diminimalisasi (Khambali, 2017).

d) Banjir adalah bencana alam yang terjadi akibat curah hujan yang tinggi dan tidak diimbangi dengan saluran pembuangan air yang memadai sehingga merendam wilayah-wilayah yang tidak dikehendaki dan bisa juga terjadi karena jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah yang rendah terkena dampak kiriman banjir (Khambali, 2017).

e) Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan yang jauh dibawah kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian kegiatan ekonomi dan lingkungan.

Kekeringan alamiah terjadi akibat curah hujan dibawah normal, kekurangan pasokan komoditi ekonomi ; kekeringan antropogenik terjadi akibat ketidaktaatan pada aturan tertentu (pola tanam, konservasi, kawasan tangkapan air). Kekeringan termasuk jenis bencana alam karena terjadi karena

44

disebabkan alam dan menimbulkan bahaya bagi kehidupan.

f) Angin puting beliung adalah angin dengan kecepatan tinggi yang berhembus di suatu daerah yang dapat merusak berbagai benda yang ada di permukaan tanah (Khambali, 2017).

g) Tanah longsor adalah tanah yang turun atau jatuh dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah (Khambali, 2017).

2. Bencana non alam, yaitu bencana terjadi diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam. Bencana alam terdiri dari:

a) Kegagalan teknologi adalah sebuah kejadian bahaya yang diakibatkan oleh kesalahan design, pengoprasian, kelalaian, dan kesejangan manusia dalam penggunaaan teknologi dan/atau industri (Adiyoso, 2018).

b) Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara.

c) Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.

45

d) Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

949/MENKES/SK/VII/2004.

3. Bencana sosial, yaitu bencana yang terjadi diakibatkan peristiwa atau rangkaian peristiwa oleh manusia. Bencana sosial berupa:

a) Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).

b) Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.

c) Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan,

46

pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa struktur penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain.

c. Manajemen Penanggulangan Bencana

Penanggulangan bencana dapat didefinisikan sebagai segenap cara usaha atau kegiatan yang dilakukan pada tahapan sebelum, saat dan setelah terjadi bencana dalam rangka usaha pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan terkait dengan bencana (Pusat pendidikan dan pelatihan sumber daya air dan konstruksi, 2017).

Definisi penanggulangan bencana dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana yang kegiatanya meliputi pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi (UU No. 24 Tahun 2007).

Sedangkan definisi manajemen bencana menurut University of Wisconsin dalam (Khambali, 2017) adalah serangkain kegiatan yang didesain untuk mengendalikan situasi bencana darurat dan mempersiapkan kerangka untuk membantu orang yang rentan di bencana dalam menghindari atau mengatasi dampak bencana tersebut.

University British Columbia mengartikan manajemen bencana sebagai proses pembentukan atau penetapan tujuan

47

bersama atau nilai bersama (common value) untuk mendorong pihak-pihak yang terlibat (partisipan) guna menyusun rencana dan menghadapi bencana, baik bencana potensial maupun aktual (Khambali, 2017).

Sementara dalam konteks Ilmu Kesejahteraan Sosial, manajemen penanggulangan bencana adalah suatu upaya untuk menciptakan koordinasi, partisipasi dari berbagai pihak untuk bersama-sama melakukan perencanaan dan implementasi penanggulangan bencana (Zakour, 2006 dalam (Lubis, 2014)).

d. Tujuan Manajemen Penanggulangan Bencana

Secara umum tujuan dari manajemen penanggulangan bencana adalah (Khambali, 2017):

1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan hidup;

2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan korban;

3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan atau pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau relokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman;

4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/transportasi, air minum, listrik, telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial

4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/transportasi, air minum, listrik, telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial

Dalam dokumen Oleh: AGUSTINA LARASATI (Halaman 43-200)

Dokumen terkait