BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pemberdayaan
1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan dapat diartikan sebagai perubahan kepada arah yang lebih baik, dari tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan meningkatkan taraf hidup ketingkat yang lebih baik. Pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, tentunya dalam menentukan tindakan kearah yang lebih baik lagi.1
Konsep pemberdayaan menurut Gunawan Sumodiningrat (1987) sebagaimana dikutip Soetandiyo Wignyo Soebroto, dapat dilihat dari 3 sisi:
a. Pemberdayaan dengan menciptakan suasana atau iklim yang berkembang.
b. Pemberdayaan untuk memperkuat potensi ekonomi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka memperkuat potensi ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, serta akses terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.
1
Diana. Perencanaan Sosial Negara Berkembang, Yogya: Gajah Mada University Press, 1991.h.15
c. Pemberdayaan melalui pengembangan ekonomi rakyat dengan cara melindungi dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang.2
Menurut T. Hani Handoko, pemberdayaan adalah suatu usaha jangka panjang untuk memperbaiki proses pemecahan masalah dan melakukan pembaharuan.3
Pemberdayaan dapat berjalan dengan baik apabila didukung dengan baik oleh lingkungan atau organisasi yang memberdayakan (empowerd organization). Organisasi atau lingkungan yang menyediakan
peluang secara luas serta merangsang para pelakunya (manusia) untuk mengembangkan diri dan mengeluarkan seluruh potensi dirinya secara maksimal.
Ciri-ciri organisasi yang memberdayakan antara lain adalah memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk:
a. Memperkaya muatan pekerjaan (job content), tidak kaku sebatas
deskripsi pekerjaan yang formal.
b. Mengembangkan keterampilan dan pengetahuan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan.
c. Merangsang aktifitas dan inovasi.
2
Prof. Soetandyo Wignyo Soebroto. MPA., Dakwah Pemberdayaan Masyarakat . Yogyakarta: PT LKS Pelangi aksara, 2005, h 170
3
T. Hani Handoko. Manajement Edisi 2, Yogyakarta :BPFE.1997.cet.ke-1.h.337.
d. Lebih banyak mengendalikan dan mengambil keputusan atas pekerjaan.
e. Memberikan kepuasan kepada pelanggan. f. Memelihara orientasi terhadap pasar. 4
Dari enam ciri organisasi diatas lima diantaranya dapat disimpulkan bahwa Panti Sosial Bina Karya PSBK Pengudi Luhur Bekasi telah memberikan kemudahan bagi para gelandangan dan pengemis, yaitu dengan memberikan keterampilan-keterampilan kepada para gelandangan dan pengemis khususnya pada bidang keterampilan montir motor agar mereka terberdayakan, serta mengembangkan keterampilan yang dimiliki oleh para gelandangan dan pengemis khususnya pada bidang keterampilan montir-motor.
Selain itu PSBK juga berperan dalam merangsang kreatifitas dan motivasi para gelandangan dan pengemis agar mereka dapat hidup mandiri dengan memberikan pelatihan, tersebut yang salah satunya adalah pelatihan keterampilan montir-motor. Dan yang terakhir memberikan kepuasan kepada pelanggan, dimana nantinya setelah selesai mengkuti pelatihan tersebut mereka dapat memberikan kepuasaan pada para pelanggan ketika sudah masuk dalam dunia kerja.
Dari ciri organisasi dalam memberdayakan tersebut dapat disinambungkan dengan pendapat Winarni dalam Sulustiyani, bahwa inti dari pemberdayaan ada tiga hal, yaitu pengembangan (enabligh),
4
Semua-hebat.blogspot.com/2009/01/memberdayakan-team.html Di-akses Tanggal 23 Maret 2010
memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya
kemandirian. Dimana pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang. Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi masyarakat tidak menyadari, atau bahkan belum mengetahui. Oleh karena itu, sumber daya harus digali, dan kemudian dikembangkan.
Berdasarkan asumsi tersebut maka pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya dengan dilandasi proses kemandirian.5
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa setiap gelandangan dan pengemis mempunyai potensi yang kuat untuk berkembang. Untuk mengembangkan potensi tersebut diperlukan suatu motivasi untuk mendorong meningkatkan kesadaran dalam diri setiap gelandangan dan pengemis agar mereka dapat mengembangkan potensi tersebut.
Maka dari itu potensi tersebut harus dikembangkan untuk mencapai suatu kemandirian dalam diri manusia khususnya gelandangan dan pengemis. Dengan pemberian keterampilan di bidang montir-motor ini, para gelandangan dan pengemis dapat menjadikan diri mereka lebih mandiri nantinya dan juga memiliki keterampilan dalam diri mereka.
5
http://anshorfazafauzan:blogspot.com/2009/06/pemberdayaan-masyarakat.html diakses Pada Tanggal 23 Maret 2010
Dalam konteks pekerja sosial pemberdayaan dapat dilakukan melalui 3 aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro,
mezzo, makro.
a. Aras mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, strategi management, dan krisis intervension.
b. Aras mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervesi. Pendekatan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan dihadapannya.
c. Aras mikro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large system Strategy), karena sasaran perubahan diarahkan
pada sistem lingkungan yang lebih luas.6
6Ibid. h
2. Tahapan Pemberdayaan
Menurut Adi (2003), tahapan pemberdayaan adalah sebagai berikut:
Untuk memperjelas bagan di atas maka di bawah ini akan diuraikan penjelasannya:
a. Tahapan Persiapan (Engagment)
Pada tahap ini ada dua tahap yang harus dikerjakan yaitu, pertama penyiapan petugas atau tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa juga dilakukan oleh Community Worker hal ini diperlukan untuk
menyamakan persepsi antara anggota tim mengenai pendekatan apa Persiapan (Engagment)
Pengkajian (Assesment)
Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pemformulasian Rencana Aksi Pelaksanaan Program atau Kegiatan Evaluasi Terminasi
yang akan dipilih, penyiapan petugas lebih diperlukan lagi bila dalam proses pemberdayaan masyarakat tenaga yang dipilih memiliki latar belakang yang berbeda antara satu sama lain seperti: pendidikan, agama, suku dan strata. dan penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non direktif
b. Tahapan Pengkajian (Assesment)
Proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melaui tokoh-tokoh masyarakat (Key Person), tetapi juga dapat melalui
kelompok-kelompok dan masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (Felt Needs)
dan juga sumberdaya yang dimiliki klien atau lebih tepatnya jika menggunakan teori SWOT dengan melihat kekuatan (Strength),
kelemahan (Weaknesses), kesempatan (Opportunities), dan ancaman
(Threat).
c. Tahapan Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan (Designing)
Pada tahap ini petugas sebagai agen perubah secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan.
d. Tahapan Pemformulasian Rencana Aksi (Designing)
Pada tahap ini petugas membantu masing-masing kelompok untuk memformulasikan gagasan mereka kedalam bentuk tertulis, terutama
bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana.
e. Tahapan Pelaksanaan Program atau Kegiatan (implementasi).
Dalam upaya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerja sama antara petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahap ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng atau kembali pada tahap-tahap awal.
f. Tahapan Evaluasi
Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa terbentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
g. Tahapan Terminasi (Disengagment)
Tahapan terminasi merupakan tahapan pemutusan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan petugas tidak meninggalkan komunitas secara tiba-tiba walaupun proyek harus segera berhenti. Petugas harus tetap melakukan kontak meskipun
tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan-lahan mengurangi kontak dengan komunitas sasaran.7
3. Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan sebagai suatu proses merupakan sesuatu yang berkesinambungan dimana komunitas atau kelompok masih ingin melakukan perubahan serta perbaikan dan tidak hanya terpaku pada suatu program saja.8
Menurut Edi Suharto.Ph.D. (Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT Refika Aditama.2005),h.60 pemberdayaan adalah proses memuat lima dimensi:
a. Pemungkinan (enabling), yaitu menciptakan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi klien berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan klien dari sekat-sekat kultular dan struktural yang menghambat.
b. Penguatan (empowering), yaitu memperkuat pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki klien dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-mengembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri klien yang menunjang kemandirian.
c. Perlindungan (protecting), yaitu melindungi masyarakat terutama
kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi
7
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Jakarta: FISIF UI Perss, 2004), h.56.
8
Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi UI 2002), seri II, h. 173
tidak sehat) antara yang kuat dan yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. Pemberdayaan harus melindungi rakyat lemah (dilemahkan?), kelompok-kelompok yang tidak beruntung (atau yang tidak diuntungkan?), serta masyarakat terasing (atau diasingkan?).
d. Penyokongan (supporting), yaitu memberikan bimbingan dan
dukungan agar klien mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong klien agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
e. Pemeliharaan (fortering), yaitu memelihara kondisi yang kondusif
agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.9
f. Pemungkinan (enabling), yaitu menciptakan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi klien berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan klien dari sekat-sekat kultular dan struktural yang menghambat.
g. Penguatan (empowering), yaitu memperkuat pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki klien dalam memecahkan masalah dan
9
Syamsir Salam, Amir Fadilah. Sosiologi Pedesaan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 240
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-mengembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri klien yang menunjang kemandirian.
h. Perlindungan (protecting), yaitu melindungi masyarakat terutama
kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis dlskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. Pemberdayaan harus melindungi rakyat lemah (dilemahkan?), kelompok-kelompok yang tidak beruntung (atau yang tidak diuntungkan?), serta masyarakat terasing (atau diasingkan?).
i. Penyokongan (supporting), yaitu memberikan bimbingan dan
dukungan agar klien mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong klien agar terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.
j. Pemeliharaan (fortering), yaitu memelihara kondisi yang kondusif
agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin
keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.10
Namun dalam proses pemberdayaan bahwa peran serta masyarakat merupakan yang penting dalam peningkatan pembangunan mutu, peran serta masyarakat dapat dibedakan dengan memahami motivasi mereka.
Proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu, organisasi dan komunitas bukanlah suatu titik tertentu. Tetapi lebih merupakan sebagai upaya berkesinambungan untuk meningkatkan data yang ada. Dalam konteks kesejahteraan sosial, upaya memperdayakan terkait dengan upaya peningkatan taraf hidup masyarakat ke tingkat yang lebih baik. Dengan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan suatu komunitas menjadi kurang berdaya.
4. Tujuan Pemberdayaan
Menurut Edi Suharto.Ph.D. Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktural yang tidak adil). 11
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah:
1. Mendorong, memotovasi meningkatkan kesadaran akan potensinya, dan menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang.
10
Syamsir Salam, Amir Fadilah. Sosiologi Pedesaan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 240
11
Edi Suharto.Ph.D. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT Refika Aditama.2005.h.60
2. Memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah positif memperkembangkannya.
3. Penyediaan berbagai masukan, dan pembukaan akses kepeluang-peluang. Upaya yang pokok yang dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tepat guna, informasi, lapangan kerja dan pasar, dengan fasilitas-fasilitasnya.12
B. Pengertian keterampilan
Keterampilan memiliki kata dasar “terampil” yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Sedangkan keterampilan mempunyai makna atau arti kecakapan untuk menyelesaikan tugas.13
Menurut W. Gulo, keterampilan tidak akan berkembang kalau tidak didukung oleh sikap, kemauan dan pengetahuan. Manusia merupakan pribadi yang unik, dimana aspek rohaniah, mental intelektual dan fisik merupakan suatu ketautan yang utuh.14
Ciri-ciri orang yang terampil yaitu, orang yang bisa mengembangkan dirinya dalam suatu kreativitas dan bisa melakukan sesuatu dengan baik untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan adanya kegiatan keterampilan ini maka program pemberdayaan yang dilakukan oleh Panti
Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi dapat terlaksana dengan baik dan
mencapai hasil yang lebih maksimal.
12
Nyoman Sumaryadi, Perendancanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta : Citra Utama 2005).h.115
13
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.935.
14
C. Gelandangan dan Pengemis (gepeng)
1. Pengertian Gelandangan dan Pengemis
Istilah “gepeng” merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis. Menurut Depertemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.15 “Pengemis” adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. 16
Gelandangan dan Pengemis adalah seseorang yang hidup menggelandang dan sekaligus mengemis.17
Ali, dkk,. (1990) menyatakan bahwa gelandangan berasal dari gelandang yang berarti selalu mengembara, atau berkelana (lelana). Dengan strata demikian maka gelandangan merupakan orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal atau rumah dan pekerjaan yang tetap atau layak, berkeliaran di dalam kota, makan-minum serta tidur di sembarang tempat. 18
15
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem.
16Ibid
, h. 2
17
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, hal 5
18
Ali, dkk,. (1990) Gelandangan di kartasura, dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem
Menurut Mutholib dan Sudjarwo dalam Ali,dkk.,(1990) diberikan tiga gambaran umum gelandangan, yaitu :
a. Sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyarakat, b. Orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai,
c. Orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan.19
2. Faktor-faktor munculnya gelandangan dan pengemis
Masalah sosial dan ekonomi sulit dihindari keberadaannya dalama kehidupan bermasyarakat, yang berada di daerah perkotaan adalah pemicu munculnya gelandangan dan pengemis yang ada pada saat ini, munculnya gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagia masalah yang ada seperti halnya kemiskinan, pendidikan yang rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan sosial budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Adapun gambaran permasalahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Faktor kemiskinan
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan jangkauan pelayanan umum sehingga tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak.
19 Ibid,
b. Faktor Pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
c. Faktor keterampilan kerja
Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
d. Faktor sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi gelandangan dan pengemis.
e. Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan tidak adanya rasa malu untuk meminta-minta.
f. Sikap pasrah pada nasib
Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakukan perubahan.
g. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang
Ada kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan dan pengemis yang hidup menggelandang, karena mereka merasa tidak terikat oleh peraturan dan norma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis adalah salah satu mata pencaharian. h. Masalah Kesehatan
Dari segi kesehatan, gelandangan dan pengemis termasuk kategori warga negara dengan tingkat kesehatan fisik yang rendah. Akibatnya rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses pelayanan kesehatan.
Selain permasalahan diatas ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh gelandanganan dan pengemis antara lain :
i. Masalah Lingkungan
Gelandangan dan Pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebenarnya dilarang dijadikan tempat tinggal, seperti : taman-taman, bawah jembatan dan pinggiran kali. Oleh karena itu kehadiran mereka di kota-kota besar sangat mengganggu ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota.
j. Masalah Kependudukan
Gelandangan dan Pengemis yang hidupnya berkeliaran dijalan-jalan dan tempat umum, kebanyakan tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat dikelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan pernikahan yang sah.
k. Masalah keamanan dan ketertiban
Maraknya gelandangan dan pengemis di suatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan sosial, serta mengurangi keamanan dan ketertiban di daerah tersebut.
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Gambaran Umum
Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah salah
satu unit pelaksana teknis Departemen Sosial, Beralamat di JL. H.M.Djojomartono No.19 Telp./Fax (021) 880188 Bekasi – Jawa Barat.
PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial,
meliputi pembinaan fisik, bimbingan mental, bimbingan sosial, pengubahan sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi gelandangan dan pengemis. Pelayanan dan rehabilitasi yang diberikan adalah agar penerima pelayanan mampu berperan aktif dalam kahidupan bermasyarakat. Hal ini terlampir dalam peraturan menteri sosial Republik Indonesia Nomor : 106/HUK/2009 Tentang organisasi dan tata kerja panti sosial dilingkungan departemen sosial.1
B. Visi dan Misi
1. Visi : Mengantaskan penyandang masalah gelandangan dan pengemis menjadi Manusia mandari.
2. Misi: Memberikan pelayanan terbaik, bekerja secara profesional dengan landasan Pengabdian.
1
Himpunan keputusan menteri sosial Republik Indonesia tahun 2009. Pusat Penyusunan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum Kementerian Sosial RI Jakarta 2010 hal.617
C. Sejarah Berdiri Panti
Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” berdiri sejak tanggal 04 oktober 1961 dengan nama “Komando Penampungan Pendidikan dan Penyaluran Tuna Karya”(KOP3TK) untuk seluruh wilayah pulau Jawa.
Berdasarkan SK Menteri Sosial RI No.41 / HUK /KEP /XI /1979 tertanggal 01 Nopember 1979, nama panti berubah dari KOP3TK menjadi panti rehabilitasi Gelandangan Pengemis dan Orang Terlantar (PRGPOT) di bawah naungan Kantor Wilayah Departemen sosial Propinsi Jawa Barat. Pada tahun 1994,perubahan nama panti kembali terjadi berdasarkan SK Menteri Sosial RI No.41 / HUK /KEP /XI /1994 tentang penamaan UPT Pusat / Panti /Sarana,
maka PRGPOT berubah manjadi panti sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi.2
D. Tujuan dan Fungsi Lembaga
Tujuan dan fungsi panti sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
Tugas pokok PSBK, memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,
2
resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.
Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”, memiliki tujuan
agar terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan sosial bagi gelandangan dan pengemis dan meliputi pulihnya kembali rasa harga diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial, serta mau dan mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan bermasyarakat.
2. Fungsi
Fungsi dari Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” adalah
memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keteranpilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.
E. Sasaran pelayanan
Sasaran palayanan dari Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur adalah sebagai berikut:
1. Gelandangan 2. Pengemis
4. Pemulung yang menggelandang 5. Pengemis yang menggelandang
6. Pedagang asongan yang menggelandang
F. Struktur dan Tata Kerja
Berdasarkan keputusan Menteri Sosial RI Nomor.59 / HUK /2003 tertanggal 23 juli 2003, tentang Organisasi dan Tata Kerja panti sosial dilingkungan Departemen Sosial RI. Panti Sosial Bina Karya (PSBK)
“Pangudi Luhur” dipimpin oleh seorang kepala panti dibantu oleh kepala bagian tata usaha, dua kepala seksi dan kelompok jabatan fungsional. Adapun
struktur organisasi di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “pangudi luhur” adalah
STRUKTUR ORGANISASI
PANTI SOSIAL BINA KARYA PANGUDI LUHUR BEKASI 3
3Sumber:Tata Usaha PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi Tahun 2009
K E P A L A
Drs. Sebak Singkali
KA.SUB.BAGIAN TATA USAHA
Drs. Lusinto
KA.SIE PROG & ADVOKASI SOSIAL