SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
AHMAD NURSAHRI
NIM . 105054102063
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
AHMAD NURSAHRI NIM: 105054102063
Di Bawah Bimbingan
Tantan Hermansah, M.Si
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu Tanggal 16 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta 16 Maret 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. Mahmud jalal. MA Ellies Sukmawati. MSi
NIP.19520422198103 1 002 NIP. 19780318200901 2 007
Penguji I Penguji II
Ismet Firdaus. MSi Ahmad Zaky. MSi
NIP. 150411196 NIP. 150411158
Pembimbing Skripsi
Tantan Hermansah. MSi
i
Montir Motor di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur“ Bekasi.
Saat ini pendidikan menjadi prioritas utama untuk menjalani kehidupan dengan baik dan layak, minimnya pendidikan dan terbatasnya lapangan pekerjaan membuat seseorang menjadi sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keadaan ini semakin buruk dengan adanya krisis ekonomi yang semakin parah, harga kebutuhan pokok semakin meningkat sedangkan penghasilan tidak bertambah. Krisis ekonomi juga berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, krisis ekonomi mengakibatkan turunnya pendapatan nyata penduduk akibat hilangnya kesempatan kerja.
Krisis ekonomi juga dapat meningkatkan jumlah gelandangan dan pengemis, mereka menjadi gelandangan dan pengemis karena kurangnya lapangan pekerjaan dan minimnya pendidikan. Dalam hal ini tidak memerlukan keterampilan dan latar pendidikan yang baik. Tugas Panti Sosial Bina Karya
(PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah memberikan pelayanan dalam bentuk pembinaan dan bimbingan fisik, mental, sosial. Merubah perilaku serta pelatihan keterampilan dan pembinaan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya. Dari ketermpilan yang diberikan salah satunya adalah keterampilan montir motor.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan pemberdayaan
gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”
dan bagaimana hasil yang dicapai dalam pemberian program keterampilan montir motor bagi para Warga Binaan Sosial dan apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan keterampilan montir motor
Melalui wawancara, observasi dan studi pustaka diketahui bahwa pemberdayaan gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK)
“Pangudi Luhur” Bekasi tidak berjalan dengan baik. Manfaat pemberdayaan ini sangat positif bagi gelandangan dan pengemis untuk bekal mereka dalam menjalani kehidupan ditengah masyarakat. Apabila mereka menjalankan kegiatan keterampilan dengan baik menurut prosedur kegiatan keterampilan yang diadakan
ii
bumi beserta isinya, Tuhan sekalian alam Alloh SWT, yang berkat rahmat dan
ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tidak
lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang
telah membawa umatnya dari alam kebodohan menuju alam yang penuh dengan
ilmu pengetahuan.
Dengan selesainya skripasi dengan judul “Pemberdayaan Gelandangan
dan Pengemis melalui Program Keterampilan Montir Motor di Panti Sosial
Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi”, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif
hidayatullah Jakarta, maka penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Setelah melalui proses yang amat panjang dan godaan serta hambatan
yang penulis alami dalam proses penelitian ini, penulis mengucapkan rasa terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat dan tersayang Ayahanda Ubaidillah dan Ibunda Halimah
semoga Alloh SWT memberikan melimpahkan karunia nikmat dan
kemuliaan sebagai balasan atas cinta kasih dan pengorbanan yang telah
iii
selaku ketua dan sekertaris Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, beserta
jajaran staf Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
4. Bapak Tantan Hermansah M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan
sabar dan ikhlas mengorbankan waktunya, serta memberikan bimbingan,
arahan, kritik,saran dan motivasi yang besar kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Seluruh Bapak Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis
selama penulis kuliah di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
6. Kepala Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi beserta
staf, khususnya Bapak Cecep sutriman S.Sos dan Bapak Drs.Alimin selaku
pamong dan pembimbing keterampilan montir-motor.
7. Kepada para Warga Binaan Sosial yang ada di Panti Sosial Bina Karya
dan para alumni PSBK.
8. Adik-adik tercinta Aminuddin, Nurul Anwar (Alm) Ni’matul jannah dan si
bungsu Miftah adilla, yang menjadi penyemangat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat tempat berbagi tentang kehidupan, Fandy, Kejo, Fahmi,
Neo, Izmoel,Ajay,Usnie,Jody. Juga teman-teman Kessos tanpa terkecuali.
10.Spesial untuk Eva Imelda yang tidak hentinya memberikan motivasi dalam
iv
Pada akhirnya kesempurnaan hanyalah milik Alloh SWT, penulis
mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya, semoga Alloh SWT selalu bersama kita dalam
menjalani kehidupan yang diridhoi-Nya.
Jakarta 26 jnuari 2011
v
Hal
KATA PENGANTAR………....i
ABSTRAK……….......ii
DAFTAR ISI ………....iii
DAFTAR TABEL ………......iv
BAB I PENDAHULUAN………....1
A. Latar Belakang Masalah………...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………...2
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………...…3
D. Tempat dan Waktu Penelitian ………....4
E. Alasan Penelitian Subjek Pemberdayaan………..…..4
F. Metodologi Penelitian ………...4
G. Sistematika Penulisan ………...13
BAB II TINJAUAN TEORITIS………...14
A.Pemberdayaan………...14
1. Pengertian Pemberdayaan………...14
2. Tahapan Pemberdayaan………...19
3. Proses Pemberdayaan………...22
4. Tujuan Pemberdayaan ………...25
B. Pengertian keterampilan………...26
C.Gelandangan dan Pengemis (gepeng)………...…..27
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ………...…31
A.Gambaran Umum ………...31
B. Visi dan Misi...31
vi LUHUR” BEKASI DALAM RANGKA MEMBERDAYAKAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS………...45
A. Pelaksanaan Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK)”Pangudi Luhur”Bekasi………...45
B. Tahapan Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis Melalui Keterampilan Montir Motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK)”Pangudi Luhur” Bekasi………...46
1. Persiapan ( Engagment )………...46
2. Pengkajian ( Assesment)………...47
3. Perencanaan Alternatif Program …...49
4. Pelaksanaan Program ………...50
5. Magang ………...…52
6. Evaluasi ...53
vii
bagi Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya
“Pangudi Luhur” Bekasi...55
1. Awal Pelatihan keterampilan Montir Motor...55
2. Hasil yang dicapai dalam pelatihan montir-motor di PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi...56
BAB V PENUTUP ………...……59
A. Kesimpulan………...…..59
B. Saran ………...…60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan gelandangan dan pengemis merupakan salah satu
permasalahan sosial yang sulit ditangani. Banyaknya jumlah gelandangan dan
pengemis yang kerap kali terlihat memadati setiap perempatan dan ruas-ruas
jalan utama bukan hanya tidak sedap dipandang, melainkan menjadi isu serius
yang perlu dicarikan jalan keluarnya bersama.
Kondisi di atas belum ditambah dengan kenyataan bahwa sebagian
besar gelandangan dan pengemis di kota jakarta dan bahkan mungkin di
beberapa kota besar lainnya adalah notabene bukan orang penduduk setempat.
Pada tingkat ekstrem, kegiatan mengemis merupakan aktivitas rutin yang
terorganisasi dengan baik seperti temuan sebuah stasiun TV setahun yang lalu
yang melaporkan adanya oknum anak pejabat yang turut aktif mengelola
organisasi pengemis, selain itu, serbuan para PMKS (Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial), istilah khusus yang digunakan pada para pekerja sosial,
yang “diimport” dari luar kota Jakarta menyebabkan sulitnya menerapkan cara
atau perlakuan yang tepat untuk membina mereka.
Menariknya, munculnya gelandangan dan pengemis tidak hanya
Bangladesh, atau Thailand, kasus yang sama juga terjadi pula diberbagai
negara maju.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis
tertarik untuk meneliti mengenai “Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis
melalui program keterampilan montir-motor di Panti Sosial Bina Karya
( PSBK ) “Pangudi Luhur Bekasi”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat berbagai keterbatasan penulis, maka penelitian ini dibatasi
pada masalah “Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis melalui program
keterampilan montir motor di Panti Sosial Bina Karya ( PSBK ) “Pangudi
Luhur Bekasi. Dalam kurun waktu dari tahun 2009 sampai tahun 2010 saja.
2. Perumusan Masalah
Adapun masalah yang akan peneliti lakukan adalah:
1) Bagaimana proses kegiatan keterampilan montir-motor di Panti
Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi ?
2) Bagaimana hasil yang dicapai dalam kegiatan keterampilan
montir-motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a) Untuk mengetahui bagaimana kegiatan keterampilan montir-motor di Panti
Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi.
b) Untuk mengetahui hasil yang dicapai dalam kegiatan keterampilan
montir-motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi masyarakat dan para
gelandangan dan pengemis yang telah mengikuti pelatihan
montir-motor dan dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi Panti Sosial
Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi untuk dapat
diaplikasikan pada program keterampilan montir motor.
b. Secara Praktis
Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis, berkaitan dengan
konsep maupun metodologi, serta dapat menjadi acuan, apakah
program keterampilan dapat menjadi alternatif pendidikan bagi
gelandangan dan pengemis dalam upaya meningkatkan sumber daya
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi
Luhur” Bekasi yang Beralamat di JL. H.M.Djojomartono No.19 Telp./Fax
(021) 880188 Bekasi – Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Januari sampai November 2010, mengingat waktu tersebut merupakan proses
dimulainya kegiatan pemberdayaan gelandangan dan pengemis pada program
keterampilan montir motor yang dilakukan di Panti Sosial tersebut.
E. Alasan Penelitian Subjek Pemberdayaan
Alasan penulis meneliti tentang pemberdayaan gelandangan dan
pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” adalah:
Karena pandangan penulis, bidang keterampilan montir-motor lebih
mempunyai prospek dalam tuntutan hidup di tengah masyarakat di masa
sekarang dan yang akan datang. Dimana prospek yang dimaksud oleh penulis
adalah mereka dapat mengembangkan keterampilan dari hasil pemberdayaan
yang dilakukan oleh panti sosial tersebut, contohnya dengan membuka usaha
bengkel motor ditempat mereka tinggal. Hal tersebut dikarenakan pada saat
ini pesatnya perkembangan teknologi dan persaingan dalam dunia pekerjaan.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 1
Sedangkan menurut Nawawi, pendekatan kualitatif dapat diartikan
sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi
sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dan dihubungkan dengan
pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun maupun
praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan
informasi-informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu
generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.2
Penelitian ini menggambarkan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan
oleh Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” pada program
keterampilan montir motor.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma konstruktivis.
Dimana paradigma tersebut dimaksudkan sebagai penelitian naturalistik, yang
dalam prakteknya paradigma konstruktivis adalah aktivitas penelitian yang
berangkat dari berbagai isu dan perhatian para partisipan (responden) yang
pada akhirnya sampai pada konstruksi bersama, antara peneliti dengan
responden tentang suatu temuan atau hasil. Dalam metodologi penelitian,
sebuah paradigma diakui selain mengandung sejumlah keunggulan, juga
memiliki beberapa kelemahan tertentu. Hal ini adalah suatu hal yang wajar
dan universal. Meskipun demikian, tidak berarti sebuah paradigma menjadi
1
. Prof. DR. Lexy J. Moleong, M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) h.4
2
tidak penting untuk dilakukan. Sebab, persoalannya tidak terletak pada
bagaimana menggunakan dan menempatkan sebuah pendekatan dengan
keunggulan dan kelemahan yang melekat padanya dalam suatu studi dengan
masalah yang relevan ditelaah menurut logika pendekatan tersebut.
Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian
kualitatif perlu kiranya kemukakan definisi metode kualitatif, Bogdan dan
Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang atau perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka,
pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik
(utuh). Jadi, dalam hal ini tidakboleh mengisolasikan individu atau organisasi
kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian
dari sesuatu keutuhan.3
Pendekatan ini digunakan karena peneliti ingin mendeskripsikan
tentang pemberdayaan sosial untuk gelandangan dan pengemis pada
keterampilan montir-motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi
Luhur Bekasi.
2. Sumber Data
a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari partisipan atau
pekerja sosial dan sasaran penelitian, yaitu para gelandangan dan
pengemis yang menjadi siswa di Panti Sosial Bina Karya (PSBK)
3
“Pangudi Luhur” Bekasi yang ikut pada keterampilan montir motor.
Diantaranya:
a. Bapak Drs Alimin selaku pembimbing pada bidang keterampilan
montir-motor. Wawancara yang penulis lakukan dengan beliau
sebanyak tiga kali rata-rata setiap kali wawancara dilakukan selama 30
sampai 60 menit, pada wawancara yang pertama dilakukan didalam
kantor pekerja sosial, bahasannya tentang materi-materi apa yang
diberikan kepada peserta keterampilan tersebut. Kemudian wawancara
yang kedua dilakukan diruang keterampilan yang terletak didalam
panti sosial, dalam wawancara yang keduaa ini penulis menanyakan
tentang kegiatan keterampilan yang sedang dilakukan oleh para warga
binaan social, pertanyaannya seputar keterampilan apa yang dilakukan
instruktur ketika keterampilan berlangsung dan apa saja kendala yang
terjadi dalam praktek keterampilan yang sedang dilakukan. Dan
wawancara yang ketiga ini dilakukan dikediaman Bapak Drs.Alimin
yang terletak dikomplek Depsos kota Bekasi, pada wawancara ini
membahas tentang apa yang dilakukan oleh panti sosial ketika peserta
keterampilan selesai mengikuti kegiatan yang diadakan di panti sosial.
b. Bapak cecep S.sos. selaku kasie Rehabilitasi Sosial. Wawancara yang
penulis lakukan kepada beliau hampir sama dengan penulis lakukan
dengan Bapak Alimin, hanya saja tempat yang berbeda. Pada
wawancara yang pertama dilakukan di kantor rehabilitasi sosial
dalam penyeleksian calon warga binaan sosial. Kemudian yang kedua
tentang langkah apa yang dikukan oleh panti social dan para pekerja
social yang yang ada untuk memaksimalkan keterampilan khususnya
montir-motor. Dan yang ketiga membahas Warga Binaan Sosial yang
telah mengikuti kegialtan pemberdayaan dan hasil yang dicapai
setelah mereka selesai dan keluar dari lingkungan panti sosial.
c. Asep kurnia salah satu Warga Binaan Sosial yang mengikuti
keterampilan montir-motor. Wawancara dilakukan didekat lapangan
buu tangkis tempat warga binaan social mengisi kegiatan pada saat
hari libur yaitu pada hari sabtu dan minggu. Pada wawancara pertama
pertanyaan yang penulis ajukan tentang kegiatan pelatihan yang
diikutinya yaitu keterampilan montir-motor, dan wawancara yang
kedua dilakukan di ruang praktek, bahasannya tentang kendala yang
dirasakan pada saat mengikuti kegiatan keterampilan tersebut. Dan
yang ketiga wawancara di pondok tempat dia tinggal, membahas
rencananya setelah selesai dan keluar dari panti social. Dan alas an
penulis memilih dia sebagai salah satu responden karena Asep kurnia
salah satu peserta yang bisa dengan baik menerima tentang
keterampilan tersebut.
b) Data Sekunder, yaitu berupa catatan hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan di Panti Sosial Bina Karya atau dokumen yang diambil dari
masalah penelitian ini berupa profil panti dan biodata warga binaan sosial
yang menjadi objek penelitian.
3. Tekhnik Pengumpulan Data
a) Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung pada
pelaksanaan program keterampilan montir-motor di Panti Sosial Bina
Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi. Pada tahap ini, penulis
mendatangi panti dan mengikuti kegiatan keterampilan yang dilaksanakan
di Panti Sosial Bina Karya untuk mengumpulkan data-data yang
diperlukan dan memperoleh data yang diinginkan.
Pada kegiatan observasi ini penulis melakukan pengamatan selama
dua minggu, yang dilakukan selama tiga hari dalam seminggu yaitu pada
hari selasa rabu dan kamis selama dua jam dalam setiap harinya. Pada
kegiatan ini penulis mengikuti kegiatan keterampilan dan sambil meneliti
dan mengamati apa saja yang dilakukan para peserta atau Warga Binaan
Sosial dalam mengikuti kegiatan keterampilan. Dalam mengikuti
keterampilan ini peserta menjalankan kegiatan yang diberikan oleh
instruktur atau pembimbing yang bertugas menjadi pendamping kegiatan
keterampilan, mereka mencoba menghidupkan mesin yang diberikan
sebagai alat praktek keterampilan.
b) Interview atau wawancara yang dilakukan oleh penulis untuk memperoleh
data dari berbagai narasumber. Wawancara pada penelitian ini lebih di
montir-motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”
Bekasi.dengan demikian data yang didapatkan relevan dengan judul yang
penulis angkat. Penulis melakukan wawancara kepada Warga Binaan
Sosial yang sedang mengikuti kegiatan keterampilan dengan tujuan
memperoleh data atau informasi yang di dapat lebih akurat seputar
keterampilan montir-motor.
c) Dokumentasi, pada penelitian ini, penulis berusaha mengumpulkan,
membaca dan mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis yang
diperoleh dilapangan serta data-data lain yang didapatkan dari buku-buku,
brosur dan sumber lain yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti
oleh penulis.
4. Analisis Data
Setelah data terkumpul dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan
permasalahan penelitian, maka selanjutnya penulis melaksanakan analisis
terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis data tersebut, penulis
menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan hasil temuan
penelitian secara sistematik, faktual dan akurat yang disertai dengan
petikan wawancara yang akan dipaparkan oleh penulis dalam BAB IV
Nasir mengemukakan analisis data merupakan bagian yang sangat
penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat
diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah
penelitian.4
4
Ada berbagai cara untuk menganalisa data dan mendeskripsikan data,
tetapi secara garis besarnya ada beberapa langkah sebagai berikut :
a. Reduksi data. Yaitu dimana penulis melakukan penelitian langsung,
dengan memilih data yang relevan, kemudian mengamati bagaimana
proses kegiatan pemberdayaan pada keterampilan montir-motor yang
dilakukan oleh PSBK”Pangudi Luhur” Bekasi. Dan bagaimana hasil yang
dicapai dalam kegiatan keterampilan montir-motor di PSBK”Pangudi
Luhur” Bekasi.
b. Penyajian data. Setelah data mengenai proses pemberdayaan yang
dilakukan bagi gelandangan dan pengemis melalui keterampilan
montir-motor diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk
narasi, visual gambar, bagan, tabel dan lain sebagainya yang terangkum
dalam skripsi ini.
c. Penyimpulan atas apa yang disajikan. Pengambilan kesimpulan dengan
menghubungkan dari tema atau judul tersebut, sehingga memudahkan
untuk menarik kesimpulan pada bab penutup.
Analisis data melibatkan upaya mengidentifikasi cirri-ciri suatu objek
dan kejadian. Kategori dari analisa ini diperoleh berdasarkan fenomena yang
tampak pada pemberian keterampilan di PSBK”Pangudi Luhur Bekasi.
5. Keabsahan Data
Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki
a. Kredibilitas dengan teknik triangulasi yaitu memeriksa keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.5 Misalnya,
membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang lain. Dan juga membandingkan
hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini
penulis membandingkan hasil wawancara dengan responden
dengan hasil observasi yang dilakukan dilapangan.
b. Ketekunan/keajegan pengamatan dengan maksud menemukan
ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang dicari, kemudian memusatkan diri
pada hal-hal tersebut secara rinci6, atau dengan kata lain peneliti
hanya memusatkan jawaban sesuai dengan rumusan masalah saja
agar tidak melenceng dari pokok permasalahan yang akan diteliti.
6. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi, maka peneliti
menggunakan teknik penulisan yang didasarkan pada buku “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta
2007.
5
Prof. DR. Lexy J. Moleong, M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) h.329
6Ibid.
7. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Pengertian Pemberdayaan, Pengertian Gelandangan dan
Pengemis, Faktor yang Mempengaruhi terjadinya
Gelandangan dan Pengemis, dan Dampak Gelandangan
dan Pengemis di pinggir jalan.
BAB III :Gambaran Umum Panti Sosial Bina Karya
(PSBK)”Pangudi luhur” Bekasi. Sejarah Berdirinya, Visi
dan Misi, Fungsi dan Tujuan, Program Kerja dan Struktur
Organisasi Panti Sosial Bina Karya (PSBK)”Pangudi
Luhur” Bekasi.
BAB IV :Analisa Panti Sosial Bina Karya (PSBK)”Pangudi
Luhur” Bekasi dalam rangka memberdayakan
gelandangan dan pengemis, Analisa Program Pelatihan
Keterampilan montir motor di Panti Sosial Bina Karya
(PSBK)”Pangudi Luhur” Bekasi, Analisa faktor
Pendukung dan Penghambat Program tersebut.
BAB V :Penutup
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pemberdayaan
1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan dapat diartikan sebagai perubahan kepada arah yang
lebih baik, dari tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait
dengan meningkatkan taraf hidup ketingkat yang lebih baik.
Pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri
untuk menggunakan daya yang dimiliki, tentunya dalam menentukan
tindakan kearah yang lebih baik lagi.1
Konsep pemberdayaan menurut Gunawan Sumodiningrat (1987)
sebagaimana dikutip Soetandiyo Wignyo Soebroto, dapat dilihat dari 3
sisi:
a. Pemberdayaan dengan menciptakan suasana atau iklim yang
berkembang.
b. Pemberdayaan untuk memperkuat potensi ekonomi atau daya yang
dimiliki masyarakat. Dalam rangka memperkuat potensi ini, upaya
yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat
kesehatan, serta akses terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi
seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.
1
c. Pemberdayaan melalui pengembangan ekonomi rakyat dengan cara
melindungi dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak
seimbang, serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara
yang sudah maju dengan yang belum berkembang.2
Menurut T. Hani Handoko, pemberdayaan adalah suatu usaha
jangka panjang untuk memperbaiki proses pemecahan masalah dan
melakukan pembaharuan.3
Pemberdayaan dapat berjalan dengan baik apabila didukung
dengan baik oleh lingkungan atau organisasi yang memberdayakan
(empowerd organization). Organisasi atau lingkungan yang menyediakan
peluang secara luas serta merangsang para pelakunya (manusia) untuk
mengembangkan diri dan mengeluarkan seluruh potensi dirinya secara
maksimal.
Ciri-ciri organisasi yang memberdayakan antara lain adalah
memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk:
a. Memperkaya muatan pekerjaan (job content), tidak kaku sebatas
deskripsi pekerjaan yang formal.
b. Mengembangkan keterampilan dan pengetahuan untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan.
c. Merangsang aktifitas dan inovasi.
2
Prof. Soetandyo Wignyo Soebroto. MPA., Dakwah Pemberdayaan Masyarakat . Yogyakarta: PT LKS Pelangi aksara, 2005, h 170
3
d. Lebih banyak mengendalikan dan mengambil keputusan atas
pekerjaan.
e. Memberikan kepuasan kepada pelanggan.
f. Memelihara orientasi terhadap pasar. 4
Dari enam ciri organisasi diatas lima diantaranya dapat
disimpulkan bahwa Panti Sosial Bina Karya PSBK Pengudi Luhur Bekasi
telah memberikan kemudahan bagi para gelandangan dan pengemis, yaitu
dengan memberikan keterampilan-keterampilan kepada para gelandangan
dan pengemis khususnya pada bidang keterampilan montir motor agar
mereka terberdayakan, serta mengembangkan keterampilan yang dimiliki
oleh para gelandangan dan pengemis khususnya pada bidang keterampilan
montir-motor.
Selain itu PSBK juga berperan dalam merangsang kreatifitas dan
motivasi para gelandangan dan pengemis agar mereka dapat hidup mandiri
dengan memberikan pelatihan, tersebut yang salah satunya adalah
pelatihan keterampilan montir-motor. Dan yang terakhir memberikan
kepuasan kepada pelanggan, dimana nantinya setelah selesai mengkuti
pelatihan tersebut mereka dapat memberikan kepuasaan pada para
pelanggan ketika sudah masuk dalam dunia kerja.
Dari ciri organisasi dalam memberdayakan tersebut dapat
disinambungkan dengan pendapat Winarni dalam Sulustiyani, bahwa inti
dari pemberdayaan ada tiga hal, yaitu pengembangan (enabligh),
4
memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya
kemandirian. Dimana pada hakikatnya pemberdayaan merupakan
penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
dapat berkembang. Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi
masyarakat tidak menyadari, atau bahkan belum mengetahui. Oleh karena
itu, sumber daya harus digali, dan kemudian dikembangkan.
Berdasarkan asumsi tersebut maka pemberdayaan adalah upaya
untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi, dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya
untuk mengembangkannya dengan dilandasi proses kemandirian.5
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa setiap
gelandangan dan pengemis mempunyai potensi yang kuat untuk
berkembang. Untuk mengembangkan potensi tersebut diperlukan suatu
motivasi untuk mendorong meningkatkan kesadaran dalam diri setiap
gelandangan dan pengemis agar mereka dapat mengembangkan potensi
tersebut.
Maka dari itu potensi tersebut harus dikembangkan untuk mencapai
suatu kemandirian dalam diri manusia khususnya gelandangan dan
pengemis. Dengan pemberian keterampilan di bidang montir-motor ini,
para gelandangan dan pengemis dapat menjadikan diri mereka lebih
mandiri nantinya dan juga memiliki keterampilan dalam diri mereka.
5
Dalam konteks pekerja sosial pemberdayaan dapat dilakukan
melalui 3 aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro,
mezzo, makro.
a. Aras mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan, konseling, strategi management, dan krisis
intervension.
b. Aras mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai
media intervesi. Pendekatan dan pelatihan, dinamika kelompok,
biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran
pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar memiliki
kemampuan memecahkan permasalahan dihadapannya.
c. Aras mikro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem
Besar (large system Strategy), karena sasaran perubahan diarahkan
pada sistem lingkungan yang lebih luas.6
6Ibid. h
2. Tahapan Pemberdayaan
Menurut Adi (2003), tahapan pemberdayaan adalah sebagai
berikut:
Untuk memperjelas bagan di atas maka di bawah ini akan
diuraikan penjelasannya:
a. Tahapan Persiapan (Engagment)
Pada tahap ini ada dua tahap yang harus dikerjakan yaitu, pertama
penyiapan petugas atau tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa
juga dilakukan oleh Community Worker hal ini diperlukan untuk
menyamakan persepsi antara anggota tim mengenai pendekatan apa Persiapan (Engagment)
Pengkajian (Assesment)
Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pemformulasian Rencana Aksi
Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Evaluasi
yang akan dipilih, penyiapan petugas lebih diperlukan lagi bila
dalam proses pemberdayaan masyarakat tenaga yang dipilih
memiliki latar belakang yang berbeda antara satu sama lain seperti:
pendidikan, agama, suku dan strata. dan penyiapan lapangan yang
pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non direktif
b. Tahapan Pengkajian (Assesment)
Proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melaui
tokoh-tokoh masyarakat (Key Person), tetapi juga dapat melalui
kelompok-kelompok dan masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha
mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (Felt Needs)
dan juga sumberdaya yang dimiliki klien atau lebih tepatnya jika
menggunakan teori SWOT dengan melihat kekuatan (Strength),
kelemahan (Weaknesses), kesempatan (Opportunities), dan ancaman
(Threat).
c. Tahapan Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan (Designing)
Pada tahap ini petugas sebagai agen perubah secara partisipatif
mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang
mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini
masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif
program dan kegiatan yang dapat dilakukan.
d. Tahapan Pemformulasian Rencana Aksi (Designing)
Pada tahap ini petugas membantu masing-masing kelompok untuk
bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang
dana.
e. Tahapan Pelaksanaan Program atau Kegiatan (implementasi).
Dalam upaya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran
masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga
keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerja sama
antara petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahap
ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik
melenceng atau kembali pada tahap-tahap awal.
f. Tahapan Evaluasi
Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap
program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya
dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga
tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa terbentuk suatu
sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk
jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang lebih
mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
g. Tahapan Terminasi (Disengagment)
Tahapan terminasi merupakan tahapan pemutusan secara formal
dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan petugas tidak
meninggalkan komunitas secara tiba-tiba walaupun proyek harus
tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan-lahan mengurangi
kontak dengan komunitas sasaran.7
3. Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan sebagai suatu proses merupakan sesuatu yang
berkesinambungan dimana komunitas atau kelompok masih ingin melakukan
perubahan serta perbaikan dan tidak hanya terpaku pada suatu program saja.8
Menurut Edi Suharto.Ph.D. (Membangun Masyarakat
Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT Refika Aditama.2005),h.60
pemberdayaan adalah proses memuat lima dimensi:
a. Pemungkinan (enabling), yaitu menciptakan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi klien berkembang secara optimal.
Pemberdayaan harus mampu membebaskan klien dari sekat-sekat
kultular dan struktural yang menghambat.
b. Penguatan (empowering), yaitu memperkuat pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki klien dalam memecahkan masalah dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu
menumbuh-mengembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan
diri klien yang menunjang kemandirian.
c. Perlindungan (protecting), yaitu melindungi masyarakat terutama
kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat,
menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi
7
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Jakarta: FISIF UI Perss, 2004), h.56.
8
tidak sehat) antara yang kuat dan yang lemah. Pemberdayaan harus
diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi
yang tidak menguntungkan rakyat kecil. Pemberdayaan harus
melindungi rakyat lemah (dilemahkan?), kelompok-kelompok yang
tidak beruntung (atau yang tidak diuntungkan?), serta masyarakat
terasing (atau diasingkan?).
d. Penyokongan (supporting), yaitu memberikan bimbingan dan
dukungan agar klien mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas
kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong klien agar
tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan
terpinggirkan.
e. Pemeliharaan (fortering), yaitu memelihara kondisi yang kondusif
agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara
kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin
keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang
memperoleh kesempatan berusaha.9
f. Pemungkinan (enabling), yaitu menciptakan suasana atau iklim
yang memungkinkan potensi klien berkembang secara optimal.
Pemberdayaan harus mampu membebaskan klien dari sekat-sekat
kultular dan struktural yang menghambat.
g. Penguatan (empowering), yaitu memperkuat pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki klien dalam memecahkan masalah dan
9
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu
menumbuh-mengembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan
diri klien yang menunjang kemandirian.
h. Perlindungan (protecting), yaitu melindungi masyarakat terutama
kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat,
menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi
tidak sehat) antara yang kuat dan yang lemah. Pemberdayaan harus
diarahkan pada penghapusan segala jenis dlskriminasi dan dominasi
yang tidak menguntungkan rakyat kecil. Pemberdayaan harus
melindungi rakyat lemah (dilemahkan?), kelompok-kelompok yang
tidak beruntung (atau yang tidak diuntungkan?), serta masyarakat
terasing (atau diasingkan?).
i. Penyokongan (supporting), yaitu memberikan bimbingan dan
dukungan agar klien mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas
kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong klien agar
terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan
terpinggirkan.
j. Pemeliharaan (fortering), yaitu memelihara kondisi yang kondusif
agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara
keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang
memperoleh kesempatan berusaha.10
Namun dalam proses pemberdayaan bahwa peran serta masyarakat
merupakan yang penting dalam peningkatan pembangunan mutu, peran
serta masyarakat dapat dibedakan dengan memahami motivasi mereka.
Proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu, organisasi
dan komunitas bukanlah suatu titik tertentu. Tetapi lebih merupakan
sebagai upaya berkesinambungan untuk meningkatkan data yang ada.
Dalam konteks kesejahteraan sosial, upaya memperdayakan terkait dengan
upaya peningkatan taraf hidup masyarakat ke tingkat yang lebih baik.
Dengan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan suatu komunitas
menjadi kurang berdaya.
4. Tujuan Pemberdayaan
Menurut Edi Suharto.Ph.D. Tujuan utama pemberdayaan adalah
memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang
memiliki ketidakberdayaan baik karena kondisi internal (misalnya persepsi
mereka sendiri), maupun kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktural
yang tidak adil). 11
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah:
1. Mendorong, memotovasi meningkatkan kesadaran akan potensinya,
dan menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang.
10
Syamsir Salam, Amir Fadilah. Sosiologi Pedesaan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 240
11
2. Memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah
positif memperkembangkannya.
3. Penyediaan berbagai masukan, dan pembukaan akses
kepeluang-peluang. Upaya yang pokok yang dilakukan adalah peningkatan taraf
pendidikan, derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tepat
guna, informasi, lapangan kerja dan pasar, dengan
fasilitas-fasilitasnya.12
B. Pengertian keterampilan
Keterampilan memiliki kata dasar “terampil” yang berarti cakap
dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Sedangkan keterampilan
mempunyai makna atau arti kecakapan untuk menyelesaikan tugas.13
Menurut W. Gulo, keterampilan tidak akan berkembang kalau tidak
didukung oleh sikap, kemauan dan pengetahuan. Manusia merupakan pribadi
yang unik, dimana aspek rohaniah, mental intelektual dan fisik merupakan
suatu ketautan yang utuh.14
Ciri-ciri orang yang terampil yaitu, orang yang bisa mengembangkan
dirinya dalam suatu kreativitas dan bisa melakukan sesuatu dengan baik untuk
mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan adanya kegiatan
keterampilan ini maka program pemberdayaan yang dilakukan oleh Panti
Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi dapat terlaksana dengan baik dan
mencapai hasil yang lebih maksimal.
12
Nyoman Sumaryadi, Perendancanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta : Citra Utama 2005).h.115
13
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.935.
14
C. Gelandangan dan Pengemis (gepeng)
1. Pengertian Gelandangan dan Pengemis
Istilah “gepeng” merupakan singkatan dari kata gelandangan dan
pengemis. Menurut Depertemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah
orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma
kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai
tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup
mengembara di tempat umum.15 “Pengemis” adalah orang-orang yang
mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan
berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. 16
Gelandangan dan Pengemis adalah seseorang yang hidup
menggelandang dan sekaligus mengemis.17
Ali, dkk,. (1990) menyatakan bahwa gelandangan berasal dari
gelandang yang berarti selalu mengembara, atau berkelana (lelana).
Dengan strata demikian maka gelandangan merupakan orang-orang yang
tidak mempunyai tempat tinggal atau rumah dan pekerjaan yang tetap atau
layak, berkeliaran di dalam kota, makan-minum serta tidur di sembarang
tempat. 18
15
Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem.
16Ibid
, h. 2
17
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, hal 5
18
Menurut Mutholib dan Sudjarwo dalam Ali,dkk.,(1990) diberikan
tiga gambaran umum gelandangan, yaitu :
a. Sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyarakat,
b. Orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai,
c. Orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan
dan keterasingan.19
2. Faktor-faktor munculnya gelandangan dan pengemis
Masalah sosial dan ekonomi sulit dihindari keberadaannya dalama
kehidupan bermasyarakat, yang berada di daerah perkotaan adalah pemicu
munculnya gelandangan dan pengemis yang ada pada saat ini, munculnya
gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari
berbagia masalah yang ada seperti halnya kemiskinan, pendidikan yang
rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan sosial
budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Adapun gambaran permasalahan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Faktor kemiskinan
Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasar minimal dan jangkauan pelayanan umum sehingga
tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga
secara layak.
19 Ibid,
b. Faktor Pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan pengemis relatif
rendah sehingga menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan
yang layak.
c. Faktor keterampilan kerja
Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki
keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
d. Faktor sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi seseorang
menjadi gelandangan dan pengemis.
e. Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan
tidak adanya rasa malu untuk meminta-minta.
f. Sikap pasrah pada nasib
Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka
sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak
ada kemauan untuk melakukan perubahan.
g. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang
Ada kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan dan
pengemis yang hidup menggelandang, karena mereka merasa tidak
terikat oleh peraturan dan norma yang kadang-kadang membebani
mereka, sehingga mengemis adalah salah satu mata pencaharian.
Dari segi kesehatan, gelandangan dan pengemis termasuk kategori
warga negara dengan tingkat kesehatan fisik yang rendah.
Akibatnya rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses
pelayanan kesehatan.
Selain permasalahan diatas ada berbagai dampak yang ditimbulkan
oleh gelandanganan dan pengemis antara lain :
i. Masalah Lingkungan
Gelandangan dan Pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat
tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebenarnya dilarang dijadikan
tempat tinggal, seperti : taman-taman, bawah jembatan dan
pinggiran kali. Oleh karena itu kehadiran mereka di kota-kota besar
sangat mengganggu ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan
kebersihan serta keindahan kota.
j. Masalah Kependudukan
Gelandangan dan Pengemis yang hidupnya berkeliaran
dijalan-jalan dan tempat umum, kebanyakan tidak memiliki kartu identitas
(KTP/KK) yang tercatat dikelurahan (RT/RW) setempat dan
sebagian besar mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa
ikatan pernikahan yang sah.
k. Masalah keamanan dan ketertiban
Maraknya gelandangan dan pengemis di suatu wilayah dapat
menimbulkan kerawanan sosial, serta mengurangi keamanan dan
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Gambaran Umum
Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah salah
satu unit pelaksana teknis Departemen Sosial, Beralamat di JL.
H.M.Djojomartono No.19 Telp./Fax (021) 880188 Bekasi – Jawa Barat.
PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial,
meliputi pembinaan fisik, bimbingan mental, bimbingan sosial, pengubahan
sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan
lanjut bagi gelandangan dan pengemis. Pelayanan dan rehabilitasi yang
diberikan adalah agar penerima pelayanan mampu berperan aktif dalam
kahidupan bermasyarakat. Hal ini terlampir dalam peraturan menteri sosial
Republik Indonesia Nomor : 106/HUK/2009 Tentang organisasi dan tata kerja
panti sosial dilingkungan departemen sosial.1
B. Visi dan Misi
1. Visi : Mengantaskan penyandang masalah gelandangan dan pengemis
menjadi Manusia mandari.
2. Misi: Memberikan pelayanan terbaik, bekerja secara profesional dengan
landasan Pengabdian.
1
Himpunan keputusan menteri sosial Republik Indonesia tahun 2009. Pusat
Penyusunan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum Kementerian Sosial RI Jakarta
C. Sejarah Berdiri Panti
Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” berdiri sejak tanggal 04
oktober 1961 dengan nama “Komando Penampungan Pendidikan dan
Penyaluran Tuna Karya”(KOP3TK) untuk seluruh wilayah pulau Jawa.
Berdasarkan SK Menteri Sosial RI No.41 / HUK /KEP /XI /1979 tertanggal
01 Nopember 1979, nama panti berubah dari KOP3TK menjadi panti
rehabilitasi Gelandangan Pengemis dan Orang Terlantar (PRGPOT) di bawah
naungan Kantor Wilayah Departemen sosial Propinsi Jawa Barat. Pada tahun
1994,perubahan nama panti kembali terjadi berdasarkan SK Menteri Sosial RI
No.41 / HUK /KEP /XI /1994 tentang penamaan UPT Pusat / Panti /Sarana,
maka PRGPOT berubah manjadi panti sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi
Luhur” Bekasi.2
D. Tujuan dan Fungsi Lembaga
Tujuan dan fungsi panti sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
Tugas pokok PSBK, memberikan bimbingan, pelayanan dan
rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif dalam
bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,
2
resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis
agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat
serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.
Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”, memiliki tujuan
agar terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan sosial
bagi gelandangan dan pengemis dan meliputi pulihnya kembali rasa harga
diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial, serta mau dan mampu
melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan
bermasyarakat.
2. Fungsi
Fungsi dari Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” adalah
memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat
preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik,
mental, sosial, pelatihan keteranpilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut
bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri dan berperan
aktif dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat serta pengkajian dan
penyiapan standar pelayanan dan rujukan.
E. Sasaran pelayanan
Sasaran palayanan dari Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur
adalah sebagai berikut:
1. Gelandangan
2. Pengemis
4. Pemulung yang menggelandang
5. Pengemis yang menggelandang
6. Pedagang asongan yang menggelandang
F. Struktur dan Tata Kerja
Berdasarkan keputusan Menteri Sosial RI Nomor.59 / HUK /2003
tertanggal 23 juli 2003, tentang Organisasi dan Tata Kerja panti sosial
dilingkungan Departemen Sosial RI. Panti Sosial Bina Karya (PSBK)
“Pangudi Luhur” dipimpin oleh seorang kepala panti dibantu oleh kepala
bagian tata usaha, dua kepala seksi dan kelompok jabatan fungsional. Adapun
struktur organisasi di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “pangudi luhur” adalah
STRUKTUR ORGANISASI
PANTI SOSIAL BINA KARYA PANGUDI LUHUR BEKASI 3
3Sumber:Tata Usaha PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi Tahun 2009 K E P A L A
Drs. Sebak Singkali
KA.SUB.BAGIAN TATA USAHA
Drs. Lusinto
KA.SIE PROG & ADVOKASI SOSIAL
Dra. Dewi Kamia
KA.SIE REHABILITASI SOSIAL
Cecep, S.Sos
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Dra. Shinta Lestari
Drs. Alimin
Keterangan bagan struktur organisasi PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi
1. Kepala Panti
Mempunyai tugas memimpin, mengkoordinasi dan mengendalikan
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi gelandangan dan pengemis.
2. Sub.Bagian Tata Usaha
Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana pengelolaan
administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan umum dan rumah
tangga serta kehumasan.
3. Seksi Program dan Advokasi Sosial
Bertugas yaitu menyiapkan bahan rencana program kegiatan
tahunan pemberian informasi dan advokasi, pengkajian dan penyiapan
standar pelayanan serta melakukan pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan pelayanan dan rehabilitasi sosial.
4. Seksi Rehabilitasi Sosial
Mempunyai tugas melakukan registrasi, observasi, identifikasi,
pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan, bimbingan
pengetahuan dasar pendidikan, mental, sosial, fisik, keterampilan,
resosialisasi, penyaluran, dan bimbingan lanjutan.
5. Kelompok Jabatan Fungsional
Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan
fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan
6. Instalasi Produksi
Mempunyai tugas kegiatan keterampilan kerja yang bersifat
ekonomi, produktif bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial pasca
rehabilitasi agar mampu berperan aktif dalam masyarakat.
G. Personalia
1. Komposisi pegawai menurut kedudukan dan jabatan
Pegawai panti sosial bina karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah
berjumlah 64 orang, terbagi dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Komposisi pegawai PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi, menurut kedudukan dan
jabatan ditunjukan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1
Komposisi pegawai PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi Menurut kedudukan dan jabatan
Tahun 2009 4
No. Kedudukan Jabatan Jumlah
Struktural Fungsional
2. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan
Komposisi pegawai menurut tingkat pendidikan di panti sosial bina
karya PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi Tahun 2009, ditunjukan pada tabel 3.2.
Tabel 3,2
Komposisi Pegawai PSBK ”Pangudi Luhur”
Menurut Tingkat Pendidikan
Tahun 20095
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
1. Sarjana S1 15
2. Sarjana Muda 8
3. Diploma -
4. SLTA 39
5. SLTP -
6. SD 2
Jumlah 64
3. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Golongan
Komposisi Pegawai Menurut Tingkat golongan kepegawaian di Panti
Sosial Bina Karya PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi tahun 2009, ditunjukan
pada tabel 3.3
Tabel 3,3
Komposisi Pegawai PSBK ”Pangudi Luhur”
Menurut Tingkat Golongan Kepegawaian
Tahun 2009 6
No. Golongan Jumlah
1. Golongan IV 6
2. Golongan III 44
3. Golongan II 12
4. Golongan I 2
Jumlah 64
Proses perekrutan pegawai yang ada di Panti Sosial Bina Karya ”Pangudi
Luhur” Bekasi adalah keputusan departemen sosial selain itu, dari Warga Binaan
Sosial yang berprestasi akan di angkat menjadi pegawai panti, kemudian menjadi
pegawai honor, kemudian atas dedikasi dan pengabdiannya selama di panti akan
di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
H. Sarana Dan Prasarana
Guna mendukung kelancaran proses pelayanan di Panti Sosial Bina
Karya PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi, maka panti ini memiliki sarana dan
prasarana yang menunjang proses pelayanan, sebagai berikut :
1. Sarana7
a. Luas Tanah : 51.616 M2
b. Kantor : 2 unit
c. Ruang Keterampilan : 3 Unit
d. Ruang Kelas : 1 Unit
e. Aula : 1 Unit
f. Bengkel : 1 Unit
g. Gudang : 1Unit
h. Poliklinik : 1 Unit
i. Pondok/Asrama WBS : 34 Unit
j. MCK umum : 6 Unit
k. TPA : 1 Unit
l. Wisma Tamu : 1 Unit
m. Rumah Dinas : 34 Unit
n. Mushola : 1 Unit
o. Lahan Pertanian : 5.000 M2
2. Prasarana8
a. Peralatan Kantor
b. Peralatan Praktik Keterampilan
c. Peralatan kesenian
d. Mobilitas
7
Sumber :Tata Usaha PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi Tahun 2009
8
1) Roda 6 : 3 Unit
2) Roda 4 : 3 Unit
3) Roda 2 : 5 Unit
e. Telepon/ fax
f. Aiphone
g. Penerangan Listrik
h. Air jet Pum
I. Proses Pelayanan
1. Rehabilitasi Sosial
a. Tahap Pendekatan Awal
1) Orientasi Konsultasi ke instansi terkait
2) Identifikasi
3) Pemberian Motivasi
4) Seleksi
b. Tahap penerimaan
1) Registrasi, dilakukan kepada calon Warga Binaan Sosial (WBS)
yang telah lulus seleksi
2) Penelitian dan pengungkapan masalah
3) Penempatan pada program
c. Tahap bimbingan fisik, moral, sosial dan latihan keterampilan kerja
1) Bimbingan fisik dan mental
b) Peraturan Baris Berbaris
c) Senam Kesegaran Jasmani
d) Kebersihan Lingkungan
e) Etika/Budi Pekerti
f) Pendidikan Agama
2) Bimbingan Sosial
a) Dinamika kelompok
b) Bimbingan kelompok
c) Bimbingan perorangan
d) Kesehatan masyarakat
e) Hidup Bermasyarakat
f) HIV/AIDS
g) Komunikasi
3) Bimbingan keterampilan
a) Pembuatan tahu/Tempe
b) Olahan Pangan
c) Pembuatan Batako
d) Menjahit
e) Tata Rias Kecantikan
f) Sablon
g) Elektronik
h) Montir motor
j) Pertukangan kayu
k) Pertukangan Las
l) Pertanian
2. Resosialisasi
Resosialisasi meliputi:
1. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
2. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat
3. Bimbingan bantuan stimulan usaha produktif
4. Penyaluran
3. Bimbingan lanjut
Bimbingan lanjut meliputi :
1) Bimbingan peningkatan kehidupan barmasyarakat
2) Bimbingan pangembangan usaha kerja
3) Bimbingan pemantapan usaha kerja
J. Model Intervensi
1. Pendekatan kepada instansi/lembaga yang terkait,tokoh
masyarakat,pengusaha dan organisasi sosial lainnya yang dapat dijadikan
sumber-sumber bantuan dan dukungan terhadap kelancaran program
penanganan masalah gelandangan dan pengemis.
2. Sosialisasi program penanganan masalah gelandangan dan pengemis
K. Sumber Dukungan Pelayanan
1. Sumber-sumber potensi yang dapat didayagunakan untuk pelayanan, baik
sumber alami, manusiawi maupun sosial termasuk nilai-nilai positif
tatanan kehidupan bermasyarakat setempat yang mendukung perubahan
melalui proses pembangunan.
2. Sumber pendukung yang terkait dalam penanganan masalah gelandangan
dan pengemis antara lain :
a. Kantor kependudukan Kabupaten Bekasi
b. Dinas nakertrans Kota Bekasi
c. Kantor Departemen Agama Kota Bekasi
d. KUA kecamatan Bekasi Timur
e. Kepolisian Kota Bekasi
f. Badan/Dinas sosial Jawa Barat
BAB IV
ANALISIS PANTI SOSIAL BINA KARYA (PSBK)”PANGUDI LUHUR”
BEKASI DALAM RANGKA MEMBERDAYAKAN GELANDANGAN
DAN PENGEMIS
A.Pelaksanaan Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial
Bina Karya (PSBK)”Pangudi Luhur”Bekasi
Seorang yang terbiasa hidup menggelandang dan mengemis dijalanan,
mempunyai kendala dalam berbagai hal, dalam mengikuti kegiatan
keterampilan montir motor. Mereka memerlukan pembimbing untuk bisa
mengikuti kegiatan keterampilan tersebut.
Singkatnya seorang gelandangan dan pengemis tidak bisa hidup mandiri
tanpa adanya bantuan dari orang lain disekitarnya yang dapat membimbingnya.
Dalam hal ini mereka membutuhkan pekerja sosial untuk dapat mengarahkan
apa yang harus dilakukannya secara baik dan benar. Tanpa bantuan pekerja
sosial mereka tidak berdaya dan tidak dapat bersosialisasi dengan baik,. Ini
adalah sudut pandang sebagian besar masyarakat tentang gelandangan dan
pengemis.
Pandangan seperti ini dapat berakibat buruk kepada mereka, ketidak
adilan perlakuan dan kesempatan bagi mereka, sekolah-sekolah, perusahaan
harus hidup tanpa adanya perkembangan dan tidak berdaya pada
kehidupannya.
Hal ini sesuai dengan visi dari PSBK”Pangudi Luhur” Bekasi yaitu
Mengentaskan penyandang masalah gelandangan dan pengemis menjadi
Manusia mandari.
Untuk mengetahui bagaimana cara PSBK memberdayakan gelandangan
dan pengemis, maka penulis akan memaparkan tentang temuan hasil penelitian
yang telah dilakukan.
A. Persiapan ( Engagment )
Pada tahap ini Panti Sosial Bina Karya menyiapkan petugas yaitu
para pekerja sosial yang ada di PSBK untuk bisa terjun kemasyarakat
dengan tujuan mengadakan penyuluhan pada para gelandangan dan
pengemis. Pada tahap ini panti sosial membuat perencanaan program
pemberdayaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi
gelandangan dan pengemis. Pada langkah awal ini panti sosial membuat
perencanaan tentang program yang dilakukan yang ditujukan untuk
gelandangan dan pengemis dengan tujuan memberdayakan mereka.
Dalam tahap ini PSBK membuat perencanaan kepada tim yang
terdiri dari pekerja sosial yang ada di PSBK, “kemudaian memberikan
penyuluhan dengan cara mendatangi kantong-kantong anak jalanan di
bahkan ada juga mereka yang tinggal digerobak tempat mereka mencari
uang dengan cara memulung barang-barang bekas”.1
Setelah melakukan penerimaan peserta atau Warga Binaan Sosial,
PSBK melakukan seleksi dan wawancara pribadi kepada calon peserta.
Seleksi sangat penting dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan minat
calon WBS. Tetapi tidak mempersulit calon WBS yang akan mengikuti
kegiatan pemberdayaan di PSBK. Menurut Drs. Alimin kepada penulis :
“PSBK tidak memilih-milih calon WBS, yang penting mereka punya niat untuk merubah hidupnya agar lebih baik dari pada mereka menggelandang dijalan. Dengan begitu kami sebagai pekerja sosial akan lebih mudah mengarahkannya. Tetapi ada juga mereka yang tidak dengan kehendaknya sendiri datang kesini, ada juga mereka yang datang dari hasil jaringan satpol PP dipinggir-pinggir jalan yang berada dipusat kota seperti
Jakarta.”2
Ada kelebihan dan kekurangan dalam kegiatan pemberdayaan yang
dilakukan oleh PSBK diantarannya : panti mempunyai jaringan atau rekan
kerja yang bisa dijadikan tempat kegiatan praktek dalam kegiatan magang,
sehingga siswa dapat mencoba kemampuanya dan menerapkan materi
yang diberikan selama kegiatan keterampilan yang diikutinya selama
empat bulan di PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi. Kemudian publikasi yang dilakukan oleh panti, dan penyeleksian minat siswa yang akan mengikuti
kegiatan keterampilan
B. Pengkajian ( Assesment)
Pada Fase kedua ini pekerja sosial melihat potensi-potensi yang
dimiliki pada setiap calon siswa atau Warga Binaan Sosial dengan tujuan
pada proses pemberdayaan yang dilakukan akan lebih mudah dan terarah,
1
Wawancara dengan Bpk. Drs Alimin (Pembimbing Keterampilan Montir-Motor)pada hari jum’at tanggal 05 November 2010.