• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan,

memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan

penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Konsep pemberdayaan (masyarakat desa)

dapat dipahami juga dengan dua cara pandang.

1. pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat.

Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung

pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai

subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat

secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan

publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada

masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara. Masyarakat yang mandiri

sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan

potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah

secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut

berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko, 2002).

2. Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan

perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni

mulai dari aspek intelektual, Sumber Daya Manusia, aspek material dan fisik, sampai

kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi

3. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk menciptakan atau meningkatkan

kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan

berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan

kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar

dari perangkat Pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan

dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. Permendagri RI No 7 tahun

2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, dinyatakan bahwa pemberdayaan

masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat

sebagai upaya untuk menunjukkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (pasal 1 ayat 8).

Melihat dari penjelasan diatas inti dari pemberdayaan masyarakat adalah merupakan

strategi untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat. Dan perberdayaan bisa

diartikan memberi kemampuan kepada orang yang lemah. Bukan hanya dalam arti tidak

terbatas kemampuan ekonomi, tapi juga kemampuan lainnya yang bisa membuat orang lain

berdaya seperti dalam politik, budaya, sosial, agama dan lainnya. Harus dicatat, kemampuan

ini bukan hanya berarti mampu memiliki uang, modal, tapi kekuatan atau mobilitas yang

tinggi pun itu kemampuan pemberdayaan diri sendiri.

Menurut (Loekman Soetrisno, 1995), Strategi pemberdayaan yang telah diupayakan

selama ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Aspek manegerial, yang meliputi; peningkatan produktivitas/omset/tingkat hunian,

meningkatkan kemampuan pasar, dan pengembangan sumber daya manusia.

2. Aspek permodalan, yang meliputi; bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan

BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit usaha kecil minimum 20% dari

3. Mengembangkan program kemitraan dengan besar usaha, baik bapak-anak angkat,

keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu (backward linkage) dan

subkontrak.

4. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan apakah PIK (pemukiman

Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil)

yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis), dan TPI (Tenaga Penyuluh

Industri).

5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (kelompok usaha

bersama), KOPINKRA (Koperasi industri Kecil dan Kerajinan).

II.1.1` Tugas-Tugas Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: Pemerintah,

perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor,

aktor-aktor masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi Pemerintah

tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang luar

biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak, kewenangan

untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan publik, dan lain-lain.

Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif dan berkelanjutan bila

berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip

saling percaya dan menghormati (Sutoro Eko, 2002)

Konsep pemberdayaan berangkat dari asumsi yang berbeda dengan pembinaan.

Pemberdayaan berangkat dari asumsi hubungan yang setara antar semua elemen masyarakat

dan negara. Para ahli mengatakan bahwa pemberdayaan sangat percaya bahwa “kecil itu

indah”, bahwa setiap orang itu mempunyai kearifan yang perlu dibangkitkan dan dihargai.

konteks pemberdayaan, semua unsur (pejabat, perangkat negara, wakil rakyat, para ahli,

politisi, orpol, ormas, LSM, pengusaha, ulama, mahasiswa, serta rakyat banyak) berada

dalam posisi setara, yang tumbuh bersama melalui proses belajar bersama-sama.

Masing-masing elemen harus memahami dan menghargai kepentingan maupun perbedaan satu sama

lain. Perberdayaan tersebut dimaksudkan agar masing-masing unsur semakin meningkat

kemampuannya, semakin kuat, semakin mandiri, serta memainkan perannya masing-masing

tanpa mengganggu peran yang lain. Justru dengan pemberdayaan kemampuan dan peran yang

berbedabeda tersebut tidak diseragamkan, melainkan dihargai dan dikembangkan kerjasama,

sehingga bisa terjalin kerjasama yang baik.

II.1.2 Prinsip-Prinsip dan Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

Menurut (Suharto, 2006:68) prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat adalah sebagai

berikut:

1. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Oleh karena itu harus ada kerjasama sebagai patner.

2. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang

kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan.

3. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat

mempengaruhi perubahan.

4. Kompetensi diperoleh dan dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya

pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat.

5. Solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus, hasus beragam dan menghargai

keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut.

6. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi

penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan untuk mengendalikan seseorang.

7. Masyarakat harus berpartisipasi dalam memberdayakan diri mereka sendiri, tujuan, cara dan hasilmharus dirumuskan oleh mereka sendiri.

8. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dan

mobilisasi tindakan bagi perubahan.

9. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk

menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.

10.Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, dinamis, evolutif, dikarenakan

permasalahan selalu memiliki beragam solusi.

11.Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal lain melalui pembangunan ekonomi secara paralel.

Nugroho (2007) pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi” bukan “proses

instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu penyadaran,

pengkapasitasan, dan pendayaan.

Gambar 2.1

Tiga Tahapan dalam Proses Pemberdayan

Sumber: Randy R Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto, ”Manajemen Pemberdayaan. Sebuah Pengantar dan Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat”, 2007.

1. Dalam tahap penyadaran, target sasaran adalah masyarakat yang kurang mampu yang

harus diberikan pemahaman bahwa mereka mempunyai hak untuk menjadi berada

atau mampu. Disamping itu juga mereka harus dimotivasi bahwa mereka mempunyai

kemampuan untuk keluar dari kemiskinannya. Proses ini dapat dipercepat dan

dirasionalisasikan hasilnya dengan hadirnya upaya pendampingan.

2. Tahap pengkapasitasan bertujuan untuk memampukan masyarakat yang kurang

mampu sehingga mereka memiliki keterampilan untuk mengelola peluang yang akan

diberikan. Dimana tahap ini dilakukan dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan,

lokakarya dan kegiatan sejenisnya yang bertujuan untuk meningkatkan life skill dari

masyarakat tersebut.

3. Pada tahap pendayaan, masyarakat diberikan peluang yang disesuaikan dengan

kemampuan yang dimiliki melalui partisipasi aktif dan berkelanjutan yang ditempuh

dengan memberikan peran yang lebih besar secara bertahap, sesuai dengan kapasitas

dan kapabilitasnya serta diakomodasi aspirasinya dan dituntun untuk melakukan self

evaluation terhadap pilihan dan hasil pelaksanaan atas pilihan tersebut.

Menurut (Suharto:67-68), pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan

masyarakat dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang disingkat

menjadi 5P, yaitu:

1. Pemungkinan, menciptakan suasana atau iklim memungkinkan potensi masyarakat

berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan strukturak yang menghambat.

2. Penguatan, memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat

dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus menumbuhkembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian.

3. Perlindungan, melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak

tertindas oleh kelompok yang kuat, menghindari persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan yang lemah dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok yang kuat dan kelompok yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang menguntungkan masyarak kecil.

4. Penyokongan, memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu

menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

5. Pemeliharaan, memelihara kondisi yang kondusif agar tidak terjadi keseimbangan

distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.

II.1.3 Kebijakan-kebijakan Pemberdayaan

Gagasan pemberdayaan berangkat dari realitas obyektif yang merujuk pada kondisi

struktural yang timpang dari sisi alokasi kekuasaan dan pembagian akses sumberdaya

masyarakat. Pemberdayaan sebenarnya merupakan sebuah alternatif pembangunan yang

januari 2013).

Adapun kebijakan-kebijakan tentang pemberdayaan masyarakat adalah sebagai

berikut:

a) Kebijakan Pemerintah tentang pemberdayaan masyarakat secara tegas tertuang

didalam GBHN Tahun 1999, serta Undang-undang Nomor: 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah. Didalam GBHN Tahun 1999, khususnya didalam “Arah

Kebijakan Pembangunan Daerah”, antara lain dinyatakan “mengembangkan otonomi

daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan

masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga

keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat, serta seluruh potensi

masyarakat dalam wadah NKRI “.

b) Sedangkan didalam Undang-undang. Nomor: 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Daerah, antara lain ditegas-kan bahwa “Hal-hal yang mendasar dalam

Undang-undang ini adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat,

menumbuhkembangkan prakarsa dan kreativitas, serta meningkatkan peran serta

masyarakat “.

c) Mencermati rumusan kebijakan Pemerintah didalam dua dokumen kebijakan

tersebut, dapat disimpulkan bahwa “kebijakan pemberdayaan masyarakat merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan otonomi daerah”. Setiap upaya yang

dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan secara langsung mendukung

upaya pemantapan dan penguatan otonomi daerah, dan setiap upaya yang dilakukan

dalam rangka pemantapan dan penguatan otonomi daerah akan memberikan dampak

d) Dalam Undang-undang Nomor: 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan

Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 dan Program Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) dinyatakan bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat adalah

meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan lembaga dan organisasi

masyarakat setempat, penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial

masyarakat, peningkatan keswadayaan masyarakat luas guna membantu masyarakat

untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial dan politik”.

e) Dalam rangka mengemban tugas dalam bidang pemberdayaan masyarakat, Badan

Pemberdayaan Masyarakat telah menetapkan visi, misi, kebijakan, strategi dan

program pemberdayaan masyarakat.

II.2 Pengerian Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah sebuah istilah yang mengacu pada jenis

usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha.

Pengertian tentang UKM sangat beragam, baik itu dari instansi, pemerintah dan

bahkan UU yaitu sebagai berikut:

1. Menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998, pengertian UKM adalah

Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara

mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari

persaingan yang tidak sehat.

2. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

Pengertian usaha kecil menengah berdasarkan kuantitas tenaga kerja adalah bahwa

orang. Sedangkan, usaha menengah memiliki entitas usaha yang memiliki jumlah

tenaga kerja 20 s/d 29 orang.

3. Menurut UU No. 20 Tahun 2008

Usaha kecil menengah dibagi kedalam dua (2) yakni:

a) Usaha kecil adalah entitas yang memiliki kriteri sebagai berikut:

Kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai

dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan memiliki hasil penjualan

tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan

paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

b) Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha

yang memiliki kriteria sebagai berikut :

Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai

dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan memiliki hasil penjualan

tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)

sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar

rupiah).

II.2.1 Kriteria-Kriteria UKM

Adapun kriteria UKM menutut UU No. 9 Tahun 1995 adalah sebagai berikut :

1) Memiliki kekayaan bersih paling sedikit Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah)

tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar

3) Milik warga Negara Indonesia (WNI)

4) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak usaha perusahaan atau cabang perusahaan

yang tidak dimiliki, dikuasai atau berafiliasi langsung maupun tidak langsung dengan

usaha besar atau menengah.

5) Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau

badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi

II.3 Pengertian Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri PNPM Madiri adalah program nasional dalam wujud kerangka-kebijakan sebagai

dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis

pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan

pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan

dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya

penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.

II.3.1 Pendekatan PNPM Mandiri

Pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan

memperhatikan prinsip-prinsip pengelolan program adalah pembangunan yang berbasis

masyarakat dengan:

1. Menggunakan Kecamatan sebagai fokus program untuk mengharmonisasikan

perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program.

2. Memposisikan masyarakat sebagai penentu/pengambil kebijakan dan pelaku utama

3. Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses pembangunan

partisipatif.

4. Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan

karakteristik sosial, budaya dan geografis.

5. Melalui proses pemberdayaan yang terdiri atas pembelajaran, kemandirian, dan

keberlanjutan.

II.3.2 Prinsip Dasar PNPM Mandiri

PNPM Mandiri menekankan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :

1. Bertumpu Pada Pembangunan Manusia. Pelaksanaan PNPM Mandiri senantiasa

bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya.

2. Otonomi. Dalam pelasanaan PNPM Mandiri, masyarakat memiliki kewenangan

secara mandiri untuk berpartisipasi dan mengelola kegiatan pembangunan secara

swakelola.

3. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan

kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan

kepastiannya.

4. Berorientasi pada masyarakat Miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan

mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok

masyarakat yang kurang beruntung.

5. Partisipasi. Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan

keputusan pembangunan dan secara gotong royong menjalankan pembangunan.

6. Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan

dalam perannya disetiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil

7. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara

musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat

miskin.

8. Transparansi dan Akuntabel. Masyarakat harus memiliki akses yang memadai

terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan

kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggunggugatkansecara moral,

teknis, legal maupun admistratif.

9. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhankebutuhan

untuk pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakansecara optimal berbagai

sumberdaya yang terbatas.

10.Kolaborasi. Semua pihal yang berkepentingan dalam penanggulangankemiskinan

didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergiantar pemangku kepentingan

dalam penanggulangan kemiskinan.

11.Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkankepentingan

peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanyasaat ini tapi juga di masa depan

dengan tetap menjaga kelestarianlingkungan.

12.Sederhana. Semua aturan, mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan

PNPMMandiri harus sederhana, fleksibel, mudah dipahami, dan mudah

dikelola, serta dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakat.

II.3.3 Tujuan PNPM Mandiri

1. Tujuan Umum

Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.

a. Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin,

kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat

lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan

keputusan dan pengelolaan pembangunan.

b. Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar,

representatif dan akuntabel.

c. Meningkatnya kapasitas Pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan

penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro poor).

d. Meningkatnya sinergi masyarakat, Pemerintah daerah, swasta, asosiasi,

perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan

kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan

kemiskinan.

e. Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas

Pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi

kemiskinan di wilayahnya.

f. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan

potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.

g. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan

komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

II.3.4 Dasar Hukum PNPM Mandiri

Dasar hukum pelaksanaan PNPM Mandiri mengacu pada landasan konstitusional

Undang-undang Dasar 1945 beserta amandemennya, Pancasila, dan peraturan

disusun kemudian. Peraturan perundang-undangan khususnya terkait sistem Pemerintahan,

perencanaan, keuangan negara, dan kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah sebagai

berikut:

1. Sistem Pemerintahan

Dasar peraturan perundangan sistem Pemerintahan yang digunakan

adalah:

a. Undang-undang Nomor: 22 Tahun 1999. Undang-undang Nomor: 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah.

b. Peraturan Pemerintah Nomor: 72 Tahun 2005 tentang Pemerintah Desa.

c. Peraturan Pemerintah Nomor: 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan.

d. Peraturan Presiden Nomor: 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan.

2. Sistem Perencanaan

Dasar peraturan perundangan sistem perencanaan terkait adalah:

a. Undang-undang Nomor: 25 Tahun 2004 tentang SistemPerencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN).

b. Undang-undang Nomor: 17 Tahun 2007 tentang RencanaPembangunan

Jangka Panjang Nasional 2005-2025.

c. Peraturan Presiden Nomor: 7 Tahun 2005 tentang RencanaPembangunan

Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2004-2009.

d. Peraturan Pemerintah Nomor: 39 Tahun 2006 tentang Tata CaraPengendalian

dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

e. Peraturan Pemerintah Nomor: 40 Tahun 2007 tentang Tata CaraPenyusunan

f. Instruksi Presiden Nomor: 9 Tahun 2000 tentangPengarusutamaan Gender

dalam Pembangunan Nasional.

3. Sistem Keuangan Negara

Dasar peraturan perundangan sistem keuangan negara adalah sebagai berikut :

a. Undang-undang Nomor: 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

b. Undang-undang Nomor: 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4455);

c. Undang-undang Nomor: 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4438);

d. Peraturan Pemerintah Nomor: 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan

LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4577);

e. Peraturan Pemerintah Nomor: 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan

Pinjaman dan atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau

Hibah Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor

3, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4597);

f. Keputusan Presiden Nomor: 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan

g. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor: 005/MPPN/06/2006 tentang

Tata cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang

Dibiayai dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri;

h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 52/PMK.010/2006 tentang Tata Cara

Pemberian Hibah kepada Daerah;

i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 13 Tahun 2006 tentangPedoman

II.3.5 Struktur Organisasi PNPM Mandiri

Penyelenggaraan PNPM Mandiri dilakukan secara berjenjang dari tingkat nasional

1. Tingkat Nasional

Penanggung jawab pengelolaan program tingkat nasional PNPM Mandiri Perkotaan

adalah Departemen Pekerjaan Umum yang bertindak sebagai lembaga penyelenggara

program (executing agency). Untuk melaksanakan Program Penanggulangan

Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) agar dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan

dan terciptanya sinergidengan program lainnya untuk mengoptimalkan hasil yang

dicapai dalam rangka keberlanjutan program sekaligus mendukung pelaksanaan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-Mandiri

Perkotaan), telah dibentuk Unit Manajemen Program Penanggulangan Kemiskinan di

Perkotaan (PMU P2KP) sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor

358/KPTS/M/2008 tanggal 10 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Manajemen Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (PMU P2KP).

2. Tingkat Propinsi

Di tingkat propinsi dikoordinasikan langsung oleh Gubernur setempat melalui Bapeda

Propinsi dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM yang anggotanya

terdiri dari pejabat instansi terkait di daerah di bawah koordinasi TKPKD Propinsi.

Sebagai pelaksana ditunjuk Dinas Pekerjaan Umum/Bidang Ke-Cipta Karya-an di

bawah kendali/koordinasi Satker Non Vertikal Tertentu (SNVT) PBL tingkat

propinsi. Tugas Kepala SNVT PBL Propinsi adalah :

a. Melaksanakan kegiatan teknis dan administratif untuk pelaksanaan PNPM

Mandiri Perkotaan sesuai arah kebijakan PMU-P2KP ;

b. Mengelola tata pelaporan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan;

c. Mempertanggungjawabkan seluruh pengeluaran dana sesuai ketentuan yang

d. Bersama dgn KMW dan TKPKD menindak lanjuti berbagai pengaduan terkait

PNPM Mandiri Perkotaan sampai proses hukum/ke tangan penegak hukum

dengan tetap mengutamakan penyelesaian secara kekeluargaan.

3. Tingkat Kota/Kabupaten

Di tingkat Kabupaten/Kota dikoordinasikan langsung oleh Walikota/Bupati setempat

melalui Bapeda Kabupaten/Kota dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan

PNPM (TKPP) yang anggotanya terdiri dari pejabat instansi terkait di daerah di

bawah koordinasi TKPKD Kabupaten/Kota. TKPKD Kota/ Kabupaten dalam PNPM

Mandiri Perkotaan berperan mengkoordinasikan TKPP dari berbagai program

penanggulangan kemiskinan.

4. Tingkat Kecamatan

Di tingkat kecamatan, unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan yaitu

Dokumen terkait