• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan-kesimpulan atas pembahasan tulisan ini, yang merupakan jawaban dari permasalahan-permasalahan yang ada, selanjutnya penulis akan memberikan saran-saran sebagai sumbangan penulisan atau pendapat yang mungkin bermanfaat.

BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Pengertian

1. Definisi Pengadaan

Kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya (K/L/D/I) yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan memperoleh barang/jasa

2. Jenis Pengadaan

 Barang : Setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh pengguna barang

 Pekerjaan Konstruksi : Seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan wujud fisik lainnya  Jasa Konsultasi : Jasa layanan profesional yang membutuhkan

keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware)

 Jasa Lainnya : Jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang mengutamakan keterampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain jasa konsultansi, pekerjaan konstruksi dan pengadaan barang

3. Contoh Pengadaan  Barang :

a. bahan baku;

b. barang setengah jadi; c. barang jadi/peralatan; d. makhluk hidup.  Pekerjaan Konstruksi :

a. Bangunan

1. konstruksi bangunan kapal, pesawat atau kendaraan tempur; 2. pekerjaan yang berhubungan dengan persiapan lahan,

penggalian, dan/atau penataan lahan (landscaping); 3. perakitan atau instalasi komponen pabrikasi;

4. penghancuran (demolition) dan pembersihan (removal); 5. reboisasi.

 Jasa Konsultasi:

a. jasa rekayasa (engineering);

b. jasa perencanaan (planning), perancangan (design) dan pengawasan (supervision) untuk Pekerjaan Konstruksi;

c. jasa perencanaan (planning), perancangan (design), dan pengawasan (supervision) untuk pekerjaan selain Pekerjaan Konstruksi, seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, kehutanan, perikanan, kelautan, lingkungan hidup, kedirgantaraan, pengembangan usaha, perdagangan, pengembangan SDM, pariwisata, pos dan telekomunikasi, pertanian, perindustrian, pertambangan, dan energi;

d. jasa keahlian profesi, seperti jasa penasehatan, jasa penilaian, jasa pendampingan, bantuan teknis, konsultan manajemen, dan konsultan hukum;

e. Pekerjaan survei yang membutuhkan telaahan Tenaga Ahli.  Jasa Lainnya :

a. jasa boga (catering service), jasa layanan kebersihan (cleaning service), jasa penyedia tenaga kerja;

b. jasa asuransi, perbankan dan keuangan; jasa layanan kesehatan, pendidikan, pengembangan sumber daya manusia, dan kependudukan;

c. jasa penerangan, iklan/reklame, film, dan pemotretan; d. jasa pencetakan dan penjilidan;

e. jasa pemeliharaan/perbaikan; jasa pembersihan, pengendalian hama (pest control), dan fumigasi;

f. jasa pengepakan, pengangkutan, pengurusan, dan penyampaian barang;

g. jasa penjahitan/konveksi; jasa impor/ekspor; h. jasa penulisan dan penerjemahan;

i. jasa penyewaan; jasa penyelaman; jasa akomodasi; jasa angkutan penumpang;

j. jasa pelaksanaan transaksi instrumen keuangan; k. jasa penyelenggaraan acara (event organizer); l. jasa pengamanan;

m. jasa layanan internet; jasa pos dan telekomunikasi; n. jasa pengelolaan aset;

o. jasa pekerjaan survei yang tidak membutuhkan telaahan tenaga ahli.

2.2 Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Sebagai penjelas dan pelengkap dari aturan yang berlaku sebelumnya, Perpres No 54 Tahun 2010 mengatur tata cara pengadaan barang dan jasa sebagai barikut:

a. Pengadaan Pekerjaan Konstruksi

1. Pelelangan Umum , metode pelelangan umum merupakan yang paling sering dilakukan untuk memilih penyedia barang/jasa yang akan mendapatkan proyek pengadaan pekerjaan konstruksi..

2. Pemilihan Langsung, metode untuk memilih penyedia jasa untuk proyek yang maksimal bernilai 200 juta.

3. Pengadaan Langsung, digunakan untuk proyek pengadaan jasa konstruksi yang termasuk kebutuhan operasional dan bernilai paling tinggi 100 juta. 4. Pelelangan Terbatas, dilakukan jika pekerjaan yang dibutuhkan dianggap

kompleks dan penyedianya terbatas.

5. Penunjukkan Langsung, dilakukan untuk proyek konstruksi tertentu dengan persetujuan dari jajaran di instansi pemerintah terkait.

b. Pengadaan Barang/ Jasa Lainnya

1. Pelelangan Umum, paling umum dilakukan untuk dalam proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah

2. Pelelangan Sederhana, dilakukan jika proyek yang ada bernilai paling tinggi 200 juta dan tidak bersifat kompleks.

3. Pengadaan Langsung, dilakukan jika proyek yang ada berupa pengadaan barang/jasa operasional yang beresiko kecil, berteknologi sederhana dan bernilai maksimal 100 juta.

4. Penunjukkan Langsung,

5. Kontes/ Sayembara. Kontes dilakukan dengan memperlombakan gagasan, kreativitas maupun inovasi tertentu yang telah ditentukan harga/biaya satuannya., sedangkan Sayembara dilakukan untuk kriteria yang belum ditentukan harga/nilai satuannya di pasaran. Biasanya kontes diaplikasikan untuk pengadaan barang, dan sayembara untuk pengadaan jasa.

c. Pengadaan Jasa Konsultasi

1. Seleksi Umum, merupakan metode paling utama untuk memilih penyedia jasa yang akan menangami penyedian jasa konsultasi pemerintah.

2. Seleksi Sederhana, dilakukan untuk pengadaan jasa konsultansi untuk proyek yang bernilai maksimal 200 juta.

3. Pengadaan Langsung, dilakukan jika proyek pengadaan jasa bernilai tidak lebih dari 50 juta

4. Penunjuk Langsung 5. Sayembara

2.3 Swakelola Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

A. Pengadaan Yang dapat Dilaksanakan Dengan Cara Swakelola Pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan dengan dua cara yaitu:

1) dengan cara melalui penyedia barang/jasa; dan 2) dengan cara swakelola.

Pengadaan barang/jasa melalui penyedia barang/jasa adalah Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya dikerjakan oleh pihak ketiga sebagai penyedia barang/jasa. Menurut pasal 1 Perpres nomor 70 tahun 2012 yang dimaksud penyedia barang/jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya. Ketentuan tersebut memasukkan semua pihak (baik perorangan maupun badan usaha) yang pekerjaannya menyediakan barang/pekerjaan konstruksi/jasa konsultansi/jasa lainnya sebagai penyedia barang/jasa. Dalam hal pengadaan barang/jasa dilakukan melalui penyedia barang/jasa Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa mengharuskan pemilihan penyedia barang/jasa dilakukan dengan cara tertentu. Tata cara pemilihan penyedia tersebut meliputi pelelangan, seleksi, penunjukan langsung, pengadaan langsung, sayembara, dan kontes. Dalam hal pengadaan dilakukan dengan cara swakelola Perpres menetapkan pelaksanaan swakelola dapat dilaksanakan oleh:

1. instansi penanggung jawab anggaran; 2. instansi lain;

3. kelompok masyarakat.

Jenis pengadaan barang/jasa yang dapat dilaksanakan dengan cara swakelola adalah pengadaan dalam bentuk pekerjaan (membuat sesuatu atau melaksanakan kegiatan) bukan membeli barang yang sudah jadi. Unsur penting dalam pengadaan sewakelola adalah proses pelaksanaan pekerjaan. Dalam pengadaan secara swakelola pelaksana swakelola benar-benar bekerja melaksanakan suatu kegiatan pembuatan barang/jasa.

Contohnya adalah pekerjaan memasak makanan pasien oleh pegawai rumah sakit, membersihkan saluran irigasi oleh kelompok masyarakat, menyemai bibit oleh pegawai dinas pertanian, pelaksanaan diklat/workshop/seminar oleh instansi pemerintah, dan sebagainya. Karena itu komponen biaya yang menunjukkan pekerjaan swakelola adalah komponen upah dan honorarium. Sedangkan komponen biaya lainnya seperti biaya pengadaan material atau bahan yang diperlukan dalam pekerjaan swakelola sebenarnya bukan menunjukkan pekerjaan swakelola, walaupun jumlahnya sering kali lebih besar dari komponen upah dan honorarium.

Dalam pekerjaan swakelola sering kali memerlukan barang/bahan yang pengadaannya justru tidak mungkin dilakukan secara swakelola. Contohnya dalam pemeliharaan jalan yang dilaksanakan oleh pegawai Dinas Pekerjaan Umum secara swakelola, jika kegiatan tersebut membutuhkan aspal maka pengadaan aspal tersebut tidak dapat dilakukan dengan cara swakelola, melainkan harus dilaksanakan melalui pihak ketiga (penyedia barang/jasa).

Pekerjaan yang dapat dilaksanakan dengan cara swakelola telah ditetapkan dalam pasal 26 ayat (2) Perpres 70 tahun 2012 meliputi:

a. Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia, serta sesuai dengan tugas dan fungsi K/L/D/I;

b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat atau dikelola oleh K/L/D/I ;

c. pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh Penyedia Barang/Jasa;

d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar;

e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;

f. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa;

g. pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;

h. pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan; i. pekerjaan Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri; j. penelitian dan pengembangan dalam negeri; dan/atau

k. pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri.

Penetapan apakah suatu pengadaan barang/jasa akan dilaksanakan secara swakelola atau dilaksanakan melalui penyedia barang/jasa ditetapkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA).

Prosedur swakelola meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, penyerahan, pelaporan dan pertanggungjawaban pekerjaan.

1). Perencanaan Swakelola.

Kegiatan perencanaan swakelola dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Perencanaan kegiatan swakelola dilakukan dengan memperhitungkan tenaga ahli/peralatan/bahan tertentu. Perencanaan swakelola meliputi:

a. penetapan sasaran, rencana kegiatan dan jadwal pelaksanaannya;

b. perencanaan teknis dan penyiapan metode pelaksanaan yang tepat agar diperoleh rencana keperluan tenaga, bahan dan peralatan yang sesuai;

c. penyusunan rencana keperluan tenaga, bahan dan peralatan secara rinci serta dijabarkan dalam rencana kerja bulanan, rencana kerja mingguan dan/atau rencana kerja harian; dan

d. penyusunan rencana total biaya secara rinci dalam rencana biaya bulanan dan/atau biaya mingguan.

Untuk kegiatan swakelola yang dilaksanakan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola, perencanaan swakelola disusun dan diusulkan oleh kelompok masyarakat. Perencanaan tersebut ditetapkan oleh PPK setelah melalui proses evaluasi. Instansi penanggung jawab anggaran hanya menetapkan sasaran yang akan dicapai melalui kegiatan swakelola tersebut. Contohnya pada kegiatan pembuatan sumur dalam DPA-SKPD Salah satu Dinas Pemerintah Daerah yang yang pelaksanaannya diserahkan kepada kelompok masyarakat pelaksana swakelola, Perencanaan swakelola

oleh Dinas Pemerintah Daerah tersebut hanya sebatas menetapkan sasaran kegiatan yakni menentukan berapa buah sumur untuk setiap desa dan berapa jumlah dana yang akan dialokasikan pada masing-masing desa. Perencanaan kegiatan yang lebih detail disusun oleh kelompok masyarakat pelaksana swakelola. Sedangkan untuk kegiatan swakelola yang dilaksanakan sendiri oleh instansi penanggung jawab anggaran dan kegiatan swakelola yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah lainnya, perencanaan swakelola disusun dan ditetapkan oleh PPK pada instansi penanggung jawab anggaran.

2) Pelaksanaan Swakelola.

Perpres menetapkan cara pelaksanaan swakelola dalam tiga cara yaitu:

a. swakelola dilaksanakan oleh instansi penanggung jawab anggaran;

b. swakelola dilaksanakan oleh instansi lain;

c. swakelola dilaksanakan oleh kelompok masyarakat.

Pelaksanaan swakelola oleh instansi penanggung jawab anggaran memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a. pengadaan bahan/barang, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli untuk digunakan dalam pekerjaan swakelola dilakukan oleh Pokja ULP/Pejabat Pengadaan. ULP atau Pejabat Pengada yang melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa tersebut adalah ULP pada K/L/D/I penanggung jawab anggaran. b. pengadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden tentang pengadaan

barang/jasa pemerintah. Jika kebutuhan peralatan/suku cadang tersebut lebih dari Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) pengadaannya dilakukan oleh Pokja ULP dengan cara lelang. Jika kebutuhan peralatan/suku cadang tersebut tidak lebih dari Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) pengadaannya dilakukan oleh Pejabat Pengadaan dengan cara Pengadaan langsung.

c. pembayaran upah tenaga kerja yang diperlukan dilakukan secara berkala berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borongan. Tenaga kerja yang berasal dari instansi penanggung jawab anggaran dibayar dalam bentuk honorarium. Pembayaran gaji tenaga ahli dari luar instansi penanggung jawab dilakukan berdasarkan Kontrak. Jumlah tenaga ahli dari luar instansi penanggung jawab anggaran paling banyak 50% dari seluruh pegawai instansi penanggung jawab anggaran yang terlibat dalam kegiatan swakelola tersebut.

d. penggunaan tenaga kerja, bahan dan/atau peralatan dicatat setiap hari dalam laporan harian.

e. pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan Uang Persediaan (UP)/Uang Muka kerja atau istilah lain yang disamakan dan dipertanggungjawabkan secara berkala maksimal secara bulanan;

f. kemajuan fisik dicatat setiap hari dan dievaluasi setiap minggu yang disesuaikan dengan penyerapan dana.

g. kemajuan nonfisik atau perangkat lunak dicatat dan dievaluasi setiap bulan yang disesuaikan dengan penyerapan dana.

h. pengawasan pekerjaan fisik di lapangan dilakukan oleh pelaksana yang ditunjuk oleh PPK, berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.

Pengadaan melalui Swakelola oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pelaksanaan dilakukan berdasarkan Kontrak antara PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran dengan pelaksana Swakelola pada Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola.

b. pengadaan bahan, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh Pokja ULP/Pejabat Pengadaan pada Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola. c. pembayaran upah tenaga kerja yang diperlukan dilakukan secara harian berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borongan. Pembayaran imbalan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan berdasarkan Kontrak antara Pelaksana Kegiatan Swakelola pada Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola dengan tenaga kerja bersangkutan.

d. penggunaan tenaga kerja, bahan/barang dan/atau peralatan dicatat setiap hari dalam laporan harian.

g. kemajuan fisik dicatat setiap hari dan dievaluasi setiap minggu yang disesuaikan dengan penyerapan dana oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola.

h. kemajuan nonfisik atau perangkat lunak dicatat dan dievaluasi setiap bulan yang disesuaikan dengan penyerapan dana oleh Instansi Pemerintah lain pelaksana Swakelola.

i. pengawasan pekerjaan fisik di lapangan dilaksanakan oleh pihak yang ditunjuk PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran, berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.

Pengadaan secara Swakelola oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pelaksanaan Swakelola oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dilakukan berdasarkan Kontrak antara PPK pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran dengan Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola.

b. pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa hanya diserahkan kepada Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola yang mampu melaksanakan pekerjaan.

c. pengadaan Pekerjaan Konstruksi hanya dapat berbentuk rehabilitasi, renovasi dan konstruksi sederhana. Untuk konstruksi bangunan baru yang tidak sederhana, dibangun oleh K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran untuk selanjutnya diserahkan kepada kelompok masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d. pengadaan bahan/barang, Jasa Lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengadaan dan etika pengadaan.

e. penyaluran dana kepada Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dilakukan secara bertahap dengan ketentuan sebagai berikut:

1) 40% (empat puluh perseratus) dari keseluruhan dana Swakelola, apabila Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola telah siap melaksanakan Swakelola;

2) 30% (tiga puluh perseratus) dari keseluruhan dana Swakelola, apabila pekerjaan telah mencapai 30% (tiga puluh perseratus); dan

3) 30% (tiga puluh perseratus) dari keseluruhan dana Swakelola, apabila pekerjaan telah mencapai 60% (enam puluh perseratus). f. pencapaian kemajuan pekerjaan dan dana Swakelola yang dikeluarkan, dilaporkan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola secara berkala kepada PPK.

h. pengawasan pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola.

i. pertanggungjawaban pekerjaan/kegiatan Pengadaan disampaikan kepada K/L/D/I pemberi dana Swakelola sesuai ketentuan perundang-undangan.

3) Pengawasan, penyerahan, pelaporan dan pertanggungjawaban

Pengawasan, penyerahan, pelaporan dan

pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan swakelola dilakukan sesuai ketentuan berikut:

(1) Pelaksanaan Swakelola diawasi oleh Penanggung Jawab Anggaran atau oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola. (2) Kemajuan pelaksanaan pekerjaan dan penggunaan keuangan dilaporkan oleh pelaksana lapangan/Pelaksana Swakelola kepada PPK secara berkala.

(3) Laporan kemajuan realisasi fisik dan keuangan dilaporkan setiap bulan secara berjenjang oleh Pelaksana Swakelola sampai kepada PA/KPA.

(4) APIP pada K/L/D/I Penanggung Jawab Anggaran, melakukan audit terhadap pelaksanaan Swakelola.

Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2006, panitia pengadaan adalah tim yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/KuasaPengguna Anggaran/Dewan Gubernur BI/Pimpinan BHMN/Direksi BUMN/ Direksi BUMD, untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa. Sedangkan, Pejabat pengadaan adalah 1 (satu) orang yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Dewan Gubernur BI/Pimpinan BHMN/ Direksi BUMN/Direksi BUMD untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Keppres Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah disebutkan sebagai berikut:

Tugas, wewenang, dan tanggung jawab pejabat/panitia pengadaan/Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit) meliputi sebagai berikut:

a. menyusun jadual dan menetapkan cara pelaksanaan serta lokasi pengadaan; b. menyusun dan menyiapkan harga perkiraan sendiri (HPS);

c. menyiapkan dokumen pengadaan;

d. mengumumkan pengadaan barang/jasa di surat kabar nasional dan/atau provinsi dan/atau papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, dan diupayakan diumumkan di website pengadaan nasional;

e. menilai kualifikasi penyedia melalui pascakualifikasi atau prakualifikasi; f. melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk;

g. mengusulkan calon pemenang;

h. membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan kepada pejabat pembuat komitmen dan/atau pejabat yang mengangkatnya:

i. menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dimulai.

Pengadaan barang dan jasa Indonesia sedikit diubah pada tahun 2015 dengan keluarnya Perpres 4 tahun 2015. Perpres ini merupakan perubahan keempat atas Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 16 Januari 2015. Perpres ini diharapkan dapat mengatasi beberapa kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pengadaan barang dan jasa. Salah satu poin penting yang ada di perpres ini adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada pejabat pengadaan untuk melaksanakan pengadaan dengan cara e-purchasing.

Berdasarkan Perpres 54/ 2010, pejabat pengadaan adalah personil yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa yang melaksanakan pengadaan barang/ jasa. Sedangkan menurut Pepres 70/ 2012 pejabat pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan langsung. Apa itu pengadaan langsung? Pengadaan langsung adalah pengadaan barang/jasa langsung kepada penyedia barang/jasa, tanpa melalui pelelangan/ seleksi/penunjukan langsung. Berdasarkan pasal 39 Perpres 70/2012, pengadaan langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 dengan ketentuan:

a) kebutuhan operasional K/L/D/I; b) teknologi sederhana;

c) risiko kecil; dan/atau

d) dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orang-perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil. Sedangkan untuk pengadaan jasa konsultansi pengadaan langsung digunakan untuk nilai sampai dengan lima puluh juta rupiah.

Pejabat Pengadaan

Paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 dapat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP atau Pejabat Pengadaan. Demikian juga Paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp50.000.000,00 dapat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja ULP atau Pejabat Pengadaan. Pengadaan Langsung ini dilaksanakan oleh satu orang Pejabat Pengadaan.

Setiap satuan kerja pasti mempunyai pejabat pengadaan. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak pekerjaan yang dilaksanakan dengan nilai yang relatif kecil. Sehingga dalam proses pengadaannya tidak diperlukan pelelangan/ seleksi. Pejabat pengadaanlah yang menetapkan penyedia barang/jasa untuk pengadaan langsung.

Pada saat itulah peran pejabat pengadaan menjadi penting. Karena urgensinya yang sangat tinggi itu, maka Perpes mengamanatkan bahwa untuk dapat diangkat sebagai pejabat pengadaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. memiliki integritas, disiplin, dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas; 2. memahami pekerjaan yang akan diadakan;

3. memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;

4. memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;

5. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/ Jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan; dan

6. menandatangani Pakta Integritas. Perubahan Kewenangan Pejabat Pengadaan

Berdasarkan Perpres 4 tahun 2015 -sebuah peraturan yang dinilai banyak pihak sebagai aturan yang akan mendorong pengadaan barang dan jasa akan berjalan secara efektif dan efisen- ada perubahan mengenai pengertian pejabat pengadaan. Pasal 1 ayat 9 mengatakan bahwa yang disebut pejabat pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan

E-Purchasing.

Untuk memudahkan pemahaman mengenai pejabat pengadaan, penulis sampaikan matriks perbedaan tersebut.

Matriks Perbedaan Definisi Pejabat Pengadaan

Peraturan / Jabatan Pejabat Pengadaan

Perpres 54/ 2010

personil yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa yang melaksanakan pengadaan barang/jasa Perpres 70/2012 personil yang ditunjuk untuk

melaksanakan pengadaan langsung

Perpres 4 / 2015

personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan E-Purchasing

Jika kita cermati, ada kewenangan yang ditambahkan kepada pejabat pengadaan yaitu:

1. Pengadaan barang/ pekerjaan konstruksi/ jasa lainnya sampai dengan Rp 200 juta dan konsultan s/d 50jt dengan metode pemilihan penyedia yaitu penunjukan langsung ;

2. Pengadaan barang/jasa dengan e-purchasing tanpa ada batasan nilai rupiahnya.

Selama ini pejabat pengadaan sudah terbiasa dengan metode pengadaan langsung. Jika ditambahkan dengan penunjukan langsung untuk batasan nilai yang sama dengan pengadaan langsung, penulis beranggapan hal itu tidak akan menjadi persoalan yang serius. Karena selama ini pejabat pengadaan aman-aman saja dengan pemilihan penyedia yang sudah dilakukan sebelumnya. Namun akan menjadi persoalan ketika pejabat pengadaan juga diberi kewenangan untuk pengadaan dengan cara e-purchasing tanpa batasan nilai.

Dalam pengadaan barang dan jasa dikenal istilah pengadaan secara elektronik atau e-procurement, yaitu pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pengadaan secara elektronik terdiri dari dua jenis yaitu e-tendering dan e-purchasing. E-tendering adalah tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Sedangkan e-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. Katalog elektronik atau e-catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa

Dalam dokumen Pengadaan Barang dan Jasa iii iii (Halaman 7-56)

Dokumen terkait