• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini penulis membuat kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan pada Bab – Bab sebelumnya dan memberikan saran – saran yang kiranya bermanfaat bagi yang berkempentingan.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori dan Konsep Pembiayaan Syariah

1. Pengertian Pembiayaan Syariah

Istilah kredit banyak digunakan dalam sistem perbankan konvensional yang berbasis pada bunga. Sedangkan Pembiayaan merupakan istilah yang digunakan oleh bank syariah yang berbasis pada keuntungan rill yang telah disepakati (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing).11

Kamus perbankan mendefinisikan pembiayaan sebagai pengeluaran atau pengorbanan yang tidak terhindar untuk mendapat barang atau jasa dengan tujuan memperoleh manfaat, seperti penjualan untuk memperoleh pendapatan.12

Menurut Rifaat Ahmad Karim mendefinisikan Pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak – pihak yang merupakan deficit unit.13 Dan Menurut Muhammad, pembiayaan secara luas berarti pendanaan yang

11

Abdul Ghofur Ashori, Perbankan Syariah di Indonesia, Cet.I (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007) h. 98

12 Bank Indonesia, Kamus Perbankan, cet.I, (Jakarta: Bank Indonesia, 1999) h. 30 13

Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah dari teori ke praktek (Jakarta: Gema Insani press, 2001), h. 160

dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk pendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti Bank Syariah kepada nasabah.14

sedangkan dalam undang – undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal 1 ayat (2) menyebutkan pengertian pembiayaan sebagai berikut:

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah.

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijaran muntahiyah bittamlik. c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah,

salam dan istishna.

d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh.

e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.

Kegiatan penyaluran pembiayaan mempunyai peran penting bagi perbankan syariah, karna pembiayaan merupakan bagian terbesar

14 Muhammad, Manajement Bank Syariah (Yogyakarta: Akademi Manajemet

sumber penghasilan bank. Apabila bank syariah tidak mampu menyalurkan pembiayaannya, sementara dana yang terhimpun dari Shahibul Maal (Dana pihak ketiga) terus bertambah, maka akan terdapat banyak dana yang idle (menganggur) dapat berpengaruh terhadap pendapatan dari Margin atau bagi hasil. Jadi bisa dikatakan bahwa pembiayaan merupakan komponen utama bagi kelangsungan aktivitas perbankan.15

Landasan Hukum Surat An – Nisa : 29

Artinya: “Hai orang orang yang beriman, Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya allah adalah maha penyayang kepadamu”. (Q.S. An – Nisa: 29)

15

Muhammad, Manajement Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), cet.2, h. 5

2. Fungsi Pembiayaan Syariah

Ada beberapa fungsi dari pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah diantaranya:16

a. Meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang usaha yang mandiri.

b. Membantu menanggulangi masalah kemiskinan melalui pengembangan modal kerja dan program usaha bersama.

c. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhdap Bank Konvensional.

3. Tujuan Pembiayaan Syariah

Tujuan pembiayaan adalah meningkatkan kesejahtraan bersama melalui kegiatan ekonomi yang menaruh perhatian pada nilai -nilai dan kaidah – kaidah muamalat syari’iyah yang memegang teguh keadilan, keterbukaan dan kehati – hatian dan untuk memenuhi stakeholder yaitu:17

a. Pemilik

Dari sumber pendapatan tersebut, para pemilik mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada lembga keuangan tersebut.

16Muhammad, Manajement Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), cet.2, h. 199

17 Muhammad, Manajement dana Bank Syariah, cet.1, (Yogyakarta: Akademi Manajemet

b. Pegawai

Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahtraan dari lembaga keuangan yang dikelolanya.

c. Masyarakat

1) Pemilik dana: sebagai pemilik dana mereka mengharap keuntungan dari dana yang di investasikannya.

2) Debitur yang bersangkutan: bagi mereka yang membutuhkan dana terbantu dengan penyediaaan dana baginya guna menjalankan usahanya atau terbantu untuk mengadakan barang produksi.

3) Masyarakat umumnya (konsumen): mereka akan mendapat barang yang diinginkan dengan adanya pembiayaan yang disalurkan kepada para pengusaha.

4) Pemerintah: pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembagunan negara, disamping itu akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas keuntungan lembaga keuangan dan juga perusahaan – perusahaan).

5) Lembaga keuangan (Bank atau BMT): bagi lembaga keuangan yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan diharapkan dapat meneruskan dan mengembangkan usaha agar tetap bertahan dan meluas

jaringan usahanya, sehingga makin banyak masyarakat yang dilayani.

4. Jenis dan produk Pembiayaan Syariah

Jenis – jenis pembiayaan pada dasarnya dikelompokan menurut beberapa aspek, diantaranya:18

a. Pembiayaan menurut tujuan, dibedakan menjadi:

1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk mendapat modal dalam rangkan pengembangan usaha. Jangkan waktu pembiayaan modal kerja maksimum 1 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

2) Pembiayaan Investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan investasi atau pengadaan barang konsuntif. b. Pembiyaan menurut jangka waktu dibedakan menjadi:

1) Pembiayaan jangka waktu pendek. Yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun. 2) Pembiayaan jangka waktu menengah, yaitu pembiayaan yang

dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun

18 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT. Raja

3) Pembiayaan jangka waktu panjang, yaitu pembiayaan yang dilakukan lebih dari waktu 5 tahun.

c. Pembiayaan menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua macam jenis yaitu: pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif.19

1) Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas yaitu untuk meningkatkan usaha produksi, perdagangan, maupun industri.

2) Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan

Dan produk - produk pembiayaan pada bank syariah dalam bentuk pembiayaan menggunakan empat pola yang berbeda yaitu sebagai berikut:20

a. Pembiayaan dengan pola bagi hasil, untuk jenis pembiyaaan dengan pola ini meliputi:

1) Pembiayaan Mudharabah

19

Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah dari teori ke praktek (Jakarta: Gema Insani press, 2001), h. 160

20 Ascarya, Akad dan Produk bank Syariah (Jakarta: PT Raja Grafido Persada, 2007)

Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian kedua belah pihak berdasarkan nisabah yang telah disepakati sebelummnya. Dengan aplikasi pembiayaan modal, pembiyaan proyek dan pembiyaaan ekspor.

2) Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian antara para pemilik dana modal untuk mencampurkan dana atau modal kerja pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan diantara pihak pemilik dana atau modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati bersama sebelumnya. Dengan aplikasi pembiayaan modal kerja dan pembiayaan ekspor.

b. Pembiayaan dengan pola jual – beli. Untuk jenis pembiayaan dengan pola ini meliputi:

1) Pembiayaan Murabahah

Pembiyaan Murabahah adalah perjanjian jual beli antara pihak lembaga keuangan syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut sebesar harga perolehan ditambah margin atau keuntungan yang telah disepakati dalam akad. Dengan aplikasi

pembiyaaan investasi atau barang modal, pembiayaan konsumtif, pembiayaan modal kerja dan pembiayaan ekspor. 2) Pembiayaan Salam

Pembiyaan salam adalah perjanjian jual – beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu. Dengan aplikasi pembiayaan sektor pertanian dan produk manufakturing.

3) Pembiayaan Istishna

Pembiayaan istishna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual. Dengan aplikasi pembiayaan konstruksi, proyek dan produk manufakturing.

c. Pembiayaan dengan pola sewa. Untuk pembiayaan dengan prinsip ini meliputi:

1) Pembiyaaan Ijarah

Pembiayaan ijarah adalah pembiayaan sewa menyewa suatu barang dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa. Dengan aplikasi pembiayaan sewa.

2) Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bitamlik

Ijarah Muntahiyah Bitamlik adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang yang diakiri dengan perpindahan

kepemilikan barang dari pihak yang memberikan sewa kepada pihak penyewa.

d. Pembiyaan dengan pola pinjaman untuk dana talangan (Qardh)

Qardh atau talangan adalah penyediaan dana atau tagihan antara bank syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu.

Tabel 2.1. Produk – Produk Pembiayaan

No Produk pembiayaan Prinsip

1 Modal kerja Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, salam

2 Investasi Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, istishna, ijarah, ijarah muntahiyah bitamlik 3 Pengadaan barang investasi,

aneka barang

Murabahah, ijarah muntahiyah bitamlik, musyarakah mutanaqisah

4 Perumahan/properti Murabahah, ijarah muntahiyah bitamlik, musyarakah mutanaqisah

5 Proyek Mudharabah, Musyarakah

7 Produk agribisnis/sejenis Salam, salam parallel 8 Manufaktur/konstruksi Istishna, Istishna parallel 9 Penyertaan Musyarakah

10 Surat berharga Mudharabah, qardh

11 Sewa Beli Ijarah Mutahiyah Bittamlik 12 Akusisi asset Ijarah Mutahiyah Bittamlik

B. Teori dan Konsep Linkage Program

Peranan perbankan sebagai lembaga keuangan tidak terlepas dari masalah kredit atau pembiayaan, oleh karena itu pengelolaan pembiayaan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.21 dalam rangka meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dan memperluas penyaluran pembiayaan oleh perbankan, maka pemerintah membuat kebijakan linkage program.

1. Pengertian Linkage program

Linkage program menurut the basic english pocket dictionory linkage berarti hubungan, pertalian, sambungan.22 Secara istilah linkage program adalah kerjasama penyaluarn dana dari Bank

21 Kasmir. Dasar-dasar Perbankan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h.71

22 Drs. Jalinus Syah dan Adam Shaleh, The Basic English Pocket Dictionory (Jakarta:

Umum kepada atau melalui Lembaga Keuangan Mikro dalam bentuk pembiayaan sebagai upaya dalam meningkatkan kegiatan usaha Mikro dan Kecil.23

Jadi linkage program adalah program pembiayaan yang bersifat kemitraan. Pembiayaan ini disalurakan lewat perusahaan mitra (istilahnya two steps financing). Perusahaan mitra yang menjadi partner Bank Syariah bisa berupa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Multifinance dan Lembaga Keuangn Mikro Syariah (LKMS) seperti Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) dan Baitul Mal Wat Tamil (BMT). Bank Syariah juga melakukan Linkage Program dengan Lembaga non Keuangan seperti perusahaan perkebunan inti plasma atau perusahaan Franchise.

Linkage tidak dikenal dalam literatur islam, namun dilihat dari maknanya yaitu mengkaitkan dua atau lebih pihak untuk mencapai tujuan dengan cara Sharing resource, maka Linkage memiliki kedekatan dengan pengertian ukhuwah yang artinya persaudaraan.24

Linkage program dicanangkan semanjak tahun 2002 yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penyaluran pembiayaan

23 Euis Amelia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafido

Persada, 2009), h. 307

dan efesiensi pelaksaan skim pembiayaan bank umum, terutama untuk pembiayaan usaha mikro dan kecil. Dengan linkage program ini diharapakan pembiayaan bank umum kepada UKM lebih optimal karna Lembaga keuangan mikro yang selama ini dikenal memiliki keahlian dan pengalaman membiayai sektor mikro. Dan juga diharapkan bisa menjadi sinergi berkeseimbangan antara bank umum dan lembaga keuangna mikro dalam menggerakan sektor riil. Melalui linkage program keterbatasan jaringan yang dialami oleh bank dalam menyalurkan kredit dapat diatasi, sedangkan keterbatasan pembiayaan yang dirasakan oleh BMT, BPR/S, Koperasi dan Lembaga Keuangan Lainnya dapat pula diatasi melalui linkage program ini.

Gambar 2.1. Konsep Likage Program

Linkage program

Lembaga Keuangan Mikro Bank umum

2. Model Linkage Program

Agar Penerapan Linkage Program semakin jelas dan terarah dalam pelaksanaanya maka Bank Indonesia melalui Arsitektur Perbankan Indonesia (API) mengeluarkan generic linkage program yang berisi mengenai aturan-aturan pelaksanaan Linkage Program bagi Perbankan Syariah. Salah satu yang aturannya adalah diterapkannya Beberapa pola linkage program yang dilakukan perbankan yakni executing, channeling dan joint financing. 25

Pada pola executing, yaitu Bank Umum Syariah memberikan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Mikro Syariah dimana kemudian meneruskannya kepada nasabah (UMK) sebagai end user. Lembaga Keuangan Mikro diberikan kewenangan untuk memutuskan calon nasabah yang akan mendapatkan fasilitas pembiayaan. Dan dalam hal resiko pembiyaan, apabila kegagalan pembiayaan karna kerugian Bisnis secara normal maka resiko ditanggung oleh lembaga keuangan mikro syariah sebagai mitra. Sehingga LKM tercatat sebagai debitor bank syariah sedangkan pembiayaan kepada end user tercatat sebagai eksposur

25 Bank Indonesia, “lampiran siaran pers No 11/11/PSHM/Humas” diakses pada

tanggal 3 agustus 2014

pembiayaan perusahaan mitra. Untuk Bank Syariah yang melaksanakan Linkage Program dengan Lembaga Kuangan Mikro digunakan akad Mudharabah, sedangkan akad antara LKMS dengan UMK disesuaikan dengan kebutuhan UMK.

Sedangkan pada pola channeling, Bank Syariah memberikan pembiayaan secara langsung kepada nasabah (UKM) sebagai end user melalui Lembaga Keuangan Mikro yang bertindak sebagai wakil dari bank tersebut.Dan dalam hal resiko pembiyaan, apabila kegagalan pembiayaan karna kerugian Bisnis secara normal maka resiko ditanggung oleh Bank Umum. Pembiayaan kepada end user adalah eksposur pembiayaan bank syariah. Sehingga Dalam pola ini LKM tidak memiliki kewenangan memutuskan pembiayaan kecuali setelah mendapat surat kuasa dari bank umum. Dan pada Bank Syariah akad yang digunakan adalah wakalah.

Dan terakhir, pola joint financing adalah pembiayaan bersama dimana sumber dananya merupakan sharing antara bank syariah dan Lembaga Keuangan Mikro. Sehingga kewenangan memutuskan pembiyaan ada pada Bank Umum dan perusahaan mitra. Begitu juga dalam hal resiko pembiyaan, apabila kegagalan pembiayaan karna kerugian Bisnis secara normal maka resiko ditanggung bersama pula. Dan akad yang digunakan adalah Musyarakah.

Gambar 2.2. Model - Model Linkage Program

Executing Channeling Joint Financing

3. Manfaat Linkage Program a. Manfaat Bagi Bank Umum

Program Linkage Program ini tidak saja memberikan manfaat bank umum itu sendiri, yaitu:

1) Deversifikasi Portopolio kredit (jenis kredit, Sektor Ekonomi, wilayah)

2) Profitable, karna pinjaman diberikan dengan suku bunga pasar untuk bank konvensional dan bagi hasil untuk bank syariah

3) Potensi pasar cukup besar dan nasabah UKM dapat naik kelas menjadi nasabah baru bank umum

LKM/S Bank Umum Bank Umum Bank Umum LKM/S LKM/S UMK (Nasabah)

4) Overhead dan handling cost relatif rendah Salah satu alternatif merealisasikan bussiness plan untuk pembiayaan usaha mikro.26

b. Manfaat Bagi Lembaga keuangan Mikro

Adapun manfaat linkage program bagi BMT, BPRS, Koperasi dan Lembaga Keuangan mikro Lainnya yaittu:

1) Meningkatkan kapasitas penyaluran pembiayaan BMT, BPRS, Koperasi dan lembaga Keuangan Mikro lainnya dalam pembiayaan usaha mikro dan kecil (UMK)

2) Teratasinya keterbatasan pembiayaan yang dirasakan Lembaga keuang mikro baik BMT, BPRS maupun Koperasi syariah.

Jadi dari uraian diatas terlihat linkage program ini merupakan kerjasama yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Bagi Bank Umum yang memiliki keterbatasan jaringan, dengan adanya Linkage program ini dapat menjangkau usaha mikro dan kecil yang terbukti tahan terhadap krisis ekonomi, dan bagi Lembaga Keuangan Mikro yang memiliki dana terbatas akan sangan

26

Euis Amelia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam (Jakarta: PT Raja Grafido Persada, 2009), h. 308

terbantu dengan adanya Linkage program ini sehingga LKM dapat menyalurkan pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil.

4. Kode Etik Dalam Linkage Program27

Dalam pelaksanaan Linkage program agar bisa terus berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada, terdapat kode etik yang harus dipatuhi oleh lembaga yang menjalani Linkage program, yaitu sebagai berikut:

a. Bank umum yang melakukan kerjasama Linkage Program dengan Lembaga Keuangan Mikro, tidak diperbolehkan mengambil alih perbiayaan terhadap nasabah LKM yang sedang dibiayai melalui Linkage program dan atau menjadi nasabah LKM.

b. Bagi nasabah LKM yang telah naik kelas (dari nassabah mikro menjadi kecil) dan memerlukan dana atau pembiayaan yang lebih besar, namun LKM tidak mampu membiayai maka Bank Umum dapt membiayai nasabah LKM yang dimaksud.

c. Bank Umum yang melakukan Linkage Program dengan Lembaga Keuangan Mikro tidak diperbolehkan mengambil sumber daya manusia LKM.

d. Bank Umum dan Lembaga Keuangan Mikro harus transparan dalam memberikan informasi yang terkait dengan linkage program sejauh tidak melanggar ketentuan yang berlaku (seperti: Laporan Keuangan struktur pendanaan dan company profile)

e. Bagi LKM, satu jaminan hanya untuk dijaminkan kepada satu Shoibul maal mitra pembiayaan (Bank umum).

f. Bank Umum tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan data nasabah pembiayaan LKM untuk kepentingan diluar Linkage program.

g. Bank Umum dan LKM yang melaksanakan linkage program dengan pola Chanelling and Joint Financing, tidak perkenankan membebani nasabah pembiayaan dengan margin/nisbah bagi hasil yang lebih tinggi dibanding harga pasar untuk sektor usaha UMK yang dibiayai.

h. Bank Umum yang melakukan Linkage program dengan LKM, tidak diperkenankan meminta laporan hasil pemeriksaan LKM yang dikeluarkan Bank Indonesia.

i. Lembaga Keuangan Mikro yang mengikuti Linkage program harus memelihara tingkat kesehatannya.

j. Setiap pelanggaran kode etik diatas oleh Bank Umum/LKM dilaporkan kepada Bank Indonesia oleh pihak yang merasa dirugikan.

5. Generic Model Linkage program

Generic model Linkage program antara Bank Umum Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah ialah sebagai berikut:28

a. Distribusi pendapatan, pada pola executing distribusi pendapatan sesuai dengan nisabah yang telah disepakati antara Bank Syariah dan LKM. Pada pola chanelling Bank Syariah mendapat pendapatan dari nisbah bagi hasil/margin yang telah disepakati dengan UMK, dan LKM mendapat upah/fee yang besarnya disepakati antara Bank Syariah dan LKM. Dan pada Pola Joint Financing Bank Syariah juga mendapat pendapatan dari nisabah bagi hasil yang disepakati dengan UKM dan pembagian pendapatan antara Bank syariah dan LKM sesuai denagn porsi yang telah disepakati.

b. Dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil bagi UMK harus merupakan kesepakatan bersama dengan pertimbangan harga pasar untuk UMK yang akan dibiayai.

28 DKI Perbarindo, “generic model linkage program Bank Umum dengan BPR” artikel

c. Target nasabah untuk pembiayaan dengan pola executing sepenuhnya merupakan wewenang LKM, dan Untuk pola Channeling sepenuhnya merupakan wewenang Bank Syariah. Sedangkan untuk pola Joint financing merupakan kesepakatan bersama antara bank syariah dan LKM.

d. Batas plafon per-nasabah pada pola executing harus sesuai dengan batas maksimum pemberian kredit (BMPK), pada pola channeling dan Joint Financing maksimum Rp. 500.000.000; e. Jaminan utama dan tambahan dari UMK, harus sesuai dengan

Undang – Undang perbankan. Pada pola executing jenis dan besarnya jaminan ditentukan oleh LKM dengan tetap memperhatikan akad pembiayaan antara LKM dan UMK, dan jaminan diadministrasikan oleh LKM. Pada pola channeling jenis dan besarnya jaminan ditentukan oleh Bank Syariah dengan tetap memperhatikan akad pembiayaan antara Bank Syariah dan UMK, dan jaminan diadministrasikan oleh Bank Syariah (Untuk jaminan tambahan, diadministrasikan dan dapat diadministrasikan kepada LKM). Dan pada pola Joint Financing jenis dan besarnya jaminan ditentukan oleh Bank Syariah dan LKM, dengan tetap memperhatikan akad pembiayaan antara Bank Syariah, LMK dan UMK, dan

jaminan diadministrasikan oleh LKM yang bertindak untuk diri sendiri dan atas nama Bank Syariah.

f. Akad pembiayaan pada UMK, untuk pola Executing dilakukan oleh LKM, untuk pola Channeling dilakukan oleh LKM atas nama Bank Syariah, dan untuk pola Joint financing oleh LKM yang bertindak untuk diri sendiri dan atas nama Bank Syariah. g. Jangka waktu proses persetujuan pembiayaan dalam rangka

Linkage Program Bank Syariah dan LMK Maksimum dua bulan setelah data dan persyaratan telah dipenuhi secara lengkap.

6. Kebijakan terkait Linkage Program

Linkage Program merupakan salah satu program yang direkomendasikan

oleh Arsitekstur Perbankan Indonesia (API) dan Linkage Program ini

didukung oleh Bank Indonesia selaku otoritas tertinggi perbankan. BI sangat

menganjurkan agar Bank syariah aktif dalam menyalurkan pembiayaan

kepada BMT dan lembaga keuangan mIkro lainnya dalam skema linkage

program, hal ini bertujuan agar pembiayaan Bank syariah bisa semakin

menjangkau pelaku usaha dari kalangan menengah kebawah. Nasirwan

selaku Deputi departemen Indonesia mengatakan bahwa Bank Indonesia

pada tahun 2013 telah bekerja sama dengan World Bank dalam rangka

dalam hal ini Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan – kebijakan mengenai Linkage program yaitu sebagai berikut:29

a. Penyediaan Informasi kinerja BPR (LKM) yang akan menjadi calon peserta Linkage Program.

b. perlakuan khusus dalam penilaian Kolektibilitas dari BUK/BUS/UUS yang menggunakan pola channeling.

c. Pertimbangan kemudahan pembukuan jaringan kantor cabang BPR/LKM.

d. Penyediaan fasilitas infrastruktur pendukung antara lain pelaporan BPR/LKM ke BI secara online.

e. Keikutsertaan dalam workshop setiap enam bulan sekali yang terkait kebijakan Linkage program.

f. Promosi BUK/BUS/UUS dan BPR/LKM antara lain mencantumkan nama bank dalam website Bank Indonesia, pencantuman logo sebagai peserta linkage program di kantor BPR/LKM.

g. Linkage Program Award, untuk BUK/BUS/UUS pemberi kredit linkage program terbesar

h. Bank Indonesia dan BUK/BUS/UUS Menyebarkan informasi Generic Model Linkage Program dimasing-masing website.

29

C. Teori Rasio Profitabilitas dan Rasio CAR Perbankan Syariah

1. Rasio Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atau laba dan mengukur tingkat efisiensi operasional dan efisiensi dalam menggunakan harta yang dimilikinya. Menurut Petronila dan Mukhlasin (2003) profitabilitas merupakan gambaran dan kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Pengukuran profitabilitas dapat menggunakan beberapa indikator seperti laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva,

Dokumen terkait