• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran dari penulisan Tugas Akhir ini.

BAB II

MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

2.1 UMUM

Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik yang paling banyak dipakai dalam industri dan rumah tangga. Dikatakan motor induksi karena arus rotor motor ini merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan antara putaran rotor dengan medan putar yang dihasilkan arus stator.

Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, dan handal. Disamping itu motor ini juga memiliki efisiensi yang cukup tinggi saat berbeban penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak.

2.2 KONSTRUKSI MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dan rotor terdapat celah udara yang jaraknya sangat kecil.

Rotor

Stator

Gambar 2.1. Penampang rotor dan stator motor induksi

Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2 (a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan phasa dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa.

( a ) ( b ) ( c ) Gambar 2.2. Menggambarkan komponen stator motor induksi tiga phasa (a) Lempengan inti

(b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator

Untuk rotor akan dibahas pada bagian berikutnya, yaitu jenis – jenis motor induksi tiga fasa berdasarka jenis rotornya.

2.3 JENIS MOTOR INDUKSI TIGA FASA

Ada dua jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan rotornya yaitu:

1. motor induksi tiga fasa sangkar tupai ( squirrel-cage motor)

2. motor induksi tiga fasa rotor belitan ( wound-rotor motor )

kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotor.

2.3.1 MOTOR INDUKSI TIGA FASA SANGKAR TUPAI ( SQUIRREL-CAGE MOTOR)

Penampang motor sangkar tupai memiliki konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga fasa terbuat dari lapisan – lapisan pelat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau pelat baja yang dipabrikasi. Lilitan – lilitan kumparan stator diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120 derajat listrik. Lilitan fasa ini dapat tersambung dalam hubungan delta ( Δ ) ataupun bintang ( Υ ).

Batang Poros Kipas Laminasi Inti Besi Aluminium Cincin Aluminium Batang Poros Kipas ( a ) ( b )

Gambar 2.3 Rotor sangkar, (a) Tipikal rotor sangkar, (b) Bagian-bagian rotor sangkar

Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar tupai yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin ujung. Batang rotor motor sangkar tupai tidak selalu ditempatkan paralel terhadap poros motor tetapi kerapkali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar.

Pada ujung cincin penutup dilekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin. Rotor jenis rotor sangkar standar tidak terisolasi, karena batangan membawa arus yang besar pada tegangan rendah. Motor induksi dengan rotor sangkar ditunjukkan pada gambar 2.4.

Sumber tegangan Belitan Stator Belitan Rotor Slip Ring Tahanan Luar ( a ) ( b )

Gambar 2.4 (a) Konstruksi motor induksi rotor sangkar ukuran kecil (b) Konstruksi motor induksi rotor sangkar ukuran besar

2.3.2 MOTOR INDUKSI TIGA FASA ROTOR BELITAN ( WOUND-ROTOR MOTOR )

Motor rotor belitan ( motor cincin slip ) berbeda dengan motor sangkar tupai dalam hal konstruksi rotornya. Seperti namanya, rotor dililit dengan lilitan terisolasi serupa dengan lilitan stator. Lilitan fasa rotor dihubungkan secara Υ dan masing – masing fasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada gambar 2.5. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata – mata merupakan penghubung tahanan kendali variabel luar ke dalam rangkaian rotor.

Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variabel eksternal yang berfunsi membatasi arus pengasutan dan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor. Selama pengasutan, penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibanding dengan rotor sangkar. Konstruksi motor tiga fasa rotor belitan ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

(a)

(b)

Gambar 2.6 (a) Rotor belitan

(b) Konstruksi motor induksi tiga phasa dengan rotor belitan

Perputaran motor pada mesin arus bolak – balik ditimbulkan oleh adanya medan putar ( fluks yang berputar ) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak, umumnya fasa 3. Hubungan dapat berupa hubungan bintang atau delta.

Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda fasa masing – masing 1200 ( gambar 2.5a ) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus ia, ib, ic sebagai fungsi waktu adalah seperti gambar 2.5b. Pada keadaan t1, t2, t3, dan t4, fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing – masing adalah seperti gambar 2.6c, d, e, dan f.

Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t2, fluks resultannya mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilakan oleh kumparan c – c; dan untuk t3 fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan b – b. Untuk t4, fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang dihasilkan pada saat t1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor.

Gambar 2.7. (a) Diagram phasor fluksi tiga phasa (b) Arus tiga phasa setimbang

Gambar 2.8. Medan putar pada motor induksi tiga phasa

Dari gambar c, d ,e, dan f tersebut terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut :

ns = (rpm) ……….……..…….. (2.1)

f = frekuensi ( Hz ) P = jumlah kutub

Analisis secara vektor didapatkan atas dasar:

1. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar sesuai dengan perputaran sekrup ( gambar 2.9 ).

Gambar 2.9. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar

2. Kebesaran fluks yang ditimbulkan ini sebanding dengan arus yang mengalir.

Notasi yang dipakai untuk menyatakan positif atau negatifnya arus yang mengalir pada kumparan a – a, b – b, dan c – c pada gambar 2.5a yaitu: harga positif, apabila tanda silang (x) terletak pada pangkal konduktor tersebut ( titik a, b, c ), sedangkan negatif apabila tanda titik ( . ) terletak pada pangkal konduktor tersebut (gambar 2.10). Maka diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4, dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10. Diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4

Dari semua diagram vektor di atas dapat pula dilihat bahwa fluks resultan berjalan (berputar).

2.5 PRINSIP KERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASA

Pada saat belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini kemudian akan menghasilkan medan magnet yang berputar dengan kecepatan sinkron. Medan putar akan terinduksi melalui celah udara menghasilkan ggl induksi (ggl lawan) pada belitan fasa stator. Medan putar tersebut juga akan memotong konduktor-konduktor belitan rotor yang diam. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan relatif antara kecepatan fluksi yang berputar dengan konduktor rotor yang diam yang disebut juga dengan slip (s). Akibatnya adanya slip maka ggl (gaya gerak listrik) akan terinduksi pada konduktor-konduktor rotor.

Gambar 2.11. Proses induksi medan putar stator pada kumparan rotor

Karena belitan rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung (end ring) ataupun tahanan luar, maka arus akan mengalir pada konduktor – konduktor rotor. Karena konduktor – konduktor rotor yang mengalirkan arus ditempatkan di dalam daerah medan magnet yang dihasilkan stator maka akan terbentuklah gaya mekanik (gaya lorentz) pada konduktor – konduktor rotor. Hal ini sesuai dengan hukum gaya lorentz (perhatikan gambar 2.9) yaitu bila suatu konduktor yang dialiri arus berada dalam suatu kawasan medan magnet, maka konduktor tersebut akan mendapat gaya elektromagnetik (gaya lorentz) sebesar F= B.i.l.sin θ. Arah dari gaya

elektromagnetik tersebut dapat dijelaskan oleh kaidah tangan kanan (right-hand rule). Kaidah tangan kanan menyatakan, jika jari telunjuk menyatakan arah dari vektor arus

i dan jari tengah menyatakan arah dari vektor kerapatan fluks B, maka ibu jari akan menyatakan arah gaya F yang bekerja pada konduktor tersebut. Gaya F yang dihasilkan pada konduktor – konduktor rotor tersebut akan menghasilkan torsi (τ). Bila torsi mula yang dihasilkan pada rotor lebih besar daripada torsi beban (τ0 > τb), maka rotor akan berputar searah dengan putaran medan putar stator.

Gambar 2.12. Konduktor berarus dalam ruang medan magnet

Untuk mempelajari prinsip kerja motor induksi tiga fasa, maka dapat dijabarkan dalam beberapa langkah berikut:

1. Apabila belitan stator dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa yang setimbang maka akan mengalir arus pada tiap belitan fasa.

2. Arus yang mengalir pada tiap fasa menghasilkan fluks yang berubah-ubah untuk setiap waktu.

3. Resultan dari ketiga fluksi bolak-balik tersebut menghasilkan medan putar yang bergerak dengan kecepatan sinkron ns yang besarnya ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan :

nS = (rpm)………..………...…(2.2)

4. Akibat fluksi yang berputar akan menimbukanl ggl pada stator yang besarnya adalah:

e1 = -N1 (volt)……..………....(2.3)

E1 = 4,44f N1 Φm (volt)……….……….(2.4)

dimana :

e1 = ggl induksi sesaat stator/fasa (volt)

E1 = ggl induksi efektif stator/fasa (volt)

F = frekuensi saluran (Hz)

N1 = jumlah lilitan kumparan stator/fasa

Φm = fluks magnetik maksimum (weber)

5. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi sebesar E2 yang besarnya :

E2 = 4,44f N2 Φm (volt) ...(2.5)

Dimana : E2 = tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam

N2 = jumlah lilitan rotor

6. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka akan mengalir arus (I2).

7. Adanya arus (I2) di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya (F) pada rotor.

8. Gaya (F) akan menghasilkan torsi (τ). Apabila torsi mula yang dihasilkan lebih besar torsi beban, maka rotor akan berputar dengan kecepatan (nr) yang searah dengan medan putar stator.

9. Pada saat berputar,maka ada perbedaan kecepatan medan putar stator (ns) dengan kecepatan rotor (nr) disebut dengan slip (s) dan dinyatakan dengan:

s=

x 100 %...(2.6)

10.Pada rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2S yang besarnya :

E2S = 4,44

s

f N2 Φm (volt)………(2.7)

Dimana :

E2S = tegangan induksi rotor dalam keadaan berputar (volt)

sf = frekuensi rotor ( frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar )

11.Apabila ns = nr, maka slip akan bernilai nol. Hal ini akan menyebabkan tidak adanya ggl induksi pada rotor tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak

2.6 SLIP

Motor induksi tidak dapat berputar pada kecepatan sinkron. Seandainya hal ini terjadi, maka rotor akan tetap diam relatif terhadap fluksi yang berputar. Maka tidak akan ada ggl yang diinduksikan dalam rotor, tidak ada arus yang mengalir pada rotor, dan karenanya tidak akan menghasilkan kopel. Kecepatan rotor sekalipun tanpa beban, harus lebih kecil sedikit dari kecepatan sinkron agar adanya tegangan induksi pada rotor, dan akan menghasilkan arus di rotor, arus induksi ini akan berinteraksi dengan fluks listrik sehingga menghasilkan kopel. Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan sinkron disebut slip (s). Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron.

Slip (s) = ×100% s r s n n n

dimana: nr = kecepatan rotor

persamaan (2.1) di atas memberikan imformasi yaitu:

1. saat s = 1 dimana nr= 0, ini berati rotor masih dalam keadaan diam atau akan berputar.

2. s = 0 menyatakan bahwa ns= nr, ini berarti rotor berputar sampai kecepatan sinkron. Hal ini dapat terjadi jika ada arus dc yang diinjeksikan ke belitan rotor, atau rotor digerakkan secara mekanik.

3. 0 < s < 1, ini berarti kecepatan rotor diantara keadaan diam dengan kecepatan sinkron. Kecepatan rotor dalam keadaan inilah dikatakan kecepatan tidak sinkron. Biasanya slip untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada saat beban penuh adalah 0,04.

2.7 FREKUENSI ROTOR

Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan ( sumber ). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f'yaitu,

r

s n

n − = , diketahui bahwa

Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan

Maka f '= sf (Hz)..………..(2.8)

Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f'= sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesarsns.

Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnetudo yang konstan

magnetik yang berputar secara sinkron. kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya.

2.8. RANGKAIAN EKIVALEN MOTOR INDUKSI

Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah transformator, tentu saja dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaan yang ada hanyalah karena pada kenyataannya bahwa kumparan rotor (kumparan sekunder pada transformator) dari motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan dijelaskan berikut mempunyai nilai-nilai perfasa.

2. 8. 1. RANGKAIAN STATOR

Fluks pada celah udara yang berputar menghasilkan GGL induksi lawan pada setiap phasa dari stator. Sehingga tegangan terminal menjadi ggl induksi lawan 1 dan jatuh tegangan pada impedansi bocor stator. Sehingga persamaan tegangan pada stator adalah:

1 = 1 + 1

(

R1+X1

)

(volt)………...(2.9)

Dimana:

1 = Tegangan nominal stator (Volt)

1 = GGL lawan yang dihasilkan oleh resultan fluks celah udara (Volt) 1 = arus stator (Ampere)

R1= resistansi stator (Ohm)

X1= reaktansi bocor stator (Ohm)

Sama seperti halnya dengan trafo, maka arus stator ( I1 ) terdiri dari dua buah komponen. Salah satunya adalah komponen beban (I2,). Salah satu komponen yang lain adalah arus eksitasi Ie (exciting current). Arus eksitasi dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu, komponen rugi-rugi inti Ic yang sephasa dengan E1 dan komponen magnetisasi Im yang tertinggal 90º dengan E1. Arus Ic akan menghasilkan rugi-rugi inti dan arus Im akan menghasilkan resultan flux celah udara. Pada trafo arus eksitasi disebut juga arus beban nol, akan tetapi dalam motor induksi tiga phasa tidak, hal ini dikarenakan pada motor induksi arus beban nol menghasilkan fluksi celah udara dan menghasilkan rugi-rugi tanpa beban ( rugi inti + rugi gesek angin + rugi I2R dalam jumlah yang kecil) sedangkan pada trafo fungsi arus eksitasi untuk mengahasilkan fluksi dan menghasilkan rugi inti.

Sehingga rangkaian ekivalen dari stator dapat kita lihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Rangkaian ekivalen stator

Pada saat motor start dan rotor belum berputar, maka stator dan rotor memiliki frekuensi yang sama. Tegangan induksi pada rotor dalam kondisi ini di lambangkan dengan E2. Pada saat rotor sudah berputar, maka besarnya tegangan induksi pada rotor sudah dipengaruhi slip. Besarnya tegangan induksi pada rotor pada saat berputar untuk berbagai slip sesuai dengan persamaan 2.10.

2s = s 2 ……….………..(2.10)

Dimana:

2 = Tegangan induksi pada rotor pada saat diam (Volt) 2s = Tegangan induksi pada rotor sudah berputar (Volt)

Tegangan induksi pada saat motor berputar akan mempengaruhi tahanan dan reaktansi pada rotor. Tahanan pada rotor adalah konstan, dan tidak dipengaruhi oleh slip. Reaktansi dari motor induksi bergantung terhadap induktansi dari rotor dan frekuensi dari tegangan dan arus pada rotor. Dengan induktansi pada rotor adalah L2, maka reaktansi pada rotor diberikan dengan persamaan:

X 2s = s X2 (Ohm)………(2.11)

Dimana

X2 = Reaktansi rotor dalam keadaan diam ( Ohm )

Gambar 2.14. Rangkaian ekivalen rotor Sehingga arus yang mengalir pada Gambar 2.14 adalah:

2

=

(Ampere)………..……….……….(2.12)

Pada saat dibebani (dipengaruhi slip), maka besarnya arus yang mengalir pada rotor adalah:

2s

=

(Ampere)……….………..(2.13)

2s

=

(Ampere)………..(2.14)

Maka rangkaian ekivalen rotor yang dipengaruhi slip pada motor induksi dapat kita lihat pada gambar 2.15:

Gambar 2.15 Rangkaian ekivalen rotor yang sudah dipengaruhi slip Impedansi ekivalen rangkaian rotor pada Gambar 2.15 adalah:

Z2s = + jX2 (Ohm)………..…(2.15)

Pada motor induksi rotor belitan, maka rotor pada motor induksi dapat diganti dengan rangkaian ekivalen rotor yang memiliki belitan dengan jumlah phasa dan belitan yang sama dengan stator akan tetapi gaya gerak magnet (mmf) dan fluksi yang dihasilkan harus sama dengan rotor sebenarnya, maka performansi rotor yang dilihat dari sisi primer tidak akan mengalami perubahan.

Sehingga hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor yang sebenarnya ( rotor) dan tegangan yang diinduksikan pada rangkaian ekivalen rotor ( 2s) adalah:

2s = a rotor……….(2.16)

Dimana:

a : Perbandingan belitan stator dengan belitan rotor sebenarnya.

Sedangkan hubungan antara arus pada rotor sebenarnya ( rotor) dengan arus 2s

Pada rangkaian ekivalen rotor haruslah

2s = ………..………(2.17)

Rotor dari motor induksi adalah terhubung singkat, sehingga impedansi yang diinduksikan tegangan dapat disederhanakan dengan impedansi rotor hubung singkat. Sehingga hubungan antara impedansi bocor, slip dan frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor (Z2s) dengan impedansi bocor, slip dan frekuensi rotor sebenarnya (Zrotor) adalah:

Dengan mengingat kembali impedansi dari rangkaian ekivalen rotor yang sudah dipengaruhi slip seperti pada persamaan (2.14) maka besarnya impedansi bocor slip frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor adalah:

Z2s = R2 + j sX2………..(2.19)

Dimana:

R2 = Tahanan rotor (Ohm)

s X2 = Reaktansi rotor yang sudah berputar rotor (Ohm)

Z2S = Impedansi bocor slip frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor (Ohm)

Pada stator dihasilkan medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron. Medan putar ini akan menginduksikan ggl induksi pada rangkaian ekivalen rotor ( 2s) dan menginduksikan ggl lawan pada stator sebesar 2. Bila bukan karena efek kecepatan, maka tegangan yang diinduksikan pada rangkaian rotor ekivalen ( 2s) akan sama dengan ggl induksi lawan pada rangkaian stator ( 2) karena rangkaian ekivalen rotor memiliki jumlah belitan yang sama dengan rangkaian stator. Akan tetapi karena kecepatan relatif medan putar yang direferensikan pada sisi rotor adalah s kali kecepatan medan putar yang direferensikan pada sisi stator, maka hubungan antara dua buah ggl induksi ini adalah:

2s

= s

1……….….(2.20)

Karena resultan fluks celah udara ditentukan oleh phasor penjumlahan dari arus stator dan arus rotor baik itu arus dari rotor sebenarnya maupun arus dari rangkaian ekivalen rotor, maka dalam hal ini dikarenakan jumlah belitan antara stator dan rangkaian ekivalen rotor adalah sama maka hubungan arus yang mengalir pada stator dan rotor adalah:

2s = 2………...…(2.21)

Apabila persamaan 2.20 dibagi dengan persamaan 2.21 maka diperoleh :

………...……….(2.22)

Dengan mensubstitusikan persamaan ( 2.22 ) ke persamaan ( 2.19 ) maka diperoleh:

= S S I E 2 2 2 1 I sE = R2+ jsX2………...………....(2.23)

Dengan membagi persamaan (2.24) dengan s, maka didapat

2 1 I E = s R2 + jX2………..………....……(2.24)

Dari persamaan (2.17), (2.18), dan (2.22) maka dapat dibuat rangkaian ekivalen rotor seperti pada Gambar 2.9.

s E2 E1 2 R 2 sX 2 X s R2 2 R ) 1 1 ( 2 s R 2 I I2 2 X 2 I 1 E j j j

Gambar2.16. Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi Dimana:

Dari penjelasan diatas maka dapat dibuat rangkaian ekivalen per phasa motor induksi. Gambar 2.17 menunjukkan gambar rangkaian ekivalen per phasa motor induksi:

1

V

1 R 1 X 1 I c R Xm Φ I c

I

Im 2 I 1 E 2 sX 2 I 2 R 2 sE j j j

Gambar2.17. Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa

Untuk mempermudah perhitungan, maka rangkaian ekivalen motor induksi dapat disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi. Sehingga rangkaian ekivalennya seperti pada gambar 2.18:

Gambar 2.18. Rangkaian ekivalen motor induksi yang disederhanakan dengan primer sebagai referensi

Gambar 2.19. Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator Dimana:

I2’ = 2s(Ampere) R2’ = a2. R2 (Ohm) X2’ = a2 . X2 (Ohm)

Pada analisa rangkaian trafo, dapat dilakukan dengan mengabaikan cabang paralel yang terdiri dari Rc dan Xm, atau memindahkan cabang ke terminal primer. Dalam rangkaian ekivalen motor induksi penyederhanaan ini tidak dibolehkan.

Hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa arus eksitasi pada trafo bervariasi dari 2 sampai 6 % dari arus beban dan reaktansi bocor primer per unitnya kecil. Tetapi pada motor induksi, arus eksitasi bervariasi dari 30 sampai 50 % dari arus beban penuh dan reaktansi bocor primernya relatif lebih besar.

Dalam keadaan kondisi kerja normal dengan tegangan dan frekuensi konstan, rugi-rugi inti pada motor induksi biasanya tetap. Sehingga tahanan rugi-rugi-rugi-rugi inti (Rc) dapat diabaikan dari rangkaian ekivalen. Sehingga rangkaian ekivalen motor induksi yang disederhanakan menjadi seperti Gambar 2.20:

1 V 1 R X1 m X 2 ' R ' 2 X ) 1 1 ( ' 2s R 1 E 1 I I0 2 ' I j j j

Gambar 2.20 Rangkaian ekivalen motor induksi yang disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi dengan mengabaikan tahanan rugi-rugi inti (Rc)

2.9. ALIRAN DAYA DAN EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.9.1 ALIRAN DAYA

Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan

θ cos 3 1 1 in V I P = (Watt)………...(2.25) dimana :

V1 = tegangan sumber (Volt)

I1 = arus masukan (Ampere)

θ = perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber. Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik

pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi listrik antara lain :

1. rugi – rugi tetap ( fixed losses ), terdiri dari :

 rugi – rugi inti stator ( Pi )

Dokumen terkait