• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sertifikasi Guru

2.1.1 Hakikat Sertifikasi Guru

Pada hakikatnya, standar kompetensi dan sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya, sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen, sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Oleh karena itu sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik.

Dalam hal ini, sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang guru/calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar.Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik di kalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta.Sertifikasi guru telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2007. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) ditentukan bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi

akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran dan kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen. Saat ini, seorang pendidik dikatakan sudah memenuhi standar professional apabila yang bersangkutan sudah mengikuti uji sertifikasi.Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi yaitu yang merupakan bagian dari pendidikan profesi, bagi mereka calon pendidik, dan yang berdiri sendiri bagi mereka yang saat diundangkannya UUGD sudah berstatus pendidik (Sukarti, 2013: 39).

Wahab (dalam Sukarti, 2013: 39) menyatakan bahwa program sertifikasi guru pada dasarnya diorientasikan kepada guru prajabatan dan guru dalam jabatan. Namun mengingat kondisi dan tuntutan yang ada maka program sertifikasi guru sementara diprioritaskan bagi guru dalam jabatan.Berdasarkan Surat Keputusan Mendiknas No. 18 tahun 2007 tentaang penilaian, sertifikasi guru dalam jabatan dilakukan dalam bentuk portofolio. Komponen penilaian portofolio dipilih dalam 3 (tiga) unsur, yaitu : Unsur A terdiri dari kualifikasi akademik, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; Unsur B terdiri dari pendidikan dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi; Unsur C terdiri dari keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan (Sukarti, 2013: 39-40). Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007, guru yang memiliki nilai di atas batas minimal dinyatakan lulus penilaian portofolio dan berhak menerima sertifikat pendidik. Namun, guru yang hasil penilaian portofolionya memperoleh nilai kurang namun mendekati batas minimal diberi kesempatan untuk melengkapi portofolio. Bagi guru yang memperoleh nilai jauh di bawah batas minimal lulus, wajib mengikuti pendidikan

dan pelatihan profesi guru yang akan dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional (Sukarti, 2013: 40).

Pada hakikatnya program sertifkasi guru adalah menghasilkan guru yang professional, memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dan pendidik sesuai dengan visi dan misi sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya. Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti, sedangkan dalam Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Broke & Stone, dalam Mulyasa 2008: 25). Seorang pendidik diharapkan mempunyai kompetensi pedagogik, kepribadian, professional dan sosial.Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran bagi peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik/siswa, pengelolaan pembelajaran yaitu perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi hasil belajar.

Kompetensi kepribadian adalah pribadi yang berakhlak mulia dan dapat diteladani bagi peserta didik.Kepribadian tersebut meliputi kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.Kompetensi professional meliputi kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran yang memungkinkan membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.Kompetensi sosial meliputi kemampuan pendidik untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat.Keberhasilan siswa dalam belajar memang tidak hanya ditentukan dari kemampuan guru dalam mengajar.Keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh 13 faktor (Budiningsih, dalam Sukarti 2013:

42).Guru hanyalah satu bagian dari 13 faktor tersebut. Berdasarkan teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar memang tidak semata-mata dipengaruhi oleh kualitas guru. Secara garis besar, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kualitas guru dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kategori,yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terkait dengan diri guru yang bersangkutan, seperti faktor motivasi, keluarga, dan lainnya; sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar pribadi guru tersebut, seperti kebijakan institusi/pemerintah serta kondisi lingkungan tempat kerja guru, jaminan perlindungan hak, dan lainnya.

Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan kehidupannya. Melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta tegaknya kebenaran dan keadilan di kalangan guru dan tenaga kependidikan. Diharapkan guru dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global.Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah melalui kinerja guru agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif, dan efisien. Standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan merupakan cara untuk membangkitkan kemauan dan potensi guru agar memiliki kemampuan mengontrol diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan.

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru

Sertifikasi guru bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut : 1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan.

2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.

3. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten.

4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan.

5. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan (Wibowo, dalam Mulyasa 2007: 35).

Lebih lanjut dikemukakan bahwa sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai manfaat sebagai berikut :

1) Pengawasan Mutu

(1) Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasikan dan menentukan seperangkat kompetensi yang bersifat unik.

(2) Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para praktisi untuk mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan.

(3) Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karier selanjutnya. (4) Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu

maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai peningkatan profesionalisme.

2) Penjaminan Mutu

(1) Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya. Dengan demikian pihak berkepentingan, khususnya para pelanggan/pengguna akan semakin menghargai organisasi profesi dan sebaliknya organisasi profesi dapat memberikan jaminan atau melindungi para pelanggan/pengguna.

(2) Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para pelanggan/pengguna yang ingin mempekerjakan orang dalam bidang keahlian dan keterampilan tertentu.

Sudjanto (2009) mengungkapkan bahwa manfaat sertifikasi guru adalah sebagai berikut :

1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.

2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak professional.

3. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, dan simposium. Namun, sertifikat kompetensi diperoleh dari penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan

yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Ketentuan ini bersifat umum, baik untuk tenaga kependidikan maupun non-kependidikan yang ingin memasuki profesi guru.Sertifikasi guru dikenakan baik pada calon guru lulusan LPTK, maupun yang berasal dari perguruan tinggi non-kependidikan (bidang ilmu) tertentu yang ingin memilih guru sebagai profesi.Lulusan dari jenis perguruan tinggi non-kependidikan, sebelum mengikuti uji sertifikasi dipersyaratkan mengikuti program pembentukan kemampuan mengajar di LPTK.Di samping itu, agar fungsi penjaminan mutu guru dapat dilakukan dengan baik, guru yang sudah bekerja pada interval waktu tertentu (0-15) tahun, dipersyaratkan mengikuti program resertifikasi.

2.1.3 Dasar Hukum Sertifikasi Guru

Menurut Dirjen PMTK Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007, dasar hukum sertifikasi profesi guru adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional :

a) Pasal 42 ayat 1, Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b) Pasal 43 ayat 2, Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. 2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen:

a) Pasal 8, Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b) Pasal 11 ayat (1): Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan, ayat (2): Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah, ayat (3): Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel, ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.

2.1.4 Guru Professional

Dalam proses pendidikan, guru mempunyai peranan yang sangat penting. Guru merupakan orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan (Uno, dalam Aditya & Wulandari 2011: 36). Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan (Djamarah, dalam Aditya & Wulandari 2011: 27). Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif (Saudagar dkk, dalam Aditya & Wulandari 2011: 28). Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Menurut Uno (dalam Aditya & Wulandari 2011: 28) guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik.Guru yang memiliki kualitas mengajar yang baik merupakan pusat dari keberhasilan suatu sistem pendidikan (Perie & Baker, dalam Aditya & Wulandari 2011: 36).

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru adalah tenaga professional yang memiliki tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, sampai pendidikan menengah. Guru professional tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia dan masyarakat. Hakikat-hakikat ini akan melandasi pola pikir dan budaya kerja guru, serta loyalitasnya terhadap profesi pendidikan. Demikian halnya dalam pembelajaran, guru harus mampu mengembangkan budaya dan iklim organisasi pembelajaran yang bermakna, kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis, sehingga menyenangkan bagi peserta didik maupun guru.

Untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal sebagai berikut :

2. Menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada peserta didik;

3. Bertanggung jawab memantau hasil belajar peserta didik melalui berbagai cara evaluasi;

4. Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya;

5. Seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya (Supriadi, dalam Mulyasa 2007).

Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran karakteristik guru yang dinilai kompeten secara professional, yaitu :

1. Mampu mengemban tanggung jawab dengan baik. 2. Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat.

3. Mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah. 4. Mampu melaksankan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas.

Peningkatan profesionalisme guru merupakan upaya untuk membantu guru yang belum memiliki kualifikasi professional menjadi professional.Dengan demikian peningkatan kemampuan professional guru merupakan bantuan atau memberikan kesempatan kepada guru tersebut melalui program dan kegiatan yang dilakukan pemerintah.Namun demikian, bantuan profesionalisme hanya sekedar bantuan, sehingga yang harus lebih berperan aktif adalah guru itu sendiri.Artinya, bahwa gurulah yang seharusnya meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan.Bantuan yang diberikan juga merupakan bantuan professional, yang tujuan akhirnya adalah menumbuhkembangkan profesionalisme guru.Peningkatan kemampuan profesionalisme guru bukan sekedar diarahkan kepada pembinaan yang lebih bersifat aspek-aspek administratif kepegawaian, tetapi harus

lebih kepada peningkatan kemampuan keprofesionalannya dan komitmen sebagai seorang pendidik.Guru professional memiliki dua ciri yaitu tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang tinggi (Glickman, dalam Mulyasa 2007).

2.2 Kesejahteraan dan Kinerja 2.2.1 Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental, dan segi kehidupan spiritual (Adi, 2003). Kesejahteraan sosial dapat dianalogikan seperti kesehatan jiwa, sehingga dapat dilihat dari empat sudut pandang, yaitu :

1. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi).

Sebagai suatu kondisi (keadaan), kesejahteraan sosial dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang No. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, pasal 2 ayat 1 : “Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”.

Rumusan tersebut menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan di mana digambarkan secara ideal adalah suatu tatanan (tata kehidupan)

yang meliputi kehidupan material maupun spiritual, dengan tidak menempatkan suatu aspek lebih penting dari yang lainnya, tetapi lebih mencoba melihat pada upaya mendapatkan titik keseimbangan.Titik keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara aspek jasmaniah dan rohaniah, ataupun keseimbangan antara aspek material dan spiritual.

2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu.

Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang mencoba mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat, baik di level mikro, mezzo maupun makro.Ilmu kesejahteraan sosial mengembangkan beberapa metode intervensi (termasuk di dalamnya aspek strategi dan teknik) guna meningkatkan taraf hidup komunitas sasaran.Metode intervensi dalam ilmu kesejahteraan sosial secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu intervensi makro dan mikro.Sebagai ilmu yang terkait dengan profesi yang memberikan bantuan (helping professions) terhadap klien ataupun beneficiaries (penerima layanan), ilmu kesejahteraan sosial merupakan suatu ilmu yang mencoba mensinergikan berbagai ilmu yang sudah berkembang guna meningkatkan taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat.

3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan.

Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesejahteraan sosial dapat terlihat dari definisi: kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan (Friedlander, dalam Adi 2003). Meskipun tidak secara eksplisit menyatakan kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan, pengertian

yang dikemukakan Friedlander di atas sekurang-kurangnya menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem pelayanan (kegiatan) yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Meskipun dalam pengertian yang dikemukakannya Friedlander secara eksplisit menyatakan bahwa target dari kegiatan tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti luas pengertian Friedlander juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.

4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan.

Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan sosial sudah menyebar luas hampir ke seluruh penjuru dunia, sehingga menjadi suatu gerakan tersendiri yang bertujuan memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan sosial merupakan hal yang perlu diperhatikan secara seksama oleh masyarakat dunia, baik secara global maupun parsial.Oleh karena itu muncullah berbagai macam gerakan dalam wujud organisasi lokal, regional, maupun internasional yang berusaha menangani isu-isu kesejahteraan sosial ini.

Salah satu pengertian yang dikembangkan oleh Pre-Conference Working Committee for the 15th International Conference of Social Welfare mungkin dapat digunakan sebagai landasan untuk memandang kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan yang global.Pengertian itu adalah kesejahteraan sosial merupakan keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup pula unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti pendapatan; jaminan sosial; kesehatan; perumahan; pendidikan; rekreasi; tradisi budaya; dan lain sebagainya (Adi, 2003: 41-49).

Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial, pemerintah membuat UU yang berisi tanggung jawab pemerintah dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2009 bagian II pasal 25 yang meliputi : 1. Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 2. Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

3. Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 4. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang

menyelenggarakan kesejahteraan sosial;

5. Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya;

6. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang kesejahteraan sosial;

7. Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial;

8. Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan;

9. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial;

10.Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

11.Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional;

12.Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional;

14.Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam APBN.

Dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebutkan bahwa usaha kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Semua upaya, program, dan kegiatan yang ditujukan adalah untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan mengembangkan kesejahteraan sosial.Pernyataan tersebut mengartikan bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan upaya yang ditujukan kepada manusia baik individu, kelompok maupun masyarakat.

2.2.2 Kesejahteraan Guru

Saat ini, masalah status/kesejahteraan guru sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh banyak pihak.Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai menaruh perhatian terhadap masalah guru.Perhatian masyarakat ini tentunya tidak datang begitu saja, tetapi ada alasan-alasannya.Perhatian tersebut bertitik tolak pada dua hal, yaitu tumbuhnya kesadaran dan pengertian masyarakat tentang tugas dan fungsi guru dan status/kesejahteraan guru yang tidak sesuai dengan urgensi tugas dan fungsinya. Peningkatan status/kesejahteraan guru sebagai suatu usaha akan lebih mudah dirintis realisasinya bila dilandasi oleh suatu legitimasi hukum. Walaupun landasan hukum yang formal dan langsung belum ada, usaha untuk merealisasikan maksud tersebut dapat mempergunakan landasan-landasan sebagai berikut : (a) kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan, (b) kebijakan pemerintah di bidang

kepegawaian, (c) persyaratan teknis dan administratif bagi seorang guru, (d) pandangan/opini masyarakat yang didasari pengertian dan kesadaran tentang pentingnya peranan guru.

Untuk meningkatkan status/kesejahteraan guru, perlu usaha-usaha dari beberapa pihak, baik guru, pemerintah, maupun masyarakat.Usaha-usaha tersebut terutama dapat diarahkan kepada kesejahteraan guru baik yang bersifat moril maupun materiil yang juga melibatkan pihak guru, pemerintah, dan masyarakat. Usaha dari pihak guru antara lain : a) guru perlu meningkatkan mutu profesinya; b) tetap berpijak pada moral dan mental guru; c) berpijak pada kode etik guru, d) loyal

Dokumen terkait