Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran.
BAB II
LANDASAN TEORI II.1. Sistem Kontrol
Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu harga atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu. Di dalam dunia industri, dituntut suatu proses kerja yang aman dan berefisiensi tinggi untuk menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta dengan waktu yang telah ditentukan. Otomatisasi sangat membantu dalam hal kelancaran operasional, keamanan (investasi, lingkungan), ekonomi (biaya produksi), mutu produk, dll.
Ada banyak proses yang harus dilakukan untuk menghasilkan suatu produk sesuai standar, sehingga terdapat parameter yang harus dikontrol atau di kendalikan antara lain tekanan (pressure), aliran (flow), suhu (temperature), ketinggian (level), kerapatan (intensity), dll. Gabungan kerja dari berbagai alat-alat kontrol dalam proses produksi dinamakan sistem pengontrolan proses (process control system). Sedangkan semua peralatan yang membentuk sistem pengontrolan disebut pengontrolan instrumentasi proses (process control instrumentation). Dalam istilah ilmu kendali, kedua hal tersebut berhubungan erat, namun keduanya sangat berbeda hakikatnya. Pembahasan disiplin ilmu Process Control Instrumentation lebih kepada pemahaman tentang kerja alat instrumentasi, sedangkan disiplin ilmu Process Control System mengenai sistem kerja suatu proses produksi.
II.2. Prinsip Pengontrolan Proses
Ada 3 parameter yang harus diperhatikan sebagai tinjauan pada suatu sistem kontrol proses yaitu :
- cara kerja sistem kontrol
- keterbatasan pengetahuan operator dalam pengontrolan proses
- peran instrumentasi dalam membantu operator pada pengontrolan proses
Empat langkah yang harus dikerjakan operator yaitu mengukur, membandingkan, menghitung, mengkoreksi. Pada waktu operator mengamati ketinggian level, yang dikerjakan sebenarnya adalah mengukur process variable (besaran parameter proses yang dikendalikan).
Contohnya proses pengontrolan temperatur line fuel gas secara manual, proses variabelnya adalah suhu. Lalu operator membandingkan apakah hasil pengukuran tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan. Besar proses variabel yang diinginkan tadi disebut desired set point. Perbedaan antara process variabel dan desired set point disebut error.
Dalam sistem kontrol suhu di atas dapat dirumuskan secara matematis:
Error = Set Point – Process Variabel
Process variabel bisa lebih besar atau bisa juga lebih kecil daripada desired set point. Oleh karena itu error bisa diartikan negatif dan juga bisa positif.
II.3. Sistem Kontrol Otomatis
Suatu sistem kontrol otomatis dalam suatu proses kerja berfungsi mengendalikan proses tanpa adanya campur tangan manusia (otomatis). Ada dua sistem kontrol pada sistem kendali/kontrol otomatis yaitu :
A. Open Loop (Loop Terbuka)
Suatu sistem kontrol yang keluarannya tidak berpengaruh terhadap aksi pengontrolan. Dengan demikian pada sistem kontrol ini, nilai keluaran tidak di umpan-balikkan ke parameter pengendalian.
Input
Controller Plant
Output
Gambar 2.1. Diagram Blok Sistem Pengendalian Loop Terbuka
B. Close Loop (Loop Tertutup)
Suatu sistem kontrol yang sinyal keluarannya memiliki pengaruh langsung terhadap aksi pengendalian yang dilakukan. Sinyal error yang merupakan selisih dari sinyal masukan dan sinyal umpan balik (feedback), lalu diumpankan pada komponen pengendalian (controller) untuk memperkecil kesalahan sehingga nilai keluaran sistem semakin mendekati harga yang diinginkan.
Keuntungan sistem loop tertutup adalah adanya pemanfaatan nilai umpan balik yang dapat membuat respon sistem kurang peka terhadap gangguan eksternal dan perubahan internal pada parameter sistem.
Kerugiannya adalah tidak dapat mengambil aksi perbaikan terhadap suatu gangguan sebelum gangguan tersebut mempengaruhi nilai prosesnya.
Input Controller Plant Output Actuator Feedback +
-Gambar 2.2. Diagram Blok Sistem Kontrol Tertutup
II.4. Aksi Kontroler
a. Kontroler On – Off (Two Position Controller)
Karakteristik kontroler on – off ini hanya bekerja pada 2 posisi, yaitu on dan off. Kerja kontroler on – off banyak digunakan pada aksi pengontrolan yang sederhana karena harganya murah. Karena sistem kerja yang digunakan adalah on – off saja, hasil output dari sistem pengendalian ini akan menyebabkan proses variabel tidak akan pernah konstan. Besar kecilnya fluktuasi process variabel ditentukan oleh titik dimana kontroller dalam keadaaan on dan off. Pengendalian dengan aksi kontrol ini juga menggunakan feedback.
CV %
open
close
t (dtk) Gambar 2.3. Aksi Kendali On – Off
b. Kontroler Aksi Proporsional
Aksi kontrol proporsional memiliki karakteristik dimana besar output unit control P selalu sebanding dengan besarnya input. Bentuk transfer function dari aksi pengendalian proporsional sbb :
Output = Gain * Input
PV % PV% proses
variabel
beban offset t (dtk) t (dtk)
Gambar 2.4. Aksi Kendali Proporsional
Gain control proporsional dapat berupa bilangan bulat, bilangan pecahan, positif atau juga negatif. Dengan syarat besarnya tetap, linier di semua daerah kerja dan tidak bergantung pada fungsi waktu. Pengertian gain disini dapat berbentuk bilangan pecahan bahkan negatif, sehingga nilai output dapat lebih kecil dari input bahkan negatif. Oleh karena itu, istilah gain jarang dipakai dan yang lazim dipakai adalah istilah proporsional band. Fungsi transfer dari proporsional band (Pb)adalah sbb :
G
Pb 100%
% =
c. Kontroler Aksi Integral
Berfungsi untuk menghilangkan offset sebagai hasil dari reset yang dapat menghasilkan output walaupun tidak terdapat input, sehingga dibutuhkan suatu pengendali yang dapat menghasilkan output lebih besar atau
d. Kontroler Aksi Derivatif
Memiliki karakteristik cenderung untuk mendahului atau bisa disebut anti pasif controlling. Oleh karena itu aksi kontrol ini sering diterapkan pada sistem yang memiliki inersia tinggi yang bersifat lagging.
e. Kontroler Aksi Proporsional + Integral
Pada pengontrolan proporsional dapat menimbulkan offset pada keluaran pengendali. Untuk proses-proses dimana offset tidak dapat ditolerir maka perlu ditambahkan aksi pengontrolan integral. Aksi kontrol integral dapat menghilangkan perbedaan pengukuran dan titik acuan yang dapat mengakibatkan keluaran pengendali berubah sampai dengan perubahan tersebut berharga nol.
f. Kontroler Aksi Proporsional + Integral + Derivatif
Sistem pengontrolan derivatif merupakan pengontrolan dengan proses umpan balik yang berlawanan dengan cara pengendalian integral. Penambahan aksi derivatif pada pengendalian proporsional + integral bertujuan untuk meningkatkan kestabilan pengontrolan dan mempercepat tanggapan dari sistem, peningkatan kestabilan sistem kontrol diperoleh dari penurunan overshoot.
Jika terjadi perubahan sinyal pengukuran maka keluaran pengontrol dengan proporsional bellow tidak terhubung langsung tetapi katup yang akan memperkecil aliran ke arah proporsional bellow.
II.5. Penggunaan Instrument
Penggunaan alat instrument di PT. Arun NGL banyak digunakan untuk mengendalikan liquid/cairan diantaranya :
• Level (permukaan zat cair), volume zat cair dalam sebuah tangki. Pengukuran dilakukan untuk dapat mengetahui volume permukaan zat cair dalam zat cair. Bahan yang dapat diukur oleh sensor level yaitu cairan (liquid), lumpur, curah hujan, serta polusi.
• Flow (aliran), aliran dalam sebuah pipa.
• Elemen proses flow merupakan salah satu jenis pengendali akhir yang paling umum dipakai untuk sistem pengendali proses.
• Pressure (tekanan), tekanan liquid dalam sebuah pipa atau vessel. Prinsip kerjanya sama dengan proses flow karena sama-sama mengendalikan flow.
• Temperatur (suhu), suhu pada unit-unit proses.
Pengukuran suhu biasanya terjadi pada suatu unit proses yang memerlukan perubahan suhu, baik jenis steam maupun yang lainnya. Misalnya perpindahan panas yang terjadi pada sistem pengukuran suhu yaitu pada proses endotermis (suatu perolehan energi panas dari suatu media panas), seperti yang terjadi pada heat exchanger.
Dan juga pengendalian temperatur pada line fuel gas ketika sedang beroperasi merupakan suatu hal yang sangat penting guna terciptanya keintegrasian proses di PT. Arun NGL.
II.6. Temperatur
Alat yang digunakan untuk mengukur dan menunjukkan “besaran” temperatur disebut sebagai Alat Ukur Temperatur.
Skala Temperatur
Skala temperatur adalah besar dari satu unit ukuran yaitu satu energi termal rata-rata per molekul dinyatakan oleh satu unit dari skala tersebut.
Skala temperatur absolut yaitu skala yang menetapkan temperatur nol suatu material yang tidak mempunyai energi termal (tidak ada getaran molekuler). Skala yang biasa digunakan dalam suatu temperatur yaitu:
• Skala Farenheit (0F) 0C +32 • Skala Celcius (0C) 0F – 32 • Skala Kelvin (0K) 0C + 273.15 • Skala Rankine (0R) 0F + 459.7
Dibawah ini merupakan gambar dari skala temperatur relatif dengan pergeseran sumbu nol :
II.6.1.Tujuan Pengukuran Temperatur
Tujuan pengukuran temperatur pada proses adalah untuk : 1. Mencegah kerusakan pada equipment.
2. Mendapat mutu produksi/kondisi operasi yang diinginkan. 3. Pengontrolan jalannya proses.
II.6.2. Metode Pengukuran Temperatur
Metoda pengukuran temperatur ada dua yaitu : 1. Metode Pemuaian.
Panas yang diukur menghasilkan pemuaian. Pemuaian dirubah kedalam bentuk gerak – gerak mekanik kemudian dikalibrasi kedalam skala angka-angka yang menunjukkan nilai panas (temperatur) yang diukur. Seperti pada gambar 2.6 berikut:
Gambar 2.6. Metode Pemuaian 2. Metode Elektris
Panas diukur menghasilkan gaya gerak listrik (Emf). Gaya Gerak Lisrik kemudian dikalibrasi kedalam skala angka-angka yang menunjukan nilai panas (temperatur) yang diukur, seperti pada gambar 2.7
Panas Memuai, Gerak Mekanik Kalibrasi Skala Angka
Gambar 2.7. Metoda Elektris
II.6.3. Jenis-Jenis Alat Ukur Temperatur
Secara sederhana, alat ukur temperatur dapat dibagi kedalam dua kelompok besaran yaitu :
• Alat Ukur Temperatur dengan Metoda Pemuaian. • Alat Ukur Temperatur dengan metoda Elektris.
Alat Ukur Temperatur dengan metoda Pemuaian terdiri dari :
1. Termometer Tabung gelas 2. Termometer Bi-metal
3. Filled Thermal Thermometer
Alat Ukur Temperatur dengan Metoda Elektris terdiri dari :
1. Thermocouple
2. Resistansi Thermometer.
II.6.4. Termometer Tahanan/ Resistance Temperatur Detector (RTD)
Resistance Temperature Detector (RTD) atau dikenal dengan Detektor Temperatur Tahanan adalah salah satu bagian dari instrumen yang digunakan untuk menentukan nilai atau besaran suatu temperatur/suhu, yang menggunakan elemen sensitif dari kawat platina, tembaga, atau nikel murni yang memberikan
Panas
Arus Listrik
Kalibrasi Skala Angka
nilai tahanan yang terbatas untuk masing-masing temperatur di dalam batas suhunya.
Tabel 2.1. Range Sensor Temperatur
Sensor Temperatur (0C) Temperatur (0F) Tipe K termokopel -200 sampai 1250 -328 sampai 2282 Tipe J termokopel 0 sampai 750 32 sampai 1382 Tipe T termokopel -200 sampai 350 -328 sampai 662 Tipe E termokopel -200 sampai 900 -328 sampai 1652
Pt100 RTD(α = 0,00385) -200 sampai 850 -328 sampai 1562
Termistor -40 sampai 200 -40 sampai 392 IC sensor -40 sampai 125 -40 sampai 257 Infrared termistor -18 sampai 1370 0 sampai 2500
II.6.5. Jenis Logam RTD
Beberapa jenis logam yang digunakan pada RTD adalah platinum, nickel dan copper (tembaga), yang masing-masing mempunyai karakteristik yang sesuai dengan kenaikan temperatur dan kenaikan besaran tahanan.
A. Platinum Resistance Temperature Detector
Dari semua jenis logam, biasanya Resistance Temperature Detector yang sering digunakan pada industri adalah jenis Platinum Resistance Temperature Detector, karena memiliki kemampuan pengukuran suhu yang sangat luas dan memiliki koefisien tahanan terhadap suhu yang besar.
Platina memiliki karakteristik optimum dalam melayani berbagai rentang suhu. Meskipun platina itu adalah logam mulia yang paling sempurna dan tidak mudah teroksidasi, namun akan mudah mengalami kontaminasi pada suhu yang
tinggi, diakibatkan oleh beberapa jenis gas seperti karbon monoksida, reduksi atmosfir lainnya dan oleh oksida logam.
Platina tersedia secara komersial dalam bentuk murni, serta memberikan karakteristik yang tahan terhadap suhu. Platina dengan koefisien temperatur dari tahanan sama dengan 0,00385 Ω/0C (untuk kisaran suhu 0 sampai 100 0C) telah digunakan sebagai standar untuk termometer industri di Amerika Serikat dan di seluruh Eropa Barat sejak Perang Dunia II. Platina telah semakin mendapatkan perhatian di Amerika Serikat semenjak tidak adanya koefisien standar yang sudah terdefenisi dan diterima secara umum.
Platina memiliki titik lebur yang tinggi dan tidak mudah menguap pada suhu dibawah 1.200 0C. Selain itu, platina juga memiliki kekuatan tarik mencapai
18.000 psi dan resistivitas 60 Ω/(cir mil) (ft) pada 0 0C (9,83μΩ-cm).
Platina adalah bahan yang umumnya sering digunakan dalam pembuatan termometer standar laboratorium untuk pekerjaan kalibrasi. Dalam kenyataannya, termometer resistan platina (biasanya dengan dasar tahanan sama dengan 25,5 Ω
pada 0 0C) adalah merupakan standar yang didefinisikan untuk standar kisaran suhu pada titik oksigen (-182,96
0
C) hingga pada titik antimoni (630,74
0
C) sebagaimana didefinisikan oleh International Practical Temperature Scale tahun 1968 (IPTS 68).
B. Nickel Resistance Temperature Detector
Untuk pengukuran temperatur pada industri dalam jarak -70 0C sampai dengan 150 0C, Resistance Temperature Detector dengan menggunakan jenis elemen logam nikel telah memiliki kegunaan yang luas dan efisien. Nikel
memiliki kekuatan tarik 120.000 psi dan resistivitas 38,36 Ω/(cir mil)(ft) pada 0
0
C (6,38 μΩ-cm).
Suhu maksimum dari termometer ini adalah terkait dengan jenis material yang digunakan sebagai pelindung kabel nikel, yang diantaranya lapisan tipis 20 porselein, sutera atau kapas. Pemanfaatan kawat isolasi fiberglass untuk konstruksi elemen secara efektif mendorong batasan suhu maksimum hingga 300
0
C. Diatas suhu 300
0
C nikel akan mengalami perubahan bentuk yang membuat kurva resistensi suhu tidak beraturan.
Koefisien suhu dari nikel murni mendekati 0,0066 Ω/0C, sedangkan
platinum kurang dari 0,0033 Ω/0C. Sehingga penggunaan nikel yang
menggantikan platina dalam termometer resistansi seringkali memberikan sensitivitas yang tinggi.
C. Copper Resistance Temperature Detector
Tembaga elektrolit dengan kemurnian tertinggi telah tersedia secara komersial, dan memiliki koefisien suhu dengan konsistensi tinggi untuk nilai resistansi sama dengan atau mendekati 0,0042 Ω/ (
0
C), yang lebih tinggi dari platinum. Elemen resistansi tembaga ini dibuat untuk memanfaatkan koefisien suhu maksimal dan juga dapat dipertukarkan dengan merujuk pada hubungan suhu resistensi.
Kisaran suhu Resistance Temperature Detector tembaga adalah berkisar antara -200 hingga +150 0C, dan memiliki kecenderungan oksidasi pada suhu tinggi. Tembaga memiliki kekuatan tarik 300.000 psi. Resistivitas
tembaga adalah 9,38 Ω pada 0 0C dengan nilai yang lebih rendah dari platina atau nikel.
Tabel 2.2. Elemen- elemen RTD
Jenis Rangkuman
temperatur Ketelitian Keuntungan Kekurangan
Platina -3000F(-198,60C) sampai +15000F (801,30C) ±10F (-31,40C) - Murah - Stabilitas tinggi - Rangkuman kerja lebar -Waktu respon yang relatif lambat (15 S) -tidak selinier tembaga Tembaga -3250F(-212,50C) sampai +2500F (106,8) ± 0,50F (-31,70C) - linieritas tinggi -Ketelitian dalam rangkuman temperatur sekeliling - Rangkuman temperatur terbatas (sampai 2500F) Nikel +320F(-14,20C) sampai 1500F(51,30C) ± 0,50F (-31,70C) -Umur panjang -Sensitivitas tinggi -Koefisien temperatur tinggi
-Lebih linier dari pada tembaga -Rangkuman
(temperatur
terbatas sampai 1500F)
Tabel 2.3. Nilai Resistansi dalam ohm untuk termometer tahanan Ni dan Pt
Tempera tur (0C) -220 -60 0 100 150 180 500 550 850 Ni-100 - 69, 5 Ώ 100 Ώ 161,7 Ώ 198,7 Ώ 223,1 Ώ - - - Pt-100 10,41 Ώ - 100Ώ 138,5 Ώ 157,3 Ώ 168,5 Ώ 280,9 Ώ 297,4 Ώ 390,4 Ώ
BAB III
RESISTANCE TEMPERATUR DETECTOR (RTD)
Detektor temperatur tahanan atau juga disebut termometer tahanan adalah suatu termometer yang dapat menunjukkan temperatur dari media yang diukur berdasarkan perubahan nilai resistansi dari Primary Element_nya. Nilai Resistansi pada Primary Element berubah sesuai dengan perubahan panas yang dirasakan element tersebut. Primary Element yang umumnya digunakan tahanan resistansi adalah kawat nikel, tembaga, dan platina murni yang memberikan nilai tahanan yang terbatas untuk masing-masing temperatur dengan isolasi keramik yang dipasang dalam sebuah tabung guna melindungi terhadap kerusakan mekanis dan untuk melindungi terhadap kotoran dan mempermudah saat mengganti sensor apabila rusak.
Gambar 3.1 Kurva Resistansi Temperatur RTD
Gambar 3.1, adalah menujukkan grafik dari Temperatur dan resistansi dari ketiga bahan tersebut. Dari grafik dapat dilihat bahwa pada temperatur sebesar 0oC, Tahanan dari Nikel, tembaga dan Platina adalah sama yaitu
100Ώ. Akan tetapi, pada temperatur 200Ώ, Tembaga adalah 186 Ώ dan Platina adalah 175 Ώ.
III.1. Penggunaan dan Prinsip Kerja RTD(Pt 100) pada Line fuel gas Pada proses pengontrolan temperatur di line fuel gas digunakan RTD untuk menjaga temperatur gas agar tetap stabil dan dapat digunakan sebagai bahan bakar kompresor. Suhu yang diperlukan pada proses ini adalah antara -36 0C sampai -38 0C.
Prinsip kerja dari RTD(Pt100) yang digunakan untuk mengontrol temperatur adalah RTD yang diletakkan pada pipa line fuel gas akan mengukur temperatur gas dan mengkonversikannya kedalam tahanan. Temperatur yang dihasilkan berbanding lurus dengan tahanan dari jenis elemen logam platina yang ada pada sensor RTD, Kemudian bentuk tahanan tersebut diterima oleh transmitter, kemudian transmitter merubahnya menjadi sinyal fisis dan mengirimnya ke kontroller.
i(mA) p(psi) x y input x-y (output)
x
y
i (mA) R(Ω) t (0C)
Gambar 3.2. Blok Diagram Sistem Kontrol Temperatur Line Fuel Gas
RTD
Transmitter
Pada gambar 3.2 dapat dijelaskan sebagai berikut. Setelah temperatur diset pada temperatur yang diinginkan maka kontroller akan memberi perintah kepada transduser untuk mengubah sinyal elektrik ke sinyal pneumatik lalu dikirim ke control valve. Control valve berfungsi untuk mengendalikan nilai input temperatur agar sesuai dengan set point, yaitu dengan cara menutup atau membuka katup secara otomatis sehingga aliran gas bisa di kontrol. RTD (pt100) akan mengukur temperatur tersebut dan mengirimnya ke transmitter. Kemudian transmitter akan mengirimkan besaran sinyal tersebut ke input (kontroller) untuk dibandingkan dengan set point.
Pada tipe RTD (Pt 100) ini, jika suhu yang dibaca adalah -38°C berarti tahanan yang dihasilkan oleh RTD dan diterima oleh transmitter adalah 85,00Ω,
begitu juga jika suhu -37,5°C berarti tahanan yang dihasilkan oleh RTD dan diterima transmitter adalah 85,26 Ω yang dapat dilihat dari tabel referensi RTD (Pt-100) (lampiran 3).
Perbandingan antara suhu dengan tahanan yang dibaca, dapat juga dihitung dengan rumus seperti dibawah ini :
Rt = R
0 ( 1 + At + Bt 2
)
Dimana :
Rt = tahanan pada suhu t
R0 = tahanan pada suhu to (Reference)
A,B = konstanta yang ditentukan dengan eksperimen A = 3,908x10-3 dan B = 5,775x10-7
Contoh perhitungan RTD adalah sebagai berikut : 1. dimana t = - 380C dan R 0 = 100Ω, maka : Rt = 100 [ 1 + (3,9083 x 10-3 x (-38)) + (-5,775 x 10-7 x (-38)2) ] Rt = 100 [ 1 – 0,14851 – 0,000833 ] Rt = 85,00 Ω 2. dimana t = -37 0C dan R 0 = 100Ω, maka : Rt = 100 [ 1 + (3,9083 x 10 -3 x (-37)) + (-5,775 x 10 -7 x (-37 2 )) ] Rt = 100 [ 1 – 0,1446071 – 0,0007905 ] Rt = 85,40 Ω 3. dimana t = -360C dan R 0 = 100Ω, maka : Rt = 100 [ 1 + (3,9083 x 10 -3 x (-36)) + (-5,775 x 10 -7 x (-36) 2 ) ] Rt = 100 [ 1– 0,1406988 – 0,00074844] Rt = 85,79 Ω
III.2. Keuntungan dan Kerugian dari RTD (Pt-100)
Dalam penggunaannya, RTD (Pt-100) juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari RTD (Pt-100) :
a. Ketelitiannya lebih tinggi dari pada termokopel. b. Tahan terhadap temperatur yang tinggi.
c. Stabil pada temperatur yang tinggi, karena jenis logam platina lebih stabil dari pada jenis logam yang lainnya.
d. Kemampuannya tidak akan terganggu pada kisaran suhu yang luas. Kekurangan dari RTD (Pt-100) :
a. Lebih mahal dari pada termokopel.
b. Terpengaruh terhadap goncangan dan getaran.
c. Respon waktu awal yang sedikit lama (0,5 s/d 5 detik, tergantung kondisi penggunaannya).
d. Jangkauan suhunya lebih rendah dari pada termokopel. RTD (pt-100) mencapai suhu 650 0C, sedangkan termokopel mencapai suhu 1700 0C.
III.3. Konstruksi dan Pemasangan RTD (Pt-100)
Pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 dapat dilihat bentuk fisik dan konstruksi dari Resistance Temperature Detector (Pt-100). Dari konstruksi RTD tersebut dapat dilihat pada bagian perasa/sensor yang berbahan platina terhubung oleh penghubung kabel utama, yang diisolasi oleh fiber glass atau bahan keramik.
Berikut ini adalah spesifikasi dari RTD (Pt-100) yang digunakan pada line fuel gas:
A. RTD
BRAND : YOKOGAWA INDUSTRIES MODEL : TR10-AAA3CDSJCB000 L : 400 mm. 2 X Pt-100/A/3
RANGE : -200 sampai +600
0
Gambar 3.3. Resistance Temperature Detector (Pt-100)
Gambar 3.4. Konstruksi RTD
Pemasangan RTD pada line fuel gas diletakkan di atas pipa. Karena media yang diukur adalah gas jadi RTD diletakkan diatas pipa. Pada Gambar 3.5 dapat dilihat pemasangan RTD (Pt-100) untuk pengontrolan temperatur gas.
III.4. Tipe-Tipe RTD
Resistance Temperature Detector (RTD) yang banyak digunakan pada industri adalah jenis Platinum Resistance Temperature Detector. Itu semua ditetapkan oleh JIS C 1604 di Jepang.
Terdapat dua tipe dari RTD, tipe pertama adalah Pt-100 yang telah disesuaikan dengan standar internasional, dan tipe kedua adalah JPt-100 yang telah disesuaikan dengan standar Jepang. Keduanya tidak dapat dipertukarkan karena perbandingan dari nilai tahanan pada 100
0
C dan 0
0
C (R100/R0) adalah berbeda.
Tabel 3.2. Tipe dari Platinum Resistance Temperature Detector
Tipe R100/ R0 Kelas Tingkat Arus Operating Temperature
Range Lead Wire System Pt 100 1,3850 Kelas A Kelas B 1 mA 2 mA 5mA* L M H -200 s/d 100 0C 0 s/d 350 0C 0 s/d 650 0C 2 – wire* 3 – wire 4 – wire JPt100 1,3916 Kelas A Kelas B 1 mA 2 mA 5mA* L M H -200 s/d 100 0C 0 s/d 350 0C 0 s/d 650 0C 2 – wire* 3 – wire 4 – wire
Note : “ * ” Tidak digunakan pada kelas A
Banyak juga Resistance Temperature Detector di negara lain yang telah disesuaikan dengan IEC Standard. Di Inggris dan Jerman, standarnya sama persis dengan IEC Pub 751.
Singkatan :
JIS : Japanese Industrial Standars
IEC : International Electrotechnical Commission ASTM : American Society for Testing and Materials
III.5. Pemeliharaan (Maintenance)
Pemeliharaan sangatlah penting untuk keselamatan dan menjaga keakurasian pengukuran temperatur dan juga pengontrolan. Walaupun metode pemeliharaan berbeda-beda tergantung pada pengoperasian, maka disarankan untuk mengikuti cara berikut ini :
a. Cara pengaturan pemeliharaan dalam bekerja.
b. Pemberian tambahan pengetahuan dan training kepada para pekerja. c. Keamanan dari para pekerja.
d. Standarisasi dari pemeliharaan.
e. Ketelitian pengontrol dari pemeriksaan peralatan. f. Persiapan dan manajemen dari data pemeliharaan.
Pemeliharaan dan inspeksi dari pemakaian sensor temperatur sangat bergantung pada cara penginstalasian dan maksud penggunaannya, mereka tidak bisa ditanggani secara sama. Metode umum berikut dapat dijadikan masukan :
a. Pemeriksaan dan pemeliharaan harian
Sensor temperatur tidak akan memberikan informasi tentang suhu jika hubungannya tidak terkoneksi dengan baik. Kita juga tidak mengetahui jika terjadi kerusakan/ naik-turunnya suhu secara tidak normal pada RTD. Oleh sebab itu, sebaiknya diletakkan sensor temperatur lainnya didekat RTD tersebut, seperti penggunaan Temperature Gauge yang dapat langsung dibaca dan juga sebagai pembanding pembacaan temperatur di lapangan.
b. Konfirmasi kondisi pekerjaan di lapangan
Tipe dan jenis dari sensor temperatur bergantung pada apa yang akan diukur dan dimana akan digunakan. Sebaiknya kondisi tempat kerja/tempat terpasangnya RTD tidak berubah. Jika terjadi perubahan sebaiknya dikonfirmasikan bahwa level temperatur yang akan diukur masih dalam range sama.
c. Konfirmasi nilai arus normal
Resistance Temperature Detector memiliki arus yang mengikutinya ke elemen untuk pengukuran pada tiap nilai tahanan. Nilai dari arus normal ini harus dijaga dalam rangka memberikan tingkat ketelitian yang berkelanjutan. Jika arus normal tersebut berubah, maka akan ada perubahan panas di dalamnya dan akan terjadi kesalahan dalam pengukuran. Sebaiknya arus normal dapat terjaga.
d. Pembersihan dan pemeriksaan tabung proteksi
Debu, kotoran dan yang lainnya ketika masuk ke dalam tabung proteksi akan menyebabkan kesalahan dalam pengukuran. Bersihkan secara periodik. Tabung proteksi dipasang untuk melindungi sensor temperatur terhadap gangguan pengukuran atmosfir.
Sebaiknya dipastikan bahwa itu tidak pernah berkarat atau teroksidasi dan bebas dari ganguan mekanikal. Ketika memindahkan sensor temperatur untuk melakukan pemeriksaan, sebaiknya diperhatikan bahwa tidak ada benda asing yang masuk ke dalam tabung proteksi.