• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dan saran dari proses pembuatan naskah Film Dokumenter bertema ‘‘sampah visual“.

7

BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Singkat

PT. INDEX Production House beralamat di Jl. Jemur Andayani VII No.11 Surabaya. Awal perjalanan INDEX Production House hanya memproduksi iklan lokal namun dalam perkembangannya rumah produksi ini kemudian melahirkan karya–karya yang dijiwai semangat idealisme menegakkan identitas nasionalisme ke–Indonesia-an, khususnya dibidang Audio Visual.

Dalam perjalanan INDEX Production House sempat mampir sejenak di SCTV Surabaya, yang selanjutnya INDEX Production House berlabuh di TPI sejak tahun 1991 sampai tahun 1995. Di TPI, INDEX Production House menemukan sebuah atmosfir yang sama untuk merealisir mimpi–mimpinya yang berkaitan dengan dunia pendidikan.Tahun 1995 sampai sekarang INDEX Production House memproduksi Audio Visual berbagai profil lembaga Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten di Jawa Timur, serta memproduksi Audio Visual Profile berbagai pabrik.

2.2 Profil Perusahaan Nama Perusahaan Nama Media Jenis Media Alamat : : : :

PT. INDEX Production House Video

Audio Visual

8 Telp / Fax Email Website : : : 031–843 6620 gash_11@yahoo.com www.index-ph.co.id 2.3 Visi

“Melahirkan karya-karya yang dijiwai semangat idealisme”

2.4 Misi

“Menjadi sebuah perusahaan no. 1 yang memproduksi berbagai profil lembaga pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten di Jawa Timur, serta memproduksi Audio Visual Profile berbagai pabrik”

2.5 Job Description

1. Pra Produksi adalah devisi yang memiliki tanggung jawab untuk meninjau lokasi, mengumpulkan data dan membuat naskah suatu proyek yang sedang dikerjakan.

2. Produksi adalah devisi yang bertugas untuk melakukan pengambilan gambar dilokasi setelah devisi Pra Produksi melakukan peninjauan lokasi. 3. Paska Produksi adalah devisi yang memiliki tugas mengolah file seperti

opening tune, animasi 3D, videografi, ilustrasi musik, pembacaan narasi, editing video, narasi dan musik.

9

2.6 Logo Perusahaan

Gambar 2.1 Logo Perusahaan (Sumber: PT. INDEX Production House)

IDEX Production House lahir seiring dengan lahirnya stasiun televisi swasta di Indonesia, tepatnya tanggal 09–09–1990. Sebagaimana yang tercermin dalam logo INDEX Production House merupakan angka pertemuan huruf awal dan akhir apabila digabung maka akan membentuk angka sembilan romawi seperti gambar 2.1.

10 BAB III LANDASAN TEORI

3.1Multimedia

Menurut Marcel Danesi mendefinisikan Multimedia sebagai alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafis, animasi, audio dan gambar video.

Definisi lain dari multimedia, yaitu dengan menempatkannya dalam konteks, seperti yang dilakukan Hofstetter (2001), Multimedia adalah pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafis, audio, gambar bergerak (video dan animasi) dengan menggabungkan link dan tool yang memungkinkan pemakai melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi. Kelebihan inilah yang menyebabkan tampilan multimedia lebih dinamis dan menyenangkan bagi pengguna.

Di PT. INDEX sendiri, multimedia sangat erat sekali kaitannya dengan Film, karena di dalam Film terdapat unsur multimedia yaitu menciptakan ekspresi artistic sebagai suatu alat bagi para seniman dan insane perFilman dalam rangka mengutarakan gagasan gagasan dan inde cerita. Secara esensial dan substansial Film memiliki power yang akan berimplikasi terhadap komunikasi masyarakat.

11

3.1.1 Elemen–Elemen Multimedia

Seperti telah di katakana dalam bagian pengertian Multimedia, bahwa

Multimedia adalah penggabungan dari dua atau lebih unsure (elemen) media yang terdiri visual/video, suara/audio dan gerak/animasi serta navigasi, secara terintegrasi. Berikut ini adalah gambaran tentang elemen-elemen yang digunakan untuk membuat aplikasi Multimedia:

1. Teks

Merupakan elemen multimedia yang menjadi dasar utama dalam menyampaikan informasi, karena teks adalah jenis data yang paling sederhana dan membutuhkan tempat penyimpanan yang paling kecil. Biasanya dihasilkan oleh program pengolahan kata dan merupakan informasi yang utama pada sebagian besar multimedia. Teks memegang peranan dasar dalam menyusun dokumen, karena hampir seluruh aplikasi multimedia menggunakan teks sebagai alat presentasi informasi yang paling sesuai untuk mendeskripsikan suatu nama, definisi atau aturan.

2. Gambar

Adanya gambar dalam multimedia, penyampaian informasi akan menjadi semakin efektif dan bermanfaat, terutama informasi yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Gambar dapat dibagi menjadi tiga katagori:

a. Gambar dari dunia nyata: lukisan, scanning foto.

12

c. Gambar bangunan dunia nyata dan dunia maya. 3. Audio

Multimedia tidak akan lengkap jika tanpa suara. Suara terbagi menjadi tiga katagori:

a. Ucapan (speech): suara orang berbicara

b. Musik (music): suara yang dihasilkan oleh alat music

c. Efek suara (sound effect): suara yang dibuat untuk menciptakan kesan atau kejadian, seperti suara tembakan, halilintar, gelas pecah, dll.

4. Video

Merupakan gabungan elemen multimedia yang lengkap karena menggabungkan semua elemen multimedia yanga ada untuk menyajikan informasi video menggunakan sistem animasi yang diambil melalui suatu kamera video dan disimpan dalam bentuk file dan format tertentu.

5. Animasi

Animasi mengacu pada gambar-gambar yang bergerak. Animasi dapat dihasilkan dengan menayangkan bingkai-bingkai (frame-frame) gambar secara cepat untuk menghasilkan efek pergerakan. Animasi dapat dibagi ke dalam dua katagori:

a. Animasi buatan: animasi yang dihasilkan oleh manusia melalui bantuan program komputer.

13

b. Animasi video: animasi yang dihasilkan melalui rekaman darikamera video dan kejadian yang sesungguhnya.

3.2Film

Pada tingkat penanda, menurut Marcel danesi (2003), Film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi dan tindakan dalam kehidupan nyata. Pada tingkat pertanda, Film merupakan cermin kehidupan metamorphosis. Jelas bahwa topic dari film menjadi sangat pokok dalam semiotika media karena di dalam genre Film terdapat system signifikasi yang di tanggapi orang-orang masa kini dan melalui Film mereka mencari rekreasi, inspirasi, dan wawasan pada tingkat interpretant.

Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi. Kamera Film menggunakan pita seluloid (atau sejenisnya, sesuai perkembangan teknologi). Butiran silver halida yang menempel pada pita ini sangat sensitif terhadap cahaya. Saat proses cuci Film, silver halida yang telah terekspos cahaya dengan ukuran yang tepat akan menghitam, sedangkan yang kurang atau sama sekali tidak terekspos akan tanggal dan larut bersama cairan pengembang (developer).

Definisi Film menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau

14

bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya.

Istilah Film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi Film ini menjadi media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa. Pada generasi berikutnya fotografi bergeser padapenggunaan media digital elektronik sebagai penyimpan gambar. Dalam bidang Sinematografi perihal media penyimpan ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Berturut-turut dikenal media penyimpan selluloid (Film), pita analog, dan yang terakhir media digital (pita, cakram, memori chip). Bertolak dari pengertian ini maka Film pada awalnya adalah karya sinematografi yang memanfaatkan media selluloid sebagai penyimpannya.

Sejalan dengan perkembangan media penyimpan dalam bidang sinematografi, maka pengertian Film telah bergeser. Sebuah Film cerita dapat diproduksi tanpa menggunakan selluloid (media Film). Bahkan saat ini sudah semakin sedikit Film yang menggunakan media selluloid pada tahap pengambilan gambar. Pada tahap pasca produksi gambar yang telah diedit dari media analog maupun digital dapat disimpan pada media yang fleksibel. Hasil akhir karya sinematografi dapat disimpan Pada media selluloid, analog maupun digital.

15

Perkembangan teknologi media penyimpan ini telah mengubah pengertian Film dari istilah yang mengacu pada bahan ke istilah yang mengacu pada bentuk karya seniaudio-visual. Singkatnya Film kini diartikan sebagai suatu cabang (genre) seni yang menggunakan suara (audio) dan gambar (visual) sebagai medianya.Istilah Film pada mulanya mengacu pada suatu media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi Film ini menjadi media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa.

Pada generasi berikutnya fotografi bergeser padapenggunaan media digital elektronik sebagai penyimpan gambar. Dalam bidang sinematografi perihal media penyimpan ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Berturut-turut dikenal media penyimpan selluloid (Film), pita analog, dan yang terakhir media digital (pita, cakram, memori chip). Bertolak dari pengertian ini maka Film pada awalnya adalah karya sinematografi yang memanfaatkan media selluloid sebagai penyimpannya.

Sejalan dengan perkembangan media penyimpan dalam bidang sinematografi, maka pengertian Film telah bergeser. Sebuah Filmcerita dapat diproduksi tanpa menggunakan selluloid (media Film). Bahkan saat ini sudah semakin sedikit Film yang menggunakan media selluloid pada tahap pengambilan gambar. Pada tahap pasca produksi gambar yang telah diedit dari media analog maupun digital dapat

16

disimpan pada media yang fleksibel. Hasil akhir karya sinematografi dapat disimpan Pada media selluloid, analog maupun digital.

Perkembangan teknologi media penyimpan ini telah mengubah pengertian Film dari istilah yang mengacu pada bahan ke istilah yeng mengacu pada bentuk karya seniaudio-visual. Singkatnya Film kini diartikan sebagai suatu cabang (genre) seni yang menggunakan suara (audio) dan gambar (visual) sebagai medianya.

3.3Dokumenter

Menurut Eddy Iskandar Film Dokumenter adalah Film yang mendokumentasikan kenyataan. Istilah “Dokumenter” pertama digunakan dalam resensi Film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di New York pada tanggal 8 Februari 1926 Di Perancis.

Istilah Dokumenter digunakan untuk semua Film non-fiksi, termasuk Film mengenai perjalanan dan Film pendidikan. Berdasarkan definisi ini, Film-Film pertama semua adalah Film Dokumenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun. pada dasarnya, Film Dokumenter merepresentasikan kenyataan. Artinya Film Dokumenter berarti menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan.

Dokumenter sering dianggap sebagai rekaman aktualitas (potongan rekaman sewaktu kejadian sebenarnya berlangsung), saat orang yang terlibat di dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan dan tanpa media perantara. Walaupun kadang menjadi materi dalam pembuatan Dokumenter, faktor ini jarang

17

menjadi bagian dari keseluruhan Film Dokumenter itu sendiri, karena materi-materi tersebut harus diatur, diolah kembali, dan diatur strukturnya. Terkadang bahkan dalam pengambilan gambar sebelumnya, berbagai pilihan harus diambil oleh para pembuat Film Dokumenter untuk menentukan sudut pandang, ukuran shot (type of shot), pencahayaan dan lain-lain agar dapat mencapai hasil akhir yang diinginkan.JohnGrierson pertama-tama menemukan istilah Dokumenter dalam sebuah pembahasan Film karya Robert Flaherty, Moana(1925), yang mengacu pada kemampuan sebuah media untuk menghasilkan dokumen visual suatu kejadian tertentu.

Grierson sangat percaya bahwa “Sinema bukanlah seni atau hiburan, melainkan suatu bentuk publikasi dan dapat dipublikasikan dengan 100 cara berbeda untuk 100 penonton yang berbeda pula.” Oleh karena itu Dokumenter pun termasuk didalamnya sebagai suatu metode publikasi sinematik, yang dalam istilahnya disebut ”creative treatment of actuality” (perlakuan kreatif atas keaktualitasan).

Karena ada perlakuan kreatif, sama seperti dalam Film fiksi lainnya, Dokumenter dibangun dan bisa dilihat bukan sebagai suatu rekaman realitas, tetapi sebagai jenis representasi lain dari realitas itu sendiri. Kebanyakan penonton Dokumenter di layar kaca sudah begitu terbiasa dengan kode dan bentuk yang dominan sehingga mereka tak lagi mempertanyakan lebih jauh tentang isi dari Dokumenter tersebut. Misalnya penonton sering menyaksikan Dokumenter yang dipandu oleh voiceover, wawancara dari para ahli, saksi dan pendapat anggota

18

masyarakat, set lokasi yang terlihat nyata, potongan-potongan kejadian langsung dan materi yang berasal dari arsip yang ditemukan.

Semua elemen khas tersebut memiliki sejarah dan tempat tertentu dalam perkembangan dan perluasan Dokumenter sebagai sebuah bentuk sinematik.Inipenting ditekankan, karena dalam berbagai hal, bentuk Dokumenter sering diabaikan dan kurang dianggap di kalangan Film seni karena seakan-akan Dokumenter cenderung menjadi bersifat jurnalistik dalam dunia pertelevisian. Bukti-bukti menunjukkan bahwa, bagaimanapun, dengan pesatnya perkembangan Dokumenter dalam bentuk pemberitaan, terdapat perubahan. kembali ke arah pendekatan yang lebih sinematik oleh para pembuat Film Dokumenter akhir-akhir ini.

Dan kini perdebatannya berpindah pada segi estetik Dokumenter karena ide kebenaran dan keaslian suatu Dokumenter mulai dipertanyakan, diputarbalikkan dan diubah sehubungan dengan pendekatan segi estetik Dokumenter dan Film-Film non-fiksi lainnya. Satu titik awal yang berguna adalah daftar kategori Richard Barsam yang ia sebut sebagai “Film non-fiksi” Daftar ini secara efektif menunjukkan jenis-jenis Film yang dipandang sebagai Dokumenter dan dengan jelas memiliki ide dan kode etik tentang Dokumenter yang sama.

19

3.4Penulisan Naskah

Penulisan naskah yang dapat diklasifikasikan berdasarkan kelengkapan informasi dan penelusuran yang terdapat didalamnya yaitu:

1. Kerangka naskah (rundown script) 2. Semi naskah (semi script)

3. Naskah penuh (full script)

Rundown script adalah naskah yang berisi hanya garis besar (outline) dari informasi yang akan disampaikan kepada pemirsa. Sebuah rundown script pada umumnya memerlukan improvisasi dari presenter atau ahli (expert) yang akan muncul didalam program. Semi script adalah naskah yang sudah lebih rinci dari pada rundown script. Sedangkan full script adalah adalah naskah yang berisi informasi lengkap dan rinci tentang program yamg akan diproduksi. Dalam sebuah full script terdapat informasi yang rinci tentang pelaku, adegan. Setting dan properti.

Sebuah naskah mempunyai peran sentral dalam produksi sebuah program video dan televisi. Fungsi naskah dalam produksi program video dan televisi adalah sebagai berikut:

1. Konsep dasar (basic concept) 2. Arah (direction)

3. Acuan (reference)

Sebuah naskah adalah ide dasar yang diperlukan dalam sebuah produksi program video. Kualitas sebuah naskah sangat menentukan hasil akhir dari sebuah

20

program. Sebuah naskah pada umumnya berisi gambaran atau deskripsi tentang pesan atau informasi yang disampaikan seperti alur cerita, karakter tokoh utama, dramatisasi, peran/figuran, setting, dan property atau segala hal yang berkaitan dengan pembuatan sebuah program video dan televisi. Sebuah naskah pada umumnya diganakan sebagai dokumen yang dapat mengarahkan sutradara dan kerabat kerja (crew) dalam bekerja menyelesaikan produksi program video. Naskah sebuah program video berisi beberapa informasi tentang adegan yang melibatkan aktor, setting dan property. Sutradara dan kerabat kerja perlu mematuhi isi dan alur cerita yang terdapat dalam sebuah naskah.

Sebuah naskah dapat digunakan sebagai referensi oleh sutradara dan kerabat kerja untuk mewujudkan sebuah ide atau gagasan menjadi sebuah progam video yang komunikatif. Semua upaya kreatif dalam produksi dari sutradara dan kerabat kerja harus mengacu kepada sebuah naskah.

3.4.1 Langkah-Langkah Penulisan Naskah

Menurut Firmanu Swantara (2010) Dalam pembuatan Film Dokumenter ada langkah-langkah dan kiat bagaimana Film Dokumenter yang kita produksi akan disenangi oleh penonton dan tentunya tidak memakan biaya yang besar saat memproduksinya.. Langkah yang harus kita tempuh dalam membuat Film Dokumenter sebagai berikut:

21

1. Menentukan ide.

Ide dalam membuat Film Dokumenter tidaklah harus pergi jauh-jauh dan memusingkan karena ide ini bisa timbul dimana saja seperti di sekeliling kita, di pinggir jalan, dan kadang ide yang kita anggap biasa ini yang menjadi sebuah ide yang menarik dan bagus diproduksi. Jadi mulailah kita untuk bepfikir supaya peka terhadap kejadian yang terjadi.

2. Menuliskan Film statement.

Film statement yaitu penulisan ide yang sudah ke kertas, sebagai panduan kita dilapangan saat pengambilan Angel. Jadi pada langkah kedua ini kita harus menyelesaikan skenario Film dan memperbanyak referensi sehingga Film yang kita buat telah kita kuasai seluk-beluknya.

3. Membuat treatment atau outline.

Outline disebut juga script dalam bahasa teknisnya. Script adalah cerita rekaan tentang Film yang kita buat. script juga suatu gambar kerja keseluruhan kita dalam memproduksi Film, jadi kerja kita akan lebih terarah.

Ada beberapa fungsi script :

a. Script adalah alat struktural dan organizing yang dapat dijadikan referensi dan guide bagi semua orang yang terlibat. Jadi, dengan script kamu dapat mengkomunikasikan ide Film ke seluruh crew produksi. Oleh karena itu script harus jelas dan imajinatif.

22

b. Script penting untuk kerja kameramen karena dengan membaca script kameramen akan menangkap mood peristiwa ataupun masalah teknis yang berhubungan dengan kerjanya kameramen.

c. Script juga menjadi dasar kerja bagian produksi, karena dengan membaca script dapat diketahui kebutuhan dan yang kita butuhkan untuk memproduksi Film.

d. Script juga menjadi guide bagi editor karena dengan script kita bisa memperlihatkan struktur flim kita yang kita buat. Kelima, dengan script kita akan tahu siapa saja yang akan kita wawancarai dan kita butuhkan sebagai narasumber.

4. Mencatat shooting.

Dalam langkah keempat ini ada dua yang harus kita catat yaitu shooting list dan shooting schedule. Shooting list yaitu catatan yang berisi perkiraan apa saj a gambar yang dibutuhkan untuk flim yang kita buat. jadi saat merekam kita tidak akan membuang pita kaset dengan gambar yang tidak bermanfaat untuk Film kita. Sedangkan shooting schedule adalah mencatat atau merencanakan terlebih dahulu jadwal shooting yang akan kita lakukan dalam pembuatan Film.

5. Editing script.

Langkah kelima ini sangat penting dalam pembuatan Film. Biasa orang menyebutnya dengan pasca produksi dan ada juga yang bilang Film ini

23

terjadinya di meja editor. Dalam melakukan pengeditan kita harus menyiapkan tiga hal adalah menbuat transkip wawancara, membuat logging gambar, dan membuat editing script. Dalam membuat transkipsi wawancara kita harus menuliskan secara mendetail dan terperinci data wawancara kita dengan subjek dengan jelas.

Membuat logging gambar ini maksudnya, membuat daftar gambar dari kaset hasil shooting dengan detail, mencatat team code-nya serta di kaset berapa gambar itu ada. Terakhir ini merupakan tugas Filmmaker yang membutuhkan kesabaran karena membuat editing scrip ini kita harus mempreview kembali hasil rekaman kita tadi ditelevisi supaya dapat melihat hasil gambar yang kita ambil tadi dengan jelas. Dengan begitu kita akan mebuat sebuah gabungan dari Outline atau cerita rekaan menjadi sebuah kenyataan yang dapat menjadi petunjuk bagi editor.

24

BAB IV

METODOLOGI DAN IMPLEMENTASI KARYA

4.1Prosedur Pelaksanaan Kerja Praktek

Prosedur dalam pelaksanaan kerja praktek sesuai dengan yang ditetapkan oleh STIKOM Surabaya. Yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan penting yang harus dilalui:

1. Survey lapangan atau observasi, kegiatan ini ditujukan untuk mengamati proses pembuatan produksi multimedia.

2. Pustaka dilakukan untuk mendapatkan landasan teori yang sesuai dengan permasalahan dan dapat menjadi refrensi untuk pelaksanaan rencana penggambaran sistem.

3. Analisa Permasalahan ditujukan untuk menetapkan kebutuhan klien atau kebutuhan instansi dan menentukan bagaimana solusi terbaik yang akan diterapkan dalam istansi.

Pembuatan Produk Multimedia, pada pembuatan produk sendiri terdapat beberapa tahapan, antar lain :

1. Pendahuluan, identifikasi permasalahan yang ada, evaluasi, alternative, solusi dan prioritas pengembangan.

2. Tahap analisa ruang lingkup permasalahan, ruang lingkup dan sasaran yang akan dikembangkan, identifikasi area permasalahan yang lebih terinci, evaluasi, perumusan dan penyusunan untuk menunjang perancangan desain.

25

3. Tahap analisa kebutuhan pengguna, mendefiniskan kebutuhan fungsional dan non-fungsional untuk menunjang informasi yang akurat.

4. Tahap spesifikasi media, dilakukan untuk melakukan spesifikasi fungsional, konfigurasi hardware dan software yang support dengan computer klien. 5. Revisi produk, melakukan perbaikan dan pemantauan untuk menghasilkan

produk yang sesuai target.

6. Pembuatan laporan, semua dokumentasi dalam pembuatan produk multimedia tersebut, sebagai hasil dari proyek disusun dalam sebuah laporan.

4.2Acuan Kerja Praktek

Pra-Kerja Praktek :

1. Sebelum melaksanakan kerja praktek, wajib mengisi form acuan kerja yang terdiri dari dua halaman yang merupakan “kontrak kerja” antara mahasiswa

dengan perusahaan dimana anda melaksanakan kerja praktek dan dosen pembimbing kerja praktek.

2. Pengisian form acuan kerja harus lengkap beserta tanda tangan pihak terkait. 3. Form acuan kerja yang terisi lengkap, diperbanyak oleh mahasiswa

sebanyak dua kali dengan ukuran A4. 4. Copy 1: Diserahkan kepada perusahaan. 5. Copy 2: Diserahkan kepada PPKP

26

Kerja Praktek

1. Melaksanakan kerja praktek sesuai jangka waktu yang ditetapkan. 2. Melakukan bimbingan ke dosen pembimbing.

Pasca Kerja Praktek

1. Mengambil form nilai kerja praktek untuk perusahaan.

2. Mahasiswa melakukan demo ke pihak perusahaan terlebih dahulu, kemudian ke dosen pembimbing.

3. Setelah demo ke perusahaan, mahasiswa meyerahkan form nilai dari perusahaan secara lengkap ke bagian PPKP untuk ditukar dengan form nilai kerja praktek untuk dosen pembimbing.

4. Melakukan demo ke dosen pembimbing dan setelah melakukan demo ke dosen pembimbing mahasiswa menyerahkan form nilai dari dosen pembimbing ke bagian PPKP.

5. Mahasiswa membuat buku laporan kerja praktek dengan bimbingan dosen pembimbing kerja praktek.

6. Merevisi laporan jika ada yang perlu dibenahi

Dokumen terkait