• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian dan saran

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

2.1Bentuk Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. (Moleong, 2006 : 5)

2.2Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dikantor kecamatan stabat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa adanya kesediaan kantor kecamatan stabat untuk memberikan informasi yang diperlukan sesuai dengan penelitian. Adapun waktu pelaksanaan penelitian selama kurun waktu 1 (satu) bulan.

2.3Informan Penelitian

Penelitian Kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif ini tidak dikenal adanya populasi dan sampel (Bagong Suyanto, 2005 : 171) subjek penelitian yang telah tercermin dalam focus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek

penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Informan adalah seseorang yang benar – benar mengetahui suatu persoalan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan, atau data – data yang dapat membantu dan memahami persoalan atau permasalahan tersebut.

Menurut Suyanto (2005 : 172) informan penelitian meliputi beberapa macam yaitu:

1. Informan Kunci (Key Informan) Merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah Camat Stabat. 2. Informan Tambahan yaitu mereka yang memberikan informasi

langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti. Yang menjadi informan tambahan dalam penelitian ini adalah Pegawai Kantor Kecamatan Stabat dan Masyarakat.

2.4 Teknik pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah:

1. Pengumpulan data primer, yaitu perolehan data atau informasi, keterangan – keterangan data yang diperlukan penulis menggunakan metode berikut:

• Observasi partisipasif merupakan teknik memperoleh informasi dengan cara melakukan pengamatan dan terlibat langsung dalam

kegiatan objek penelitian tersebut. Observasi ini banyak berguna dalam mengumpullkan fakta – fakta di lapangan. Observasi memberikan kesempatan pada peneliti untuk mengalami secara langsung bagaimana objek dalam penelitian, sehinngga

memberikan gambaran penelitian yang objektif. (Bungin, 2007 : 115)

• Wawancara mendalam merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antarra pewancara dengan informan atau orang yanng diwawancarai dengan atau tanpa menggunnakan pedoman

2. Pengumpulan data sekunder yaitu, teknik pengumpulan data dan informasi yang diperlukan atau diperoleh melalui catatan – catatan tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sebagai berikut:

• Penelitian Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku – buku, tulisan, dan karya ilmiah yang memiliki relevansi dan ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

• Studi Dokumentasi

Yaitu teknik yang digunakan dengan mengambil catatan tertulis, dokumen, arsip yang menyangkut masalah yang diteliti yang berhubungan dengan instansi terkait.

2.5 Teknik Analisa Data

Berdasarkan Data Kualitatif ini maka metode penganalisasiannya adalah analisa deskriptif, interprestasi penelitian atas hasil wawancara yaitu data yang telah dikumpulkan diklasifikasikan sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti, kemudian penarikan kesimpulan yang berhubungan dengan pemecahan masalah yang dihadapi.

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat

3.1.1 Sejarah Kabupaten Langkat

Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang-orang-orang asli (pribumi/ bumiputera) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh :

1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892

2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927

3. Sultan Mahmud 1927-1945/46

Di bawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen struktur pemerintahan disebut LUHAK dan dibawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja Kecil Karo) yang berada di desa. Pemerintahan Luhak dipimpin seorang Pangeran, Pemerintahan Kejuruan dipimpin seorang Datuk, Pemerintahan Distrik dipimpin seorang kepala

Distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak, yakni :

A. Luhak Langkat Hulu

Berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu :

1) Kejuruan Selesai

2) Kejuruan Bahorok

3) Kejuruan Sei Bingai

4) Distrik Kwala

5) Distrik Salapian

B. Luhak Langkat Hilir

Berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/ T. Pangeran Ahmad. Wilayah ini mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu :

1) Kejuruan Stabat 2) Kejuruan Bingei 3) Distrik Secanggang 4) Distrik Padang Tualang 5) Distrik Cempa

C. Luhak Teluk Haru

Berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah ini terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik.

1) Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji. 2) Distrik Pulau Kampai

3) Distrik Sei Lepan

Awal 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih ke Pemerintahan jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan Keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco Kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945.

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.

Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan Kabupaten Langkat terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur (NST) yang

berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah.

Berdasarkan PP No.7 Tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit.

Mengingat luas Kabupaten Langkat, maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 (tiga) kewedanan yaitu :

1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai

2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura

3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.

Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah Bupati serta Assiten Wedana (Camat) sebagai perangkat akhir.

Pada tahun 1965-1966 jabatan Bupati Kdh. Tingkat II Langkat dipegang oleh seorang Care Taher (Pak Wongso) dan selanjutnya oleh Sutikno yang pada waktu itu sebagai Dan Dim 0202 Langkat. Dan secara berturut-turut jabatan Bupati Kdh. Tingkat II Langkat dijabat oleh:

2. HM. Iscad Idris 1974 – 1979

3. R. Mulyadi 1979 – 1984

4. H. Marzuki Erman 1984 – 1989

5. H. Zulfirman Siregar 1989 – 1994

6. Drs. H. Zulkifli Harahap 1994 – 1998

7. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 3-9-1998 s/d 20-2-1999

8. H. Syamsul Arifin, SE 1999-2009

9. H. Ngogesa Sitepu : 2009 s/d sekarang

Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk Kabupaten Langkat berjumlah 902.986 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 persen pada periode 1990-2000 dan kepadatan penduduk sebesar 144,17 jiwa per km2. sedangkan tahun 1990 adalah sebesar 1,07 persen. Untuk tahun 2008, berdasarkan hasil proyeksi penduduk Kabupaten Langkat bertambah menjadi 1.042.523 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,80 untuk periode 2005-2010.

Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Stabat yaitu sebanyak 83.223 jiwa sedangkan penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Pematang Jaya sebesar 14.779 jiwa. Kecamatan Stabat merupakan kecamatan yang paling padat penduduknya dengan kepadatan 918 jiwa per km2 dan Kecamatan Batang

Serangan merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 42 jiwa per km2.

Jumlah penduduk Kabupaten Langkat per jenis kelamin lebih banyak laki dibandingkan penduduk perempuan. Pada tahun 2008 jumlah penduduk laki-laki sebesar 521.484 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 521.039 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 100,09 persen.

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk Kabupaten Langkat mayoritas bersuku bangsa Melayu (70,87 persen), diikuti dengan suku Jawa (9,93 persen), Karo (7,22 persen), Tapanuli/ Toba (2 persen), Madina (2 persen) dan lainnya (5,94 persen). Sedangkan agama yang dianut penduduk Kabupaten Langkat mayoritas agama Islam (90,00 persen), Kristen 7,56 persen), Katolik (1,06 persen), Budha (0,95 persen) dan lainnya (0,34 persen).

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Langkat

3.1.2 Letak Geografis Kabupaten Langkat

Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten yang berada didataran Tinggi Bukit Barisan, terletak di Bagian Barat Laut Provinsi Sumatera Utara, secara geografis berada pada koordinat 30 14’–4013’ LU dan 970 52’– 98045’ BT.

Secara administrasi Kabupaten Langkat mempunyai batas sebagai berikut: Sebelah Utara Kabupaten Aceh Tamiang (Provinsi NAD) dan Selat Malaka Sebelah SelatanKabupaten Karo

Sebelah Barat Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh

Luas wilayah Kabupaten Langkat adalah 626.329 Ha.Kabupaten Langkat terdiri dari 23 Kecamatan dan 277 desa/kelurahan dengan Ibukota Kabupatennya adalah Stabat.

3.2 Kecamatan Stabat

3.2.1 Gambaran Umum

Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Sebelumnya ibu kota Kabupaten Langkat berkedudukan di Kotamadya Binjai, namun sejak diterbitkannya peraturan pemerintah No. 5 tahun 1982 kedudukan ibu kota Kabupaten Langkat di pindahkan ke Stabat.

Stabat merupakan kota kecamatan terbesar sekaligus dengan jumlah penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kegiatan perekonomiannya banyak bergerak di sektor perdagangan, pertanian dan peternakan, perkebunan dan jasa. Kecamatan ini dilalui oleh salah satu sungai terpanjang di sumatera Utara yakni sungai wampu yang sekaligus memisahkan kecamatan ini dengan Kecamatan wampu di sebelah barat . Stabat juga dilalui oleh Jalan Raya Lintas Sumatera (Jalinsum Lintas Pantai Timur).

Sebagian besar penduduk kecamatan stabat adalah suku Melayu 60% sebagai salah satu suku asli di Provinsi Sumatera Utara terutama di Kabupaten

Langkat. Namun, suku tionghoa dan suku jawa cukup besar sekitar 30% sedangkan selebihnya adalah suku Batak, Minang dan lainnya.

a) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Secanggang b) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Binjai c) Sebelah barat berbatasn dengan Kecamatan wampu d) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Deli serdang

Kecamatan Stabat merupakan gerbang Kabupaten Langkat, dimana merupakan salah satu kecamatan dari 23 kecamatan yang berada di Kabupaten Langkat.

Kondisi wilayah Kecamatan Stabat berada diketinggian 4m diatas permukaan laut dengan suhu maximum bekisar 35°c dan suhu minimum 21°c, curah hujan pertahun 15mm. Wilayah Kecamatan Stabat bertofografi dataran dan ini menjadikannya wilayah yang menyimpan potensi sebagai areal Agrobisnis dan Agro Industri. Disamping itu Kecamatan Stabat memiliki aliran sungai seperti sungai Wampu, sungai Singlar, sungai Belengking dan sungai Kapal Keruk.

Dari gambaran diatas, maka secara umum Kecamatan Stabat mempunyai potensi sebagai berikut :

a) Perkebunan, berupa tanaman kelapa sawit, tebu, kakao yang diusahakan oleh swasta dan masyarakat.

b) Pertanian tanaman pangan, padi, kacang-kacangan, jagung dan sayur-sayuran.

c) Industri kerajinan rakyat seperti anyaman tikar purun, pembuatan tahu tempe dan industri kerajinan rumah tangga lainnya.

d) Bahan galian C berupa pasir dan kerikil. e) Pusat perdagangan dan jasa.

3.2.2 Visi dan Misi Kecamatan Stabat

Visi dan misi Kecamatan stabat adalah sebagai berikut :

Visi : “Terwujudnya Langkat yang Maju dan Sejahtera “

Misi :

1. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance).

2. Mewujudkan kehidupan sosial, budaya politik yang sehat, stabil dan demokratis.

3. Meningkatkan peran masyarakat dalam pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan.

4. Meningkatkan pemanfaatan seluruh sumber daya daerah menuju ekonomi kerakyatan.

Gambar 2. Struktur organisasi Kecamatan Stabat CAMAT STABAT DRS. MUHAMMAD NURTA 1900801 198602 1001 SEKSI PEMERINTAHAN M.IRFAN NOVELITA.A,Md 19731020 199303 1006 SEKSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN DARNOTO.S,SOS 19660609 199301 1003 SEKSI KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN DRS. MISLI 19581001 198602 1001 SEKERTARIS CAMAT

AHMAD FITRIA. S.SOS 19731031 199303 1001

KASUBAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN NURHAYANA Lbs.SAg

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Pada Bab ini penulis akan menyajikan deskripsi dari data yang diperoleh melalui penelitian dilapangan melalui metode – metode pengumpulan data yang disebutkan pada bab terdahulu. Demikian juga halnya, permasalahan utama yang hendak dijawab dalam bab ini adalah Bagaimanakan Peranan Cmamat dalam menigkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat.

Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan secara mendalam, ada beberapa tahapan yang dilakukan penulis, yaitu: pertama, penelitian diawali dengan pengumpulan berbagai dokumen dan data seperti target dan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Stabat, data jumlah Wajib Pajak dan ketetapan Hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan juga berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan yang ingin dijawab. Kedua, penulis melakukan sejumlah wawancara, dan yang menjadi informannya adalah :

1. Lurah Kwala Bingei, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. 2. Lurah Stabat Baru, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. 3. Pegawai Kantor Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. 4. Masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Stabat.

Data – data tersebut berupa pernyataan dari para informan mengenai permasalahan penelitian skripsi ini. Sedangkan data – data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan dan karya – karya ilmiah yang ada serta dokumen – dokumen yang didapat dari lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih satu bulan di lokasi penelitian.

Berikut ini akan disajikan hasil pengumpulan data yang dilakukan dikantor Camat, kantor lurah dan di lingkungan masyarakat di kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat.

1. Untuk mengetahui peranan camat Camat dalam meningkatkan Pajak Bumi dan Bangunan, maka penulis mengajukan pertanyaan kepada informan dalam penelitian ini. Adapun pertanyaannya yaitu, tentang Kebijakan khusus mengenai Pemungutan Pajak Bumi dan Bnagunan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Lurah Stabat Baru, beliau mengatakan bahwa:

“Camat selalu melakukan rapat kepada seluruh lurah setiap miggu untuk membahas Pajak Bumi dan Bangunan dan melakukan rapat koordinasi tentang pencapaian dan target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Stabat. Beliau juga sering mengingatkan para lurah untuk sering berkoordinasi dengan pegawai di kantor kelurahan agar penerimaan PBB dapat tercapai.”

Kemudain hal yang sama juga disampaikan oleh Lurah Kwala Bingei , beliau menyatakan bahwa:

“Setiap minggu camat melakukan rapat – rapat koordinasi tentang penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan setiap apel senin camat sering mengingatkan akan target penerimaan PBB agar target penerimaan PBB dapat tercapai”

Dari jawaban informan didapat bahwa kebijakan khusus mengenai pemungutan PBB di kecamatan stabat adalah dengan melakukan rapat – rapat koordinasi antara Camat dengan lurah dan para pegawainya. rapat tersebut membahas tentang peningkatan penerimaan PBB dan pencapaian target PBB agar dapat terealisasi. Dengan melakukan rapat – rapat koordinasi maka pencapaian akan taget dan peningkatan jumlah penerimaan PBB akan mudah tercapai.

Selain rapat – rapat koordinasi, camat juga sering mengingatkan kepada para pegawainya mengenai peningkatan penerimaan PBB yang dilakukan pada saat apel senin di setiap minggunya agar target penerimaan PBB dapat tercapai.

2. Selanjutnya penulis menanyakan tentang dengan pihak – pihak mana saja kerjasama dalam pemungutan PBB dilakukan. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada Lurah Stabat Baru, beliau mengatakan bahwa:

“Pihak yang bekerjasama dalam pemungutan PBB adalah seluruh Lurah, Kepala Lingkungan, Dispenda dan Dinas Pajak”

Mengenai peranan camat dalam memaksimalkan PBB ini pihak Camat sudah melakukan pendataan yang maksimal terhadap wajib pajak dalam hal ini secara teoritis camat sudah menjalankan fungsi koordinasi karena dari pihak camat sendiri sudah melibatkan pihak kelurahan sampai ke kepala lintgkungan untuk pendataan yang maksimal.

3. Untuk mengetahui bagaimana sosialisasi dalam pemungutan PBB yang dilakukan Camat terhadap wajib pajak, maka penulis menanyakan kepada informan bagaimana sosialisasi yang dilakukan camat terhadap Wajib Pajak.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Lurah Kwala Bingei, maka diketahui penjelasan sebagai berikut:

“Pihak Kecamatan dan Kelurahan sering mengundang setiap perwakilan masyarakat untuk sosialisasi mengenai PBB dan Wajib Pajak. Camat juga sering memerintahkan kepada semua pegawainya agar selalu sering melakukan sosialisasi mengenai PBB di lingkungan masing – masing”

Kemudian hal yang sama juga disampaikan oleh masyarakat di Kecamatan Stabat mengenai Sosialisasi PBB:

“Pegawai Kecamatan dan Kelurahan sering melakukan sosialisasi mengenai PBB pada masyarakat. Mereka sering melakukan sosialisasi pada saat ada kegiatan – kegiatan yang dilakukan kecamatan atau kelurahan dan Camat juga sering melakukan sosialisasi kepada kami pada saat kegiatan – kegiatan

yang berhubungan dengan masyarakat seperti Bakti Sosial, Acara Keagamaan dan lain – lain”

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada lurah dan masyarakat di Kecamatan Stabat dapat diketahui bahwasanya Camat dan para pegawainya baik di Kelurahan maupun di Lingkungan sering melakukan sosialisasi mengenai PBB terhadap masyarakat atau Wajib Pajak. Dalam hal ini Camat selaku pemimpin di Kecamatan Stabat Kbupaten Langkat telah menjalankan fungsi manajemen yaitu pengarahan karena Camat telah melakukan suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha – usaha organisasi.

4. Untuk mengetahui apakah sudah maksimal pendataan Wajib Pajak PBB dengan yang diterima , maka penulis menanyakan kepada informan tentang masalah tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Lurah Kwala Bingei, beliau mengatakan bahwa:

“ Pendataan Wajib Pajak PBB di Kecamatan Stabat sudah maksimal, ini ditandai dengan sudah tercapainya target penerimaan PBB setiap tahun dan bahkan selalu melebihi target yang telah ditentukan”

Kemudian hal yang sama juga disampaikan oleh pegawai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat mengenai pendataan PBB:

“ Pendataan Wajib Pajak yang dilakukan Kecamatan maupun Kelurahan di Kecamatan Stabat sudah maksimal karena setiap tahun jumla Wajib Pajak terus bertambah. Penerimaan hasil PBB juga selalu bertambah setiap tahunnya”

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap Lurah Kwala Bingei dan Pegawai Kantor Kecamatan Stabat dapat diketahui bahwasanya pendataan Wajib Pajak PBB di Kecamatan Stabat sudah maksimal, ini ditandai dengan meningkatnya target penerimaan PBB dan juga jumlah Wajib Pajak setiap tahunnya. Dari hasil wawancara tersebut kita mengetahui bahwa camat telah melakukan koordinasi yang baik dengan para bawahannya untuk melakukan sosialisasi mengenai pendataan Wajib Pajak PBB sehngga pendataan menjadi maksimal.

Pendataan Wajib Pajak oleh kantor Kecamatan Stabat juga dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tahun Jumlah Wajib Pajak Target Realisasi

2011 24.062 Rp. 1.077.000.000 Rp. 1.103.294.195 2012 24.837 Rp. 1.010.000.000 Rp. 1.011.708.616 2013 25.762 Rp. 1.010.000.000 Rp. 1.021.082.533

Sumber: UPTD pendapatan Daerah Kecamatan Stabat

Dari tabel diatas kita dapat mengetahui bahwa setiap tahun jumlah wajib pajak di Kecamatan Stabat selalu meningkat dan juga penerimaan PBB selalu melebihi target yang telah ditetapkan setiap tahunnya. Dengan ini Camat telah

melakukan fungsi manajemen yaitu koordinasi dan Sosialisasi yang baik terhadap pegawai maupun Masyaraka \Wajib Pajak dalam pendataan mengenai PBB.

5. Selanjutnya penulis menanyakan kepada masyarakat dan pegawai kantor Kecamatan Stabat tentang dukungan masyarakat dalam pemungutan PBB yang dilakukan oleh Kecamatan Stabat. Dari hasil wawancara tersebut masyarakat menyatakan:

“ Kami sebagai masyarakat sangat merespon dan sangat mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh Kantor Kecamatan Stabat baik itu kegiatan sosialisasi, pendataan maupun kegiatan pemungutan PBB”

Hal ini juga disampaikan oleh pegawai kantor Kecamatan Stabat mengenai dukungan masyarakat mengenai pemungutan PBB:

“ Masyarakat sangat mendukung setiap kegiatan – kegiatan yang dilakukan Kecamatan Stabat mengenai PBB, Baik itu kegiatan sosialisasi maupun pemungutan PBB”

Dari hasil wawancara tersebut diatas diketahui bahwa masyarakat sangat mendukung dalam kegiatan pemungutan PBB yang dilakukan kantor Kecamatan Stabat. Dengan demkian Camat dan juga para bawahannya telah berhasil melakukan sosialisasi yang baik mengenai PBB terhadap masyarakat sehingga masyarakat sangat mendukung setiap kegiatan mengenai PBB yang dilakukan kantor Kecamatan Stabat. Seperti kita ketahui setiap pemimpin haruslah melaksanakan fungsi manajemen yang baik agar organisasi yang dipimpinnya

dapat berjalan dengan baik dan agar segala tujuan organisasi tersebut dapat tercapai.

6. untuk mengetahui apa saja hambatan yang ada dalam kegiatan pemungutan PBB maka penulis menanyakan kepada informan dalam penelitian ini yaitu Lurah Kwala Bingei dan Lurh Stabat Baru.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Lurah Kwala Bingei, beliau mengatakan:

“ Masih ada hambatan – hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pemungutan PBB seperti masih adanya tanah dan bangunan yang tidak mempunyai SPPT, banyak SPPT yang tidak bertuan dan juga SPPT yang tidak sesuai dengan yang ada. Faktor ekonomi masyarakat juga menjadi suatu hambatan dalam pemungutan PBB”

Kemudian hal yang sama juga disampaikan oleh Lurah Stabat Baru. Beliau mengatakan:

“Hambatan yang dialami dalam pemungutan PBB adalah masih banyaknya SPPT yang tidak bertuan, hal ini dikarenakan banyak tanah dan bangunan yang dimiliki masyarakat yang berdomisili di luar Kabupaten Langkat, Perekonomian masyarakat juga menjadi suatu masalah karena bagi masyarakat mampupembayaran PBB bukanlah suatu masalah akan tetapi bagi yang kurang mampu pembayaran PBB tersebut merupakan suatu masalah”

Berdasarkan hasil wawancara yang dlakukan diatas diketahui bahwa masih banyak hambatan – hambatan yang dialami dalam pelaksanaan pemungutan PBB. Salah satu hambatan yang paling mencolok dalam pelaksanaan pemungutan PBB adalah factor ekonomi masyarakat. Seperti kita ketahui bahwasanya masih banyak masyarakat di Negara kita ini hidup dengan pendapatan di bawah rata – rata. Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan dibawah rata – rata, pembayaran PBB tersebut merupakan suatu masalah dikarenakan itu merupakan suatu beban tambahan bagi mereka.

7. untuk mengetahui solusi apa saja yang dilakukan dalam pemungutan

Dokumen terkait