• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. KEADAAN GEOGRAFIS

Kabupaten Barito Selatan dengan Ibu kota Kabupaten di Buntok terletak antara

1º 20 ‘ Lintang Utara, 2 º 35 ‘ Lintang Selatan, 114 º - 115 º Bujur Timur. Diapit oleh

tiga Kabupaten tetangga yaitu di sebelah utara dengan sebagian wilayah Kabupaten Barito Utara, sebelah timur dengan sebagian wilayah Kabupaten Barito Timur, di bagian selatan dengan wilayah Kabupaten Kapuas dan Propinsi Kalimantan Selatan dan sebelah barat dengan wilayah Kabupaten Kapuas.

Gambar 2.1

Peta Wilayah Kabupaten Barito Selatan

Luas wilayah Kabupaten Barito Selatan adalah 8.830 km² yang meliputi enam kecamatan. Kecamatan Dusun Hilir dan Kecamatan Gunung Bintang Awai merupakan kecamatan terluas masing-masing 2.065 km² dan 1.933 km² atau luas kedua kecamatan

tersebut mencapai 45,28 % dari seluruh wilayah Kabupaten Barito Selatan, sedangkan kecamatan yang luasnya paling sedikit adalah Kecamatan Jenamas yaitu 708 km² atau 8,02 % luas wilayah kabupaten. Luas wilayah berdasarkan kecamatan di Kabupaten Barito Selatan dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1

Luas Wilayah Berdasarkan Kecamatan Tahun 2012

Sumber BPS Kabupaten Barito Selatan, 2012

Sebagian besar wilayah Kabupaten Barito Selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0 – 40 meter di atas permukaan laut. Kecuali sebagian wilayah kecamatan Gunung Bintang Awai dan sebagian Kecamatan Dusun Utara yang merupakan daerah perbukitan.

Kabupaten Barito Selatan mempunyai satu sungai besar (sungai Barito) dan beberapa sungai kecil / anak sungai, dan keberadaannya menjadi salah satu ciri khas Kabupaten Barito Selatan. Sungai Barito yang memiliki panjang mencapai 900 Km dengan rata – rata kedalaman + 8 m merupakan sungai terpanjang dan dapat dilayari hingga + 700 Km.

Sebagai daerah yang beriklim tropis, wilayah Kabupaten Barito Selatan udaranya relatif panas. Pada siang hari suhu mencapai 34 oC dan malam hari 23 oC, sedangkan rata – rata curah hujan pertahunnya relatif tinggi yaitu mencapai 252, 25 mm.

B. WILAYAH ADMINISTRASI

Secara administratif, Kabupaten Barito Selatan di bagi menjadi 6 kecamatan, yang selanjutnya terdiri dari desa dan kelurahan yang jumlah keseluruhannya adalah 93 Desa dan Kelurahan yang secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH

(KM2) % LUAS KABUPATEN BARITO SELATAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenamas Dusun Hilir Karau Kuala Dusun Selatan Dusun Utara Gg. Bintang Awai 708 2.065 1.099 1.829 1.196 1.933 8,02 23,39 12,45 20,71 13,54 21,89 Jumlah 8.830 100,00

Tabel 2.2

Jumlah Desa dan Kelurahan Tahun 2012

No. Kecamatan Jumlah Jumlah

Desa Kelurahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenamas Dusun Hilir Karau Kuala Dusun Selatan Dusun Utara Gg. Bintang Awai 4 9 10 24 18 21 1 1 1 3 1 -5 10 11 27 19 21 Jumlah 86 7 93

Sumber LKPJ Kab. Barito Selatan, 2012

C. KEADAAAN PENDUDUK

Kabupaten Barito Selatan memiliki luas wilayah sebesar 8.830 Km2. Sedangkan jumlah penduduk tahun 2011 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Barito Selatan sebesar 124.128 jiwa. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2010 adalah sebesar 123.933 jiwa, maka terjadi peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2011. Jumlah penduduk terdiri dari 63.309 jiwa (51,0 %) laki-laki dan 60.819 jiwa (49,0 %) perempuan, sehingga ratio jenis kelamin atau perbandingan jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan adalah 104,09 yang artinya jumlah penduduk laki-laki empat persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan.

Bila dibandingkan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah, maka kepadatan penduduk Kabupaten Barito Selatan tergolong jarang, yaitu hanya sekitar 14,06 jiwa /km²-nya. Kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Dusun Selatan yang juga merupakan tempat ibu kota Kabupaten Barito Selatan yaitu 27,20 jiwa / km² dan kepadatan terendah terdapat pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Dusun Hilir 7,56 Jiwa/Km² dan Kecamatan Gunung Bintang Awai dengan kepadatan 9,31 jiwa / km².

Komposisi penduduk Kabupaten Barito Selatan bila dirinci menurut kelompok umur dan jenis kelamin, menunjukkan penduduk laki-laki sedikit lebih banyak dari pada perempuan yaitu 51,0 % sedangkan perempuan 49,0 % dan jumlah terbanyak berada pada kelompok umur 15 – 44 tahun (49,93 %) dan paling sedikit berada pada kelompok umur 64 tahun lebih (3,39 %) dan angka ketergantungan (rasio beban tanggungan)

hanya sebesar 0,54, setiap penduduk produktifitas menanggung kurang dari 1 orang penduduk usia tidak produktif.

D. KEADAAN PENDIDIKAN

Keadaan pendidikan seseorang mempunyai pengaruh terhadap pembangunan kesehatan dalam arti yang luas, baik individu, keluarga, masyarakat, lingkungan dan lain sebagainya. Persentase penduduk berusia 10 tahun ke atas yang tidak / belum pernah bersekolah sesuai data BPS Kabupaten Barito Selatan, dengan jenis kelamin laki-laki adalah 10,95 % dan angka persentase tertinggi di Kecamatan Karau Kuala yaitu 3,41 % dan yang terendah di Kecamatan Jenamas adalah 1,05%, dan perempuan berusia 10 tahun ke atas yang belum atau tidak pernah bersekolah adalah 12,34% dimana porsentase tertinggi di kecamatan Dusun Selatan yaitu 3,02% dan terendah pada kecamatan Karau Kuala yaitu 1,13%. Selanjutnya di Kabupaten Barito Selatan, persentase penduduk yang berusia 10 tahun ke atas bila dirinci menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah tamat SD/MI merupakan yang terbesar yaitu 24,82 %; SLTP/MTs, 17,01 % ; SLTA/MA, 14,11 % dan Perguruan Tinggi baru mencapai 0,61 %. Bila dibandingkan menurut jenis kelamin terlihat penduduk perempuan yang tidak / belum pernah sekolah lebih kecil dari penduduk laki-laki ( 1,64 % berbanding 2,35 % ).

Gambar 2.2

Proporsi Penduduk Kabupaten Barito Selatan yang Berumur 10 Tahun ke atas menurut Status Pendidikan Tahun 2011

17,13

24,82 17,01

14,11

1,720,61

Pendidikan Tidak/Belum Pernah Sekolah SD/MI SLTP/ MTs SLTA/ MA AK/ DIPLO MA UNIVERSITAS

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Untuk mengetahui gambaran derajat kesehatan masyarakat dapat diukur dari indikator-indikator yang digunakan antara lain angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas), status gizi, serta umur harapan hidup. Indikator tersebut dapat diperoleh melalui laporan dari fasilitas kesehatan (fasility based) dan dari masyarakat (community based).

Perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dan kesakitan dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survey dan penelitian.

A. MORTALITAS

Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir dari berbagai penyebab penyakit, baik kematian langsung maupun tidak langsung yang berhubungan erat dengan masalah kesehatan secara umum dan juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan bidang kesehatan, di Kabupaten Barito Selatan angka kematian ini dirasa belum mampu merepresentasikan angka sebenarnya karena data kematian hanya didapat dari pencatatan kematian yang terjadi di sarana kesehatan yang ada, baik di puskesmas maupun rumah sakit.

1. Angka Kematian Bayi

Bayi merupakan golongan masyarakat yang dianggap paling rawan dari aspek kesehatan. Indikator yang berkaitan dengan kematian bayi merupakan indikator penting dan sering dipakai untuk mengukur kemajuan suatu daerah. Selain itu, Angka kematian

indikator ini mencerminkan pelayanan kesehatan dasar yang paling awal, menentukan kualitas pelayanan kebidanan, keadaan kesehatan lingkungan, keadaan sosial ekonomi masyarakat, dan juga sangat menentukan kualitas generasi yang akan datang. Angka kematian bayi didefinisikan sebagai jumlah bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.

Berdasarkan laporan puskesmas, jumlah kematian bayi di Kabupaten Barito Selatan pada tahun 2012 tercatat 21 orang dan Angka Kematian Bayi tahun 2012 yaitu sebesar 10,6 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi pada tahun 2012 terjadi sedikit peningkatan dibanding tahun 2011 sebesar 8,2 per 1000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan dengan Angka Kematian Bayi Propinsi Kalimantan Tengah sebesar 21,9 per 1000 kelahiran hidup, maka Kabupaten Barito Selatan memiliki angka kematian bayi yang lebih rendah. Apalagi bila dibandingkan dengan target Indikator Kementerian Kesehatan RI sebesar 40 per 1000 kelahiran hidup, maka Kabupaten Barito Selatan pada tahun 2012 berada di bawah target Indikator Kementerian Kesehatan RI. Lebih jelas perkembangan angka kematian bayi dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut :

Gambar 3.1

Angka Kematian Bayi Per 1.000 Kelahiran Hidup Kabupaten Barito Selatan Tahun 2009-2012

Sumber Bidang Pelayanan Kesehatan, 2012

Berdasarkan gambar 3.1, Angka Kematian Bayi per 1.000 kelahiran selama tiga tahun terakhir mengalami kenaikan (tahun 2010 sampai 2012). Semua data kematian bayi hanya diperoleh dari sarana kesehatan, bukan dari hasil survey sehingga belum mencerminkan kondisi kematian bayi secara keseluruhan. Bila dilihat berdasarkan jumlah kematian bayi menurut Kecamatan, maka dari seluruh kasus kematian yaitu 21

bayi, yakni terjadi di Kecamatan Dusun Hilir 5 orang, Karau Kuala 6 orang, Dusun Selatan 5 orang, Dusun Utara 3 orang, dan Kecamatan Gunung Bintang Awai 2 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran tabel 7.

2. Angka Kematian Anak Balita

Jumlah kematian anak balita berdasarkan laporan pencatatan di sarana kesehatan pada tahun 2012 sebanyak 2 orang sehingga angka kematian anak balita pada tahun 2012 adalah 1,1 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian anak balita tahun 2012 bila dibandingkan dengan angka kematian anak balita tahun 2011 sebesar 1,2 per 1000 kelahiran hidup telah terjadi penurunan angka kematian anak balita. Sedangkan bila dibandingkan dengan indikator MDGs maksimal sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup, maka angka kematian anak balita di Kabupaten Barito selatan sudah memenuhi target tersebut. Semua data kematian balita hanya diperoleh dari sarana kesehatan, bukan dari hasil survey sehingga belum mencerminkan kondisi kematian balita secara keseluruhan. Perkembangan angka kematian balita di Kabupaten Barito Selatan selama tahun 2009 -2012 dapat dilihat pada Gambar 3.2 Berikut .

Gambar 3.2

Angka Kematian Balita Per 1.000 Kelahiran Hidup Kabupaten Barito Selatan Tahun 2009– 2012

Sumber Bidang Pelayanan Kesehatan, 2012

3. Angka Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya

dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. Sebagian besar penyebab kematian ibu melahirkan disebabkan oleh pendarahan, kejang-kejang, infeksi kehamilan, persalinan macet/lama, absorbsi/keguguran dan rata-rata karena terlambat di bawa ke Rumah Sakit rujukan.

Angka Kematian Ibu bersama dengan Angka Kematian Bayi senantiasa menjadi indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. Indikator ini dipengaruhi oleh status kesehatan secara umum, pendidikan, pelayanan selama kehamilan, persalinan, dan setelah persalinan.

Jumlah Kematian Ibu dalam hal ini kematian ibu hamil, ibu bersalin, dan ibu nifas pada tahun 2012 yaitu 1 orang. Kalau dibanding dengan tahun sebelumnya, 2011 yang sebanyak 3 orang maka jumlah kematian ibu pada tahun 2012 mengalami penurunan kasus kematian ke arah perbaikan. Bila dilihat berdasarkan puskesmas, kematian ibu terjadi di wilayah Puskesmas Mengkatip. Sebaliknya di Puskesmas lainnya tidak terjadi kasus kematian ibu hamil, bersalin, maupun nifas. Berdasarkan jumlah kematian ibu, maka Angka Kematian Ibu pada tahun 2012 adalah 50,4/100.000 kelahiran hidup. Bila dibanding dengan target Kementerian Kesehatan RI sebesar maksimal 150/100.000 kelahiran hidup, maka Kabupaten Barito Selatan sudah memenuhi target tersebut.

Gambar 3.3

Angka Kematian Ibu Per 100.000 Kelahiran Hidup Kabupaten Barito Selatan Tahun 2009 – 2012

Sumber Bidang Pelayanan Kesehatan, 2012

Berdasarkan gambar 3.3 di atas kecendrungan Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup selama empat tahun terakhir di Kabupaten Barito Selatan terjadi

penurunan Angka Kematian Ibu secara berarti, terutama pada rentang waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2012.

B. MORBIDITAS

Morbiditas adalah angka kesakitan, baik insiden maupun prevalen dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.

Angka kesakitan penduduk bisa diketahui melalui dua metode, yang pertama didapat dari data yang berasal dari masyarakat (community based data) yang dapat diperoleh dengan melalui studi morbiditas. Sedangkan yang kedua melalui hasil pengumpulan data baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten maupun dari data sarana pelayanan kesehatan (Facility Based Data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Perolehan data untuk menentukan angka kesakitan (Morbiditas) di Kabupaten Barito Selatan didapat melalui cara yang kedua yaitu berdasarkan laporan dari sarana pelayanan kesehatan di wilayah Kabupaten Barito Selatan.

1. AFP (Acute Flaccid Paralysis)

Erapo dilaksanakan melalui gerakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan merupakan wujud dari kesepakatan global dalam membasmi penyakit polio di Indonesia. Kejadian AFP pada saat ini diproyeksikan sebagai indikator untuk menilai program eradikasi polio (erapo). Upaya memantau keberhasilan erapo adalah dengan melaksanakan surveilans secara aktif untuk menemukan kasus AFP sebagai upaya mendeteksi secara dini munculnya virus polio liar yang mungkin ada di masyarakat agar dapat segera dilakukan penanggulangan, cakupan vaksinasi polio rutin yang tinggi, dan sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan.

Selama empat tahun terakhir, di Kabupaten Barito Selatan tidak ditemukan kasus AFP sehingga dapat dikatakan sudah mencerminkan cakupan vaksinasi polio yang tinggi dan lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan. (lampiran tabel 9).

2. TB Paru BTA Positif

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV / AIDS, TB menjadi

Pengendalian TB di Kabupaten Barito Selatan menggunakan strategy Direcly Observed Treatment Shortcourse (DOTS). Dengan program ini kita berusaha mencapai target penemuan penderita (CDR) sebesar > 70 % dari perkiraan penderita TB BTA positif kasus baru dengan tingkat kesembuhan sebesar > 85 %.

Berdasarkan data hasil kegiatan Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular pada tahun 2012 terjadi kasus BTA+ sebanyak 155 orang. Tahun 2012 yang diobati sebanyak 138 orang dan dievaluasi kesembuhannya pada tahun 2012 sebanyak 114 orang (82,61 %).

Berdasarkan jumlah kasus TB Paru diperoleh Angka Insiden TB Paru sebesar 122,2 per 100.000 penduduk, Angka Prevalensi TB Paru sebesar 124 per 100.000 penduduk, Angka Penemuan Kasus (CDR) sebesar 79,77 %, dan Angka Kematian akibat TB Paru (CFR) sebesar 0,0 per 100.000 penduduk.

Untuk penemuan kasus BTA+ (CDR), bila dibanding dengan target Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 70 %, maka pada tahun 2012 CDR sudah memenuhi target. Namun Angka Kesembuhan (Success Rate) sebesar 82,61 %, masih belum memenuhi target yang diharapkan yakni sebesar 85 %. (lampiran tabel 10, 11, dan 12).

Gambar 3.4

Penemuan Penderita TB BTA+ Kabupaten Barito Selatan Tahun 2009-2012

Sumber Bidang Pengndalian Masalah Kesehatan , 2012

Berdasarkan gambar di atas, penemuan penderita TB BTA + sejak tahun 2009 sampai tahun 2011 selalu berada di bawah target yang ditetapkan dalam Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dan untuk tahun 2012 penemuan penderita BTA+ telah mengalami peningkatan yang signifikan dan mencapai target yakni 79,8% dari Target CDR BTA+ 70 %.

3. Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli), infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamun. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang adalah Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutirsi, gangguan imunologi).

Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian balita yang utama, selain diare. Penyakit ini merupakan bagian dari penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA sebagai salah satu penyebab utama kematian pada bayi dan balita diduga karena pneumonia dan merupakan penyakit yang akut dan kualitas penatalaksanaannya masih belum memadai. Upaya pemberantasan penyakit ISPA dilaksanakan dengan fokus penemuan dini dan tata laksana kasus secara cepat dan tepat. Upaya ini dikembangkan melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Jumlah balita pada tahun 2012 di wilayah Kabupaten Barito Selatan adalah 16.148 orang dan jumlah perkiraan kasus Pneumonia adalah 1.238 orang. Kasus Pneumonia pada Balita pada tahun 2012 sebanyak 10 orang ( 0,8 % dari perkiraan jumlah penderita). Bila dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 1,8 %, maka jumlah kasus di tahun 2012 telah terjadi penurunan kasus Pneumonia dari tahun sebelumnya. Kasus Pneumonia terjadi hanya di 3 (tiga) Puskesmas yaitu Mengkatip, Babai, dan Patas I. (lampiran tabel 9).

4. HIV/AIDS dan IMS

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.

Upaya penemuan kasus/penderita HIV/AIDS di Kabupaten Barito Selatan terus dilakukan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Tengah yaitu terhadap kelompok pekerja dengan resiko tinggi HIV/AIDS pada Pekerja Seks Komersial (PSK).

(IMS) sebanyak 0 orang. Semua kasus baik HIV berasal dari wilayah kerja Puskesmas Buntok dan tidak terjadi kasus kematian akibat HIV/AIDS. Bila dibandingkan dengan tahun 2011 yang ditemukan kasus HIV 1 orang, maka pada tahun 2012 terlihat terjadi perubahan jumlah kasus (lampiran tabel 14).

Kegiatan donor darah dilakukan di Rumah Sakit Umum Buntok. Pada tahun 2012, jumlah pendonor adalah 455 orang. Berdasarkan jumlah pendonor telah dilakukan pemeriksanaan sampel darah (diskrining) sebanyak 455 orang (100 %) dengan hasil tidak ditemukan sampel darah dengan positif HIV (lampiran tabel 15).

5. Diare

Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita Diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.

Kegiatan pokok dari upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit diare adalah Penemuan dan pengobatan diare dengan menitikberatkan pada penatalaksanaan penderita secara tepat sesuai standar baik di sarana kesehatan maupun di rumah tangga.

Jumlah perkiraan kasus diare di Kabupaten Barito Selatan berdasarkan jumlah penduduk pada tahun 2012 adalah 5.109 kasus. Sedangkan kasus diare yang terjadi selama kurun waktu yang sama tercatat ada 3.404 kasus. Hal ini berarti cakupan penemuan penderita Diare sebesar 66,6 %. Bila dibandingkan dengan tahun 2011 yang memiliki cakupan sebesar 69,1 %, maka terjadi penurunan penemuan kasus Diare pada tahun 2012. Namun demikian pencapaian cakupan penemuan kasus diare masih di bawah target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang menetapkan sebesar 85 %. Selain itu, dari semua kasus diare yang terjadi tidak terdapat kasus kematian karena semua kasus diare telah mendapat penanganan yang tepat sesuai standar.

Gambar 3.5 Kasus Diare

Kabupaten Barito Selatan Tahun 2009-2012

Sumber Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, 2012

Berdasarkan gambar 3.5 diatas, diketahui bahwa jumlah kasus diare keseluruhan baik pada dewasa maupun balita selama 4 (empat) tahun terakhir terlihat fluktuatif, pada periode tahun 2009 dan 2010 terjadi penurunan, namun terjadi peningkatan pada tahun 2011, dan di tahun 2012 terjadi lagi penurunan jumlah kasus yang berarti dibandingkan dengan tahun 2011.

6. Kusta

Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium Leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan Kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. Diagnosa Kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut : a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa.

b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot.

c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif).

Pada tahun 2012, tidak ditemukan kasus baru kusta di Kabupaten Barito Selatan. Terakhir ditemukan Pada tahun 2010, terdapat 1 orang penderita dengan jenis kusta basah yang telah selesai menjalani pengobatan (RFT).( lampiran tabel 17, 18, 19, dan 20).

7. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

a. Difteri

Dipteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relatif rendah, rendahnya kasus difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi. Dipteri adalah penyakit yang disebabkan corynebacterium diptheriae dengan gejala panas lebih kurang 30° C disertai adanya pseudo membran (selaput tipis) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, dan tonsil) yang tak mudah lepas dan mudah berdarah. Dapat disertai nyeri menelan, leher membengkak seperti leher sapi (bull neck) sesak nafas disertai bunyi (stridor) dan pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. Selama tahun 2012 di Kabupaten Barito Selatan tidak terdapat kasus difteri.

b. Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh clostridium tetani, biasanya dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan) dan kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur di atas 1 bulan. Selama tahun 2012 di Kabupaten Barito Selatan tidak ditemukan kasus tetanus yang terlapor.

c. Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum adalah penyakit bayi lahir hidup normal dan dapat menangis dan menetek selama 2 hari kemudian timbul gejala sulit menetek disertai kejang rangsang pada umur 3-28 hari. Selama empat tahun terakhir (2009, 2001, 2011 dan 2012) di Kabupaten Barito Selatan tidak ditemukan kasus tetanus neonatorum.

d. Campak

Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus measles, disebarkan melalui droplet bersin atau batuk dari penderita, gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah), selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh, tangan, serta kaki.

e. Polio

Polio adalah salah satu penyakit menular yang termasuk ke dalam PD3I. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berumur 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku dileher dan sakit ditungkai dan tangan.

Selama empat tahun terakhir, di Kabupaten Barito Selatan tidak ditemukan kasus penyakit polio.

f. Hepatitis B

Penyakit Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah lemah, gangguan perut dan gejala

Dalam dokumen PROFIL KESEHATAN TAHUN 2012 Edisi 2013 (Halaman 12-162)

Dokumen terkait