Pada bab ini merupakan kesimpulan dari semua penjelasan yang telah dikemukakan. Pada akhirnya didapatkan saran-saran yang bisa dijadikan sebagai masukan yang berarti bagi Rumah Sakit Umum Daerah Singaraja.
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori tentang Permasalahan 2.1.1 Prosedur penilaian prestasi kerja
Pada Rumah Sakit Umum Daerah Singaraja, rotasi tenaga perawat dilakukan dua tahun sekali. Selama ini, dasar penentuan rotasi tenaga perawat hanya berpatokan pada senioritas pada suatu ruangan. Ini berarti seorang perawat yang telah memiliki masa dinas yang cukup lama pada suatu ruangan tertentu maka akan mendapat prioritas untuk dirotasi ke ruangan lain.
Untuk sistem yang baru di tempat ini, aktivitas penilaian penempatan perawat lebih diarahkan pada usaha kenaikan pangkat yang dipengaruhi oleh beberapa kriteria yang telah ditentukan. Kriteria-kriteria tersebut adalah pemberian nilai bobot pada ruangan, penilaian perawat berdasarkan history kerja, pelatihan dan prestasi kerja. Kriteria-kriteria tersebut masih dibagi lagi menjadi beberapa sub kriteria. Pada sub kriteria terdapat range nilai yang telah ditentukan. Range nilai sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tabel Batasan Nilai
Nilai Sebutan Nilai Normalisasi
91-100 Amat baik 5
76-90 Baik 4
61-75 Cukup 3
51-60 Sedang 2
Dimana tiap kriteria mempunyai sub kriteria yang mempunyai range nilai antara 1 sampai 5 yang berguna untuk membandingkan para perawat serta membuat peringkat para perawat menurut penilaian tersebut.
2.2 Landasan Teori tentang Ilmu yang Terkait 2.2.1 Sistem informasi manajemen
Sistem informasi manajemen didefinisikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan informasi umum yang dibutuhkan.
Sistem informasi manajemen berfungsi untuk mengelola sistem dengan penerapan manajemen yang baik sehingga menghasilkan suatu informasi yang dibutuhkan. Data-data yang sudah terkumpul kemudian diproses secara matang sehingga akan dihasilkan informasi yang baik. Informasi tersebut berupa laporan-laporan yang lengkap seputar data yang ada dan melalui beberapa proses sistem informasi, seperti pengumpulan data, pemrosesan data dan sampai menghasilkan suatu output data yang diinginkan sesuai dengan tujuan akhir dari sistem informasi yang dikerjakan.
2.2.2 Analisa dan perancangan sistem
Analisa sistem adalah penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh kedalam bagian sub sistem untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi permasalahan, kesempatan, hambatan yang terjadi serta kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikannya.
Analisa sistem dilakukan setelah perencanaan sistem dan sebelum desain sistem. Analisa merupakan tahap yang kritis dan sangat penting, karena kesalahan di tahap ini akan sangat berpengaruh di tahap selanjutnya.
Perancangan sistem adalah proses menyusun atau mengembangkan sistem informasi yang baru. Dalam tahap ini harus dapat dipastikan bahwa semua persyaratan untuk menghasilkan sistem informasi dapat dipenuhi. Hasil sistem yang dirancang harus sesuai dengan kebutuhan user untuk mendapatkan informasi. Perancangan sistem harus mampu memberikan gambaran yang jelas dan rancang bangun yang lengkap kepada pemrograman komputer dan ahli-ahli teknik lainnya yang terlibat. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa sistem yang disusun harus dapat berkembang lagi.
A. Sistem Flow Chart
Flow chart merupakan salah satu peralatan dokumentasi utama, digunakan untuk menggambarkan bagaimana proses-proses yang terpisah dikaitkan untuk membentuk suatu sistem. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem flowchart:
Operasi secara manual
Fungsi pengolahan utama
Kartu
Pita magnetic
Dokumen atau laporan
Penyimpanan file secara sementara
Penyimpanan file secara tetap
Keyboard
Tampilan
Arus informasi
Penghubung ke halaman berikutnya
Database
File storage offline
Operasi pemasukan data melalui keyboard
B. Data Flow Diagram
Data flow diagram (DFD) adalah suatu gambaran grafis dari suatu sistem yang menggunakan sejumlah bentuk-bentuk simbol untuk menggambarkan bagaimana data mengalir melalui suatu proses yang saling berkaitan.
DFD merupakan metode grafis yang digunakan untuk menggambarkan aliran informasi dan transformasi data yang terdapat di dalam sistem. Teknik ini
dapat digunakan untuk merepresentasikan sistem atau perangkat lunak di tingkat abstraksi.
DFD dapat didekomposisikan ke dalam beberapa tingkatan yang merepresentasikan aliran-aliran data dan informasi berikut detil-detil fungsionalnya.
DFD menggunakan notasi-notasi grafis sebagai berikut (menurut model Gane & Searson):
Entity
Proses
Aliran data
Penyimpanan data
C. Entity Relational Diagram
Entity relational diagram (ERD) adalah gambaran pada sistem dimana di dalamnya terdapat hubungan antara entity dengan relasi. Setiap entity mempunyai attribute yang merupakan ciri dari entity itu sendiri. Relasi adalah hubungan antar entity yang berfungsi sebagai hubungan yang mewujudkan pemetaan antar entity. 1. Entity
Entity merupakan individu yang mewakili sesuatu yang nyata eksistensinya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya. Sekumpulan entity yang
sama atau sejenis yang terdapat didalam lingkup yang sama akan membentuk sekumpulan entity.
2. Atribut
Setiap entity memiliki atribut yang akan mendeskripsikan karakteristik dari entity yang bersangkutan. Penentuan atau pemilihan atribut yang relevan bagi suatu entity merupakan hal penting di dalam pembentukkan model data.
3. Relasi
Relasi menunjukkan adanya hubungan atau keterkaitan antara suatu entity dengan entity lain yang berbeda. Jika relasinya banyak, maka kumpulan semua relasi yang ada diantara entity yang terdapat pada sekumpulan entity- sekumpulan entity yang berbeda akan membentuk sekumpulan relasi.
4. Tingkat Relasi
Tingkat relasi menunjukkan adanya batas jumlah maksimum entity yang dapat berelasi dengan entity yang terdapat pada sekumpulan entity yang berbeda.
Beberapa tingkatan relasi yang terdapat pada sekumpulan entity adalah: a. One To One Relationship
Setiap entity pada sekumpulan entity R berhubungan satu (paling banyak) entity pada entity S. Demikian pula sebaliknya.
Entity Set R Entity Set S
Entity 1 Entity 1
Entity 2 Entity 2
Entity 3 Entity 3
Entity 4 Entity 4
b. One To Many Relationship
Setiap entity pada sekumpulan entity R dapat berhubungan dengan lebih dari satu (banyak) entity pada sekumpulan entity S. Tetapi tidak sebaliknya, setiap entity pada sekumpulan entity S hanya dapat berhubungan dengan satu (paling banyak) entity pada sekumpulan entity R.
Entity Set R Entity Set S
Entity 1 Entity 1
Entity 2 Entity 2
Entity 3 Entity 3
Entity 4 Entity 4
One To Many Relationship c. Many To One Relationship
Setiap entity pada sekumpulan entity R hanya dapat berhubungan dengan satu (paling banyak) entity dari sekumpulan entity S, sementara setiap entity pada sekumpulan entity S boleh berhubungan dengan banyak entity pada sekumpulan entity R.
Entity Set R Entity Set S
Entity 1 Entity 1
Entity 2 Entity 2
Entity 3 Entity 3
Entity 4 Entity 4
Many To One Relationship d. Many To Many Relationship
Setiap entity pada sekumpulan entity R boleh berhubungan dengan banyak entity dari sekumpulan entity S. Begitu juga sebaliknya, setiap entity pada sekumpulan entity S boleh berhubungan dengan banyak entity pada sekumpulan entity R.
Entity Set R Entity Set S
Entity 1 Entity 1
Entity 2 Entity 2
Entity 3 Entity 3
Entity 4 Entity 4
Many To Many Relationship 2.2.3 Basis data dan normalisasi
Basis data adalah suatu kumpulan data komputer yang terintegrasi, yang diorganisasikan dan disimpan dalam suatu cara yang memudahkan pengambilan kembali. Konsep dari basis data adalah meminimumkan pengulangan dan mencapai independensi data (kemampuan untuk membuat perubahan dalam struktur data tanpa membuat perubahan pada program yang memproses data).
Normalisasi merupakan pengelompokkan data elemen menjadi tabel-tabel yang menunjukkan entity dan relasinya. Pada normalisasi selalu diuji pada beberapa kondisi.
Bentuk normalisasi ada 3, antara lain : 1. first normal form (1NF)
setiap data dibentuk dalam file datar/rata dan menghendaki adanya penghapusan semua elemen yang terulang dalam suatu relasi.
2. second normal form (2NF)
merupakan syarat yaitu bentuk data telah memenuhi kriteria 1NF. Atribut yang bukan kunci haruslah bergantung secara fungsi pada kunci utama. Kunci field harus dapat mewakili atribut lain yang menjadi anggotanya.
3. third normal form (3NF)
harus sudah dalam bentuk normal ke dua dan setiap atribut yang bukan kunci harus bergantung hanya pada kunci utama.
2.2.4 Sistem pendukung keputusan
Sistem Pendukung Keputusan menyediakan informasi pemecahan suatu masalah maupun kemampuan komunikasi dalam memecahkan masalah semi– terstruktur. Tujuan dari sistem pendukung keputusan adalah membantu manajer membuat keputusan untuk memecahkan masalah semi-terstruktur, mendukung penilaian manajer bukan mencoba menggantikannya, dan meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan manajer daripada efisiensinya.
Sistem Pendukung Keputusan merupakan pengembangan Sistem Informasi Manajemen lebih lanjut yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif terhadap penggunanya. Sifat interaktif ini dimaksudkan untuk memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan, prosedur, kebijakan, analisa teknis, serta pengalaman dan wawasan manajerial untuk membentuk suatu kerangka keputusan yang fleksibel.
Sistem Pendukung Keputusan dibuat dengan tujuan untuk membantu pengambilan keputusan dan memilih berbagai alternatif keputusan yang merupakan hasil pengolahan data dan informasi yang diperoleh dari penggunaan model-model pengambilan keputusan. Adapun karakteristik-karakteristik dari Sistem Pendukung Keputusan adalah:
1. kapabilitas interaktif
Sistem Pendukung Keputusan memberi pengambil keputusan akses cepat terhadap data informasi yang dibutuhkan.
2. fleksibilitas
Sistem Pendukung Keputusan dapat menunjang para pembuat keputusan di berbagai bidang fungsional.
3. kemampuan berinterkasi dengan model
Sistem Pendukung Keputusan memungkinkan para pembuat keputusan berinteraksi dengan model-model, termasuk pemanipulasian model-model tersebut sesuai kebutuhan.
4. variasi keluaran
Sistem Pendukung Keputusan mendukung pembuat keputusan dengan menyediakan berbagai keluaran, termasuk kemampuannya dalam menghasilkan grafik dan analisa-analisa pada kondisi-kondisi tertentu.
2.2.5 Metode penugasan
Metode penugasan adalah suatu model yang bertujuan untuk mengalokasikan sejumlah sumber daya untuk sejumlah pekerjaan pada total nilai maksimum/minimum dari suatu kriteria tertentu. Penugasan dibuat atas dasar bahwa setiap sumber daya harus ditugaskan hanya untuk satu jenis pekerjaan.
2.2.6 Analitic hierarchy process
Metode Analitic Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu bentuk model pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. Model ini adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam kelompok-kelompoknya dan kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hierarki.
Kelebihan model AHP dibandingkan dengan model pengambilan keputusan lainnya terletak pada kemampuannya memecahkan masalah yang
“multiobjectives” dan “multicriterias”. Kelebihan model AHP ini lebih disebabkan oleh fleksibilitasnya yang tinggi terutama dalam pembuatan hierarki. Sifat fleksibel tersebut membuat model AHP dapat menangkap beberapa tujuan dan beberapa kriteria sekaligus dalam sebuah model atau sebuah hierarki. Bahkan model tersebut bisa juga memecahkan masalah yang mempunyai tujuan-tujuan dan kriteria-kriteria yang saling berlawanan. Karenanya, keputusan yang dilahirkan dari model AHP tersebut sudah akan memperhitungkan berbagai tujuan dan berbagai kriteria yang berbeda-beda atau bahkan saling bertentangan satu sam lain.
AHP menanggulangi suatu permasalahan yang kompleks, permasalahan yang memiliki kriteria yang sangat banyak yang mempengaruhi pencapaian tujuan. Ada tiga prinsip penyusunan proses hierarki analitik yaitu prinsip menyusun hierarki, prinsip menetapkan prioritas dan prinsip konsistensi logis. a. Penyusunan Hirarki
Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mempersepsikan sesuatu, baik itu benda maupun gagasan, kemudian mengidentifikasikan dan mengkomunikasikan apa yang mereka amati. Untuk memperoleh gambaran secara terinci, pikiran manusia akan menyusun realitas atau permasalahan yang kompleks ke dalam bagian-bagian yang menjadi elemen pokoknya, dan kemudian bagian ini dipecahkan ke dalam bagian-bagiannya lagi dan demikian seterusnya secara hierarki.
b. Penentuan Prioritas
Setiap manusia juga memiliki kemampuan untuk mempersepsikan hubungan antara hal-hal yang mereka amati, membandingkan hal yang serupa
berdasarkan kriteria tertentu, dan membedakan dua hal dengan memperkuat perbedaan mereka terhadap satu hal.
Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor Prioritas. Pembanding Berpasangan yang selalu diulang lagi untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Langkah terakhir adalah dengan memberi bobot prioritas netto untuk tingkat paling dasar. Elemen dengan nilai bobot yang paling tinggi adalah rencana yang patut dipertimbangkan paling serius untuk diambil tindakannya, meski rencana lain tidak harus dikesampingkan sama sekali.
c. Konsistensi Logis
Manusia memiliki kemampuan untuk menetapkan hubungan antar obyek atau antar pemikiran yang masuk akal, yaitu obyek-obyek atau pemikiran itu saling terkait dengan baik dan kaitan mereka menunjukkan konsistensi.
Konsistensi berarti dua hal, yaitu:
a. pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan menurut kesamaan atau pertaliannya.
b. intensitas relasi antar gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu, saling membenarkan secara logis.
Dalam mempergunakan prinsip ini, Analitic Hierarchy Process memasukkan baik aspek kualitatif dan kuantitatif pikiran manusia. Aspek kualitatif untuk mendefinisikan persoalan dan hierarkinya, dan aspek kuantitatif untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas padat. Proses ini dengan jelas menunjukkan dasar untuk mengambil keputusan yang lebih baik, segi kuantitatif merupakan dasar untuk mengambil keputusan yang sehat dalam situasi kompleks, di mana kita perlu menetapkan prioritas dan melakukan
perimbangan. Untuk menghitung prioritas, kita memerlukan suatu metode praktis untuk menghasilkan skala bagi pengukuran.
Analitic Hierarchy Process mengijinkan seorang pengambil keputusan untuk menentukan prioritas dan membuat pilihan yang berdasarkan obyektifitas, ilmu pengetahuan, serta pengalaman yang secara konsisten sejalan dengan proses pemikiran secara naluri. Pada dasarnya Analitic Hierarchy Process dengan data minim pun suatu proses untuk pengambilan keputusan bisa dilakukan.
Perhitungan pada Analitic Hierarchy Process dilakukan dengan Metode Pembanding dengan skala-skala untuk membandingkan yang memiliki nilai 1 sampai 9. Dalam memasukkan nilai-nilai pembanding antara elemen berdasarkan skala-skala yang telah ditetapkan besaran dan fungsinya, skala pembanding berpasangan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Skala Pembanding Berpasangan AHP
Verbal Judgement Numerical Judgement
Extremelly Preferred ( Suatu elemen mutlak lebih penting dibandingkan dengan yang lalu ) 9
Very Strongly to Extremelly 8
Very Strongly Preferred ( Suatu elemen jelas lebih penting dibandingkan dengan yang lain ) 7
Strongly to Very Strongly 6
Strongly Preferred ( Elemen yang satu essensial atau sangat penting dibandingkan dengan eleman
lain ) 5
Moderately to Strongly 4
Moderately Preferred ( Elemen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan yang lain ) 3
Equally to Moderatelly 2
EquallyPreferred ( Kedua elemen sama penting ) 1
Prinsip konsistensi logis disini melakukan evaluasi konsistensi dari perimbangan yang telah dilakukan. Evaluasi ini dilakukan dengan memperhatikan nilai dari Consistency Ratio (CR), supaya penilai dianggap konsisten maka nilai CR harus lebih kecil atau sama dengan 0,1. Nilai CR yang lebih besar dari 0,1 menandakan perlu adanya pemeriksaan kembali terhadap pertimbangan yang telah dibuat.
2.2.7 Metode point system
Salah satu metode penilaian yang banyak digunakan adalah Metode Point System. Metode ini melakukan penilaian sejumlah faktor maupun sub faktor, dengan menggunakan pendekatan analisis, dan nilai setiap penilaian dinyatakan dalam bentuk angka atau point tertentu.
Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah bahwa hasil yang diperoleh dari penilaian merupakan besaran kuantitas sehingga suatu faktor atau sub faktor tidak hanya dapat ditentukan lebih tinggi atau lebih rendah dari faktor atau sub faktor lain, melainkan juga dapat dilihat seberapa tinggi atau seberapa rendah suatu faktor atau sub faktor dibandingkan dengan faktor atau sub faktor lainnya.
BAB III
METODE PENELITIAN / PERANCANGAN SISTEM
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan tugas akhir ini antara lain:
1. Rancangan Penelitian dan Analisa Kebutuhan
Rancangan penelitian dan analisa kebutuhan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Inisialisasi spesifikasi kebutuhan (perangkat lunak dan perangkat keras).
b. Analisa spesifikasi kebutuhan terhadap tingkat resikonya.
c. Proyeksi waktu, sumber daya serta kompleksitas penelitian.
2. Analisis, Perancangan Program dan Desain Interface
Dalam perancangan sistem menggunakan software Power Designer yang telah memiliki kemampuan check model. Dan untuk desain interface menggunakan Visual Basic 6, yang memiliki kemampuan pembangunan perangkat lunak sesuai dengan tuntutan sistem ini.
Kriteria Masukan Pembobotan Kriteria Keputusan Input : Pr o se s A H P Pe rh itu n g an B o b o t A lo k as i k ep u tu sa n History Kerja Prestasi Kerja Pelatihan Keahlian Output Gagal Rawat Hunian Pelayanan Penyakit Ruang Perawat Tahun Penilaian Gambar 3.1
Diagram Penempatan Perawat di RSUD Singaraja Menggunakan Metode AHP
Keterangan:
a. Adapun data yang diinput pada proses input, antara lain : history kerja,
prestasi kerja, pelatihan, keahlian, gagal rawat, hunian, pelayanan, penyakit, ruang, perawat, tahun penilaian. Dimana data tersebut akan digunakan dalam proses pengambilan keputusan menggunakan metode AHP.
b. Sebagai salah satu contoh, diawali dengan proses penilaian ruangan. Penilaian
ruangan dilakukan dengan beberapa tahap. Pertama melakukan pembobotan ruang. Pembobotan tersebut dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap faktor-faktor tingkat hunian, tingkat penyakit, tingkat kemampuan pelayanan dan tingkat gagal rawat.
c. Penilaian tersebut dilakukan pada suatu ruangan tertentu, dimana penilaian
Tabel 3.1 Matrik Berpasangan
Ruangan x Hunian Pelayanan Penyakit Gagal Rawat
Hunian - 2 3 4
Pelayanan - - 2 3
Penyakit - - - 3
Gagal Rawat - - - -
Dari matrik berpasangan diatas, tampak pada matrik segitiga atas adalah nilai-nilai skala yang dimasukkan. Sedang untuk matrik segitiga bawah
merupakan “inverse” dari nilai yang diisikan pada matrik segitiga atas. Matrik
selengkapnya dan perhitungan selanjutnya adalah:
Tabel 3.2 Matrik Perbandingan Berpasangan untuk Penilaian Ruangan
Ruangan x H Plyn Pny GR
H 1 2 3 4
Plyn 1 / 2 1 2 3
Pny 1 / 3 1 / 2 1 3
GR 1 / 4 1 / 3 1 / 3 1
Dengan menjumlahkan masing-masing nilai pada tiap kolom, maka akan diperoleh:
Tabel 3.3 Menjumlahkan Isian pada Tiap Kolom dari Matrik Perbandingan Berpasangan
Ruangan x H Plyn Pny GR
H 24 12 9 4
Plyn 12 6 6 3
Pny 8 3 3 3
GR 6 2 1 1
Total Kolom 50 23 19 11
Selanjutnya dengan menormalisasi matrik, membagi nilai pada tiap-tiap “entire” dengan nilai total tiap kolom. Akan didapat nilai seperti berikut:
Tabel 3.4 Perhitungan Matrik yang di Normalisasikan
Ruangan x H Plyn Pny GR
H 0.48 0.521 0.473 0.363
Plyn 0.24 0.260 0.315 0.272
Pny 0.16 0.130 0.157 0.272
GR 0.12 0.086 0.052 0.090
Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan nilai pada tiap baris dari matrik yang dinormalisasikan dan membagi dengan banyak kolom (mencari rata-rata tiap baris), diperoleh:
Tabel 3.5 Perhitungan Rata-rata Baris (Prioritas Relatif)
Ruangan x H, Plyn, Pny, GR Rata-rata baris
H 0.48 + 0.521 + 0.473 + 0.363 0.459 4 Plyn 0.24 + 0.260 + 0.315 + 0.272 0.271 4 Pny 0.16 + 0.130 + 0.157 + 0.272 0.179 4 GR 0.12 + 0.086 + 0.052 + 0.090 4 0.087 Total - 0.996
Dari hasil rata-rata diatas tampak bahwa Hunian memiliki nilai tertinggi, kemudian menyusul Pelayanan, lalu Penyakit dan terakhir adalah Gagal Rawat. Selanjutnya dilakukan uji konsistensi dimana pada evaluasi ini dilakukan dengan memperhatikan nilai dari CR. Supaya penilaian dianggap konsisten maka nilai CR harus lebih kecil atau sama dengan 0.1 (CR <= 0.1). Nilai CR yang lebih besar dari 0.1 menandakan perlu adanya pemeriksaan kembali terhadap pertimbangan yang telah dibuat.
Langkah – langkah konsistensi sebagai berikut:
1. Kalikan kolom pertama dari matrik perbandingan yang pertama dengan
tiga. Selanjutnya jumlahkan baris dari tiap mobil sehingga dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.6 Matrik Perbandingan Berpasangan Orisinil
Ruangan x H (0.459) Plyn (0.271) Pny (0.179) GR (0.087) H 1 2 3 4 Plyn 1 / 2 1 2 3 Pny 1 / 3 1 / 2 1 3 GR 1 / 4 1 / 3 1 / 3 1
Tabel 3.7 Nilai Kolom Matrik Dikalikan dengan Prioritas
Ruangan x H Plyn Pny GR Jml tiap baris
H 0.459 0.542 0.537 0.348 1.886
Plyn 0.229 0.271 0.358 0.261 1.119
Pny 0.153 0.135 0.179 0.261 0.728
GR 0.114 0.090 0.059 0.087 0.35
2. Langkah selanjutnya mencari lambda maks (λ maks) yaitu dengan
membagi jumlah tiap baris dengan prioritasnya yang sepadan dari jumlah baris H (1.886) dibagi dengan prioritasnya (0.459) diperoleh nilai 4.108.
Demikian juga proses yang dilakukan untuk baris selanjutnya. λ maks =
((4.108 + 4.129 + 4.067 + 4.022) : 4 = 4.081).
3. Setelah λ maks didapat maka indek konsistensi dapat dicari dengan cara
sebagai berikut:
CI = (λ maks – n) : (n – 1) dimana n adalah jumlah item yang ingin
dibandingkan atau juga merupakan banyaknya kolom atau baris dari matrik.
4. Didapat besarnya CI = (4.081 – 4) : 3 = 0.027
CR = CI / RI dimana RI adalah “Random Index” yang besarnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.8 Tabel Random Index
N RI 2 0 3 0.58 4 0.90 5 1.12 6 1.24 7 1.32 8 1.4.1 9 1.45 10 1.5
6. Dimana N menunjukkan banyaknya item yang dibandingkan, untuk N
(matrik 3 x 3) nilai RI adalah 0.58, sehingga nilai CR = 0.027 / 0.90 = 0.03. Karena nilai CR lebih kecil 0.1 maka dianggap konsisten.
d. Dari hasil pengoperasian tersebut akan diperoleh bobot prioritas untuk
masing-masing faktor.
e. Pada sistem pembobotan ini analisa validitas ditunjukkan pada nilai CR.
Dimana, jika nilai CR lebih kecil dari 0,1 maka pembobotan atas ruangan tersebut dianggap valid atau konsisten.
f. Kemudian berdasarkan data dari rumah sakit, diketahui data-data hunian,
penyakit, pelayanan, keahlian dan gagal rawat. Dengan memakai perbandingan 60 : 40 untuk faktor kesibukan dan faktor keahlian, maka dapat ditentukan nilai bobot ruangan tersebut.
g. Kemudian diadakan pengevaluasian terhadap perawat, dimana evaluasi
tersebut meliputi history kerja, pelatihan, dan prestasi kerja. Evaluasi ini dipengaruhi oleh faktor bobot ruangan.
h. Selanjutnya dilakukan penilaian preferensi ruangan, maksudnya adalah nilai dari kecenderungan kepentingan suatu ruangan terhadap history kerja, pelatihan dan prestasi kerja yang dimiliki oleh seorang perawat. Misalkan suatu ruangan memiliki bobot preferensi sebagai berikut:
Tabel 3.9 Tabel Bobot Preferensi
Ruangan x History kerja Pelatihan Prestasi kerja
History kerja 1 2 3
Pelatihan 0.5 1 2
Prestasi kerja 0.33 0.5 1
Dari tabel 3.2 tersebut dapat diketahui bahwa faktor history kerja merupakan faktor yang paling dominan, dimana faktor history kerja ini 2 kali lebih penting dibandingkan dengan faktor pelatihan, 3 kali lebih penting dibandingkan dengan faktor prestasi kerja, dan seterusnya.
i. Kemudian didapatkan nilai preferensi ruang terhadap faktor-faktor tersebut,
dan nilai CR-nya.
j. Selanjutnya dengan mengalikan nilai preferensi ruangan ini dengan nilai
perawat yang dipilih, maka akan diperoleh nilai total bagi perawat.
k. Penilaian ini akan menghasilkan alternatif-alternatif informasi yang bisa