Keanekaragaman hayati satwa liar adalah kekayaan bangsa, dan merupakan sumber plasma nutfah yang tidak ternilai.
Satwa liar dapat berperan dalam keberlanjutan suatu ekosistem hutan sebagai sistem penyangga kehidupan. Satwa liar juga dapat berperan dalam pembangunan perekonomian bangsa jika dimanfaatkan berazaskan kelestarian. Resolusi konflik manusia dengan satwa liar yang pengelolaannya dilakukan secara kolaboratif merupakan upaya penyelamatan dan pemanfaatan satwa liar secara berkelanjutan. Resolusi konflik manusia dengan satwa liar secara kolaboratif melalui kegiatan konservasi in situ, ex situ, dan pengembangan ekowisata dapat melindungi populasi satwa liar, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, dan sekaligus meningkatkan sektor pariwisata/ekowisata yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah.
Keberhasilan dalam pengelolaan satwa liar juga akan berpengaruh terhadap kebijakan hubungan Indonesia dengan negara-negara lain, yang sangat menaruh perhatian besar pada persoalan-persoalan lingkungan. Untuk efektivitas dan optimalisasi keberhasilan pengelolaan kolaboratif dalam resolusi konflik manusia dengan satwa liar, masih diperlukan suatu penelitian strategis dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap satwa liar dan ekosistemnya. Penelitian dimaksud meliputi aspek sosial, ekonomi, dan kelembagaan.
Keberhasilan negara/pemerintah dalam menjaga kelestarian satwa liar merupakan indikator keberhasilan dalam menjaga lingkungan, dan akan berdampak pada apresiasi dari negara-negara besar terhadap Indonesia dalam usaha pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
24
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan ridho dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan naskah orasi ini sebagai syarat untuk mencapai jenjang karier tertinggi sebagai fungsional peneliti.
Dengan segala hormat dan ucapan terima kasih saya sampaikan dalam kesempatan ini kepada Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo; Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc.; Kepala LIPI, Dr.
Laksana Tri Handoko, M.Sc; Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Prof. Ris. Dr. Ir. Pratiwi, M.Sc.; Sekretaris Majelis Pengukuhan Profesor Riset Prof. Ris. Dr. Ir. Nina Mindawati, M.Si.; tim penelaah naskah orasi Prof. Ris. Dr. Didik Widyatmoko, M.Sc.; Prof. Ris. Dr. drh. Herdis, M.Si. dan Prof.
Ris. Dr. Ir. Pratiwi, M.Sc. atas bimbingannya; seluruh anggota Majelis Profesor Riset serta Plt. Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI, Ratih Retno Wulandari, S.Sos., M.Si.
Terima kasih saya sampaikan kepada Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (BLI), Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc.; Ibu Sekretaris BLI Dr. Ir. Sylvana Ratina, M.Si.; Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Dr.
Ir. Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc.; Ketua Tim Penilai Peneliti Instansi (TP2I) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan seluruh anggotanya, serta anggota Dewan Riset BLI atas bimbingan, dorongan, kesempatan dan perhatian selama saya melaksanakan tugas sebagai peneliti. Ucapan yang sama saya sampaikan kepada peneliti senior Kelompok Peneliti (Kelti) Konservasi Keanekaragaman Hayati Prof. Ris. Dr. Ir. Abdullah Syarif Mukhtar, M.S.; Prof. Ris. Dr. Drs. M Bismark, M.S.
tempat saya bertanya dan berdiskusi tentang konservasi; dosen pembimbing Program Pasca Sarjana IPB Prof. Dr. Ir. Hadi S.
25 Alikodra, M.S.; Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F. yang telah membimbing dan memberikan banyak ilmu dan pengetahuan, selama saya belajar di IPB; rekan-rekan peneliti, teknisi dan staf di Kelti Konservasi Keanekaragaman Hayati, rekan sejawat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan atas kerjasama dan kebersamaannya. Dalam kesempatan ini, tidak lupa saya sampaikan terima kasih dan hormat untuk guru-guru saya dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang telah memberikan tauladan dan ilmunya kepada saya.
Terima kasih yang tidak terhingga kepada ke dua orang tua saya tercinta, Ayahanda Raden Garsoeroso Bratadidjaja (Alm.) dan Ibunda Hj. Kartini atas doa-doanya serta kasih sayang yang diberikan kepada saya. Bapak dan ibu mertua, Bapak E. Tasrief (Alm.) dan Ibu Karmini (Almh.) atas perhatian dan kasih sayangnya kepada saya. Begitu juga untuk kakak-kakak dan adik-adik saya tersayang, kakak-kakak dan adik-adik ipar, terima kasih atas segala doa dan dukungannya.
Dengan rasa cinta dan sayang, saya sampaikan terima kasih untuk suami Ir.Toni Kartiman, M.P. serta anakku Isti Utami, S.T., M.Sc.M. atas segala perhatian, dorongan, doa dan pengertiannya.
Kepada seluruh panitia penyelenggara Pengukuhan Profesor Riset dan seluruh undangan, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas kehadiran dan terselenggaranya acara ini dengan lancar. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya untuk kita semua. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.
Billahi taufik walhidayah,
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wabarakaatuh.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan H, Sugiarti. Perlunya penunjukkan kawasan konservasi baru untuk mengantisipasi degradasi keanekaragaman hayati akibat perubahan RTRW di kawasan Wallacea (Lesson learned inisiasi pengusulan Taman Nasional Mekongga, Sulawesi Tenggara). Jurnal Biowallacea 2015; 1(13): 122-133.
2. Kementerian Kehutanan. Statistik Kehutanan Indonesia 2008. Jakarta: Kemenhut; 2009.
3. Bismark M, Sawitri R. Nilai Penting Taman Nasional. 304 hlm. Forda Press; 2014.
4. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017. Jakarta: KLHK; 2018.
5. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2016. Jakarta: KLHK; 2017.
6. Garsetiasih R. Penanaman rumput Lamuran (Dichanthium caricosum) dengan pemupukan NPK sebagai upaya peningkatan habitat pakan satwa herbivora di Taman Nasional Baluran. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas Savana Nusa Tenggara, tanggal 24 November 2015, di Kupang. Hlm: 215-224. Kupang: Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2016.
7. Garsetiasih R, Irianto R S. Teknik pemulihan savana Taman Nasional Baluran. Prosiding Seminar Nasional Biologi Wallacea, tanggal 8-9 November 2017, di Mataram. Hlm: 186-190. Mataram: Fakultas MIPA, Universitas Mataram; 2017.
27 8. Garsetiasih R, Siubelan H. The invasion of Acacia nilotica in Baluran National Park East Java and its control measures Technic. Paper presented on The Asia-Pacific Forest Invasive Species Conference Agustus 2003;
Kunming, China.
9. Kuswanda W, Situmorang ROP, Berliani K, Barus SP, Silalahi J. Konservasi dan Ekowisata Gajah: sebuah model dari KHDTK Aek Nauli. Bogor: IPB Press; 2018.
10. Gunawan H, Prasetyo LB, Mardiastuti A, Kartono AP.
Fragmentasi hutan alam lahan kering di Provinsi Jateng.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 2010; 7(1):
75-91.
11. Rianti A, Garsetiasih R. Persepsi masyarakat terhadap gangguan Gajah Sumatra (Elephas maximus) di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan 2017; 12(2): 83-99.
12. Utami R, Novarino RW. Penjarahan tanaman oleh hewan primata di Bungus dan Teluk Kabung, Sumatra Barat.
Prosiding Seminar Masyarakat Biodiversitas Indonesia, tanggal 11 April 2016, di Padang ; 2(1): 49-54
13. Priatna D, Novarino W, Sunarto HT, Wahyudi HA, D’
Arcy L, Goodrich J, Wawandono NB, Sutito AS.
Penyelamatan harimau: pedoman praktis pencegahan dan penanggulangan konflik antara manusia dengan harimau.
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan 2012 (IX).
14. Garsetiasih R, Alikodra HS. Manajemen konflik konservasi banteng (Bos javanicus d’ Alton 1823) di kawasan Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan 2015; 12(3): 213-234.
28
15. Alikodra HS. Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan suatu Upaya untuk Menyelamatkan Bumi dari Kerusakan. Yogya: Gadjah Mada University Press; 2011.
16. Garsetiasih R. Persepsi masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Alas Purwo yang terganggu satwa liar terhadap konservasi banteng. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 2015; 12(2): 119-135.
17. Njaya F. Governance challenges for the implementation of Fisheries co-management: Experiences from Malawi.
International Journal of the commons 2007; 1(1): 137-153.
18. Kementerian Kehutanan. Statistik Kehutanan Indonesia 2015. Jakarta: Kemenhut; 2016.
19. Yudistira P. Sang pelopor, peranan Dr. S.H. Kooders dalam sejarah perlindungan alam di Indonesia. Jakarta : Direktorat Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung;
2014.
20. WWF-Indonesia. Modul MP2CE untuk mitigasi konflik gajah-manusia terpadu. Jakarta : WWF-Indonesia; 2017.
21. Syarifudin H. Survey populasi dan hijauan pakan Gajah Sumatra di Kawasan Seblat Kabupaten Bengkulu Utara.
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan 2008; 11(1): 42-51.
22. Garsetiasih R. Manajemen konflik konservasi banteng (Bos javanicus d’Alton 1823) dengan masyarakat di Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Alas Purwo. Disertasi Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika. 2012; Institut Pertanian Bogor, Bogor.
23. Tadjudin D. Manajemen Kolaborasi. Bogor: Pustaka Latin;
2000.
29 24. Syahri BF, Gunawan H, Sudoyo H. Analisis mikrosatelit pada sampel feses Gajah Sumatra (Elephas maximus) di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. JOM FMIFA 2015;
2(1): 42-49.
25. Yoza D. Kajian kurikulum latihan gajah Tahura Sultan Syarif Hasyim Riau. Laporan Penelitian: Universitas Riau;
2005.
26. Kumar MA, Mudappa D, Raman TRS. Asian Elephant (Elephas maximus) habitat use and ranging in fragmented rainforest and plantation in the Anamalai hill, India.
Tropical Conservation Science 2010; 3(2): 143-158.
27. Sitompul AF, Griffin CR, Rayl ND, Fuller TK. Spatial and temporal habitat use of an Asian Elephant in Sumatra.
Journal Animal 2013; 3: pp 670-679.
28. Garsetiasih R, Sawitri R, Rianti A. Bioekologi dan Konservasi Banteng. 85 hlm. Forda Press; 2016.
29. Garsetiasih R. Daya dukung padang perumputan banteng (Bos javanicus d’Alton 1823): Studi kasus di Sadengan dan Sumber Gedang, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 2013; 11(1): 229-240.
30. Kuswanda W. OrangUtan Batang Toru kritis di ambang punah. Cetakan Pertama. 185 hlm. Forda Press.
31. Garsetiasih R, Heriyanto NM, Rianti A. Potensi tumbuhan bawah pada tegakan hutan tanaman Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth sebagai pakan gajah dan penyimpan karbon di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 2018; 15(2): 97-111.
32. Kuswanda W, Garsetiasih R. Daya dukung dan pertumbuhan populasi Siamang (Hylobates syndactylus Raffles, 1821) di Cagar Alam Dolok Sipirok, Sumatra Utara. Buletin Plasma Nutfah 2016; 22(1): 67-80.
30
33. Garsetiasih R, Heriyanto NM. Karakteristik vegetasi habitat banteng (Bos javanicus d’Alton 1823) di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 2014; 11(1): 77-89.
34. Garsetiasih R, Rianti A, Takandjandji M. Potensi vegetasi dan daya dukung untuk habitat Gajah Sumatra (Elephas maximus) di areal perkebunan sawit dan hutan produksi Kecamatan Sungai Menang Kabupaten Ogan Komering Ilir. Berita Biologi 2018; 17(1): 49-64.
35. Setiawan H, Purwanti R, Garsetiasih R. Persepsi dan sikap masyarakat terhadap konservasi ekosistem mangrove di Pulau Tanakeke Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan 2017; 14(1); 57-70.
36. Hedges S, Tyson M, Sitompul AF, Kinnaird MF, Gunaryadi D, Aslan. Distribution, status and conservation need of Asian Elephant (Elephas maximus) in Lampung Province, Sumatra, Indonesia. Biol. Conserv 2005; 124:
35-48.
37. Gunaryadi D, Sugiyo, Hedges S. Community based human-elephant conflict mitigation: The value of an evidance-based approach in promoting the uptake of effective methods. Plos ONE 2017; 12(5).
38. Sabri ETB, Gunawan H, Khairijon. Pola pergerakan dan wilayah jelajah Gajah Sumatra (Elephas maximus) dengan menggunakan GPS radio collar di sebelah utara Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. JOM FMIFA 2014; 1(2): 599- 606.
39. Sawitri R, Garsetiasih R. Habitat dan populasi burung Punai (Columbidae sp.) di Mempawah dan Suaka Margasatwa Pelaihari. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 2015; 12(2): 209-221
31 40. Garsetiasih R. Keberadaan invasive alien species di
Indonesia. Wana Tropika 2006; 1(1):12-15.
41. Sawitri R, Garsetiasih, R. Biological control strategy on invasive alien species in Indonesia Forest. Country report.
The International workshop on the biological control of invasive species of forest. Beijing, China; 2007.
42. Berliani K, Alikodra HS, Masyud B, Kusrini MD.
Susceptibility of cultivated plants conflict area in Aceh Province. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 2016; 22(1):
65-74.
43. Takandjandji M, Garsetiasih R. Penangkaran rusa sebagai penunjang kemandirian KPH. Dalam: Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH): Langkah awal menuju kemandirian. Kanisius; 2014.
44. Garsetiasih R, Takandjandji M. Penangkaran burung Bayan Sumba. Dalam: Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH: Langkah awal menuju kemandirian. Kanisius; 2014.
45. Takandjandji M, Garsetiasih R. Pengembangan penangkaran Rusa Timor (Rusa timorensis) dan permasalahannya di NTT. Prosiding Seminar Nasional Bioekologi dan Konservasi Ungulata tanggal 27 Maret di Bogor. Hlm: 77-86. Bogor: PSIH-IPB, Puslit Biologi, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam; 2002.
46. Garsetiasih R. Bioekologi satwa Rusa Timor dan peluang budidayanya. Buletin Kehutanan dan Perkebunan 2000; 1:
21-32.
47. Takandjandji M, Garsetiasih R, Kayat. Pengembangan penangkaran rusa. Dalam: Pengembangan penangkaran Rusa Timor: Sintesis hasil-hasil litbang. Bogor: Badan Litbang dan Inovasi; 2015. 132-169.
32
48. Setio P, Takandjandji M, Garsetiasih R. Sistem penangkaran rusa. Dalam: Pengembangan penangkaran Rusa Timor: Sintesis hasil-hasil litbang. Bogor: Badan Litbang dan Inovasi; 2015. 76-122.
49. Garsetiasih R. Daya dukung kawasan hutan Baturraden sebagai habitat penangkaran rusa. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 2007; 4 (5): 531-542.
50. Garsetiasih R,Takandjandji M. Standardisasi penangkaran rusa sebagai sumber pangan. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi tanggal 6-7 November 2007 di Jakarta. Hlm: 1-8 Jakarta: Badan Standardisasi;
2007.
51. Garsetiasih R. Determinasi daya cerna rusa (Rusa timorensis) menggunakan campuran rumput (Paspalum dilatatum) dengan daun Beringin (Ficus benjamina), daun Kabesak (Acacia leuchoploea) dan daun Turi (Sesbania grandiflora). Buletin Penelitian Hutan 2002; 631: 41-47 52. Garsetiasih R. Daya cerna jagung dan rumput sebagai
pakan rusa (Rusa timorensis). Buletin Plasma Nutfah 2007; 13(2): 88-92.
53. Garsetiasih R, Sawitri R, Heriyanto NM. Pemanfaatan dedak padi sebagai pakan tambahan rusa. Buletin Plasma Nutfah 2003; 9(2): 23-27.
54. Garsetiasih R, Takandjandji M. Aspek teknis dalam pengembangan penangkaran Rusa Timor berbasis wisata di Sumba Timur. Dalam: Membangun hasil hutan yang tersisa. Forda Press; 2016: 207- 218.
55. Garsetiasih R. Budidaya rusa skala kecil untuk masyarakat sekitar hutan. Buletin Konservasi Alam Dirjen PHKA 2005; 5(4): 33-37.
33 56. Garsetiasih R, Takandjandji M. Model penangkaran rusa.
Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan tanggal 20 September di Padang. Hlm: 35-46. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam; 2006.
57. Krisna PAN, Supriatna J, Suparmoko M, Garsetiasih R.
The perceptions of consumers towards venison from captive breeding. Journal Annals of Biology. 2018; 34(3):
247-248.
58. Garsetiasih R, Heriyanto NM. Potensi hutan reklamasi bekas tambang batu bara, Sangata, Kalimantan Timur untuk penangkaran Rusa Sambar (Rusa unicolor). Buletin Plasma Nutfah 2017; 23(2): 127-136.
59. Amiati DA, Masyud B, Garsetiasih R. Pengaruh pengunjung terhadap perilaku dan pola konsumsi Rusa Timor (Rusa timorensis) di penangkaran hutan Dramaga.
Buletin Plasma Nutfah 2015; 21(2): 47-60.
60. Pratiwi, Garsetiasih R. Sifat fisik dan kimia tanah serta komposisi vegetasi di Taman Wisata Alam Tangkuban Perahu, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 2007; 4(5): 457-466.
61. Garsetiasih R, Sutrisno E. Hubungan karakteristik vegetasi dengan aktivitas Rusa Timor (Rusa timorensis) di Taman Wisata Alam Pulau Menipo Nusa Tenggara Timur.
1997. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Kupang. 1997 : 79-85.
62. Garsetiasih R. Daya dukung satwa herbivora (rusa, kerbau, kuda) di Pulau Rinca Taman Nasional Komodo.
Buletin Plasma Nutfah 2001; 1(1): 24-29.
Lampiran 1. Kondisi faktual dan harapan tingkat pengelolaan kolaboratif resolusi konflik antara masyarakat dengan banteng di Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Alas Purwo
Bentuk Kegiatan Tingkat Kolaborasi
Argumentasi/Justifikasi Program/Kegiatan/Upaya/
Tahun Pencapaian
Kendala Peningkatan Kualitas Habitat (Padang Penggembalaan)
Faktual Konsultatif
- Sudah ada konsultasi dengan stakeholders (Perum Perhutani dan Perkebunan) dan ada ketersediaan dari masyarakat untuk
berpartisipasi dalam kegiatan pembinaan padang
penggembalaan - Masyarakat dipekerjakan
dalam memberantas tanaman jenis invasif , menanam dan memelihara rumput serta membuat percobaan pemberantasan jenis invasif - Semua keputusan dalam
pelaksanaan pengelolaan padang penggembalaan ada pada Balai Taman Nasional (BTN)
- Telah ada program perlindungan dan konservasi sumber daya alam hayati di BTN
- Fokus kegiatan pada pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya atau pemeliharaan habitat secara umum tidak hanya habitat banteng sehingga dana terbagi untuk beberapa kegiatan
- Minat untuk bekerja sama masih perlu ditingkatkan karena kurangnya sosialisasi dari BTN kepada stakeholders
- Persepsi masyarakat dan stakeholders terhadap banteng masih rendah - Dana pelaksanaan
kegiatan terbatas
Harapan Kooperatif
- Dapat dilakukan secara kooperatif atau dikerjasamakan dengan Perkebunan Bandealit dan Perum Perhutani
- Minat untuk bekerjasama dari stakeholders sudah ada tapi
- Program kegiatan penyuluhan, sosialisasi peraturan dan manfaat konservasi banteng , perlu ditingkatkan untuk membangun persepsi yang positif dari stakeholders terhadap banteng
- Sosialisasi tentang konservasi dan manfaat banteng sangat minim - Kurangnya konsultasi,
koordinasi serta sosialisasi kebijakan konservasi banteng yang
34
Bentuk Kegiatan Tingkat Kolaborasi
Argumentasi/Justifikasi Program/Kegiatan/Upaya/
Tahun Pencapaian
Kendala masih rendah karena BTN
kurang aktif dalam menginisiasi
- Kerjasama dapat berupa sharing dana dari Perhutani atau Perkebunan dengan melibatkan pihak ketiga - Teknis pengelolaan padang
penggembalaan tetap ada pada BTN karena padang penggembalaan berada pada zona rimba
- Perum Perhutani sebagai BUMN Kemenhut dapat mendukung kegiatan pembinaan habitat dalam kawasan TN dan konservasi banteng, sehingga banteng tidak keluar dan tanaman di hutan produksinya tidak diganggu banteng - Perkebunan Bandealit yang
arealnya berbatasan langsung dengan kawasan TN dapat berkontribusi dalam pengelolaan habitat di kawasan TN sehingga pakan di dalam kawasan mencukupi dan banteng tidak
mengganggu tanaman perkebunan
- Koordinasi dan kolaborasi dengan Perhutani dan Perkebunan perlu ditingkatkan - Permenhut
P.19/Menhut-II/2004 dapat dijadikan landasan kolaborasi dalam pembinaan habitat dan populasi - Prediksi waktu yang
dibutuhkan dari tingkat konsultatif ke kooperatif membutuhkan waktu dua tahun (koordinasi, membangun negosiasi dan kesepakatan, persiapan dalam kontribusi dana, SDM, dan teknologi) - Program kegiatan pembinaan
padang penggembalaan banteng membutuhkan waktu empat tahun yang dilakukan secara berkala melalui : - (1) pemberantasan spesies
invasif dilakukan selama satu tahun (2) penanaman spesies rumput unggul dan disukai banteng selama satu tahun (3) perluasan padang
penggembalaan dan penanaman rumput pada lokasi perluasan memerlukan waktu selama dua tahun
- Kegiatan akan berjalan sesuai
dilakukan BTN - Inisiasi BTN dalam
mengajak stakeholders untuk bekerjasama masih rendah - Inisiasi BTN mengajak
stakeholders untuk bekerjasama masih rendah
- Tingginya kecepatan tumbuh spesies invasif yang menurunkan kualitas habitat dan daya dukung
35
Bentuk Kegiatan Tingkat Kolaborasi
Argumentasi/Justifikasi Program/Kegiatan/Upaya/
Tahun Pencapaian
Kendala - Masyarakat sekitar kawasan
dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan teknis pemeliharaan tumbuhan sumber pakan banteng di lapangan
rencana jika dana tersedia, negosiasi dan kesepakatan sudah terbangun
Pengembangan penangkaran banteng (Pemanfaatan Genetik Banteng) Faktual
Instruktif
- Banteng satwa dilindungi (PP no 7 tahun 1999) - Perlindungan terhadap
banteng yang ada dalam kawasan TN merupakan tanggung jawab pemerintah (BTN)
- Di BTN ada kegiatan peminjaman banteng kepada Taman Safari Indonesia (TSI) untuk dikembangkan yang mengarah pada kegiatan pemanfaatan plasma nutfah banteng
- Belum dibangun konsultasi, partisipasi , negosiasi dan kesepakatan dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya genetik banteng dengan masyarakat
- Program perlindungan dan konservasi sumberdaya di TN khusus untuk banteng hanya sebatas pada kegiatan inventarisasi populasi dan pemeliharaan padang penggembalaan tetapi tidak teratur
- Belum dibangun kelembagaan khusus - Belum ada koordinasi
dengan stakeholders - Belum ada program
kegiatan penangkaran yang mengarah pada pemanfaatan genetik banteng untuk masyarakat - Keterbatasan dana
Harapan Informatif
- Banteng hasil penangkaran dapat dimanfaatkan (PP no 8 tahun 1999)
- Telah ada program pemanfaatan hewan diluar ternak dari BBIB Kementerian
- Inisiasi dari BTN untuk berkoordinasi dan berkolaborasi masih
36
Bentuk Kegiatan Tingkat Kolaborasi
Argumentasi/Justifikasi Program/Kegiatan/Upaya/
Tahun Pencapaian
Kendala - Adanya beberapa instansi
pemerintah yang mau berkoordinasi dan bekerjasama (BBIB, Dinas Peternakan)
- Teknologi pengambilan dan pemanfaatan semen sudah ada di BBIB
- Program IB Sapi Bali masyarakat sudah ada dan dilaksanakan oleh Dinas Peternakan
- Kemungkinan untuk dikerjasamakan dengan pihak swasta terbuka.
- Permenhut Nomor P.19/
Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
Pertanian
- Prediksi waktu yang dibutuhkan dalam
pengembangan penangkaran dari tingkat instruktif ke kooperatif dan advokasi membutuhkan waktu tiga tahun selanjutnya sampai ke informatif tambah empat tahun , total waktu selama tujuh tahun tahapan kegiatan : - Membangun kelembagaan
konsultasi, partisipasi, koordinasi, negosiasi dan kesepakatan kerjasama , pembuatan juknis, juklak dengan stakeholders selama satu tahun
- Pemanfaatan semen banteng jantan dari TN dan uji coba IB dengan banteng betina, uji coba IB banteng jantan dengan Sapi Bali selama satu tahun - Membangun bank semen dan
implementasi kegiatan IB dengan Sapi Bali masyarakat untuk meningkatkan produktivitas Sapi Bali selama satu tahun
rendah
- Pembuatan aturan yang memerlukan waktu lama - Dana BTN terbatas
37
Bentuk Kegiatan Tingkat Kolaborasi
Argumentasi/Justifikasi Program/Kegiatan/Upaya/
Tahun Pencapaian
Kendala - Hasil F1 dari penangkaran
selama empat tahun
- Program ke depan pemanfaatan secara langsung F2 dari hasil penangkaran dapat dimanfaatkan pada tahun ke delapan
Pengembangan Ekowisata Banteng Faktual Konsultatif
- Sudah ada konsultasi dengan stakeholder/ masyarakat - Keputusan kegiatan
ekowisata dalam kawasan TN diputuskan dan dikelola langsung oleh BTN - Masyarakat/stakeholder
sudah tahu ada kegiatan ekowisata di TN termasuk ekowisata banteng - Masyarakat/ stakeholder
berpartisipasi dalam menyediakan hasil home industri seperti tanaman obat, kripik nangka
- Pelibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata baru pada sebatas sebagai penjual hasil tanaman obat dan buah
- Program kegiatan
pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam di TN
- Dana yang tersedia tidak hanya untuk kegiatan ekowisata banteng tetapi untuk seluruh kegiatan jasa lingkungan
- Belum ada kolaborasi dan koordinasi dengan stakeholders , belum ada program paket ekowisata banteng dengan obyek wisata lainnya seperti agrowisata perkebunan, tanaman obat dan buah, obyek pantai, penyu serta jasa lingkungan lainnya.
38
Bentuk Kegiatan Tingkat Kolaborasi
Argumentasi/Justifikasi Program/Kegiatan/Upaya/
Tahun Pencapaian
Kendala Harapan
Advokasi
- Kegiatan ekowisata banteng dapat dikolaborasikan dengan Perum Perhutani di TNAP, dengan Perkebunan di TNMB, lembaga masyarakat dan Dinas Pariwisata - Permenhut Nomor P.19/
Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam - Usul, inisiasi, ide, inovasi
kolaborasi ekowisata banteng di areal Perhutani dan Perkebunan datang dari stakeholders (Perhutani, Perkebunan dan Lembaga Masyarakat)
- Keinginan mengembangkan ekowisata banteng yang dipadukan dengan agrowisata dan obyek lainnya sehingga meningkatkan keragaman Obyek Daya Tarik Wisata (ODTWA).
- Masyarakat dapat dilibatkan sebagai pendukung kegiatan ekowisata seperti guide, pembuatan cendera mata, menyediakan produk hasil home industri tanaman obat
- Program pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam TN ditingkatkan
- Prediksi waktu yang dibutuhkan dari konsultatif ke advokasi selama enam tahun dengan tahapan kegiatan : - Peningkatan persepsi,
sikap/budaya masyarakat untuk pengembangan ekowisata selama satu tahun - Membangun koordinasi,
negosiasi dan kesepakatan dengan stakeholders terkait (Dinas Pariwisata, PEMDA setempat) selama satu tahun - Perkebunan (di TNMB) atau
Perum Perhutani (di TNAP), Dinas Pariwisata setempat membuat usulan rencana jangka panjang dengan penyediaan dana, SDM dan sarpras penunjang ekowisata selama satu tahun - Pembangunan /peningkatan
SDM termasuk SDM masyarakat sekitar sebagai guide, pembuat cendera mata dan hasil home industri, sarpras penunjang ekowisata, dan promosi ekowisata selama
- Rendahnya komunikasi antara BTN dan stakeholders
- Ketersediaan dana yang terbatas di BTN - Ketersediaan dana yang
terbatas di PEMDA untuk membangun sarana prasarana seperti jalan
- Terbatasnya biaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat
39
Bentuk Kegiatan Tingkat Kolaborasi
Argumentasi/Justifikasi Program/Kegiatan/Upaya/
Tahun Pencapaian
Kendala dan buah seperti temu lawak,
kunyit, wedang jahe, kedawung, kripik nangka yang sekarang sudah berjalan tetapi belum optimal - LSM melakukan
pendampingan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam menunjang ekowisata
tiga tahun
- Dapat didukung oleh Pemda
Pengembangan Tanaman Obat dan Buah Faktual Kooperatif
- Sudah dibangun kolaborasi (partisipasi, negosiasi dan kesetaraan, kesepakatan, pembagian kewenangan dan tanggung jawab yang dimulai sejak tahun 1999 dan kesepakatan formal tahun 2003
- Masyarakat diijinkan untuk menggarap lahan di zona rehabilitasi , tanaman yang dikembangkan adalah serbaguna seperti tanaman obat dan buah yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,
- Di bawah tegakan pohon masyarakat diijinkan
- Kegiatan pengayaan tanaman di zona rehabilitasi TNMB - Kegiatan membangun
kelembagaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dengan Perguruan Tinggi
- Kegiatan koordinasi dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) penanaman di zona rehabilitasi
- Hasil produksi dan pemasarannya belum optimal
- Dibutuhkan stakeholders pendukung lainnya untuk meningkatkan produksi dan teknologi diversifikasi hasil untuk meningkatkan hasil produksi dan harga jual - Keinginan atau ide
stakeholders belum diprogramkan dan dilaksanakan secara optimal
40
Bentuk Kegiatan Tingkat Kolaborasi
Argumentasi/Justifikasi Program/Kegiatan/Upaya/
Tahun Pencapaian
Kendala menanam tanaman semusim,
sambil melakukan
pemeliharaan tanaman pokok - LSM melakukan
pendampingan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
- BTN menyediakan bibit dan menentukan jenis pohon yang dikembangkan yaitu jenis pohon serbaguna setempat - BTN, LSM dan masyarakat
dengan kelompok taninya melakukan monitoring dan evaluasi secara bersama - Ada koordinasi dengan
BPDAS dalam kegiatan penanaman
Harapan Advokasi
- Sudah terlibat bentuk kolaborasi dalam tingkat kooperatif
- Stakeholders sudah bekerjasama dan berbagi peran dan tanggung jawab dengan BTN
- Kegiatan yang berjalan belum dapat meningkatkan ekonomi masyarakat secara optimal
- Stakeholders berkeinginan /
- Prediksi waktu yang dibutuhkan dari tingkat kooperatif ke advokasi selama empat tahun dengan tahapan : - Stakeholders diberi
kewenangan dalam menentukan jenis komoditi sesuai aturan yang lebih bernilai ekonomi dengan tetap mempertahankan kelestarian ekosistem TN
- BTN meningkatkan koordinasi
- Kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat masih rendah/belum optimal
- Masih ada kekhawatiran dari BTN jika
stakeholders diberi kewenangan yang lebih tinggi
41