• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian.

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1 GAMBARAN UMUM NAGARI GUGUAK VIII KOTO

Wilayah penelitian dalam skripsi ini adalah daerah Nagari Guguak VIII Koto, adalah suatu daerah yang terpadat di Kabupaten Lima Puluh Kota yang secara umum diketahui berada di ranah Minangkabau. Nagari Guguak VIII Koto merupakan nagari yang telah menerapkan Sistem Pemerintahan Nagari secara modern dan sesuai dengan perkembangan zaman. Nagari Guguak VIII Koto berada di wilayah bagian Utara Kabupaten Lima Puluh Kota atau berjarak 10 Km dari pusat kota Payakumbuh. Kanagarian ini dilalui jalan raya antara Payakumbuh dan Suliki, dengan batas wilayah administrasi Nagari Guguak VIII Koto adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari VII Koto Talago,

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagari Koto Baru Simalanggang, 3. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Mungka,

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Sungai Talang dan Nagari Kubang. Nagari Guguak VIII Koto mempunyai luas wilayah 217 Ha dengan tingkat pemakaian tanah hampir 80 % digunakan untuk lahan pertanian, sawah dan ladang yang dikelola secara turun temurun. Sebagian areal persawahan yang ada di Nagari Guguak VIII Koto telah mempunyai irigasi teknis sejak zaman Penjajahan Belanda. Kondisi ini telah melahirkan tingkat Sumber Daya Manusia yang memadai untuk Nagari Guguak VIII Koto.

Dari luas wilayah tersebut, selain digunakan untuk areal sawah, juga diusahakan sebagai areal ladang. Dari areal sawah dan ladang tersebut dihasilkan komoditi pertanian berupa padi, palawija, kelapa, dan cokelat. Nagari Guguak VIII

Koto memiliki curah hujan rata-rata 450 mm/tahun dengan tingkat ketinggian diatas permukaan laut 791 m, dengan suhu rata-rata berkisar 20 derajat pada malam hari. Keadaan cuaca ini sangat membantu masyarakat dalam melakukan usaha pertanian, terutama pertanian persawahan yang diusahakan maksimal tiga kali panen dan minimal dua kali panen dalam satu tahun, kamudian komoditi pertanian ladang berupa kelapa, cokelat, jagung dan selain itu lahan juga dimanfaatkan untuk ternak sapi, kerbau, ayam dan ikan.

Melihat kemampuan masyarakat Nagari Guguak VIII Koto yang cukup menonjol dalam bidang pertanian dan pertenakan maka dapat digambarkan bahwa Nagari Guguak VIII Koto merupakan Nagari yang sangat berpotensi dalam bidang pertanian dan masih dapat ditingkatkan dengan cara intensifitas bidang pertanian dan pertenakan. Dengan kondisi inilah sejak dulu Nagari Guguak VIII Koto dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

2.1.1 Topografi Wilayah Nagari Guguak VIII Koto

Nagari Guguak VIII Koto yang mempunyai luas 217 Ha, dengan ketinggian dari permukaan laut 791 m serta curah hujan rata-rata 21000 mm/tahun. Dari seluruh luas wilayah tersebut 70 % dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian baik sawah maupun ladang. Dari luas wilayah tersebut yang dimanfaatkan untuk lahan pekarangan seluas 15 %, yang tersebar hampir merata di seluruh Nagari Guguak VIII Koto.

2.1.2 Domografi Nagari Guguak VIII Koto

Nagari Guguak VIII Koto mempunyai penduduk 11.822 jiwa yang terdiri dari anak-anak, orangtua, angkatan kerja dan wanita. Dari jumlah penduduk tersebut,

angkatan kerja hanya 70 % dari jumlah penduduk seluruhnya. Penyebaran penduduk Nagari Guguak VIII Koto dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 3

Penyebaran Jumlah Penduduk Nagari Guguak VIII Koto Tahun 2004

NO JORONG JUMLAH 1 2 3 4 5 6 7 8 Kuranji Tiakar Guguak Kubang Tungkek Ketinggian Pincuran Betung Balai Mansiro Balai Talang 2.172 1.651 1.606 1.784 1.563 731 697 1.618 Jumlah 11.822

Sumber : Profil Nagari Guguak VIII Koto Tahun 2004

2.1.3 Tingkat Pendidikan di Nagari Guguak VIII Koto

Melihat dari kemampuan penduduk Nagari Guguak VIII Koto yang bermata pencarian dalam bidang pertanian, sangat berpengaruh bagi tingkat pendidikan masyarakat kedepan. Selain itu, budaya merantau juga memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap tingkat pendidikan masyarakatnya, dengan adanya budaya merantau tersebut telah menjadikan masyarakat Nagari VIII Koto yang ada diperantauan dapat lebih berupaya semaksimal mungkin dalam meningkatkan pendidikan keluarganya yang ada di kampung.

Disamping hasil pendapatan dan budaya merantau yang berpengaruh kuat pada tingkat pendidikan, tingkat penyedian sarana pendidikan yang terdapat di Nagari Guguak VIII Koto juga memegang peranan yang penting.. Sarana pendidikan tersebut diperlukan sebagai basis yang kuat untuk memulai peningkatan pendidikan masyarakat.

Tabel 4

Tingkat Pendidikan Masyarakat Nagari Guguak VIII Koto Kabupaten Lima Puluh Kota

Tahun 2004

No TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH (ORANG)

1 2 3 4 5 Tidak Tamat SD Tamat SD / Sederajat Tamat SLTP / Sederajat Tamat SMU / Sederajat Tamat Perguruan Tinggi

160 1640 1565 1840 765 Sumber Data : Profil Nagari Guguak VIII Koto Tahun 2004

Dari tabel diatas jelaslah bahwa tingkat kwalitas pendidikan di Nagari Guguak VIII Koto cukup memadai untuk melaksanakan pembangunan dan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang selayaknya bagi perkembangan Nagari Guguak VIII Koto kedepan.

2.1.4Sarana dan Prasarana di Nagari Guguak VIII Koto

Sebagai salah satu Nagari yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota, pemerintahan Nagari Guguak VIII Koto telah menjalankan roda pemerintahan secara

aktif sejak pembentukannya pada tanggal 1 Maret 2001 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 01 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari.

Tabel 5

Jumlah Sarana dan Prasarana Pemerintahan di Nagari Guguak VIII Koto Kabupaten Lima Puluh Kota

Tahun 2004

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 2 3 4 5 6 7 Kantor Camat

Kantor Dinas / Instansi Puskesmas

Kantor Wali Nagari Kantor LAN

Kantor Wali Jorong Dan Lain-lain 1 5 2 1 1 8 9 (Sumber Data : Profil Nagari Guguak VIII Koto Tahun 2004)

Dari tabel tersebut jelas bahwa sarana pemerintahan yang ada di Nagari Guguak VIII Koto cukup memadai untuk menjalankan roda pemerintahan Nagari. Disamping sarana pemerintahan Nagari, Nagari Guguak VIII Koto juga merupakan pusat pemerintahan Kecamatan. Dari jumlah sarana dan prasarana perkantoran yang ada, telah beroperasi dengan maksimal dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

2.1.5 Potensi Kelembagaan Bidang Pemerintahan di Nagari Guguak VIII Koto

Untuk potensi kelembagaan Bidang Pemerintahan di Nagari Guguak VIII Koto lahir sejalan dengan pemberlakuan Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 01 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari.

Tabel 6

Lembaga Pemerintahan di Nagari Guguak VIII Koto

No Jenis Lembaga Pemerintahan Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 Wali Nagari BPAN Wali Jorong LAN Kepemudaan Karang Taruna Dan Lain-lain 1 1 8 1 8 8 8 (Sumber : Profil Nagari Guguak VIII Koto tahun 2004)

Sesuai dengan PERDA Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 01 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari, bahwa yang dimaksud dengan Pemerintahan Nagari terdiri dari dua lembaga yakni pertama Wali Nagari yang dibantu oleh Sekretariat Nagari, dan Wali Jorong, serta yang kedua adalah BPAN selaku lembaga Legislatif yang berfungsi sebagai pengawas bagi pelaksanaan Pemerintahan Nagari pada tingkat nagari. Hubungan kerjasama ini diatur dengan ketentuan yang tercantum dalam PERDA Nomor 01 Tahun 2001 tersebut. Pelaksanakan tugas dan kewajiban Wali

Nagari, baik langsung maupun tidak langsung selalu diawasi oleh BPAN. Oleh sebab itu, sewaktu-waktu BPAN dapat saja meminta pertanggungjawaban dan meminta keterangan kepada Wali Nagari dalam hal pelaksanaan dan tugasnya selaku Wali Nagari.

Tabel 7

STRUKTUR ORGANISASI NAGARI GUGUAK VIII KOTO KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

(Sumber : Profil Nagari Guguak VIII Koto Tahun 2004)

BALAI TALAN G (DASRI L) BALAI MANSIRO (DT.BASA) PINCURAN BOTUANG (ANWARNIS) KETIN GGIAN (ASRIL) KUBANG TUNGKEK (HABIBURRAH MAN) GUGUK (DAVID) TIAKAR (SAFRIA DI) KURANJI (DT.NAN.PA NJANG) BUPATI Drs.H.AMRI DARWIS CAMAT ARWITAL BA WALI NAGARI RISMARDI S.Sos BPAN NURYANTO (Ketua) BMAS H.S.DT.BATANG (Ketua) LAN DT.GODANG SATI (Ketua) LSD FAUZI BA SEKRETARIS UNIT PERENCANAAN dan PENGELOLAAN KEUANGAN (NITALIA SYAMSIR) SEKSI TU dan KESEJAH TERAAN (ELVI SUSANTI) SEKSI PERTANIAN dan KOPERASI (MELFIRA DESNITA) KAUR PEMERIN TAHAN (ANWAR BEY) KAUR PEMBAN GUNAN (ISMET) WALI JORONG

2.1.6 Kesukuan di Nagari Guguak VIII Koto

Dalam sejarah Minangkabau sebagai kesatuan masyarakat hukum adat geneologis teritorial, nagari dipersatukan oleh rasa kesamaan keturunan dan kesamaan daerah yang ditempati. Terdapat dua suku inti yang menjadi dua tipe nagari di Minangkabau yaitu Nagari Kelarasan Bodi Caniago yang dikembangkan oleh Datuk Parpatiah Nan Sabatang dan Koto Piliang yang dikembangkan oleh Datuk Katumanggungan, kemudian berkembang melahirkan anak-anak suku seperti picancang, dalimo, jambak, sikumbang, koto, caniago dan lain sebagainya. Khusus di wilayah Guguak VIII Koto hampir seluruh masyarakatnya menganut keturunan Bodi Caniago, yang terkenal dengan azas musyawarah dan demokratis.

Hal ini tercermin dalam hal pemilihan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada dalam nagari maupun dalam pemilihan Mamak selaku kepala suku atau penghulu. Dalam hal pemilihan Mamak selaku penghulu inilah yang membedakan antara Koto Piliang dengan Bodi Caniago, dimana Koto Piliang menerapkan bentuk monarkhi dengan jabatan Mamak secara turun temurun. Nagari yang menganut kelarasan Koto Piliang dapat juga dikatakan sebagai kerajaan federasi mini dimana dikenal dengan adanya Penghulu Pucuk sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam nagari yang dijabat secara turun temurun menurut garis keturunan. Sistem pengambilan keputusannya dikenal dengan istilah titiak dari ateh (menitik dari atas).39

Di Nagari Guguak VIII Koto yang merupakan keturunan Bodi Caniago dimana hanya ada para pembesar suku (penghulu andiko). Para penghulu suku dalam nagari memiliki kedudukan yang sama dan sederajat. Salah seorang dari mereka disepakati untuk waktu tertentu mengepalai para penghulu yang ada dan dipegang

39

Zenwen Pador. Kembali ke Nagari : Batuka Baruak jo Cigak ?. Jakarta : PT. Sinar Grafika. 2002. hal.9

secara bergilir. Nagari Bodi Caniago bercorak demokrasi. Segala masalah yang timbul dalam nagari dibicarakan bersama dengan hak dan kedudukan yang sama bagi setiap penghulu suku.

Di Nagari Guguak VIII Koto walaupun terkenal dengan masyarakatnya yang menganut azas Bodi Caniago, tetapi dalam pelaksanannya masih ada beberapa suku yang menerapkan prinsip Koto Piliang dalam memilih Mamak selaku Kepala Suku atau Penghulu. Kesukuan manyarakat Nagari Guguak VIII Koto telah berkembang menjadi empat suku yang dominan atau disebut dengan kaampek suku, yang dikepalai oleh seorang Datuak selaku Suku Pucuak dengan atasannya para Penghulu Andiko. Adapun Kesukuan yang ada di Nagari Guguak VIII Koto adalah :

PENGHULU ANDIKO

KAAMPEK SUKU

SUKU PUCUAK (Ketua Kaampek Suku) (DT. Rajo Mangkuto Nan Lujua)

1. DT. Majo Bosa (Penghulu Pucuak) a) Paga Cancang b) Tanjuang c) Dalimo d) Payobadar e) Sikumbang f) Piliang g) Guci

2. DT. Panduko Tuan (Penghulu Pucuak) a) Melayu

b) Bendang c) Kampai d) Mandailing

3. DT. Damuansa (Penghulu Pucuak) a) Puti Anyia

b) Salo c) Jambak d) Pitopang

4. DT. Siri Marajo (Penghulu Pucuak) a) Caniago

b) Bodi c) Sipanjang d) Pabotungen e) Simabua.40

2.2 KENDALA YANG DIHADAPI NAGARI GUGUAK VIII KOTO DALAM MENERAPKAN SISTEM PEMERINTAHAN NAGARI

Dalam menerapkan kembali Sistem Pemerintahan Nagari di Nagari Guguak VIII Koto, ada beberapa kendala yang dihadapi. Kendala-kendala tersebut ada yang

40

Wawancara dengan Rismardi (Wali Nagari Guguak VIII Koto), pada tanggal 7 Januari 2008 di Kantor Wali Nagari Guguak VIII Koto, Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat

bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Kendala-kendala yang bersifat umum meliputi :

1) Kurangnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nagari dan aparatur nagari, 2) Kurangnya sarana dan prasarana pendukung, seperi jalan nagari yang

menghubungkan Jorong-jorong yang ada di nagari,

3) Kurang memadainya fasilitas pasar, sarana ibadah, dan sarana lainnya.

Sedangkan kendala yang bersifat khusus meliputi :

1) Sulitnya mendapatkan figur Wali Nagari yang benar-benar memahami adat-istiadat yang berlaku.

Kendala ini merupakan imbas negatif dari Pemerintahan Desa yang kurang memberi tempat atau ruang gerak bagi tumbuh dan berkembangnya adat-istiadat dalam masyarakat. Selama lebih dari dua puluh tahun terjadi penyeragaman struktur dan berbagai aspek lain dalam tatanan sistem pemerintahan terendah, selama itu pula terjadi kevakuman sosialisasi adat dan budaya karena tidak maksimalnya fungsi lembaga-lembaga adat.

2) Ketidaksiapan masyarakat.

Masalah ini muncul karena terbelakangnya kreatifitas adat dan budaya masyarakat selama rentan waktu antara tahun 1979 hingga tahun 1999, antara sejak berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 hingga sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.

3) Jumlah penduduk nagari yang terlalu padat.

Masalah ini muncul karena dari segi wilayah, nagari sebelum tahun 1979 dengan nagari sekarang tidak mengalami perubahan, sementara dari segi pertambahan penduduk mengalami perubahan yang sangat besar. Dimana

jumlah penduduk nagari Guguak VIII Koto pada tahun 1979 adalah 6.345 jiwa, sedangkan pada tahun 2004 adalah 11.822 jiwa yang tersebar dalam delapan Jorong.41

41

Profil Nagari Guguak VIII Koto tahun 1979 dan tahun 2004

Hal ini tentu menjadi masalah yang karena pertambahan penduduk yang cukup besar tidak diimbangi dengan pertambahan potensi, asset, kekayaan nagari, serta fasilitas umum.

BAB III

ANALISA DATA

3.1 SEJARAH SISTEM PEMERINTAHAN NAGARI DI MINANGKABAU 3.1.1 Pemerintahan Nagari Sebelum Diberlakukannya Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1979 Tentang pemerintahan Desa

Sesuai dengan sejarahnya bahwa nagari pada masa dulunya merupakan Daerah Otonomi yang mempunyai tugas wewenang dan fungsi yang sangat luas dan berumur cukup tua. Menurut keyakinan penduduk, jauh sebelum berdirinya Kerajaan Pagaruyung bahwa pada masa itu nagari telah ada dan lengkap dengan norma-norma yang mengatur masyarakatnya. Dimana suatu nagari mempunyai persyaratan dan kelengkapan berupa :

1. Babalai (Balai Adat), 2. Bamusajik (Masjid),

3. Bakampung (Wilayah geografis yang jelas), 4. Batapian (Tempat Pemandian),

5. Batanah Kariang (Kawasan yang kering untuk mendirikan rumah) atau Batanah Basah (Sawah/Sungai), dan

6. Bapandam pakuburan (Pemakaman Umum).42

Pada masa itu nagai-nagari di Minangkabau berjalan dengan sistem pemerintahan tradisional yang mengacu kepada kesatuan teritorial dan menurut garis keturunan. Pada dasarnya nagari diperintah oleh kumpulan penghulu-penghulu suku yang memiliki kewenangan yang sama derajatnya dan tergabung dalam sebuah

42

kerapatan. Setiap keputusan yang menyangkut masalah nagari dimusyawarahkan dalam kerapatan nagari.

Musyawarah ini mengacu pada ketentuan (adat) :

Bulek aia dek pambuluah (bulat air karena pembuluh)

Bulek kato dek mufakaik, (bulat kata karena mufakat), serta

Kemanakan barajo ka mamak (kemenakan beraja ke paman)

Mamak barajo ka penghulu (paman beraja ke penghulu)

Penghulu barajo ka mufakaik (penghulu beraja ke mufakat)

Mufakaik barajo ka nan bana (mufakat beraja ke yang benar)

Nan bana tagak sandirinyo (yang benar berdiri dengan sendirinya).

Setelah intervensi penjajah Hindia Belanda di Minangkabau, oleh pemerintah Hindia Belanda sistem demokratis dan egaliter yang sudah berkembang berurat berakar ini berusaha dipengaruhi agar lebih bersifat otoriter aristokrasi. Tujuan dasarnya adalah bagaimana Belanda dapat menanamkan pengaruh dan mengamankan kepentingannya, khususnya pada setiap nagari dan pada seluruh Minangkabau pada umumnya. Mulailah Belanda mengintervensi dengan membuat jabatan-jabatan baru yang tidak pernah ada dalam sistem adat Minangkabau.

Dari penghulu-penghulu suku yang ada maka diangkatlah penghulu kepala. Beberapa nagari disatukan dalam kelarasan yang dikepalai oleh Tuanku Lareh. Selain itu Belanda juga mengangkat penghulu-penghulu suku diluar penghulu suku yang ada, yang dikenal dengan Penghulu Basurek. Penghulu-penghulu ini lebih dikenal dengan nama Penghulu Suku Rodi, karena tugasnya tidak lebih seperti

Pada tahap awal upaya ini mendapat tanggapan negatif dari masyarakat, bahkan setiap orang yang menyandang gelar itu sering menjadi cemoohan anak nagari. Namun dengan semakin kuatnya posisi penjajah Belanda, pada akhirnya sistem otoriter aristokrasi inipun juga semakin kuat, sekalipun tetap mendapat kritikan dari kalangan atau tokoh-tokoh intelektual Belanda.

Pada akhirnya, intervensi ini telah menyingkirkan pemerintahan adat asli Minangkabau. Seiring dengan ini, musyawarah-musyawarah nagari tidak pernah ada lagi, kekuatan senjata dan kekerasan menjadi modal utama Belanda di dalam melanggengkan sistem ini.

Pada awal masa kemerdekaan peraturan utama yang berlaku adalah Maklumat Residen Sumatera Barat Nomor 20 dan 21 Tahun 1946. Pada prinsipnya ketentuan ini memisahkan antara kewenangan adat dan kewenangan pemerintahan. Kewenangan adat dipegang oleh kerapatan adat nagari yang telah ada menurut adat selingkar nagari. Lembaga yang ada pada masa penjajahan Belanda juga telah tersingkir. Maklumat ini tidak begitu peduli pada keberadaan kerapatan nagari yang sesungguhnya dulu merupakan perwujudan suku-suku dan menjadi kekuatan riil dalam nagari.

Menurut Maklumat ini, Struktur Pemerintahan Nagari terdiri dari : 1. Wali Nagari selaku pimpinan tertinggi nagari,

2. Dewan Perwakilan Nagari (DPN) selaku legislatif,

3. Dewan Harian Nagari (DHN) selaku pelaksana pemerintahan nagari.

Kerapatan nagari yang terbentuk merupakan implementasi suku-suku yang ada di nagari tidak dilibatkan dalam kewenangan serta urusan-urusan pemerintahan nagari. Penghulu suku hanyalah salah satu unsur yang ada dalam Dewan Perwakilan Nagari (DPN), sedangkan anggota DPN lainnya dipilih oleh anak nagari. Namun

karena begitu besarnya otoritas Wali Nagari yang sekaligus merangkap sebagai Ketua DPN dan Ketua DHN, Wali Nagari seakan menjadi sentral pemerintahan nagari.

Maklumat Residen Sumatera Barat Nomor 03 Tahun 1945 sebelumnya telah memperkenalkan keberadaan anak nagari dan anggota partai juga terwakili dalam pemerintahan nagari. Maklumat tersebut secara fundamental telah merubah sistem demokrasi asli rakyat Minangkabau (Pemerintahan Rakyat Kerapatan) menjadi sistem pemerintahan rakyat perwakilan. Pada era ini juga mulai diperkenalkan sistem pemungutan suara.

Pada tanggal 14 Juni 1950 dikeluarkan Keputusan Pemerintahan Daerah Sumatera Tengah Nomor 50/GP/1950. Dengan keputusan ini Sistem Pemerintahan Nagari dihapuskan dan diganti dengan Sistem Pemerintahan Wilayah. Keputusan ini diawali dengan Konferensi Wali Nagari se Sumatera Barat pada tanggal 29 sampai tanggal 30 Maret 1947 di Bukittinggi. Dalam Konferensi itu, Pemerintahan Daerah Sumatera Barat menyampaikan harapan agar dari 542 nagari yang telah ada dapat dibentuk lebih kurang 100 daerah berotonomi.43

43

Zenwen Pador. Op. Cit. hal.5

Dengan keputusan ini berlangsunglah penggabungan antara nagari-nagari yang diharapkan nantinya dapat dibentuk daerah otonomi nagari-nagari yang dibesarkan dengan sebutan wilayah. Dengan terbentuknya wilayah tersebut, maka DPN dan DPH dari masing-masing nagari yang bergabung akan ditiadakan. Keputusan ini jelas tidak memperhitungkan sifat-sifat nagari yang tidak hanya sekedar kesatuan teritorial tetapi kesatuan secara geneologis, sudah barang tentu Pemerintahan Nagari Wilayah tidak mendapat tempat yang berarti bagi seluruh anak nagari yang telah digabungkan tersebut. Pada sisi lain sistem ini semakin membunuh demokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan nagari.

Setelah dikeluarkannya ketetapan Gubernur Sumatera Barat Nomor 02/G-55/1955, pelaksanaan sistem pemerintahan wilayah dihentikan dan dikembalikan kepada bentuk semula, yaitu nagari berotonomi. Pada era ini struktur pemerintahan nagari terdiri dari Wali Nagari dan Dewan Perwakilan Rakyat Nagari (DPRN). Dalam perkembangannya DPRN yang diharapkan bisa menjadi lembaga legislatif nagari, ternyata tidak bisa dipertahankan.

Lain halnya dengan Wali Nagari yang mempunyai otoritas atas dukungan pemerintah. Kecenderungan yang terjadi Wali Nagari menjadi sebuah lembaga yang sangat mendominasi nagari. Pada satu sisi pengaruh partai politik ketika itu juga demikian besarnya. Institusi nagari dijadikan alat politik yang sangat ampuh dalam menanamkan pengaruh partai terhadap nagari. Jabatan Wali Nagari menjadi rebutan dan komoditas yang sangat menarik bagi para elit politik.

Setelah partai politik menguasai lembaga Wali Nagari, dampaknya bagi nagari lebih banyak negatifnya karena Wali Nagari yang berasal dari partai politik tersebut bukanlah seorang yang memiliki legitimasi kharismatik dan geneologis dan teritorial, tapi hanya sekedar kepentingan politik sejenak dan ini jelas berada di luar tradisi masyarakat Minangkabau yang telah ada sejak lama.

Terjadinya peristiwa PRRI serta berlakunya sistem demokrasi terpimpin dalam pemerinrahan Indonesia, Pemerintah Daerah Sumatera Barat telah mengeluarkan beberapa keputusan, diantaranya :

1. SK Gubernur Sumatera Barat tanggal 31 Agustus 1958 Nomor GSB/1/KN/58 tentang Pemilihan dan Perwakilan Kepala Nagari dalam Daerah Sumatera Barat. SK ini dikeluarkan guna mengisi kekosongan pemerintahan di nagari-nagari berhubung sedang berlangsungnya PRRI,

2. SK Peperda Sumatera Barat Nomor Prt-Reperda/01/4/62 tanggal 7 April 1962 tentang Penertiban Pemerintahan Nagari,

3. SK Gubernur Sumatera Barat Nomor 02/desa/GSB/Prt-63, tentang Nagari dan Pemerintahan Nagari.44

Menurut SK Nomor 02/desa/GSB/Prt-63, struktur pemerintahan nagari terdiri dari Kepala Nagari (KN), Badan Musyawarah Nagari (BMN) dan Musyawarah Gabungan. Selain itu ada juga Pamong Nagari, Panitera Nagari dan Pegawai Nagari, semunya dinamakan alat-alat nagari. BMN merupakan perwakilan masyarakat nagari dan anggota-anggotanya yang terdiri dari wakil sepuluh golongan yang ditetapkan oleh Gubernur ketika itu. Golongan-golongan tersebut yaitu golongan adat, agama, front nasional, LSD, golongan koperasi, wanita, buruh, veteran, petani atau nelayan dan golongan pemuda.

Pada tahun 1974 keluarlah SK Gubernur Nomor 155/GSB/1974. Nagari menurut SK ini merupakan kesatuan masyarakat hukum di Sumatera Barat yang merupakan pemerintahan dasar dari negara Republik Indonesia dengan batas-batas wilayah yang jelas, mempunyai harta benda sendiri, berhak mengatur rumah tangganya serta memilih pemimpin sendiri.

Dalam SK ini, struktur pemerintahan nagari tediri dari dua unsur yaitu Wali Nagari dan pembantu-pembantunya yaitu sekretaris nagari dan kepala-kepala jorong yang merupakan bagian dari administrasi nagari. Wali Nagari diangkat oleh Gubernur dengan SK dari hasil pemilihan anggota masyarakat nagari yang dilakukan di nagari bersangkutan. Tata cara pemilihan ini diatur lebih jauh dengan SK Gubernur Nomor 157/GSB/1974. Masa jabatan Wali Nagari selama lima tahun dan dapat dipilih untuk

44

kedua kalinya. Tetapi seseorang tidak boleh menjabat sebagai Wali Nagari selama tiga periode berturut-turut.

Pada masa Pemerintahan Orde Baru untuk memudahkan pelaksanaan dan pengaturan sistem pemerintahan terendah maka dibentuklah Sistem Pemerintahan Desa yang kemudian lahir dari aturan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Dengan berdasarkan hal tersebut maka seluruh nagari-nagari yang ada di Provinsi Sumatera Barat dileburkan menjadi Pemerintahan Desa. Jorong yang menjadi bagian nagari waktu itu langsung dijadikan Pemerintahan Desa, sehingga nagari dengan sendirinya menjadi hilang.

Agar tidak hilangnya ciri khas bernagari, maka Pemerintah Provinsi Sumatera

Dokumen terkait