• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi kesimpulan dan hasil penelitian dan saran untuk para pengembang selanjutnya.

5 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 SPPK (Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan) 2.1.1 Definisi SPPK

Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (SPPK) merupakan CBIS (Computer Based Information System) yang interaktif, fleksibel, mudah menyesuaikan dan khusus dikembangkan untuk mendukung penyelesaian dari masalah manajemen yang tidak terstruktur bagi perbaikan pembuatan keputusan.

Dalam implementasi SPPK, hasil dari keputusan-keputusan dari sistem bukanlah hal yang menjadi patokan, pengambilan keputusan tetap berada pada pengambilan keputusan. Sistem hanya menghasilkan keluaran yang mengkalkulasi data-data sebagaimana pertimbangan seorang pengambil keputusan. Sehingga kerja pengambilan keputusan dalam mempertimbangkan keputusan dapat dimudahkan (Wibowo, 2011).

Secara khusus, Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan dirancang untuk mendukung seluruh tahap pengambilan keputusan mulai dari mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, dan menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan sampai mengevaluasi pemilihan alternatif-alternatif yang ada (Fitriani, 2012).

2.1.2 Karakteristik Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan

Wibowo(2011) mengemukakan karakteristik dari sistem pendukung pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

1. Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur ataupun tidak terstruktur dengan menambahkan kebijaksanaan manusia dan informasi komputerisasi.

2. Dalam proses pengolahannya, sistem pendukung keputusan mengkombinasikan penggunaan model-model analisis dengan

teknik pemasukan data konvensional serta fungsi-fungsi pencari/interogasi informasi.

3. Sistem Pendukung Keputusan, dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan/dioperasikan dengan mudah.

4. Sistem Pendukung Keputusan dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi.

2.1.3 Arsitektur Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan

Turban (2005) mengemukakan bahwa Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari beberapa subsistem :

1. Subsistem Manajemen Data.

Subsistem manajemen data memasukan satu database yang relevan untuk situasi dan dikelola oleh piranti lunak disebut sistem manajemen basis data atau Database Management System (DBMS).

Subsistem manajemen data dapat diinterkoneksikan dengan data warehouse perusahaan, suatu repository untuk data perusahaan yang relevan untuk pengambilan keputusan. Biasanya data disimpan atau diakses via server database.

Subsistem ini berfungsi sebagai pengatur data-data yang diperlukan oleh Ssitem Pendukung Keputusan.

2. Subsistem Manajemen Model.

Merupakan paket piranti lunak yang berisi model keuangan, statistik, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lainnya. Semua itu memberikan kapabilitas analitik dan manajemen piranti lunak yang tepat. Piranti lunak ini sering disebut manajemen basis model atau Model Base Management System (MBMS).

3. Subsistem Antar Muka Pengguna.

Subsistem ini digunakan pengguna untuk berkomunikasi dan memberi perintah (menyediakan user interface), baik untuk memasukan informasi ke sistem maupun menampilkan informasi ke pengguna.

4. Subsistem Manajemen Berbasis-Pengetahuan.

Subsistem ini dapat mendukung semua subsistem lain atau bertindak sebagai suatu komponen independen. Ini memberikan intelegensi untuk memperbesar pengetahuan pengambilan keputusan.

Susbsistem ini dapat diinterkoneksikan dengan repositori pengetahuan perusahaan (bagian dari sistem menajemen pengetahuan), yang disebut basis pengetahuan organisasional.

2.1.4 Tujuan Sistem Pendukung Pengambil Keputusan

Turban (2005) tujuan dari Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan adalah sebagai berikut :

1. Membantu manajer dalam pengambilan keputusan atas masalah semi terstruktur.

2. Memberikan dukungan atas pertimbangan manajer dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan fungsi manajer.

3. Meningkatkan efektivitas keputusan yang diambil manajer lebih dari pada perbaikan efisiensinya.

4. Kecepatan komputasi. Komputer memungkinkan para pengambil keputusan untuk melakukan banyak komputasi secara cepat dengan biaya yang rendah.

5. Peningkatan produktivitas. Membangun suatu kelompok pengambil keputusan, terutama para pakar. Pendukung terkomputerisasi bisa mengurangi ukuran kelompok dan memungkinkan para anggotanya untuk berada diberbagai lokasi yang berbeda-beda (menghemat biaya perjalanan). Selain itu, produktivitas staf pendukung (misalnya analisis keuangan dan hukum) bisa ditingkatkan. Produktivitas juga bisa ditingkatkan menggunakan peralatan optimasi yang menentukan cara terbaik untuk menjalankan sebuah bisnis.

6. Dukungan kualitas. Komputer bisa meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat. Sebagai contoh, semakin banyak data yang diakses, maka makin banyak juga alternatif yang bisa dievaluasi. Analisis resiko bisa dilakukan dengan cepat dan pandangan dari para pakar (beberapa dari mereka berada dilokasi yang jauh) bisa dikumpulkan

dengan cepat dan dengan biaya lebih rendah. Keahlian bahkan bisa diambil langsung dari sebuah sistem komputer melalui metode kecerdasan tiruan. Dengan komputer, para pengambil keputusan bisa melakukan simulasi yang kompleks, memeriksa banyak skenario yang memungkinkan, dan menilai berbagai pengaruh secara cepat dan ekonomis. Semua kapabilitas tersebut mengarah kepada keputusan yan lebih baik.

7. Berdaya saing. Manajemen dan pemberdayaan sumber daya perusahaan. Tekanan persaingan menyebabkan tugas pengambilan keputusan menjadi sulit. Persaingan menyebabkan tugas pengambilan keputusan menjadi sulit. Persaingan didasarkan tidak hanya pada harga, tetapi juga pada kualitas, kecepatan, kustomisasi produk, dan dukungan pelanggan. Organisasi harus mampu secara sering dan cepat mengubah mode operasi, merekayasa ulang proses dan struktur, memberdayakan karyawan, serta berinovasi. Teknologi pengambilan keputusan bisa menciptakan pemberdayaan yang signifikan dengan cara memperbolehkan seseorang untuk membuat keputusan yang baik secara cepat, bahkan jika mereka memiliki pengetahuan yang kurang.

8. Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemrosesan dan penyimpanan.

2.1.5 Manfaat Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan

SPPK sebagai sebuah sistem memberikan manfaat bagi penggunanya, antara lain:

1. SPPK memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data dan informasi bagi penggunanya.

2. SPPK membantu pengambil keputusan untuk memecahkan masalah terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.

3. SPPK dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan.

4. Walaupun SPPK, mungkin saja tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan, namun ia dapat menjadi stimulan bagi pengambil keputusan dalam memahami persoalannya, karena mampu menyajikan berbagai alternatif pemecahan.

5. SPPK dapat menyediakan bukti tambahan untuk memberikan pembenaran sehingga dapat memperkuat posisi pengambil keputusan.

6. SPPK menghasilkan keputusan yang bersifat objektif.

7. SPPK memperbaiki efektivitas manajerial dan produktivitas analisis.

2.2 Metode Promethee

2.2.1 Pengenalan Metode Promethee

Promethee (Preference Ranking Organization Method for Enrichment Evaluation) merupakan suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis multikriteria. Metode Promethee termasuk salah satu metode yang digunakan untuk mengambil keputusan dalam pemecahan masalah Multiple Criteria Decision Making (MCDM) atau pengambilan keputusan kriteria majemuk yang merupakan disiplin ilmu yang sangat penting dalam pengambilan keputusan atas suatu masalah yang memiliki lebih dari satu kriteria (multikriteria). Metode Promethee pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Jean Pierre Brans pada tahun 1982 kemudian dikembangkan dan implementasikan oleh Profesor Jean Pierre Brans dan Profesor Bertrand

Mareschal. Promethee digunakan untuk menentukan urutan prioritas dan menghasilkan keputusan dalam analisis multikriteria yang berfungsi untuk mengolah data, baik data kuantitatif dan data kualitatif.

Promethee termasuk keluarga dari metode outranking yang dikembangkan oleh B.Roy yang meliputi dua fase, yaitu:

1. Membangun hubungan outranking dari K.

2. Eksploitasi dari hubungan ini memberikan jawaban optimasi kriteria dalam paradigm permasalahan kriteria.

Dalam fase pertama, nilai hubungan outranking berdasarkan pertimbangan dominasi masing-masing kriteria indeks preferensi ditentukan dan nilai outranking secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari pembuat keputusan. Data dasarnya disajikan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Data Dasar Analisis Promethee

Alternatif

Criteria

g1(.) g2(.) g3(.) g4(.) . . . gj(.) . gk(.) a1 g1(a1) g2(a1) g3(a1) g4(a1) . . . gj(a1) gk(a1) a2 g1(a2) g2(a2) g3(a2) g4(a2) . . . gj(a2) gk(a2) a3 g1(a3) g2(a3) g3(a3) g4(a3) . . . gj(a3) gk(a3) a4 g1(a4) g2(a4) g3(a4) g4(a4) . . . gj(a4) gk(a4)

. . . .

. . . .

. . . .

. . . .

an f1(an) f2(an) … fj(an)

2.2.2 Proses Promethee

Langkah-Langkah yang digunakan metode ini adalah sebagai berikut 1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam

pengambilan keputusan dan memberikan bobot untuk setiap kriteria.

2. Memberikan nilai kriteria dan bobot untuk masing-masing altrernatif.

3. Menentukan tipe preferensi indeks untuk setiap kriteria yang paling cocok didasarkan pada data dan pertimbangan di lapangan.

4. Memberikan nilai parameter untuk setiap kriteria berdasarkan preferensi yang telah dipilih.

5. Menghitung nilai kriteria untuk setiap alternatif dengan mempertimbangkan dominasi kriteria dan preferensi yang telah dipilih serta nilai parameter yang diberikan.

6. Menghitung index preferensi multikriteria.

7. Promethee rangking. Dalam metode promethee ada dua macam perangkingan yang disandarkan pada hasil perhitungan, antara lain : perangkingan parsial yang didasarkan pada nilai leaving flow dan entering flow dan perangkingan lengkap atau complete yang didasarkan pada net flow. Nilai leaving flow merupakan nilai jumlah dari tiap sel pada baris, sedangkan entering flow adalah jumlah tiap sel pada kolom dalam matriks atau tabel preferensi index.

Selanjutnya hitung nilai net flow yang merupakan selisih dari nilai leaving flow dan entering flow.

2.2.3 Nilai Hubungan Outrangking dalam Promethee 2.2.3.1 Dominasi Kriteria

Nilai g merupakan nilai nyata dari suatu kriteria : g : K → R

Untuk setiap alternatif a ∈ K, f(a) merupakan evaluasi dari alternative tersebut untuk suatu kriteria. Pada saat dua alternatif dibandingkan a, b ∈ K harus dapat ditentukan perbandingan

preferensinya. Penyampaian intensitas (P) dan preferensi alternatif a terhadap alternatif b sedemikian rupa sehingga :

 P(a,b) = 0, berarti tidak ada beda (indifferent) atau tidak ada preferensi antara a lebih baik dari b;

 P(a,b)~ 0, berarti lemah preferensi dari a lebih baik dari b;

 P(a,b) ~1, berarti kuat preferensi dari a lebih bari dari b;

 P(a,b) = 1, berarti mutlak preferensi dari a lebih baik dari b.

Dalam metode ini, fungsi preferensi seringkali menghasilkan nilai fungsi yang berbeda antara dua evaluasi, sehingga :

dj(a,b)=gj(a) – gj(b) ………..…………...(2.1) Untuk semua kriteria, suatu alternatif akan dipertimbangkan memiliki nilai kriteria yang lebih baik ditentukan oleh nilai f dan akumulasi dari nilai ini menentukan nilai preferensi atas masing-masing alternatif yang akan dipilih. Setiap kriteria boleh memiliki nilai dominasi kriteria atau bobot kriteria yang sama atau berbeda, dan nilai bobot tersebut harus di atas 0 (Nol). Sebelum menghitung bobot untuk masing-masing kriteria, maka dihitung total bobot dari seluruh kriteria terlebih dahulu.

2.2.3.2 Rekomendasi Fungsi Preferensi Untuk Keperluan Sistem Dalam metode Promethee ada enam bentuk fungsi preferensi kriteria, namun tidak mutlak tetapi bentuk ini cukup baik untuk beberapa kasus. Adapun keenam bentuk fungsi preferensi kriteria adalah sebagai berikut:

1. Kriteria biasa (usual criterion) 2. Kriteria quasi (quasi criterion)

3. Kriteria dengan preferensi linear (criterion with linear preference)

4. Kriteria level (level criterion)

5. Kriteria dengan preferensi linear dan area tidak berbeda (criterion with linear preferensi and indifference area).

6. Kriteria Gaussian.

Untuk memberikan gambaran yang lebih baik terhadap area yang tidak sama, digunakan fungsi selisih nilai kriteria antara alternatif H(d), dimana hal ini mempunyai hubungan langsung dengan fungsi preferensi P, seperti yang terlihat pada persamaan berikut :

∀a, b ∈ A

{𝑓 (𝑎)> 𝑓 (𝑏)⇔𝑎Pb

𝑓 (𝑎)= 𝑓 (𝑏)⇔ 𝑎Pb………...(2.2)

Pj (a,b)= fj(dj(a,b))

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bentuk fungsi preferensi kriteria quasi dan kriteria dengan preferensi linear.

2.2.3.2.1 Kriteria Quasi (Quasi Criterion)

P(d)= {𝟎 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒅 ≤ 𝒒

𝟏 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒅 > 𝒒………...(2.3) Gambar 2.1 Grafik Kriteria Quasi (Quasi Criterion)

Dimana :

d = selisih nilai kriteria {d=g(a)-g(b)}.

q = nilai yang menjelaskan pengaruh yang signifikan dari suatu kriteria.

Pada kasus ini, dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai H(d) dari masing-masing

alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing-masing alternative melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak. Jika pembuat keputusan menggunakan kriteria quasi, maka ia harus menentukan nilai q, dimana nilai ini dapat menjelaskan pengaruh yang signifikan dari suatu kriteria. Preferensi yang lebih baik diperoleh apabila selisih antara dua alternatif di atas nilai q.

2.2.3.2.2 Kriteria dengan Preferensi Linier (Criterion With Linear Preference)

𝑷(𝒅) = {

𝟎 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒅 ≤ 𝟎

𝒅

𝒑 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝟎 < 𝒅 ≤ 𝒑 𝟏 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒅 > 𝒑

………...(2.4)

Gambar 2.2 Grafik Kriteria dengan Preferensi Linier Dimana :

d = selisih nilai kriteria {d=g(a)-g(b)}.

p = nilai kecenderungan atas preferensi.

Kriteria preferensi linier menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki nilai lebih rendah dari p, maka preferensi dari pembuat keputusan akan meningkatkan secara linier dengan nilai d. Jika nilai d lebih besar daripada nilai p, maka akan terjadi preferensi mutlak. Pada saat pembuat keputusan mengidentifikasikan beberapa kriteria untuk tipe ini, pembuat keputusan harus menentukan nilai kecenderungan dari nilai p. Dalam hal ini jika

nilai d di atas nilai p telah dipertimbangkan akan memberikan preferensi mutlak dari suatu alternatif.

Dalam menentukan tipe preferensi, tidak ada aturan khusus yang jelas dan teliti, namun secara garis besar ditentukan setelah data-data untuk setiap kriteria telah diketahui karakteristiknya, sebagai contoh secara garis besar pemilihan tipe preferensi seperti berikut:

a. Tipe 3, tipe 5 paling cocok untuk kriteria kuantitatif (misalnya harga, biaya, daya, dll). Pilihannya akan tergantung pada penggunaan batas ambang (threshold) ketidakpedulian.

b. Tipe 1 dan tipe 4 paling cocok untuk kriteria kualitatif. Tipe 2 adalah kasus khusus level satu dan lebih jarang digunakan.

c. Tipe 6 lebih jarang digunakan karena lebih sulit parameternya (nilai ambang s adalah suatu tempat antara ambang ketidakpedulian q dan ambang preferensi p).

2.2.3.3 Indeks Preferensi Multikriteria

Tujuan pembuat keputusan adalah menetapkan fungsi preferensi 𝑃𝑗 dan 𝜋𝑗 untuk semua kriteria 𝑔𝑗 (i = 1,….,k) dari masalah optimasi kriteria majemuk. Bobot (weight) 𝜋𝑖 merupakan ukuran relative dari kepentingan kriteria 𝑔𝑗, jika semua kriteria memiliki nilai kepentingan yang sama dalam pengambilan keputusan maka semua nilai bobot adalah sama. Indeks preferensi multikriteria (ditentukan 𝜋𝑖 berdasarkan rata-rata bobot dari fungsi preferensi 𝑃𝑗).

𝜋 (𝑎, 𝑏) = ∑𝑘𝑗=1 𝑃𝑗(𝑎, 𝑏)𝑤𝑗……...………...(2.5) Keterangan :

𝑤𝑗 = weight (Rata-rata Bobot Kriteria) 𝑃𝑗 = fungsi preferensi atau bobot intensitas

𝜋 (a,b) merupakan intensitas preferensi pembuat keputusan yang menyatakan bahwa alternatif a lebih baik dari alternatif b dengan pertimbangan secara simultan dari seluruh kriteria. Hal ini dapat

disajikan dengan nilai antara 0 dan 1, dengan ketentuan sebagai berikut :

 𝜋 (a.b) ≈ 0, menunjukkan preferensi yang lemah untuk alternatif a lebih dari alternatif b berdasarkan semua kriteria.

 𝜋(a, b) ≈ 1, menunjukkan preferensi yang kuat untuk alternatif a lebih dari alternatif b berdasarkan semua kriteria.

Indeks preferensi ditentukan berdasarkan nilai hubungan outrangking pada sejumlah kriteria dari masing-masing alternatif.

Hubungan ini dapat disajikan sebagai grafik nilai outrangking, node-nodenya merupakan alternatif berdasarkan penilaian kriteria tertentu.

Diantara dua node (alternatif), a dan b, merupakan garis lengkung yang mempunyai nilai 𝜋 (a,b) dan 𝜋 (b,a) (tidak ada hubungan khusus antara 𝜋 (a. b) dan 𝜋 (b, a)).

2.2.4 Promethee Rangking 2.2.4.1 Leaving Flow

Leaving flow adalah nilai garis lengkung yang memiliki arah menjauh dari simpul a dan ini merupakan karakter pengukuran outrangking.

x

a

ϕ ( a,x)

Gambar 2.3 Grafik Karakter Pengukuran Leaving Flow

Penentuan setiap simpul dalam grafik nilai outrangking adalah berdasarkan leaving flow, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

+(𝑎) = (∑𝑥∈𝐴𝜋(𝑎, 𝑥))/𝑛 − 1………...(2.6)

𝜋(𝑎, 𝑥) = preferensi nilai a lebih baik daripada nilai x n = banyaknya jumlah alternatif

Σ x ε A = nilai alternatif dari tabel preferensi dijumlahkan secara horizontal

2.2.4.2 Entering Flow

Entering flow adalah jumlah nilai garis lengkung yang memiliki arah mendekati simpul a dan ini merupakan karakter pengukurang outrangking.

x

a

ϕ (x-a)

Gambar 2.4 Grafik Karakter Pengukuran Entering Flow

Secara simetris dapat ditentukan entering flow dengan menggunakan persamaan sebagai berkut :

(𝑎) = (∑𝑥∈𝐴𝜋(𝑥, 𝑎))/𝑛 − 1………..…………...(2.7) 𝜑(𝑥, 𝑎) = preferensi nilai x lebih baik daripada nilai a

n = banyaknya jumlah alternatif

Σ x ε A = nilai alternatif dari tabel preferensi dijumlahkan secara vertical

2.2.4.3 Net Flow

Pertimbangan dalam penentuan net flow diperoleh dengan persamaan :

∅(𝑎) = ∅+(𝑎) − ∅(𝑎) ……..………....(2.8) Hubungan antara outrangking dibangun atas pertimbangan untuk masing-masing alternatif pada grafik nilai outrangking, berupa urutan parsial (Promethee I) atau urutan lengkap (Promethee II) yang

dapat diusulkan kepada pembuat keputusan untuk membantu penyelesaian masalah.

A. PROMETHEE I

Nilai terbesar pada leaving flow dan nilai terkecil dari entering flow merupakan alternatif yang terbaik. Leaving flow dan entering flow menyebabkan :

Total Preorder (P-.I-)

{aP − b jika φ − (a) < φ − (b) aI − b jika φ − (a) = φ − (b) {aP + b jika φ + (a) > φ + (b)

aI + b jika φ + (a) = φ − (b)……….…...(2.9) Promethee I menampilkan partial order (PI, II, RI) dengan mempertimbangkan interseksi dari dua preorder.

… (2.10)

Partial preorder ditujukan kepada pembuat keputusan untuk membantu pengambilan keputusan Promethee I maish menyisakan bentuk imcomporable atau dengan kata lain memberikan solusi partial preorder hanya sebagian.

B. PROMETHEE II

Dalam kasus complete promethee dimana k adalah penghindan dari bentuk imcomporable, Promethee II complete preorder (PII, III) ditampilkan dalam bentuk netflow dengan persamaan :

{aPIIb jika φ(a) > φ(b)

aPIIb jika φ(a) = φ(b)………....(2.11)

Melalui complete preorder, informasi yang disediakan bagi pengambil keputusan akan lebih realistis. Penyusunan complete

rangking dibuat berdasarkan nilai net flow yang di dapat dari perhitungan sebelumnya untuk setiap alternatif. Penggunaan Promethee II lebih praktis bagi pengambil keputusan dalam proses pengambilan keputusan.

2.3 Minat

2.3.1 Pengertian Minat

Menurut Winkel (2004) minat adalah suatu kecenderungan yang relatif menetap pada seseorang untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam berbagai kegiatan dengan bidang yang bersangkutan.

Menurut Hurlock (1978) “Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih”. Glanz (1964) mengungkapkan bahwa “Minat dapat membantu pelajar untuk mulai berpikir secara serius mengenai perencanaan pendidikan,eksplorasi panggilan, pemilihan kurikulum, dan mengenai perkembangan karier”.

Dari beberapa pengertian minat di atas, dapat disimpulkan bahwa minat merupakan ketertarikan terhadap suatu hal atau bidang yang dapat membuat rasa senang jika melakukan hal-hal yang bersangkutan dengan bidang tersebut. minat juga berpengaruh dalam dunia pendidikan maupun pekerjaan karena dapat dijadikan motivasi dalam menjalankan suatu bidang tersebut.

2.3.2 Macam-Macam Minat

Macam-macam minat menurut Hurlock (1980) adalah sebagai berikut : 1. Minat Rekreasi

Saat remaja, remaja cenderung menghentikan aktivitas rekreasi yang menuntut banyak tenaga. Permainan yang kekanak-kanakan pun menghilang menjelang awal masa remaja. Hal tersebut terjadi karena banyaknya tekanan yang berasal dari tugas-tugas sekolah ataupun tugas rumah. Banyaknya rekreasi yang diikuti remaja sangat dipengaruhi oleh kepopulerannya.

2. Minat Sosial

Minat yang bersifat sosial bergantung pada kesempatan yang diperoleh remaja untuk mengembangkan minat mereka dan bergantung pada kepopulerannya dalam kelompok. Dapat dilihat jika seorang remaja yang status sosial-ekonomi keluarganya rendah maka hanya mempunyai sedikit kegiatan untuk mengembangkan minat pada hal-hal tertentu. Berbeda halnya jika seorang remaja dengan status sosial-ekonomi keluarganya tinggi, tentu saja remaja tersebut mempunyai banyak kegiatan untuk mengembangkan minat pada hal-hal tertentu.

3. Minat-Minat Pribadi

Minat-minat pribadi atau minat pada diri sendiri merupakan minta yang paling kuat di kalangan remaja. Hal ini disebabkan karena mereka sadar bahwa dukungan sosial yang besar dipengaruhi oleh penampilan diri. Dalam hal tersebut, remaja mengetahui bahwa kelompok sosial menilai dirinya berdasarkan penampilan yang dimiliki, benda-benda yang dimilii, kemandirian, prestasi di sekolah, keanggotaan sosial dan banyaknya uang yang dibelanjakan. Contoh minat-minat pribadi adalah minat pada pakaian, minat pada kemandirian, minat pada prestasi, minat pada uang dan sebagainya.

4. Minat Pendidikan

Besarnya minat pada pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat pada pekerjaan. Biasanya remaja akan lebih berminat pada pelajaran-pelajaran yang nantinya berguna dalam bidang pekerjaan yang mereka inginkan.

5. Minat pada Pekerjaan

Remaja pada jenjang Sekolah Menengah Atas biasanya akan mulai memikirkan masa depan secara sungguh-sungguh. Pada akhirnya masa remaja, remaja belajar membedakan antara pilihan pekerjaan yang lebih mereka sukai dan pekerjaan yang mereka cita-citakan.

Menjelang dewasa, remaja mulai menilai pekerjaan-pekerjaan

menurut kemampuan, waktu, biaya yang diperlukan untuk mengikuti latihan yang diperlukan dalam suatu pekerjaan.

2.4 Peminatan Jurusan di SMA

Jurusan merupakan wadah untuk seorang pelajar yang disesuaikan dengan minat dan kemampuannya untuk lebih mendalami dan memahami kemampuannya masing-masing sehingga nantinya akan berdampak bagi masa depan seseorang khususnya saat masuk jenjang perkuliahan. Di Sekolah Menangah Atas terdapat tiga jurusan, antara lain:

a. Jurusan IPA

IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (dalam Wina-putra, 1922:122) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Ilmu pengetahuan alam meliputi Matematika, Kimia, Biologi, dan Fisika.

b. Jurusan IPS

IPS lebih dikenal dengan ilmu sosial yang dapat diartikan sebagai bidang ilmu mengenai manusia dalam konteks sosialnya atau sebagai anggota masyarakat (MacKenzie, dalam Sumaatmadja, 1986 : 22). Ilmu pengetahuan sosial meliputi Sejarah, Sosiologi, Geografi, dan Ekonomi.

c. Jurusan Bahasa

Ilmu bahasa disebut juga dengan ilmu linguistik. Ilmu bahasa ini merupakan ilmu yang berkaitan dengan ilmu kebahasaan baik dari segi bentuk bahasa, unsur bahasa sampai budaya terbentuknya sebuah bahasa.

Ilmu pengetahuan bahasa meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing lain.

22 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi penelitian dalam menyelesaikan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1.1 Tahap Perencanaan

Pada tahap ini dilakukan penentuan tujuan dibangunnya sistem.

Langkah ini merupakan langkah awal menentukan pemilihan jenis sistem pendukung keputusan yang akan dirancang serta metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian. Setelah menentukan jenis sistem pendukung keputusan akan didapatkan kebutuhan sistem yang akan digunakan dalam penelitian. Setelah proses perencanaan dilakukan maka akan dilakukan proses pembuatan sistem.

3.1.2 Pengumpulan Data a. Survei Awal

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang akan digunakan dalam Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Penjurusan Siswa SMA Kolese De Britto, Yogyakarta. Tahap awal yang dilakukan adalah survey ke sekolah SMA Kolese De Britto untuk mendapatkan nilai akademis dari siswa kelas X dan hasil penjurusan kelas X yang dibutuhkan dalam penjurusan siswa. Adapun nilai yang menjadi kriteria dalam penjurusan di SMA Kolese De Britto adalah rata-rata nilai Matematika, IPA, IPS dan Bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) SMP semester satu sampai empat dan nilai tes akademik IPA, IPS, Bahasa dan Matematika.

b. Sumber Data

Data-data yang diperlukan dalam Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Penjurusan Siswa SMA De Britto adalah data pribadi

siswa, nilai rapor siswa SMP semester satu sampai empat, dan nilai tes akademik.

3.1.3 Studi Literatur

Pada tahap ini dilakukan untuk mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (SPPK), dan Promethee (Preference Ranking Organization Method for Enrichment Evaluation).

Sumber literatur yang akan digunakan diperoleh dari artikel, jurnal dan referensi skripsi yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

Sumber literatur yang akan digunakan diperoleh dari artikel, jurnal dan referensi skripsi yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

Dokumen terkait