• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

2.1. Pembentukan Lapisan Tipis SnO2 dengan Metode Sputtering DC

2.1.1. Proses Sputtering DC

Sputtering (percikan) merupakan proses yang menerangkan dibebaskannya

beberapa atom suatu bahan logam sebagai akibat penembakan oleh ion positif

berat. Proses ini dapat digunakan untuk mengendapkan suatu lapisan tipis logam

secara merata di atas sebuah bahan dalam suatu lingkungan tertupup (Isaacs A.,

1994). Pada umumnya bahan lapisan tipis dibuat dengan cara deposisi atom-atom

individual suatu bahan pada permukaan substrat dengan ketebalannya mencapai

orde kurang dari beberapa mikron. Lapisan metal tipis diperoleh pertama kali oleh

Bunsen dan R. W. Grove pada tahun 1852, ketika mereka melakukan penelitian

lucutan listrik dalam gas bertekanan rendah dalam suatu sistem vakum, yang

menampakkan gejala terbentuknya lapisan metal tipis pada dinding tabung

disekitar elektroda negatif.

Metode sputtering merupakan salah satu teknik rekayasa bahan dengan

cara menembakkan ion-ion berenergi tinggi kepermukaan target sehingga

atom-atom target terlepas dari permukaannya, kemudian difokuskan kepermukaan

substrat (Grainger, 1998). Proses ini berlangsung selama beberapa menit sampai

terbentuk lapisan tipis dipermukaan substrat. Metode ini mudah dikontrol sesuai

dengan tebal lapisan yang diinginkan.

Sistem sputtering DC dilengkapi dengan beberapa peralatan seperti tabung

reaktor plasma, sumber tegangan tinggi (HVDC), sistem pemanas substrat, sistem

pengontrol tekanan, sistem pengontrol temperatur, bahan target dan bahan

substrat. Skema mesin sputtering DC dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Skema mesin sputtering DC

2.1.1.1Tabung Reaktor Plasma

Tabung reaktor plasma merupakan tempat terjadinya proses ionisasi gas

yaitu untuk pembentukan plasma dan deposisi lapisan tipis pada substrat. Di

dalam tabung terdapat dua elektroda, elektroda bagian bawah yang berfungsi

sebagai katoda, diberi pendingin sedangkan elektroda bagian atas yang berfungsi

sebagai anoda diberi elemen pemanas untuk memanaskan substrat

2.1.1.2Sistem Pemanas

Untuk mengukur dan mempertahankan suhu pemanas pada substrat,

digunakan alat pengukur suhu yang dilengkapi dengan termostrat. Sistem ini

2.1.1.3Sistem Vakum

Proses ionisasi atau pembentukan plasma dalam tabung reaktor plasma

memerlukan suatu sistem vakum. Untuk menghampakan tabung dari gas-gas sisa

digunakan pompa vakum bertekanan rendah. Pompa vakum ini terdiri dari pompa

rotari dan pompa difusi.

2.1.1.4Alat Pengukur dan Pengatur Tekanan

Alat pengukur tekanan digunakan untuk mengukur tekanan kerja pada

tabung reaktor plasma dengan cara mengatur laju aliran gas Argon (Ar) yang

masuk kedalam tabung.

2.1.1.5Sistem Tegangan Tinggi (HVDC)

Sistem tegangan tinggi digunakan sebagai sumber daya tegangan dalam

reaktor plasma. Tegangan yang dialirkan ke dalam tabung reaktor plasma akan

menyebabkan beda potensial antara katoda dan anoda, akibatnya medan listrik

yang dihasilkan akan mempercepat ion-ion gas sputter untuk menumbuk

atom-atom target.

2.1.2. Proses Pembentukan Lapisan Tipis SnO2

Dalam proses pendeposisian diawali dengan proses ionisasi ion-ion gas

sputter (Argon), apabila tabung sputtering sudah terisi gas Argon dengan tekanan

di dalam tabung reaktor plasma dalam orde 10-3 – 10-2 Torr dan pengaruh medan

listrik diantara elektroda (1-3 keV) maka ion-ion gas akan bergerak dengan energi

Bahan target (SnO2) ditembaki dengan ion-ion Argon yang diberi tegangan

pemercepat, sehinga atom-atom bahan target akan terpercik dan memancar ke

berbagai arah. Ion-ion Argon yang dipercepat menumbuk target akan

mengakibatkan atom-atom SnO2 memperoleh energi yang melebihi energi ikatnya

untuk melepaskan diri dari target. Atom-atom yang terpercik tadi akan

berhamburan kesegala arah, dan sebagian akan terdeposisi membentuk lapisan

tipis pada substrat kaca. Teknik sputtering DC ini sejak dahulu hingga sekarang

digunakan untuk membentuk lapisan tipis karena sistemnya yang sederhana.

Namun pada metode ini bahan target yang digunakan terbatas pada logam dan

semikonduktor (Konuma, 1992)

Dalam proses pembentukan lapisan tipis terdapat berbagai parameter yang

mempengaruhi, diantaranya adalah jarak antar elektroda, tegangan antar elektroda,

tekanan gas, waktu deposisi dan suhu substrat.

2.1.2.1. Jarak Antar Elektroda

Jarak antar elektroda mempengaruhi banyaknya jumlah atom target yang

mencapai substrat. Bila jarak kedua elektroda lebih dekat, maka atom target yang

mencapai substrat akan semakin banyak bahkan untuk atom yang berenergi kecil

sekalipun, karena atom-atom yang terpercik dari target memiliki energi yang

berbeda-beda untuk mencapai substrat. Tetapi, bila jarak antar elektroda jauh,

maka hanya atom yang berenergi cukup tinggi saja yang dapat mencapai substrat.

2.1.2.2. Tegangan

Tegangan elektroda mempengaruhi besarnya energi penumbuk, karena

Bila energi ion penumbuk lebih besar dari energi ikat atom target, maka

atom-atom target dapat terlepas dari ikatan atom-atomnya dan terpercik kesegala arah.

Hubungan energi dalam medan listrik secara matematik dapat dituliskan :

p k E E E= + ………(1) qV mv E= 2+ 2 1 ……….(2)

dimana energi total sebuah partikel bermuatan atau ion dengan massa m dan

muatan q yang bergerak dalam suatu medan listrik.

Karena partikel-partikel fundamental dan inti memiliki muatan yang sama dengan

muatan fundamental e atau kelipatannya, maka pers. (2) dapat ditulis

eV mv E= 2 + 2 1 ……….(3) 2.1.2.3. Tekanan Gas

Tekanan gas akan mempengaruhi tumbukan ion penumbuk dengan

partikel udara yang masih ada di dalam ruang vakum. Tingkat kevakuman akan

mempengaruhi laju deposisi atom-atom yang tersputter. Dalam penelitian ini

tekanan gas yang dibutuhkan sekitar 10-3 – 10-2 Torr.

2.1.2.4.Suhu Substrat

Atom-atom suatu bahan tidak dapat bergerak pada suhu 0 K (-2370 C).

Pada kondisi ini, atom-atom menduduki keadaan dengan tingkat energi terendah

dan setiap atom menempati kedudukan kisi dalam susunan geometri yang teratur.

Setiap kedudukan kisi identik dan tidak terdapat getaran termal dalam atom. Bila

suhu bahan tersebut dinaikkan maka energi akan meningkat sehingga atom-atom

bertambah lebar memungkinkan atom-atom berenergi tinggi (berada di atas energi

ikatnya) bergerak mendobrak ikatanya, setelah lepas atom tersebut berpindah

keposisi yang baru, sehingga kisi menjadi kosong. Dengan bertambahnya suhu

mengakibatkan jumlah kekosongan meningkat dengan cepat. Substrat bersuhu

tinggi memungkinkan atom-atom asing menyusup lebih dalam diantara

celah-celah atom atau menempati kekosongan yang ada. Hal ini mengakibatkan

atom-atom asing terikat dan semakin kuat menempel pada bahan, sehingga lapisan yang

terbentuk akan memiliki karakterisasi yang baik (Van Vlack, 1991).

2.1.2.5. Waktu Deposisi

Lamanya waktu pendeposisi sangat mempengaruhi ketebalan lapisan tipis

yang dihasilkan. Semakin lama waktu deposisi, maka akan semakin banyak

atom-atom bahan target yang terdeposisi menempati posisi interstisi atau ruang kosong

dalam substrat sehingga kerapatan bahan disekitar permukaan akan meningkat dan

dapat menghasilkan lapisan tipis yang maksimum. Kondisi ini juga dipengaruhi

oleh daerah interstisi kekosongan substrat. Interstisi merupakan ruang kosong

pada kisi kristal yang dipengaruhi oleh naiknya temperatur, bila suhu dinaikkan

maka energi akan meningkat sehingga atom-atom bergetar dan menimbulkan

jarak antar atom lebih lebar. Jarak inilah yang menjadi daerah interstisi.

2.1.3. Interaksi Ion Gas Sputter dengan Material Target SnO2

Secara skematis interaksi berkas ion gas sputter dengan material target

Gambar 2.2. Interaksi ion dengan atom target

Proses tumbukan partikel-partikel gas dengan permukaan atom target

dalam lucutan pijar ini menggunakan tegangan tinggi dc, tegangan dc ini

diberikan pada dua elektroda ( katoda dan anoda). Adanya beda potensial antara

kedua elektroda tersebut menyebabkan gas Argon terionisasi dan ion-ion Argon

bergerak bebas menuju katoda. Elektron-elektron pada atom target, dapat

tereksitasi menuju ke tingkat energi yang lebih tinggi akibat penyerapan sejumlah

energi ion penumbuk. Jika energi yang dipindahkan melebihi ambang ionisasi,

maka elektron dapat terlepas dari ikatannya dan menjadi bebas. Dalam masalah

ini dapat dikatakan bahwa atom terionisasi (Wong, 1984). Ionisasi gas adalah

proses terlepasnya elektron suatu partikel gas dari ikatannya. Ionisasi ini akan

menghasilkan ion-ion positif dan ion-ion negatif. Ion-ion positif yang dihasilkan

dari peristiwa ionisasi akan bergerak menuju elektroda negatif (katoda),

sedangkan ion-ion negatifnya akan bergerak menuju elektroda positif (anoda).

Dalam pergerakannya menuju katoda, ion-ion positif tersebut akan dipercepat

sehingga ion-ion positif yang mendapat percepatan dari gaya yang ditimbulkan

oleh medan listrik, akan bergerak menuju katoda dan menumbukinya dengan

energi yang cukup tinggi, dengan diikuti tumbukan berikutnya secara terus

menerus. Proses tumbukan ini merupakan peristiwa penting mengawali proses

pembentukan lapisan tipis pada permukaan bahan cuplikan (Wasa dan Hayakawa,

1992).

Ada beberapa fenomena yang mungkin terjadi sebagai akibat interaksi

berkas ion gas sputter dengan atom target. Fenomena-fenomena tersebut

diantaranya adalah :

1. Ion gas sputter terpantul dan dapat menjadi netral dengan menangkap

elektron Auger. Elektron Auger merupakan sebuah elektron yang

dibebaskan dari sebuah atom tanpa disertai pancaran foton sinar-X

atau sinar gamma, akibat deeksitasi sebuah elektron tereksitasi di

dalam atom tersebut. Transisi jenis ini berlangsung dalam jangkauan

sinar-x dari spektrum pancaran. Energi kinetik elektron yang

dibebaskan sama dengan energi foton sinar-x tersebut dikurangi

energi ikat elektron Auger

2. Atom target akan terpental keluar yang dapat disertai dengan elektron

sekunder.

3. Ion gas sputter yang mempunyai energi tinggi dapat

terimplantasi/tertanam ke dalam target dan dapat mengakibatkan

perubahan sifat-sifat permukaan target/lapisan permukaan target

4. Elektron-elektron dalam plasma dapat terpantul oleh permukaan

target.

Fenomena terlepasnya atom tersebutlah yang mendasari dari pemanfaatan

plasma sputtering untuk pendeposisian suatu atom-atom di atas permukaan suatu

material untuk membentuk lapisan tipis.

2.1.4. Sputter Yeild (S, Atom/Ions)

Banyaknya atom yang terlepas dari permukaan target untuk setiap ion

datang didefinisikan dengan apa yang dinamakan sputter yield (S atom/ion

datang) dan dapat dituliskan sebagai : (Wasa dan Hayakawa, 1992)

penumbuk ion terlepas yang rata rata atom jumlah S . . . . . − = ………(4)

Nilai sputter yield dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :

1. Energi ion penumbuk;

2. Jenis target;

3. Sudut datang ion penumbuk dengan normal dan

4. Struktur kristal.

Sputter yield dapat diukur dengan beberapa metode, diantaranya adalah :

1. Penimbangan pengurangan berat

2. pengukuran pengurangan ketebalan

3. Pengumpulan dari material yang tersputter kemudian menimbangnya.

Banyaknya bahan yang terpercik per satuan luas katoda secara matematis

A N e A t S j w . . . 0 + = ...(5) dengan : j+ = rapat arus berkas ion (mA/cm2)

S = sputter yield (atom/ion)

t = waktu sputtering (detik)

A = berat atom (amu)

e = muatan elektron (1,6 x 10-19 coulomb)

NA = bilangan Avogadro (6,021 x 1023 atom/mol)

Jumlah partikel/atom tersputter yang menempel pada permukaan material

persatuan luas adalah (Wasa dan Hayakawa, 1992) :

d p w k W . . 0 = ...(6) dengan : k = konstanta (rc/ra dengan rc dan ra masing-masing adalah jari-jari

katoda dan anoda, bernilai 1 untuk sistem planar)

w0 = banyaknya partikel yang terpercik dari satuan luas katoda

p = tekanan gas lucutan (Torr)

d = jarak antar elektroda (m)

2.1.5. Energi Ion Gas Sputter

Pada prinsipnya ion memiliki ukuran yang sama dengan atom, sehingga

ketika ion menumbuk permukaan, dapat dikatakan sebagai tumbukan antar atom

datang (ion) dengan atom permukaan. Dalam tumbukan itu terjadi proses

pemindahan energi. Agar terjadi proses sputtering, energi ion harus lebih besar

dipindahkan selama proses tumbukan berlangsung bila arah ion datang tegak lurus

permukaa target (θ = 0), maka energi yang ditransfer adalah maksimum dan besarnya (Ohring, 1992) adalah :

i s i s i t E M M M M E =⎜⎜ + 2 ⎟⎟ ) ( 4 ………(7)

Dengan Ei adalah energi ion penumbuk [eV], Et adalah energi ion yang

dipindahkan [eV], Mi adalah massa atom ion gas sputter [amu] dan Ms adalah

massa atom target [amu].

2.1.6. Kelebihan Metode Sputtering DC

Metode sputtering diaplikasikan untuk meningkatkan sifat keras, tahan

aus, tahan korosi maupun tahan suhu tinggi. Metode sputtering telah terbukti

mampu meningkatkan kekerasan permukaan logam dengan beberapa keuntungan

antara lain (Sujitno Tjipto, B. A., 2003) :

1. Dapat melapisi lapisan tipis dari bahan dengan titik leleh tinggi;

2. Dapat melapisi bahan logam, paduan, semikonduktor dan bahan

isolator;

3. Daya rekatnya tinggi;

4. Ketebalan lapisan dapat dikontrol;

2.2. Lapisan Tipis SnO2

2.2.1. Semikonduktor

Semikonduktor merupakan bahan padat yang sifat hantaran listriknya

terletak antara bahan konduktor dan bahan isolator. Daya hantar listrik

semikonduktor tergantung pada suhu lingkungannya, yaitu pada suhu rendah

berprilaku seperti bahan isolator (T = 0 K), sedangkan pada suhu tinggi berprilaku

seperti bahan konduktor. Penghantar listrik pada semikonduktor adalah elektron

dan hole, dimana pada semikonduktor intrinsik suhu tinggi dapat menyebabkan

elektron pada pita valensi berpindah menuju pita konduksi dengan meninggalkan

hole pada pita valensi. Semakin tinggi suhu, semakin banyak elektron dilepaskan

dari ikatannya (Blocher Richard, 2003).

Gambar 2.3. Skema pita energi pada semikonduktor intrinsik.

Berdasarkan azas Pauli, dalam suatu tingkat energi tidak boleh terdapat

lebih dari satu elektron pada keadaan yang sama. Kumpulan garis pada tingkat

energi yang sama akan saling berhimpitan dan membentuk satu pita, ini disebut

pita energi. Secara umum penentuan struktur pita energi untuk kristal isolator,

kristal semikonduktor dan kristal konduktor dapat diilustrasikan pada Gambar 2.4.

dipisahkan oleh daerah dimana elektron tidak bisa bergerak atau beroperasi,

daerah ini disebut daerah terlarang (band gap).

Gambar 2.4. Struktur pita energi untuk : a). bahan isolator; b) bahan semikonduktor; dan c) bahan konduktor.

Isolator memiliki celah energi cukup besar ~ 9 eV, dimana pita

konduksinya tidak terisi oleh elektron (kosong), sedangkan pada pita valensinya

penuh oleh elektron. Sehingga bahan isolator tidak bisa menghantarkan listrik.

Semikonduktor memiliki celah energi sekitar ~ 1,1 eV, dimana sebagian elektron

pada pita valensi pindah menuju pita konduksi, sehingga meninggalkan hole pada

pita valensi. Kemudahan elektron pindah menuju pita konduksi karena energi

gap-nya kecil. Elektron-elektron ini cukup untuk menimbulkan sejumlah arus yang

terbatas untuk mengalir jika medan listrik dipasang, sehingga bahan memiliki

resistivitas listrik diantara isolator dan konduktor. Sedangkan konduktor tidak ada

celah energi, dimana pita konduksi terisi sebagian oleh elektron. Sehingga

elektron-elektron pada pita valensi sangat mudah untuk pindah menuju pita

konduksi, hal inilah yang menyebabkan bahan konduktor sangat mudah

menghantarkan listrik. Elektron pembawa muatan negatif dalam pita konduksi dan

2.2.2. Semikonduktor SnO2

Ketika semikonduktor murni (intrinsik) dikotori dengan doping atom lain,

maka semikonduktor tersebut kemudian menjadi semikonduktor ekstrinsik.

Semikonduktor oksida logam (SnO2) adalah bahan semikonduktor yang berasal

dari logam dan berikatan dengan oksigen. Lapisan teratas permukaan SnO2

disusun oleh ion-ion oksigen dan ion-ion logam pada lapisan dibawahnya. Kisi

ion-ion logam hanya terisi sebagian, ruang tersisa berada dalam keadaan cacat

(defect) (Atmono Trimardji, 2003). Dalam teori defect, kekurangan atau kelebihan

ion oksigen pada permukaan akan menyebabkan cacat titik. Cacat titik yang

terbentuk karena kekurangan ion oksigen (akseptor oksigen) pada permukaan

akan menyebabkan terbentuknya pita akseptor yang letaknya di atas pita valensi

dalam struktur pita energi permukaan. Cacat titik yang terbentuk karena terisinya

permukaan dengan ion oksigen menyebabkan terbentuknya tingkat energi donor

yang letaknya sedikit di bawah pita konduksi dalam stuktur pita energi (Atmono

Trimarjdi, 2003). Pengotoran dengan atom donor dan atom akseptor dapat di

ilustrasikan pada Gambar 2.5. dan Gambar 2.6.

(a) (b)

Gambar 2.5. (a) Semikonduktor dengan donor atom asing dari golongan VA (arsenik) atau semikonduktor tipe-n. (b) Tingkat energi atom donor

Pita konduksi Donor Eg ~1eV 0.01 eV (Si) 0.05 eV (As) Pita valensi

(a) (b)

Gambar 2.6. (a) Semikonduktor dengan atom asing dari golongan IIIA (Boron) atau semikonduktor tipe-p. (b) Tingkat energi atom akseptor

Atom donor adalah atom pengotor yang memberi konstribusi jumlah

elektron berlebih (jumlah elektronnya lebih banyak satu dari atom murni).

Sehingga semikonduktor yang dikotori dengan atom donor ini mengalami

kelebihan elektron, dan menjadi semikonduktor tipe-n. Sedangkan atom akseptor

adalah atom pengotor yang memberikan kontribusi jumlah hole berlebih (jumlah

elektronnya lebih sedikit satu dari atom murni). Sehingga semikonduktor yang

dikotori dengan atom akseptor akan kekurangan elektron dan menimbulkan hole.

Semikonduktor ini menjadi tipe-p.

2.2.3. Ketidaksempurnaan (cacat) pada lapisan tipis SnO2

Istilah cacat atau ketidaksempurnaan umumnya digunakan untuk

membahas penyimpangan dari susunan teratur titik-titik kisi. Apabila

penyimpangan dari susunan periodik kisi terbatas sampai di sekitar beberapa

atom, penyimpangan ini disebut cacat titik (point defect) atau ketidaksempurnaan

titik (Dieter Gearge E., 1987)

Pita konduksi Eg ~1eV 0.01 eV (Si) 0.05 eV (B) Akseptor Pita valensi

Gambar 2.7. Cacat titik (point defect) dalam sebuah kisi kristal (Beiser Artur, 1981). a) kekosongan (vacancy) dan cacat interstisi (interstisi defect). b) cacat substitusi (substitusional defect)

Kekosongan yaitu terdapatnya tempat kosong bilamana sebuah atom lepas

dari posisi kisi normal (Van Vlack, 1991). Cacat interstisi yaitu apabila sebuah

atom menempati suatu keadaan yang tidak normal sehingga terdesak diantara

atom-atom pada kisi tuan rumah (Trethewey, 1991). Atom interstisi bisa berupa

atom tuan rumah atau atom asing (Van Vlack, 1991). Cacat substitusi yaitu

adanya atom asing yang menempati suatu kedudukan pada kisi yang seharusnya

diisi oleh atom tuan rumah (Trethewey, 1991).

2.3. Karakterisasi Lapisan Tipis SnO2

2.3.1. Resistansi dan Konduktivitas

Sifat listrik dari pengahantar dapat dicirikan dari resistivitas ρ (hambatan jenis) dan konduktivitas σ (daya hantar). Konduktivitas berbanding terbalik dengan resistivitas. Resistivitas dan konduktvitas merupakan besaran-besaran

volumetric yang menggambarkan kualitas suatu penghantar listrik (Suyoso, 2003)

Konduktivitas adalah kemampuan bahan dalam menghantarkan arus

Bila pada ujung-ujung semikonduktor dihubungkan dengan beda potensial

maka akan timbul medan listrik pada setiap titik di dalam semikonduktor tersebut

yang menghasilkan arus listrik I. secara matematis, arus yang mengalir pada

semikonduktor adalah

R V

I = ……… .(8)

dengan I (Ampere) adalah arus listrik, V (Volt) merupakan beda potensial

ujung-ujung semikonduktor, sedangkan R (Ω) merupakan resistansi yang menyatakan karakteristik semikonduktor. Menurut hokum Ohm, rapat arus J sebanding dengan

kuat medan listrik E. Secara matematis ditulis :

E

J =σ ……….(9)

dengan J merupakan rapat arus (A/m2), σ merupakan konduktivitas listrik semkonduktor (Ω-1

m-1) dan E merupakan kuat medan listrik (V/m). rapat arus

yang mengalir pada semikonduktor adalah :

A I

J = ……….(10)

dengan A adalah luas penampang semikonduktor (m-2).

Bila kuat medan listrik dalam suatu semikonduktor dianggap serba sama

maka kuat medan listrik adalah :

l V

E = ………..(11)

dengan l merupakan panjang semikonduktor (m). Dengan mensubstitusikan

persamaan (5) ke dalam persamaan (3), diperoleh

l V

Dengan menganggap arus I terdistribusi secara merata pada luasan A,

maka arus total I :

l A I =σ

V ………..(13)

Didefinisikan resistivitas bahan semikonduktor ρ berbanding terbalik dengan konduktivitas σ, secara matematis :

σ

ρ = 1 ……….…(14)

Hubungan arus I dengan beda potensial V adalah

I A

l

V = ρ ………(15)

Sehingga hubungan antar resistansi R dan resistivitas ρ adalah : (Van Vlack, 1991)

A l

R= ρ ……….(16)

dengan ρ adalah resistivitas (Ωm) dan R adalah resistansi (Ω).

Bahan lapisan tipis SnO2 yang baik sebagai sensor gas adalah yang

mempunyai nilai resistansi kecil, karena sensitivitas suatu sensor gas ditunjukkan

oleh nilai resistansinya.

2.3.2. Scanning Elektron Mikroscope (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray

Spektroscopy (EDXS)

Alat-alat electron microbeam digunakan untuk menentukan struktur morfologi dan kompisisi kimia bahan sampel dalam orde kurang dari beberapa

polarizing atau petrografic microscope, yaitu suatu alat tradisional dalam geologis (ilmu bumi). Dalam penggunaanya alat ini mampu bekerja dalam dua dimensi,

taksiran dari kandungan kimia pada mineral, observasi mengenai ukuran lapisan

dan tekstur permukaan. Tetapi dalam kenyataanya alat ini belum mampu untuk

mengungkapkan secara terperinci mengenai struktur kulit dari sampel, dalam hal

ini diperlukan pengukuran dalam tiga dimensi.

Dalam perkembangannya saat ini sistem SEM dan teknik EDX telah lebih

maju. Hal ini dapat dilihat dari kemampuannya dalam menganalisis lapisan tipis

telah mencapai orde kurang dari beberapa mikron dan mampu mengenali serta

melihat struktur pori-pori kulit mineral-mineral yang sangat kecil. Manfaat lain

dari SEM adalah mudah dalam preparasi sampel, mempunyai medan yang besar

dan resolusi yang tinggi serta memiliki perbesaran yang cukup signifikan (banyak

analisis SEM pada batuan yang mempunyai perbesaran antara 10000x sampai

20000x). Semuanya ini sangat penting dalam membantu karakteristik bahan

sampel.

Karakteristik bahan pada sistem SEM adalah karakteristik morfologi dan

analisis komposisi kimia dengan teknik EDX. Karakteristik morfologi ini adalah

pengamatan struktur permukaan lapisan tipis sedangkan karakteristik komposisi

kimia adalah untuk mengetahui prosentase kandungan unsur-unsur kimia pada

lapisan tipis. Kedua karakteristik ini memanfaatkan pancaran sinar-x dan elektron

sekunder yang dipancarkan oleh specimen akibat dari tumbukan berkas elektron

berenergi tinggi dengan sampel. Sinar-x mempunyai karakteristik energi atau

Si-Li. Keluarannya berupa spektrum sinar-x yang ditampilkan pada layar

komputer. Elektron sekunder yang terpancar merupakan sinyal sekunder dari

berkas elektron yang menumbuk sampel, selanjutnya elektron sekunder ini akan

ditangkap oleh Secondary Electron (SE) detektor yang kemudian akan

ditampilkan pada layar komputer. Skema dasar dari Scanning Electron

Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDXS) dapat dilihat pada Gambar 2.7.

EDX SEM

Gambar 2.8. Skema dasar dari Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDXS) (Modified from Beck, 1977)

2.3.2.1. Scanning Elektron Mikroscope (SEM)

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa

permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi

dari penangkapan dan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh

sampel akibat tumbukan dengan berkas elektron berenergi tinggi. Kata kunci dari

prinsip kerja SEM adalah Scanning yang berarti bahwa berkas elektron

Dokumen terkait