• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Konflik Libanon Selatan

B. Sejarah Berdirinya Hizbullah

Pendirian Hizbullah didasari oleh keprihatinan sejumlah ulama terhadap invasi Israel ke Libanon selatan pada tahun 1982. Para ulama tersebut adalah Ayatullah Muhammad Mahdi Syamsuddin, Ayatullah al-Sayyed Muhammad Hussein Fadhlullah, dan Imam Musa al-Sadr. Mereka menjalani pendidikan di sekolah-sekolah teologi di Najaf Irak. Salah satu ulama tersebut adalah Ayatullah al-Sayyed Muhammad Hussein Fadhlullah (Riza:37). Fadhlullah dilahirkan dan belajar di Najaf, dimana ayahnya adalah seorang cendikiawan dari Libanon selatan. Pada tahun 1966, Fadhlullah pulang ke Libanon dan membuat sebuah

30

perubahan pada Husayniyyah (lembaga pendidikan Syiah) di Beirut menjadi sebuah pusat pergerakan Islam Libanon. Pada masa itu, gerakan Syiah di Libanon di pimpin oleh Sayyed Musa al-Sadr, dan Fadhlullah sebagai pengikutnya. Musa al-Sadr mendirikan Afwaj al-Muqawwamah al-Lubnaniyah atau yang dikenal dengan AMAL pada saat perang saudara Libanon berlangsung tahun 1975 (Naim 2008:17). AMAL mempunyai beberapa anggota yang diantaranya adalah Ayatullah al-Sayyed Muhammad Hussein Fadhlullah, Sheik Sayyed Hassan Nasrallah, Sheik Abbas al-Musawi, Ali Ammar, Hussein al-Khalil, dan Nabih Berri (Abdarrahman Koya 2006:16). Tujuan didirikannya AMAL adalah untuk membantu tentara Libanon melawan pasukan Israel dalam perang saudara Libanon yang sedang berlangsung di tahun 1975. Namun, beliau tidak dapat meneruskan tujuannya tersebut, karena pada tahun 1978 beliau diculik ketika sedang menghadiri perayaan nasional yang diadakan oleh Presiden Muammar al-Qaddafi di Libya (Naim 2008:18). Sampai saat ini keberadaan beliau belum diketahui.

Pada tahun 1982, Presiden Libanon di masa itu Ilyas Sarkis mendirikan Komite Penyelamatan Nasional dengan tujuan untuk menangani dampak invasi Israel di Libanon selatan. Kemudian, Ilyas Sarkis mengadakan rapat Komite Penyelamatan Nasional dengan mengundang anggota AMAL (Abdarrahman Koya 2006:15). Dalam pertemuan tersebut terjadi perdebatan argumen yang disebabkan oleh salah satu anggota yaitu Nabih Berri datang bersama dengan panglima militer Phalangis Bashir Jumayyil yang mendukung Israel berada di Libanon (Diplomasi 2010:8). Para anggota AMAL melakukan protes kepada Berri atas tindakannya

31

tersebut dengan mengundurkan diri dari organisasi AMAL. Anggota yang mengundurkan diri dari AMAL diantaranya, Ayatullah al-Sayyed Muhammad Hussein Fadhlullah, Sheik Sayyed Hassan Nasrallah, Sheik Abbas al-Musawi, Ali Ammar dan Hussein al-Khalil. Beberapa orang anggota AMAL mencurigai bahwa Berri telah melakukan kerjasama dengan Israel melalui tangan Bashir. Kemudian dari beberapa orang yang keluar dari AMAL masing-masing membentuk kelompok sendiri yang diantaranya; Sheik Abbas al-Musawi mendirikan kelompok dengan nama Gerakan Amal Islam dan Ayatullah al-Sayyed Muhammad Hussein Fadhlullah mendirikan Perhimpunan Persaudaraan serta Perhimpunan Organisasi Filantropik (Naim 2008:20).

Pada tahun 1982 terjadi dua peristiwa besar yaitu perang saudara dan pembantaian di Sabra dan Shatila Libanon selatan. Peristiwa tersebut membuat sejumlah kelompok ulama marah dan prihatin karena 100.000 penduduk Libanon terbunuh (Global Research 2013). Kemudian, sejumlah ulama yang terdiri dari sembilan perwakilan diantaranya; tiga orang mewakili ulama dari Bekaa (Libanon timur), tiga orang mewakili komite Islam, dan tiga orang lagi mewakili Gerakan amal Islam (Naim 2008:24). Mereka berkumpul bersama untuk menyatukan visi misi dengan membubarkan organisasi mereka demi mendukung sebuah organisasi Islam baru, yang kemudian dikenal sebagai ”Hizbullah”. Tujuan didirikannya Hizbullah adalah untuk mengusir pasukan Israel dari Libanon.

Hizbullah baru diperkenalkan oleh Sheik Ibrahim al-Amin secara luas pada 16 Pebruari 1985 ketika memperingati satu tahun wafatnya Sheik Ragheb Harb yang merupakan pemimpin perlawanan kelompok Syiah (Robert G. Rabil 2012).

32

Sheik Ibrahim al-Amin menegaskan bahwa Hizbullah akan mengusung semangat Revolusi Islam Iran dalam pemerintahan di Libanon. Sebagian besar kegiatan Hizbullah diarahkan ke berbagai kegiatan sosial, politik, dan kenegaraan.

B.1. Sejarah Konflik Israel-Hizbullah

Sejarah konfik Israel-Hizbullah dimulai pada tahun 1982 setelah kelahiran Hizbullah yang bertepatan dengan Perang saudara.7 Hizbullah merasa prihatin terhadap kondisi yang sedang dialami oleh masyarakat Libanon saat itu dan Hizbullah tidak bisa tinggal diam atas serangan pasukan Israel ke wilayah Libanon. Hizbullah kemudian bersama-sama dengan kaun Syiah lainnya dan Suriah berperang melawan pasukan Israel di Libanon. Kemudian, tahun 1983 dengan adanya tekanan dari masyarakat internasional melalui protes yang dilakukan di seluruh dunia, Israel mundur ke sungai Awali di Libanon (James Kelly 1983).

Pada bulan November 1983, terjadi bom bunuh diri yang dilakukan oleh pejuang Syiah di dekat markas pasukan Israel di kota Tyre Israel. Peristiwa ini menewaskan 60 orang yang termasuk di dalamnya pasukan Israel. Setelah kejadian tersebut, tahun 1985 pemerintah Israel yang dipimpin oleh Perdana Menteri Shimon Peres memutuskan untuk menarik mundur pasukan Israel ke wilayah Libanon selatan (The US Army 2006).

Beberapa tahun kemudian terjadi serangan lagi yang dilancarkan oleh pasukan Israel pada tahun 1988 di Maydun basis Hizbullah (New York Times 1988). Pasukan Israel menyerang wilayah Libanon selama 3 hari. Namun,

7

33

penyerangan yang dilakukan pasukan Israel justru menambah peningkatan serangan Hizbullah ke wilayah Israel. Setelah itu, berkat mediasi negara Arab saudi, perang saudara yang telah berlangsung selama 15 tahun berakhir.

Berakhirnya perang saudara di Libanon, tidak menghentikan perang antara Israel dengan Hizbullah. Pasukan Israel melancarkan serangan ke wilayah Libanon selatan yang menjadi basis Hizbullah. Tujuannya untuk menghancurkan kekuatan Hizbullah agar dapat menarik simpati rakyat Libanon, karena dengan keberadaan Hizbullah nasib rakyat Libanon terancam. Namun, serangan yang dilakukan Israel menimbulkan kebencian rakyat Libanon terhadap Israel.

Perlawanan Hizbullah menjadi semakin meningkat dengan membalas serangan ke wilayah Israel utara. Pada bulan Juli 1993 Israel kembali melancarkan serangan akuntabilitas dengan tujuan agar penduduk Libanon selatan mengungsi dan pindah ke utara kota Beirut (Global Security 2013). Hingga tahun 1996 pasukan Israel masih melancarkan serangan ke wilayah Libanon.

Pada tahun 1999 menjelang penarikan mundur Israel tahun 2000, pejuang Hizbullah intens mengadakan operasi perlawanan untuk menyerang pasukan Israel. Pada tahun 2000, ketika Perdana Menteri Ehud Barak terpilih dalam pemilu, ia memutuskan untuk menarik pasukan Israel dari wilayah Libanon sebagai realisasi janjinya kepada rakyat Israel saat Pemilu. Penarikan mundur tentara Israel ini merupakan kemenangan terbesar bagi Hizbullah (Naim 2008:187-188).

34

Dokumen terkait