• Tidak ada hasil yang ditemukan

terdahulu dan selanjutnya memberikan saran-saran yang sekiranya berguna dan bermanfaat bagi PT. Al-Ijarah Indonesia Finance.

BAB II

LANDASAN KERANGKA TEORI

A. PENGERTIAN IJARAH

Al- Ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-iwadl yang arti dalam bahasa Indonesianya adalah ganti dan upah. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah, antara lain sebagai berikut :

1. Menurut Mazhab Hanafi, sebagaimana yang dikutip oleh M. Ali Hasan bahwa ijarah adalah

ضﻮܳ۸ ܱܺﺎݏ݊ ﻰ݇ܲ ﺪْܿܲ

” Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan “.13

2. Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:

ݛ݋ْܛ۾

ڰۿ݆ا

نݢْﻮْܿݏ݋݆ا ܥْܳ۸و ﻰ݊دݜا ﺔْܻܳݏ݊ ﻰ݇ܲ ﺪܾﺎܳ

Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan”.

3. Menurut Syaikh Syihab Al- Din dan Syaikh Umairah bahwa yang dimaksud dengan ijarah adalah :

݇ܲ ﺪْܿܲ

ﻹاو لْﺬ۹ْ݆݇ ﺔ݇۸ﺎܾ ةدْﻮܣْܿ݊ ﺔْ݊ﻮْ݇ܳ݊ ﺔْܻܳݏ݊

ضﻮܳ۸ ﺔ܊ﺎ۸

ﺎْܳܦو

13

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004 ), cet.2, ed.1, h.227

”Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu”.14

4. Menurut Muhammad Al – Syarbini Al – Khatib bahwa yang dimaksud dengan ijarah adalah :

طْوﺮﺸ۸ ضﻮܳ۸ ﺔْܻܳݏ݊ ﻚْݛْ݇݋۾

”Kepemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.”

5. Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.

6. Menurut Hasbi Ash – shiddiqie bahwa ijarah adalah

ْىأ ةدْوﺪْ܋݊ ةڰﺪ݋۸ءْݙﺸ݆ا ﺔْܻܳݏ݊ ﻰ݇ܲ ﺔ݆دﺎ۹݋݆ا ﺔْܲﻮܦْﻮ݊ ﺪْܿܲ

ْ݇݋۾

ْݛ

ܱܺﺎݏ݋݆ا ْܱݛ۸ ݙ܋ܺ ܥܳ۸ﺎﻬﻜ

” Akad yang objeknya ialah pemenuhan manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.

7. Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti rugi menurut syarat – syarat tertentu.15

Ijarah juga diinterpretasikan sebagai suatu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/ milkiyyah) atas barang itu sendiri.16

Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaat bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain – lain sebab semua itu bukan manfaatnya tetapi bendanya.

14 Drs. H. Hendi Suhendi, Fiqih Mu’amalah, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002 ), cet.1, h.114 15 Prof. Dr. Rahmat Syafe’i, M.A, Fiqih Muamalah, ( Bandung : Pustaka Setia, 2004 ), cet.2, h.122-123 16 Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH, MH,Perbankan Syariah di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada,2003), cet

Menurut pendapat wahbah Al – juhaili bahwa manfaat sebagai asal ijarah sebagaimana ditetapkan ulama fiqih adalah asal fasid (rusak) sebab tidak ada landasannya, baik dari Al – Qur’an, As – Sunnah, Ijma’ maupun Qiyas yang shahih.

Menurutnya, benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit, asalnya tetap ada, misalnya pohon yang mengeluarkan buah, pohonnya tetap ada dan dapat dihukumi manfaat sebagaimana dibolehkan dalam wakaf untuk mengambil manfaat dari sesuatu atau sama juga dengan barang pinjaman yang diambil manfaatnya. Dengan demikian, sama saja antara arti manfaat secara umum dengan benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit dmi sedikit tetapi asalnya tetap ada.17

Ada dua jenis ijarah dalam hukum islam, yaitu ”

a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewakan. Pihak yang mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang dibayarkan disebut ujrah.

b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset (properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset itu atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing disebut musta’jir, pihak yang menyewakan / lessor) disebut mu’jir / muajir, sedangkan biaya sewa disebut ujrah.18

B. LANDASAN HUKUM IJARAH

Dasar-dasar hukum ijarah atau rujukan ijarah adalah Al- Qur’an, As- Sunnah, dan Al- Ijma’.

1. Dasar hukum al-ijarah dalam al-qur’an adalah

ڰݍهرﻮ܆أ ڰݍهﻮ۾ﺂܺ ْ݉ﻜ݆ ݍْܳܦْرأ ْنﺈܺ

)

ْقݣﻄ݆ا

:

٦

(

“ Jika mereka telah mnyusukan anakmu, maka erilah upah mereka (at-thalaq : 6)

17 ibid,

Prof. DR. Rahmat Syafe’i, MA, Fiqih Muamalah,(Bandung : Pustaka Setia,2004), cet.2, h.125-128

ا ݍ݊ ﺮْݛﺧ ڰنإ ݐْﺮ܆ْﺄۿْܚا ۽۸أﺎݚ ﺎ݋هاﺪْ܊إ ْ۽݆ﺎܾ

ْܚ

ݍݛ݊ﺄْ݆ا ڱيﻮْ݆ܿا تْﺮ܆ْﺄۿ

)

݆ܿا

ﺎܢ

ص

:

٦

(

“ Salah seorang dari wanita itu berkata : wahai bapakku, ambilah dia sebagai pekerja kita. Karena orang yang paling aik untuk dijadikan pekerja adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya ( Al-Qashash:26).

2. Dasar hukum ijarah dari Al- Hadits adalah

ݍْ۸ سﺎڰ۹ْ݆ܳاﺎݏڰﺛﺪ܊

ڱݙ݋݇ڰܛ݆ا ﺔڰݛﻄܲ ݍْ۸ ﺪْݛܳܚ ݍْ۸ ۷ْهو ﺎݏﺛﺪ܊ ڱݙْܿﺸ݊ڰﺪ݆ا ﺪݛ݆ﻮْ݆ا

ﺪْݚز ݍْ۸ ݍ݋ْ܊ڰﺮ݆اﺪْ۹ܲﺎݏﺛڰﺪ܊

لﺎܾ ﺮ݋ܲ ݍْ۸ ﷲاﺪْ۹ܲ ݑْݛ۸أ ْݍܲ ْ݉݇ܚأ ݍْ۸

ْݍܲ

لْﻮܚر

ااْﻮﻄْܲأ ݉݇ܚو ݑْݛ݇ܲ ﷲا

ݑܾﺮܲ ڰܹ܇ݚ ْنأ ْ݅۹ܾ ݐﺮْݛ܆ﻷ

)

ݑ܆ﺎ݊ ݍ۸ا ݐاور

(

Artinya : Berikanlah upahnya sebelum keringatnya mengering ( HR. Ibnu Majah dari Ibnu Umar .

3. Landasan hukum ijarah dalam ijma’ adalah

Mengenai disyariatkannya ijarah, para sahabat dan juga para tabi’in, semua mereka telah membolehkan ijarah. Selain itu pula, ada yang mengatakan bahwa ijma’ ulama perkara ijarah kmbali kepada nash Al-qur’an dan Sunnah Nabi yang suci. Semua ulama bersepakat taki seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini.19

4. Landasan hukum ijarah dalam operasional adalah

a. UU No.7/92 Jo UU No.10 th.1998 Tentang Perbankan

19

Imam Tadiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, (terj) oleh K.H Syarifuddin Anwar dan K.H Misbah Mustafa., ( Surabaya : CV. Bina Iman, 1994 ), cet I, h.694

b. Lampiran 6: SK BI No.32/34/SK Tgl 12/05/99 Dir BI, Tentang Prinsip-prinsip Kegiatan Usaha Perbankan Syari’ah

c. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:09/DSN-MUI/IV/2000, Tentang Pembiayaan Ijarah.20

C. RUKUN DAN SYARAT-SYARAT IJARAH

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah itu terdiri dari ijab (ungkapan menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa-menyewa). Akan tetapi jumhur ulama mengatakan bahwa rukun ijarah ada empat, yaitu :

1. Orang yang berakad 2. Sewa / imbalan 3. Manfaat

4. Shighat (ijab- qabul)

Sedangkan syarat- syarat ijarah yaitu :

a. Untuk kedua orang berakad (ai-muta’aqidain), menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila, menyewakan harta mereka atau diri mereka (sebagai buruh), menurut mereka ijarahnya tidak sah.

b. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.

c. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari.

d. Objek ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak cacat. Oleh sebab itu, para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa.

e. Obyek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Oleh sebab itu para ulama fiqih sepakat menyatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir, menyewa seseorang untuk membunuh orang lain (pembunuh bayaran), dan orang islam tidak boleh menyewakan rumah kepada orang non muslim untuk dijadikan tempat ibadah mereka.

f. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa. Misalkan menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa. Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa sewa menyewa seperti ini tidak sah, karena shalat merupakan kewajiban bagi orang yang disewa.

g. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah, mobil, dan hewan tunggangan. Oleh sebab itu, tidak boleh dilakukan akad sewa menyewa terhadap sebatang pohon yang akan dimanfaatkan penyewa sebagai penjemur kain cucian, karena akad pohon bukan dimaksudkan untuk penjemur cucian.

h. Upah / sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta. Ulama Hanafiyah mengatakan upah/ sewa itu tidak sejenis dengan manfaat yang disewa. Akan tetapi jumhur ulama tidak menyetujui

syarat ini, karena menurut mereka antara sewa dengan manfaat yang disewakan boleh sejenis.21

i. Objek sewa-menyewa haruslah dipenuhi (dilaksanakan) baik secara riil ataupun formil karena itu segolongan fuqoha tidak membenarkan penyewaan barang-barang pengikut tanpa induknya, karena hal itu tidak dapat dipenuhi. Demikian pandangan Mazhab Abu Hanifah. Adapun jumhur Fuqoha, berpendapat sebaliknya. Justru menurut mereka barang-barang pengikut itu bermanfaat dan dapat dipisahkan (dibagi) dari induknya, sebagaimana halnya dalam jual beli. Tetapi jika manfaatnya itu kabur, maka sewa menyewa itu rusak (batal).

j. Uang sewa itu haruslah bernilai dan jelas. 22 Selain itu, ada syarat kelaziman diantaranya :

1) Ma’qud alaih (barang sewaan) terhindar dari cacat jika terdapat cacat pada ma’qud alaih (barang sewaan), penyewa boleh memilih antara meneruskan dengan membayar penuh atau membatalkannya.

2) Tidak ada uzur yang dapat membatalkan akad.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa ijarah batal karena adanya uzur sebab kebutuhan atau manfaat akan hilang apabila ada uzur. Uzur yang dimaksud adalah sesuatu yang baru yang menyebabkan kemudhorotan bagi yang akad. Uzur dikategorikan menjadi tiga macam :

a) Uzur dari pihak penyewa, seperti berpindah – pindah dalam mempekerjakan sesuatu atau pekerjaan menjadi sia – sia.

21 AH. Azharuddin Lathif, M.Ag, fiqih Muamalah, (UIN Jakarta Press,2005), cet.I, h.122-124

22 Hamzah Ya’kub, Ifiqih muamalah : kode etik dagang menurut islam, pola pembinaan hidup dalam berekonomi,

b) Uzur dari pihak yang disewa, seperti barang yang disewakan harus dijual untuk membayar utang dan tidak ada jalan lain, kecuali menjualnya.

c) Uzur pada barang yang disewa, seperti menyewa kamar mandi, tetapi menyebabkan penduduk dan semua penyewa harus pindah.

Menurut jumhur ulama, ijarah adalah akad lazim, seperti jual – beli. Oleh karena itu, tidak bisa batal tanpa ada sebab yang membatalkannya. Menurut ulama Syafi’iyah, jika tidak ada uzur. Tetapi masih memungkinkan untuk diganti dengan yang lain. Ijarah dapat dikatakan batal jika kemanfaatannya betul-betul hilang seperti hancurnya rumah yang disewakan.23

D. KETENTUAN OBJEK IJARAH

1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan / atau jasa. 2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. 3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.

4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. 5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk

menghilangkan ketidaktahuan (jahalah) yang akan mengakibatkan sengketa.

6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.

8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak.

9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam menentukan ukuran waktu, tempat dan jarak.24

E. SISTEM TRANSAKSI IJARAH

Dalam sistem transaksi ini yang akan di bahas ialah mengenai tatacara bagaimana manusia melakukan transaksi sewa menyewa yang dikehendaki, yang sesuai dengan syariat islam. Dimana didalamnya terdapat berbagai peraturan yang harus dipatuhi seperti syarat-syarat dan rukunnya. Sebab sebagai suatu transaksi umum, ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi lainnya.

Seperti telah dijelaskan pada pengertian ijarah yang lalu, yakni dimana sistem transaksi ini adalah sistem yang menggunakan akad (kontrak) dalam suatu pengertian manfaat, maka agar lebih mudah dipahami bahasanya, alangkah lebih baiknya penulis terangkan dahulu apa yang dinamakan dengan kontrak (akad) itu.

24 ibid, Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH, MH,Perbankan Syariah di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada,2003),

Kontrak atau perjanjian adalah akad yang secara harfiah berarti iakatan atau kewajiban, maksudnya mengadakan ikatan untuk persetujuan atau ikatan untuk memberi dan menerima bersama-sama dalam salah satu waktu. Artinya ikatan itu menimbulkan sesuatu yang harus dipenuhi, sebagaimana firman Allah :

ْ݉ﻜْݛ݇ܲ ﻰْ݇ۿݚ ﺎ݊ ﺎڰ݆إ مﺎْܳݎﺄْ݆ا ﺔ݋ݛﻬ۸ ْ݉ﻜ݆ ْ۽ڰ݇܊أ دﻮْ݆ܿܳﺎ۸ اﻮْܺوأ اﻮݏ݊اء ݍݚﺬڰ݆ا ﺎﻬڱݚأﺎݚ

ﺪݚﺮݚ ﺎ݊ ݉ﻜْ܋ݚ ݑڰ݆݇ا ڰنإ مﺮ܊ ْ݉ۿْݎأو ﺪْݛڰܣ݆ا ݙڲ݇܋݊ ﺮْݛﻏ

)

ݐﺪﺋﺎ݋݆ا

:

(

Artinya : Hai orang-orang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketikakamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah : 1)

Ayat diatas menyatakan janji-janji (perjanjian dan lafaz uqud) dimana uqud disini lebih bersifat komprehensif sebab menyangkut uqud pada huquq Allah. Uquq ini mempunyai banyak konotasi dibanding kontrak atau perjanjian pada hukum umum. Jadi dari segala macam hukum yang terjadi harus senantiasa dipenuhi, mengikuti pada lafaz uquq yang diperintahkan oleh Allah

Selanjutnya mengenai pel;aksanaan transaksi ijarah ini, haruslah memperhatikan sejumlah dalil maka fuqaha merumuskan rukun sewa menyewa itu terjadi dan sah apabila ada ijab dan qabul, baik dalam bentuk

perkataan maupun dalam bentuk pernyataan lain yang menunjukkan adanya persetujuan kedua belah pihak dalam melakukan sewa menyewa.25

Berikut adalah skema Transaksi ijarah dengan obyek manfaat barang dan skema Transaksi dengan obyek manfaat jasa, adapun yang terkait adalah : mustajir (penyewa), mu’ajir (pemilik barang), barang yang dapat diambil manfaatnya, atau jasa yang dapat diambil tenaganya serta akad ijarah

Skema Transaksi Ijarah Dengan Obyek Manfaat Barang

1. Akad Ijaroh

25 ibid, Hamzah Ya’kub, Ifiqih muamalah : kode etik dagang menurut islam, pola pembinaan hidup dalam berekonomi,

(Bandung : CV. Diponegoro,1992), cet. Ke-2, h.320

Pengembalian Barang Saat Akhir Masa Akad

Musta’jir Mu’ajjir

2. Pembayaran Ujrah

Skema Transaksi Ijarah Dengan Obyek Manfaat Tenaga/Jasa

Keterangan gambar :

1. Akad ijarah di lakukan oleh mustajir (penyewa) kepada muajir (pemilik barang) untuk membicarakan perihal, spesifikasi harga, jangka waktu penyewaan atas barang yang akan disewa.

2. Pembayaran ujarah dilakukan oleh mustajir sebagai penyewa barang kepada mu’ajir sebagai pemilik barang,

3. Mu’ajir menyerahkan barang kepada musta’jir untuk digunakan dan diambil manfaatnya.

4. Setelah berakhir masa sewa maka musta’jr mengembalikan barang yang telah digunakan kepada mua’jir.

Pembayaran Tunai

Musta’jir

Pengalihan Hak Guna Tenaga

Sedangkan dalam skema transaksi ijarah dengan obyek manfaat tenaga/jasa 1. Akad ijarah di lakukan oleh mustajir (penyewa) kepada muajr (pemilik

barang) untuk membicarakan perihal, spesifikasi harga, jangka waktu penyewaan atas barang yang akan disewa.

2. Musta’jir melakukan pembayaran secara tunai kepada mua’jir.

3. Kemudian menyerahkan pengalihan penggunaan hak guna tenaga kepada musta’jir.26

F. MACAM-MACAM IJARAH

Dilihat dari segi objeknya, ijarah dibagi menjadi dua macam, yaitu : ijarah manfaat benda atau barang (manafi’ al-a’yan) dan ijarah manfaat manusia (manafi’ al- insan).

Ijarah manfaat benda atau barang (manafi’ al- a’yan) umpamanya adalah sewa menyewa rumah, toko, kendaraan dan pakaian. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan syara’ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqih sepakat menyatakan boleh dijadikan objek sewa menyewa.

Ijarah manfaat benda / barang dibagi menjadi tiga macam :

1. Ijarah benda yang tidak bergerak (uqar), yaitu mencakup benda-benda yang tidak dapat dimanfaatkan kecuali dengan menggunakannya seperti sewa rumah untuk ditempati atau sewa tanah untuk ditanami.

2. Ijarah kendaraan (kendaraan tradisional maupun modern) seperti unta, kuda dan benda-benda yang memiliki fungsi sama seperti mobil, pesawat, dan kapal.

3. Ijarah barang-barang yang bisa dipindah – pindahkan (al – manqul) seperti baju, perabot, dan tenda.

Sedangkan ijarah yang berupa manfaat manusia merupakan ijarah yang objeknya adalah pekerjaan atau jasa seseorang, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, tukang sepatu, dokter, konsultan, dan advokat. Ijarah jenis ini dibagi menjadi dua macam

a. Ijarah manfaat manusia yang bersifat khusus (al-khas), yaitu seseorang yang disewa tenaga atau keahliannya secara khusus oleh penyewa untuk waktu tertentu. Dan dia tidak bisa melakukan pekerjaan lain kecuali pekerjaan atau jasa untuk penyewa tersebut, seperti pembantu rumah tangga hanya mengerjakan pekerjaan untuk tuan rumahnya bukan pada yang lain.

b. Ijarah manfaat manusia bersifat umum (mustarik), artinya pekerjaan atau jasa seseorang disewa / diambil manfaatnya oleh banyak penyewa. Misalnya jasa dokter tidak hanya disewa orang tertentu tetapi bisa banyak orang dalam waktu tertentu.27

27

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (fiqih muamalah), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2004, cet 2, h.237-238

G. BERAKHIRNYA AKAD IJARAH :

Pada prinsipnya ijarah merupakan akad yang mengikat (lazim) kedua belah pihak yang melakukannya. Artinya ketika akad terjadi, masing-masing pihak harus menunaikan kewajiban dan menerima hak masing-masing serta tidak boleh membatalkannya(fasakh) kecuali ada hal-hal yang menurut ketentuan hukum (syara’) dapat dijadikan alasan pembatalan. Adapun hal-hal yang bisa menyebabkan batalnya akad ijaroh yaitu:

1. Salah satu pihak meninggal dunia. Ini merupakan pendapat ulama mazhab hanafi. Bagi mazhab ini, waris hanya berlaku pada sesuatu yang ada (wujud fisiknya) dan menjadi hak milik. Sementara, manfaat yang diperoleh dari ijaroh adalah sesuatu yang terjadi secara bertahap dan ketika meninggalnya salah satu pihak manfaat tersebut tidak ada (ma’dum) dan tidak sedang dimilikinya. Maka sesuatu yang dimuliki mustahil bisa diwariskan. Oleh karena itu, akad ijaroh harus diperbaharui dengan ahli waris, sehingga akad berlangsung dengan pemilikannya (yang baru). Sedangkan menurut jumhur ulama, akad ijaroh tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad, karena menurut jumhur ulama manfaat itu boleh diwariskan dan ijaroh sama dengan jual beli, yaitu mengikat kedua belah pihak.

2. Terjadinya kerusakan pada barang sewaan seperti rumah terbakar atau mobil hilang.

3. Menurut ulama hanafiyyah, apabila ada udzur dari salah satu pihak seperti rumahnya disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak, maka

akad ijaroh batal. Udzur-udzur yang dapat membatalkan akad ijaroh itu menurut ulama hanafiyyah adalah, salah satu pihak mengalami kepailitan, dan berpindah tempatnya penyewa, misalnya seorang digaji untuk menggali sumur disuatu desa, sebelum sumur itu selesai penduduk desa itu pindah kedesa lain. Akan tetapi menurut jumhur ulama, udzur yang dapat membatalkan akda ijatoh hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.

4. Berakhir dengan ’ikolah, yaitu pembatalan akad atas dasar kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini karena ijaroh merupakan akad pertukaran (mu’awadloh) harta dengan harta. Oleh karena itu diperbolehkan adanya ikolah sebagai mana dalam jual beli. 28

5. Habisnya tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah, apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya dan apabila yang disewa itu jasa seseorang, maka ia berhak menerima upah.29

Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu berbentuk barang bergerak, ia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya. Dan jika berbentuk barang tidak

28 Nazih Hammad, Mu’jam al-mustahahat al-iqtishodiyyah fi al-Lughot al-Fuqoha (al-ma’had’Ali lil al-fikri

al-islamy,1995) Cet ke 3, h.354

29

Abdul Aziz Dahlan (editor), ensiklopedia Hukum Islam, ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Cet. Ke I, Jilid 2, h.660

bergerak, ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong (tidak ada harta si penyewa).30

H. PEMBAYARAN UPAH DAN SEWA

Jika ijarah itu suatu pekerjaan, maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu berakhir pekerjaan, bila tidak ada disyaratkan mengenai pembayar dan tidak ada ketentuan penangguhannya, menurut Abu Hanifah wajib diserahkan upahnya secara berangsur, sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Menurut imam sayafi’i dan Ahmad, sesungguhnya ia berhak dengan akad itu sendiri, jika mu’jir, ia berhak menerima bayarannya. Karena penyewa (musta’jir) sudah menerima kegunaan.

Hak menerima upah bagi musta’jir adalah sebagai berikut :

1. Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadits yang di riwayatkan ibnu majah, Rasulullah SAW bersabda:

ݑܾﺮܲ ڰܹ܇ݚ ْنأ ْ݅۹ܾ ݐﺮْ܆أﺮْݛ܆ﻷااْﻮﻄْܲأ

)

ݑ܆ﺎ݊ ݍ۸او ﻰ݇ܳݚ ﻮ۸أ ݐاور

ﺬݛ݊ﺮۿ݆او ݙݎﺮ۹ﻄ݆او

(

Artinya :”Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu kering”(HR.Abu ya’la, Ibnu Majah, Thabrani, dan Turmidzi).

2. Jika menyewa barang, maka uang sewaan dibayar ketika akad sewa, kecuali bila dalam akad ditentukan lain. Manfaat barang yang diijarahkan mengalir selama penyewaan berlangsung.31

30Sayyid Sabiq, fiqih Sunnah (terjemahan) Oleh H. Kamluddin A Marzuki, (Bandung : PT Al-ma’rif,1997),

cet. Ke-7, jilid 13, h.20

I. HIKMAH IJARAH

Bentuk sewa menyewa ini dibutuhkan dalam kehidupan manusia, karena itulah maka syariat islam membenarkannya. Seseorang terkadang dapat memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya tanpa melakukan pembelian barang karena jumlah uangnya yang terbatas, misalnya menyewa rumah, sementara pihak yang lainnya memiliki kelebihan rumah dan dapat menyewakannya untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan lainnya.

Tidak semua orang dapat membeli kendaraan karena harganya yang tak terjangkau. Namun demikian setiap orang dapat menikmati kendaraan tersebut dengan cara menyewa. Demikian juga banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan sendiri, karena terbatasnya tenaga dan keterampilan, misalnya mendirikan bangunan dalam keadaan dimana kita mesti menyewa tenaga buruh yang memiliki kesanggupan dalam pekerjaan tersebut.32

xliii

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan teoritis pada bab II, maka dalam bab ini penulis akan membahas mengenai analisa implementasi pembiayaan yang terjadi pada PT. Al Ijarah Indonesia Finance.

A. Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan pada PT. Al Ijarah Indonesia Finance Dalam memberikan pembiayaan kepada mustajir, PT. ALIF harus selektif dalam memilih calon mustajir yang akan melakukan ijarah. Dengan demikian prosedur PT.ALIF dalam penerimaan calon mustajir maupun dalam pelaksanaan pembiayaan bertujuan agar kegiatan permodalan berlangsung dengan baik. Selain itu agar PT. ALIF tidak salah memilih mustajir sebagai konsumennya, karena pembiayaan ini akan memupuk suatu kepercayaan dan tidak menutup kemungkinan bahwa mustajir tidak akan mengembalikan pembiayaan yang diberikan oleh PT.ALIF dan akan menimbulkan kredit macet, hal tersebut akan yang menyebabkan suatu lembaga keuangan mengalami kerugian atau terjadinya likuiditas. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan pembiyaan, PT. ALIF harus melakukan penilaian yang cermat dan benar terhadap watak, kemampuan, modal, prospek

usaha nasabah dan agunan.33 Oleh sebab itu PT.ALIF menetapkan prosedur

Dokumen terkait