• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum Islam terhadap implementasi pembiayaan ijarah (pada PT. Al-Ijarah Indonesia Finance

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum Islam terhadap implementasi pembiayaan ijarah (pada PT. Al-Ijarah Indonesia Finance"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI

PEMBIAYAAN IJARAH (PADA PT. AL-IJARAH INDONESIA

FINANCE)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam ( S.E.I )

Oleh :

NINA SHABRINA

NIM. 204046102958

KONSENTARASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMMALAT ( EKONOMI ISLAM )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI

PEMBIAYAAN IJARAH (PADA PT. AL-IJARAH INDONESIA

FINANCE)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam ( S.E.I )

Oleh :

NINA SHABRINA

NIM. 204046102958

Pembimbing I

Dr. Syahrul A’ dam, M.Ag

NIP. 150 299 479

Pembimbing II

Hasanuddin, M.Ag

NIP. 150 275 289

KONSENTARASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMMALAT ( EKONOMI ISLAM )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Isalm Terhadap Implementasi Pembiayaan Ijarah ( Pada PT. AL-IJARAH INDONESIA FINANCE )

Telah diujikan dalam sidang munaqosah fakultas syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3 Juni 2008

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu untuk Memperoleh Gelar Sarjan Ekonomi Islam (S.E.I) pada

Program studi Muamalat Jakarta, 3 Juni 2008 Disahkan Oleh

Dekan,

Prof. DR. Drs. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

Nip 150 210 422

PANITIA UJIAN MUNAQOSAH

Ketua : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag Nip 150 275 509

Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, MA Nip 150 269 678

Pembimbing I : Dr. Syahrul A’dham, M.Ag Nip 150 299 479

Pembimbing II : Hasanuddin, M.Ag Nip 150 275 289

Penguji I : Dr. Hj. Isnawati Rais, MA Nip 105 222 235

Penguji II : Drs. H. Ahmad Yani, MA Nip 150 269 678

(……….)

(……….)

(……….)

(……….)

(……….)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa ini merupakan hasil karya saya/merupakan hasil jiplakan dari hasil orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 Mei 2008

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam, pemberi segala potensi dalam diri manusia. Tuhan yang menganugerahi kehidupan dan semua fasilitasnya dibumi ini. Shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW pembawa pesan suci Al-qur’an, pemberi sugesti terhadap segala kebajikan. Rasul akhir jaman, suri tauladan para pejuang kebebasan. Salam sejahtera tercurahkan untuk para pengikutnya yang tetap konsisten dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis baik secara langsung/ tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini yang tidak akan mendekati kesempurnaan tanpa bantuannya. Oleh karena itu penulis memberikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof Dr.H.M.Amin Suma, SH, MA, MM. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Euis Amalia, M.Ag, selaku ketua program studi Muamalat konsentrasi

(6)

ilmu, membimbing dn mengarahkan penulis sejak masa perkulihan hingga berakhirnya skripsi ini.

3. Pembimbing skripsi, Bpk Dr. Syahrul A’dam, M.Ag dan Bpk Hasanuddin, M.Ag. Terima kasih atas kesabaran dan waktu dalam memberikan bimbingan dan saran bagi penulis.

4. Kepada pihak ALIF, terima kasih atas izinnya yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

5. Orang Tua tercinta dan tersayang, Ibunda Nurhaida dan Ayahanda Masri. Dua orang yang berjasa dan memiliki pengaruh besar dalam proses kehidupan penulis. Dorongan berupa semangat yang tertuang melalui do’a, daya dan upaya selalu dicurahkan untuk penulis. Skripsi ini kupersembahkan untukmu Mama dan Papa…I Love You So Much.

6. Buat kakak-kakakku tercinta, abang, muni, me’i, ichan, eci, mba naning, kak sarwono, dan kak degol. Buat adikku yang paling nyebelin “Luthfi” (Becanda kok Pes…). Serta buat keponakanku yang telah banyak menghibur penulis di saat BT menyerang “ Amanda, Fawwaz, Nykos, Riyaz “ (tante Na sayang sama kalian)…Walaupun kalian kadang nyebelin juga..hehe..

7. Buat Pak “Suprihanta Saleh S.Kom”, Thanx for all…yang terus memberi motivasi bagi penulis, dan yang telah membantu penulis dalam skripsi . Thanx ya Pak atas flashdisknya and pulpennya..

(7)

buat teman-teman satu perjuangan yang bareng penulis dalam ikut seminar proposal skripsi “ Yessy, Dona, Inna “ (ayo buruan nyusul juga yach..). Serta buat pengurus LTTQ ( Kak Ervan, Kak Dicky, Abe, dan Iip ).

Demikian ucapan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak. Semoga Allah SWT membalas dan melipat gandakan jasa dan kebaikan kalian. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Jakarta, 26 Mei 2008

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ... 11

F. Metodelogi Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN KERANGKA TEORI ... 16

A. Pengertian Ijarah ... 16

B. Landasan Hukum Ijarah ... 19

C. Rukun dan Syarat-Syarat Ijarah ... 21

D. Ketentuan Objek Ijarah ... 24

E. Sistem Transaksi Ijarah ... 25

F. Macam-Macam Ijarah ... 29

(9)

H. Pembayaran Upah dan Sewa ... 33

I. Hikmah Ijarah ... 34

BAB III GAMBARAN UMUM ... 35

A. Profil PT. Al-Ijarah Indonesia Finance (ALIF)... 35

B. Struktur Kepemilikan ... 36

C. Visi dan Misi ALIF ... 37

D. Produk-Produk ALIF ... 38

E. Target Pasar dan Fokus Bisnis ALIF………... 42

F. Struktur Organisasi ALIF... 45

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan Pada PT. Al-Ijarah Indonesia Finance (ALIF) ... 46

B. Kebijakan Pembiayaan Pada PT. Al-Ijarah Indonesia Finance (ALIF) ... 50

C. Tindakan Yang Diberikan Oleh Pihak ALIF Apabila Terjadi Wanprestasi Terhadap Nasabah ... 52

D. Penerapan Pendapatan Pembiayaan Pada PT. Al-Ijarah Indonesia Finance (ALIF) ... 52

E. Tinjauan Hukum Isalm Terhadap Implementasi Pembiayaan Ijarah... 58

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Islam adalah agama yang bersifat universal yang memuat berbagai persoalan kehidupan manusia, baik diungkapkan secara global maupun secara rinci. Adapun substantif dari ajaran Islam yang diturunkan Allah S.W.T. kepada Rasulullah S.A.W., terbagi kepada tiga pilihan, yakni aqidah, syariah dan akhlak.

Selain itu, ajaran Islam juga mengatur perilaku manusia, baik dalam kaitannya sebagai mahluk dengan Tuhannya maupun kaitannya sebagai sesama mahluk, maka sebagai konsekuensi logis dari hal ini adalah bahwa fiqih pun terbagi menjadi dua, yakni fiqih ibadah dan fiqih mu’amalah. Jadi fiqih ibadah adalah tafsiran ulama atas perintah dan larangan dalam bidang ibadah, sedangkan fiqih mu’amalah adalah tafsiran ulama atas perintah dan larangan dalam bidang mu’amalah. Ibadah adalah syariah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, sedangkan mu’amalah adalah syariah yang mengatur hubungan antara antar sesama manusia.1

1

(12)

Islam merupakan agama yang amat mengedepankan kemaslahatan. Sebagai al – din (way of life) yang datang dari Allah, Pencipta manusia, tentunya syariah Islam yang diturunkan-Nya memperhatikan keperluan dan maslahat kehidupan manusia dan seluruh mahluknya. Dalam merealisasikan pelaksanaan syariah Islam ini, para ulama dan cendekiawan muslim memainkan peranan yang amat penting agar ajaran Islam itu benar- benar dapat dilaksanakan sebagaimana yang dikehendaki oleh pencipta syariah tersebut. Sebab semua tindakan manusia dalam tujuannya mencapai kehidupan yang baik didunia ini, harus tunduk kepada Allah dan Rasulnya.2

Dewasa ini masih terdapat anggapan bahwa Islam menghambat kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai Islam terbagi faktor penghambat pembangunan (an obstacle to economic growth). Pandangan ini berasal dari para pemikir Barat. Meskipun demikian, tidak sedikit intelektual muslim yang juga meyakininya.

Kesimpulan yang agak tergesa-gesa ini hampir dapat dipastikan timbul karena kesalahan ritual, bukan sebagai suatu sistem yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu mayor penggerak roda perekonomian.

Manusia adalah khalifah dimuka bumi. Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama.

2

(13)

Oleh karena itu, syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif, tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya.

Komprehensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (mu’amalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan khaliq-Nya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara kontinu tugas manusia sebagai khalifah-NYA dimuka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial.

Universal bermakna syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai masa yang akan datang. Universal ini tampak jelas terutama pada bidang mu’amalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, mu’amalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali :

“Dalam bidang mu’amalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan mereka adalah hak kita”.3

Analisa yang dikemukakan oleh banyak pihak, terutama para pengamat ekonomi mengungkapkan bahwa krisis ekonomi yang mendera

3

(14)

perekonomian nasional adalah akibat kegagalan sektor usaha besar yang selama ini banyak mendapat proteksi dari pemerintah. Perusahaan – perusahaan besar, tidak cukup untuk kuat fondasinya untuk bertahan dari terpaan badai krisis yang terjadi. Mereka mengalami kebangkrutan karena memang selama ini mereka menggantungkan sumber pendanaan pada faktor eksternal.4

Dengan semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula permintaan/ kebutuhan pendanaan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan. Namun, dana pemerintah yang bersumber dari APBN sangat terbatas untuk menutup kebutuhan dana diatas, karenanya pemerintah menggandeng dan mendorong pihak swasta untuk ikut serta berperan dalam membiayai pembangunan potensi ekonomi bangsa.

Indonesia, sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragam Isalm, telah lama mendampakan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai tuntutan kebutuhan tidak sebatas finansial namun juga tuntutan moralitasnya.5

Dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan serta dikeluarkannya fatwa bunga bank haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2003 menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Baik dengan melakukan konversi system perbankan dari konsep konvesonal menjadi syariah, ataupun pembukuan

4

Muhammad, Bank Syariah : Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2005), Ed. I, h. 109

5

(15)

cabang syariah oleh bank-bank konvensional maupun pendirian BPRS. Hal ini dilakukan karena bank syariah terbukti memiliki berbagai keunggulan dalam mengatasi dampak krisis ekonomi beberapa waktu yang lalu, serta mempunyai potensi pasar yang cukup besar, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim dan masih banyaknya kalangan umat Islam yang enggan berhubungan dengan perbankan yang menggunakan sistem ribawi.

Visi perbankan Islam umumnya adalah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah misi utama perbankan Islam.6

Dalam ilmu ekonomi konvensional, motif aktivitas ekonomi mengarah kepada pemenuhan keinginan (wants) individu manusia yang tak terbatas dengan menggunakan faktor – faktor produksi yang terbatas. Akibatnya, masalah utama ekonomi konvensional adalah kelangkaan (scarcity) dan pilihan (choices).

Dalam Islam, motif aktivitas ekonomi lebih diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar (needs) yang tentu ada batasnya, meskipun bersifat dinamis sesuai tingkat ekonomi masyarakat pada saat itu. Selain itu, kepuasaan dalam Islam tidak hanya terbatas pada benda – benda konkret (materi), tetapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifar abstrak, seperti amal saleh yang dilakukan manusia. Oleh karena itu, perilaku ekonomi dalam

6

(16)

Islam tidak didominasi oleh nilai alami yang dimiliki oleh setiap individu manusia, tetapi ada nilai diluar diri manusia yang kemudian membentuk perilaku ekonomi mereka, yaitu Islam itu sendiri yang diyakini sebagai tuntunan utama dalam hidup dan kehidupan manusia.7

Para pelopor pemikiran ekonomi Islam mengembangkan berbagai aturan untuk menjalankan perbankan dan keuangan menurut prinsip syariah. Salah satu keistimewaan hukum Islam adalah bahwa ia menjadi manifestasi kehendak Tuhan yang pada waktu tertentu dalam sejarah, disampaikan kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad S.A.W., karena itu hukum Islam tidak bersandar pada otoritas pembuat hukum dunia manapun.8

Definisi akad ijarah adalah pemanfaatan sesuatu yang dikehendaki dan diketahui, dengan memungut imbalan (uang sewa) yang ditentukan, dan penyewa boleh menggantikan pemanfaatan tersebut kepada orang lain. Ada beberapa ketentuan dalam ijaroh, pemanfaatan yang berupa pengambilan/perusahaan bendanya adalah tidak termasuk ijarah yang sah, seperti menyewa kebun untuk diambil buahnya, menyewa kambing untuk diambil air susunya, dan lain sebagainya yang sepadan, juga menyewa kambing untuk diambil bulu dan anaknya, semua itu termasuk ijarah yang batal (tidak sah).

Disamping itu, karena ijarah itu merupakan suatu akad, maka segala hal yang disyaratkan yang menyangkut upah/uang sewa harus dipenuhi,

7

Ascarya , Akad dan Produk Bank Syariah ,(Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2007), Ed. I, h. 6

8

(17)

apakah ditentukan dengan pembayaran kontan / ditentukan dengan pembayaran bertempo. Sebab orang-orang mukmin itu harus menepati syarat-syarat yang mereka tentukan sendiri.9

Ijarah didefinisikan sebagai hak memanfaatkan asset dengan membayar imbalan tertentu. Hak kepemilikan tidak berubah, hanya hak guna saja yang berpindah dari yang menyewakan kepada penyewa.10

Para ulama fiqih sepakat bahwa akad ijarah merupakan akad yang bersifat mengingat (lazim) karena ijarah merupakan akad tukar menukar (mu’awadlah) antara harta dengan manfaat. Sifat mengikat (luzum)tersebut menurut para ulama fiqih merupakan prinsip dasar dari akad tukar menukar. Mereka mendasarkan pendapat tersebut pada firman Allah S.W.T: “ Hai orang-orang yang beriman penuhilah atau laksanakan akad-akad kalian “. Ayat ini menunjukkan wajibnya memenuhi akad, karenanya apabila salah satu pihak membatalkan akad maka berarti tidak terlaksananya akad tersebut. Walaupun demikian para ulama berpendapat bahwa ijarah bisa dibatalkan secara umum karena adanya cacat atau halangan-halangan (al-’a’dzar).11

Dalam transaksi ijarah, bank menyewakan suatu asset yang sebelumnya telah dibeli oleh bank kepada nasabahnya untuk jangka waktu tertentu dengan jumlah sewa yang telah disetujui di muka.

Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah lease contract

dimana suatu bank / lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment)

9

Wiroso,SE,MBA,Jual Beli Murabahah()Yogyakarta:UII Press,2005),H.1

10

Al-imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini,Kifayatul Akhyat(PT Bina Ilmu Surabaya),terjemahan II,H.183-189

11

(18)

kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah pasti ditentukan secara pasti sebelumnya (fixed charge).

Transaksi ijarah ditandai adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya prinsip ijaroh sama saja dengan prinsip jual beli. Namun perbedaan terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijaroh objek transaksinya adalah jasa.12

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka topik ini jadi menarik dibahas, alasan inilah yang mendorong penulis untuk mengajukan penulisan skipsi dengan judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN IJARAH (PADA PT. AL-IJARAH

INDONESIA FINANCE).

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan judul yang diangkat, penulis membatasi permasalahan hanya sebatas analisa implementasi ijarah dan aplikasinya di PT. Al-ijarah Indonesia Finance. Selanjutnya, berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, maka yang dijelaskan penulis dalam mengajukan penulisan skipsi ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana target dan fokus yang diterapkan pada PT.Al-Ijarah Indonesia Finance?

2. Apa yang dilakukan oleh pihak PT.Al-Ijarah Indonesia Finance apabila terjadi wanprestasi?

12

(19)

3. Bagaimana mekanisme prosedural sistem ijarah financing pada PT. Al-Ijarah Indonesia Finance?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan penelitian

a. Untuk memperoleh data dan informasi mengenai aplikasi pembiayaan ijarah di PT. Al- Ijarah Indonesia Finance.

b. Untuk memberikan gambaran umum tentang sistem pembiayaan ijarah yang ada di PT. Al- Ijarah Indonesia Finance.

c. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dalam meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada program studi Perbankan Syariah (ekonomi Islam) jurusan Mu’amalah, fakultas Syariah dan Hukum U.I.N. Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Manfaat penelitian

a. Bagi penulis sendiri, bermanfaat sebagai penambah wawasan, menerapkan dan mengembangkan seluruh teori ilmu yang telah diperoleh semasa perkuliahan serta mendapat pengetahuan dan keterampilan yang aplikatif.

(20)

c. Bagi dunia pustaka, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan untuk memperkaya koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian lapangan.

d. Memberikan informasi tentang perkembangan pembiayaan ijarah di PT. Al-Ijarah Indonesia Finance.

D. KAJIAN PUSTAKA

Adapun kajian pustaka yang digunakan dari penulisan ini adalah:

Pada tahun 2006 telah ditulis skripsi oleh Suhaemah dengan judul “Ijaroh dalam sistem perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia”. Dan dalam skripsi ini hanya membahas perbandingan ijaroh dan sistem perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia. Serta mengembangkan sistem perbankan berdasarkan prinsip syariah yaitu membandingkan antara perbankan Indonesia dengan Malaysia.

Pada tahun 2006 telah ditulis skripsi oleh Puspita Sari Juniati dengan judul “Konsep dan Aplikasi Ijaroh dan IMBT (studi kasus di BPRS Harta Insani Karimah, Ciledug)”. Dan dalam skripsi ini hanya membahas konsep dan aplikasi ijaroh dan IMBT pada BPRS Harta Insani Karimah. Serta hasil penelitian yaitu beliau membahas bagaimana proses analisa akad, mekanisme prosedural ijarah dan IMBT, serta tindakan / sanksi yang diberikan oleh pihak bank kepada terjadi wanprestasi.

(21)

membandingkan antara teori dan praktek yang dijalankan pada PT. Al- Ijarah Indonesia Finance apakah sesuai dengan teori yang ada.

E. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

Kerangka teori dalam penelitian ini membahas tentang pengertian ijarah, landasan hukum ijarah, rukun dan syarat-syarat ijarah, ketentuan objek ijarah, sistem transaksi ijarah, macam-macam ijarah, berakhirnya akad ijarah, pembayaran upah dan sewa, dan hikmah ijarah.

Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.

(22)

F. METODELOGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian a. Jenis penelitian

Penelitian ini adalah paduan dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, karena diawali dengan telaah bahan pustaka dan literatur. Dari segi data yang dikumpulkan, diolah dan dianalis, penelitian merupakan penelitian kualitatif, karena mengandalkan wawancara, studi dokumentasi dan arsip-arsip yang terkait dengan permasalahan. Dari segi tujuan penelitian ini cenderung deskripsi analisis, yaitu data yang dikumpulkan berupa konsep-konsep dan gambaran permasalahan, kemudian dianalisis dan dibuktikan, yang dideskripsikan adalah tinjauan ijaroh financing, sedangkan yang akan dianalisis adalah praktek ijaroh financing terhadap keadaan saat ini.

b. Sumber data

Sumber data penelitian ini ada dua :

1) Perpustakaan (literatur, buku-buku, majalah,jurnal-jurnal, surat kabar, dan lain-lain).

2) Observasi lapangan. c. Objek

Ojek penelitian ini adalah PT. Al-Ijarah Indonesia Finance. Metode penarikan sampelnya adalah secara purpose sampling yang dilakukan dengan cara mengambil subjek didasarkan atas tujuan tertentu.

(23)

Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah :

Wawancara, hal ini penulis lakukan untuk menggali data penelitian melalui percakapan langsung dengan pihak terkait, yaitu PT. Al- Ijarah Indonesia Finance, untuk ini digunakan pedoman wawancara guna mengarahkan permasalahan sesuai dengan kepentingan penelitian. e. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Al- Ijarah Indonesia Finance, Gedung Arthaloka Lantai 3, JL. Jenderal Sudirman No.2.

f. Teknik analisis data

Kemudian untuk mengetahui efektifitas perkembangan ijarah financing yang dilakukan di PT. Al- Ijarah Indonesia Finance, digunakan analisa agar diketahui faktor internal yang positif dan negatif yang dimiliki PT. Al-Ijarah Indonesia Finance.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan skripsi yang merupakan laporan hasil penelitian, terdiri atas:

(24)

BAB II LANDASAN TEORI, penulis menguraikan tentang Pengertian ijarah, landasan hukum, rukun dan syarat-syarat ijarah, ketentuan objek ijarah, sistem transaksi ijarah, macam-macam ijarah, berakhirnya akad ijarah, pembayaran upah dan sewa, serta hikmah ijarah.

BAB III GAMBARAN UMUM, dalam bab ini penulis menguraikan tentang sejarah pendirian PT. Al-Ijarah Indonesia Finance, Struktur kepemilikan, visi dan misi PT. Al- Ijarah Indonesia Finance, produk PT. Al – Ijarah Indonesia Finance dan struktur organisasi PT. Al – Ijarah Indonesia Finance.

BAB IV ANALISA IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN IJARAH penulis membahas tentang bahasan pokok dari skripsi yaitu, Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan pada PT. Al Ijarah Indonesia Finance, Kebijakan pembiayaan pada PT. Al Ijarah Indonesia Finance, Tindakan yang diberikan oleh pihak ALIF apabila terjadi wanprestasi terhadap nasabah, Penerapan pendapatan pembiayaan pada PT.Al Ijarah Indonesia, Analisa Implementasi Pembiayaan pada PT.Al Ijarah Indonesia

(25)

BAB II

LANDASAN KERANGKA TEORI

A. PENGERTIAN IJARAH

Al- Ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-iwadl yang arti dalam bahasa Indonesianya adalah ganti dan upah. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah, antara lain sebagai berikut :

1. Menurut Mazhab Hanafi, sebagaimana yang dikutip oleh M. Ali Hasan bahwa ijarah adalah

ضﻮܳ۸

ܱܺﺎݏ݊

ﻰ݇ܲ

ﺪْܿܲ

” Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan “.13

2. Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:

ݛ݋ْܛ۾

ڰۿ݆ا

نݢْﻮْܿݏ݋݆ا

ܥْܳ۸و

ﻰ݊دݜا

ﺔْܻܳݏ݊

ﻰ݇ܲ

ﺪܾﺎܳ

Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan”.

3. Menurut Syaikh Syihab Al- Din dan Syaikh Umairah bahwa yang dimaksud dengan ijarah adalah :

݇ܲ

ﺪْܿܲ

ﻹاو

لْﺬ۹ْ݆݇

ﺔ݇۸ﺎܾ

ةدْﻮܣْܿ݊

ﺔْ݊ﻮْ݇ܳ݊

ﺔْܻܳݏ݊

ضﻮܳ۸

ﺔ܊ﺎ۸

ﺎْܳܦو

13

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004 ), cet.2, ed.1, h.227

(26)

”Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu”.14

4. Menurut Muhammad Al – Syarbini Al – Khatib bahwa yang dimaksud dengan ijarah adalah :

طْوﺮﺸ۸

ضﻮܳ۸

ﺔْܻܳݏ݊

ﻚْݛْ݇݋۾

”Kepemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.”

5. Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.

6. Menurut Hasbi Ash – shiddiqie bahwa ijarah adalah

ْىأ

ةدْوﺪْ܋݊

ةڰﺪ݋۸ءْݙﺸ݆ا

ﺔْܻܳݏ݊

ﻰ݇ܲ

ﺔ݆دﺎ۹݋݆ا

ﺔْܲﻮܦْﻮ݊

ﺪْܿܲ

ْ݇݋۾

ْݛ

ܱܺﺎݏ݋݆ا

ْܱݛ۸

ݙ܋ܺ

ܥܳ۸ﺎﻬﻜ

” Akad yang objeknya ialah pemenuhan manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.

7. Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti rugi menurut syarat – syarat tertentu.15

Ijarah juga diinterpretasikan sebagai suatu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui

pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/ milkiyyah) atas barang itu

sendiri.16

Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah

manfaat bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk

diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain – lain sebab semua itu bukan manfaatnya tetapi bendanya.

14 Drs. H. Hendi Suhendi, Fiqih Mu’amalah, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002 ), cet.1, h.114 15 Prof. Dr. Rahmat Syafe’i, M.A, Fiqih Muamalah, ( Bandung : Pustaka Setia, 2004 ), cet.2, h.122-123 16 Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH, MH,Perbankan Syariah di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada,2003), cet

(27)

Menurut pendapat wahbah Al – juhaili bahwa manfaat sebagai asal ijarah sebagaimana ditetapkan ulama

fiqih adalah asal fasid (rusak) sebab tidak ada landasannya, baik dari Al – Qur’an, As – Sunnah, Ijma’ maupun Qiyas

yang shahih.

Menurutnya, benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit, asalnya tetap ada, misalnya

pohon yang mengeluarkan buah, pohonnya tetap ada dan dapat dihukumi manfaat sebagaimana dibolehkan dalam

wakaf untuk mengambil manfaat dari sesuatu atau sama juga dengan barang pinjaman yang diambil manfaatnya.

Dengan demikian, sama saja antara arti manfaat secara umum dengan benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit

dmi sedikit tetapi asalnya tetap ada.17

Ada dua jenis ijarah dalam hukum islam, yaitu ”

a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewakan. Pihak yang mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang dibayarkan disebut ujrah.

b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset (properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset itu atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing disebut musta’jir, pihak yang menyewakan / lessor) disebut mu’jir / muajir, sedangkan biaya sewa disebut ujrah.18

B. LANDASAN HUKUM IJARAH

Dasar-dasar hukum ijarah atau rujukan ijarah adalah Al- Qur’an, As- Sunnah, dan Al- Ijma’.

1. Dasar hukum al-ijarah dalam al-qur’an adalah

ڰݍهرﻮ܆أ

ڰݍهﻮ۾ﺂܺ

ْ݉ﻜ݆

ݍْܳܦْرأ

ْنﺈܺ

)

ْقݣﻄ݆ا

:

٦

(

“ Jika mereka telah mnyusukan anakmu, maka erilah upah mereka (at-thalaq : 6)

17 ibid,

Prof. DR. Rahmat Syafe’i, MA, Fiqih Muamalah,(Bandung : Pustaka Setia,2004), cet.2, h.125-128

(28)

ا

ݍ݊

ﺮْݛﺧ

ڰنإ

ݐْﺮ܆ْﺄۿْܚا

۽۸أﺎݚ

ﺎ݋هاﺪْ܊إ

ْ۽݆ﺎܾ

ْܚ

ݍݛ݊ﺄْ݆ا

ڱيﻮْ݆ܿا

تْﺮ܆ْﺄۿ

)

݆ܿا

ﺎܢ

ص

:

٦

(

“ Salah seorang dari wanita itu berkata : wahai bapakku, ambilah dia sebagai pekerja kita. Karena orang yang paling aik untuk dijadikan pekerja adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya ( Al-Qashash:26).

2. Dasar hukum ijarah dari Al- Hadits adalah

ݍْ۸

سﺎڰ۹ْ݆ܳاﺎݏڰﺛﺪ܊

ڱݙ݋݇ڰܛ݆ا

ﺔڰݛﻄܲ

ݍْ۸

ﺪْݛܳܚ

ݍْ۸

۷ْهو

ﺎݏﺛﺪ܊

ڱݙْܿﺸ݊ڰﺪ݆ا

ﺪݛ݆ﻮْ݆ا

ﺪْݚز

ݍْ۸

ݍ݋ْ܊ڰﺮ݆اﺪْ۹ܲﺎݏﺛڰﺪ܊

لﺎܾ

ﺮ݋ܲ

ݍْ۸

ﷲاﺪْ۹ܲ

ݑْݛ۸أ

ْݍܲ

ْ݉݇ܚأ

ݍْ۸

ْݍܲ

لْﻮܚر

ااْﻮﻄْܲأ

݉݇ܚو

ݑْݛ݇ܲ

ﷲا

ݑܾﺮܲ

ڰܹ܇ݚ

ْنأ

ْ݅۹ܾ

ݐﺮْݛ܆ﻷ

)

ݑ܆ﺎ݊

ݍ۸ا

ݐاور

(

Artinya : Berikanlah upahnya sebelum keringatnya mengering ( HR. Ibnu Majah dari Ibnu Umar .

3. Landasan hukum ijarah dalam ijma’ adalah

Mengenai disyariatkannya ijarah, para sahabat dan juga para tabi’in, semua mereka telah membolehkan ijarah. Selain itu pula, ada yang mengatakan bahwa ijma’ ulama perkara ijarah kmbali kepada nash Al-qur’an dan Sunnah Nabi yang suci. Semua ulama bersepakat taki seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini.19

4. Landasan hukum ijarah dalam operasional adalah

a. UU No.7/92 Jo UU No.10 th.1998 Tentang Perbankan

19

(29)

b. Lampiran 6: SK BI No.32/34/SK Tgl 12/05/99 Dir BI, Tentang Prinsip-prinsip Kegiatan Usaha Perbankan Syari’ah

c. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:09/DSN-MUI/IV/2000, Tentang Pembiayaan Ijarah.20

C. RUKUN DAN SYARAT-SYARAT IJARAH

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah itu terdiri dari ijab (ungkapan menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa-menyewa). Akan tetapi jumhur ulama mengatakan bahwa rukun ijarah ada empat, yaitu :

1. Orang yang berakad 2. Sewa / imbalan 3. Manfaat

4. Shighat (ijab- qabul)

Sedangkan syarat- syarat ijarah yaitu :

a. Untuk kedua orang berakad (ai-muta’aqidain), menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila, menyewakan harta mereka atau diri mereka (sebagai buruh), menurut mereka ijarahnya tidak sah.

b. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.

(30)

c. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari.

d. Objek ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak cacat. Oleh sebab itu, para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa.

e. Obyek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Oleh sebab itu para ulama fiqih sepakat menyatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir, menyewa seseorang untuk membunuh orang lain (pembunuh bayaran), dan orang islam tidak boleh menyewakan rumah kepada orang non muslim untuk dijadikan tempat ibadah mereka.

f. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa. Misalkan menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa. Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa sewa menyewa seperti ini tidak sah, karena shalat merupakan kewajiban bagi orang yang disewa.

g. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah, mobil, dan hewan tunggangan. Oleh sebab itu, tidak boleh dilakukan akad sewa menyewa terhadap sebatang pohon yang akan dimanfaatkan penyewa sebagai penjemur kain cucian, karena akad pohon bukan dimaksudkan untuk penjemur cucian.

(31)

syarat ini, karena menurut mereka antara sewa dengan manfaat yang disewakan boleh sejenis.21

i. Objek sewa-menyewa haruslah dipenuhi (dilaksanakan) baik secara riil ataupun formil karena itu segolongan fuqoha tidak membenarkan penyewaan barang-barang pengikut tanpa induknya, karena hal itu tidak dapat dipenuhi. Demikian pandangan Mazhab Abu Hanifah. Adapun jumhur Fuqoha, berpendapat sebaliknya. Justru menurut mereka barang-barang pengikut itu bermanfaat dan dapat dipisahkan (dibagi) dari induknya, sebagaimana halnya dalam jual beli. Tetapi jika manfaatnya itu kabur, maka sewa menyewa itu rusak (batal).

j. Uang sewa itu haruslah bernilai dan jelas. 22 Selain itu, ada syarat kelaziman diantaranya :

1) Ma’qud alaih (barang sewaan) terhindar dari cacat jika terdapat cacat pada ma’qud alaih (barang sewaan), penyewa boleh memilih antara meneruskan dengan membayar penuh atau membatalkannya.

2) Tidak ada uzur yang dapat membatalkan akad.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa ijarah batal karena adanya uzur sebab kebutuhan atau manfaat akan hilang apabila ada uzur. Uzur yang dimaksud adalah sesuatu yang baru yang menyebabkan kemudhorotan bagi yang akad. Uzur dikategorikan menjadi tiga macam :

a) Uzur dari pihak penyewa, seperti berpindah – pindah dalam mempekerjakan sesuatu atau pekerjaan menjadi sia – sia.

21 AH. Azharuddin Lathif, M.Ag, fiqih Muamalah, (UIN Jakarta Press,2005), cet.I, h.122-124

22 Hamzah Ya’kub, Ifiqih muamalah : kode etik dagang menurut islam, pola pembinaan hidup dalam berekonomi,

(32)

b) Uzur dari pihak yang disewa, seperti barang yang disewakan harus dijual untuk membayar utang dan tidak ada jalan lain, kecuali menjualnya.

c) Uzur pada barang yang disewa, seperti menyewa kamar mandi, tetapi menyebabkan penduduk dan semua penyewa harus pindah.

Menurut jumhur ulama, ijarah adalah akad lazim, seperti jual – beli. Oleh karena itu, tidak bisa batal tanpa ada sebab yang membatalkannya. Menurut ulama Syafi’iyah, jika tidak ada uzur. Tetapi masih memungkinkan untuk diganti dengan yang lain. Ijarah dapat dikatakan batal jika kemanfaatannya betul-betul hilang seperti hancurnya rumah yang disewakan.23

D. KETENTUAN OBJEK IJARAH

1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan / atau jasa. 2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak. 3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.

4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. 5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk

menghilangkan ketidaktahuan (jahalah) yang akan mengakibatkan sengketa.

6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

(33)

7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.

8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak.

9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam menentukan ukuran waktu, tempat dan jarak.24

E. SISTEM TRANSAKSI IJARAH

Dalam sistem transaksi ini yang akan di bahas ialah mengenai tatacara bagaimana manusia melakukan transaksi sewa menyewa yang dikehendaki, yang sesuai dengan syariat islam. Dimana didalamnya terdapat berbagai peraturan yang harus dipatuhi seperti syarat-syarat dan rukunnya. Sebab sebagai suatu transaksi umum, ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi lainnya.

Seperti telah dijelaskan pada pengertian ijarah yang lalu, yakni dimana sistem transaksi ini adalah sistem yang menggunakan akad (kontrak) dalam suatu pengertian manfaat, maka agar lebih mudah dipahami bahasanya, alangkah lebih baiknya penulis terangkan dahulu apa yang dinamakan dengan kontrak (akad) itu.

24 ibid, Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH, MH,Perbankan Syariah di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada,2003),

(34)

Kontrak atau perjanjian adalah akad yang secara harfiah berarti iakatan atau kewajiban, maksudnya mengadakan ikatan untuk persetujuan atau ikatan untuk memberi dan menerima bersama-sama dalam salah satu waktu. Artinya ikatan itu menimbulkan sesuatu yang harus dipenuhi, sebagaimana firman Allah :

ْ݉ﻜْݛ݇ܲ

ﻰْ݇ۿݚ

ﺎ݊

ﺎڰ݆إ

مﺎْܳݎﺄْ݆ا

ﺔ݋ݛﻬ۸

ْ݉ﻜ݆

ْ۽ڰ݇܊أ

دﻮْ݆ܿܳﺎ۸

اﻮْܺوأ

اﻮݏ݊اء

ݍݚﺬڰ݆ا

ﺎﻬڱݚأﺎݚ

ﺪݚﺮݚ

ﺎ݊

݉ﻜْ܋ݚ

ݑڰ݆݇ا

ڰنإ

مﺮ܊

ْ݉ۿْݎأو

ﺪْݛڰܣ݆ا

ݙڲ݇܋݊

ﺮْݛﻏ

)

ݐﺪﺋﺎ݋݆ا

:

(

Artinya : Hai orang-orang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketikakamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah : 1)

Ayat diatas menyatakan janji-janji (perjanjian dan lafaz uqud) dimana uqud disini lebih bersifat komprehensif sebab menyangkut uqud pada huquq Allah. Uquq ini mempunyai banyak konotasi dibanding kontrak atau perjanjian pada hukum umum. Jadi dari segala macam hukum yang terjadi harus senantiasa dipenuhi, mengikuti pada lafaz uquq yang diperintahkan oleh Allah

(35)

perkataan maupun dalam bentuk pernyataan lain yang menunjukkan adanya persetujuan kedua belah pihak dalam melakukan sewa menyewa.25

Berikut adalah skema Transaksi ijarah dengan obyek manfaat barang dan skema Transaksi dengan obyek manfaat jasa, adapun yang terkait adalah : mustajir (penyewa), mu’ajir (pemilik barang), barang yang dapat diambil manfaatnya, atau jasa yang dapat diambil tenaganya serta akad ijarah

Skema Transaksi Ijarah Dengan Obyek Manfaat Barang

1. Akad Ijaroh

25 ibid, Hamzah Ya’kub, Ifiqih muamalah : kode etik dagang menurut islam, pola pembinaan hidup dalam berekonomi,

(Bandung : CV. Diponegoro,1992), cet. Ke-2, h.320

Pengembalian Barang Saat Akhir Masa Akad

Musta’jir Mu’ajjir

2. Pembayaran Ujrah

(36)

Skema Transaksi Ijarah Dengan Obyek Manfaat Tenaga/Jasa

Keterangan gambar :

1. Akad ijarah di lakukan oleh mustajir (penyewa) kepada muajir (pemilik barang) untuk membicarakan perihal, spesifikasi harga, jangka waktu penyewaan atas barang yang akan disewa.

2. Pembayaran ujarah dilakukan oleh mustajir sebagai penyewa barang kepada mu’ajir sebagai pemilik barang,

3. Mu’ajir menyerahkan barang kepada musta’jir untuk digunakan dan diambil manfaatnya.

4. Setelah berakhir masa sewa maka musta’jr mengembalikan barang yang telah digunakan kepada mua’jir.

Pembayaran Tunai

Musta’jir

Pengalihan Hak Guna Tenaga

(37)

Sedangkan dalam skema transaksi ijarah dengan obyek manfaat tenaga/jasa 1. Akad ijarah di lakukan oleh mustajir (penyewa) kepada muajr (pemilik

barang) untuk membicarakan perihal, spesifikasi harga, jangka waktu penyewaan atas barang yang akan disewa.

2. Musta’jir melakukan pembayaran secara tunai kepada mua’jir.

3. Kemudian menyerahkan pengalihan penggunaan hak guna tenaga kepada musta’jir.26

F. MACAM-MACAM IJARAH

Dilihat dari segi objeknya, ijarah dibagi menjadi dua macam, yaitu : ijarah manfaat benda atau barang (manafi’ al-a’yan) dan ijarah manfaat manusia (manafi’ al- insan).

Ijarah manfaat benda atau barang (manafi’ al- a’yan) umpamanya adalah sewa menyewa rumah, toko, kendaraan dan pakaian. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan syara’ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqih sepakat menyatakan boleh dijadikan objek sewa menyewa.

Ijarah manfaat benda / barang dibagi menjadi tiga macam :

1. Ijarah benda yang tidak bergerak (uqar), yaitu mencakup benda-benda yang tidak dapat dimanfaatkan kecuali dengan menggunakannya seperti sewa rumah untuk ditempati atau sewa tanah untuk ditanami.

(38)

2. Ijarah kendaraan (kendaraan tradisional maupun modern) seperti unta, kuda dan benda-benda yang memiliki fungsi sama seperti mobil, pesawat, dan kapal.

3. Ijarah barang-barang yang bisa dipindah – pindahkan (al – manqul) seperti baju, perabot, dan tenda.

Sedangkan ijarah yang berupa manfaat manusia merupakan ijarah yang objeknya adalah pekerjaan atau jasa seseorang, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, tukang sepatu, dokter, konsultan, dan advokat. Ijarah jenis ini dibagi menjadi dua macam

a. Ijarah manfaat manusia yang bersifat khusus (al-khas), yaitu seseorang yang disewa tenaga atau keahliannya secara khusus oleh penyewa untuk waktu tertentu. Dan dia tidak bisa melakukan pekerjaan lain kecuali pekerjaan atau jasa untuk penyewa tersebut, seperti pembantu rumah tangga hanya mengerjakan pekerjaan untuk tuan rumahnya bukan pada yang lain.

b. Ijarah manfaat manusia bersifat umum (mustarik), artinya pekerjaan atau jasa seseorang disewa / diambil manfaatnya oleh banyak penyewa. Misalnya jasa dokter tidak hanya disewa orang tertentu tetapi bisa banyak orang dalam waktu tertentu.27

27

(39)

G. BERAKHIRNYA AKAD IJARAH :

Pada prinsipnya ijarah merupakan akad yang mengikat (lazim) kedua belah pihak yang melakukannya. Artinya ketika akad terjadi, masing-masing pihak harus menunaikan kewajiban dan menerima hak masing-masing serta tidak boleh membatalkannya(fasakh) kecuali ada hal-hal yang menurut ketentuan hukum (syara’) dapat dijadikan alasan pembatalan. Adapun hal-hal yang bisa menyebabkan batalnya akad ijaroh yaitu:

1. Salah satu pihak meninggal dunia. Ini merupakan pendapat ulama mazhab hanafi. Bagi mazhab ini, waris hanya berlaku pada sesuatu yang ada (wujud fisiknya) dan menjadi hak milik. Sementara, manfaat yang diperoleh dari ijaroh adalah sesuatu yang terjadi secara bertahap dan ketika meninggalnya salah satu pihak manfaat tersebut tidak ada (ma’dum) dan tidak sedang dimilikinya. Maka sesuatu yang dimuliki mustahil bisa diwariskan. Oleh karena itu, akad ijaroh harus diperbaharui dengan ahli waris, sehingga akad berlangsung dengan pemilikannya (yang baru). Sedangkan menurut jumhur ulama, akad ijaroh tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad, karena menurut jumhur ulama manfaat itu boleh diwariskan dan ijaroh sama dengan jual beli, yaitu mengikat kedua belah pihak.

2. Terjadinya kerusakan pada barang sewaan seperti rumah terbakar atau mobil hilang.

(40)

akad ijaroh batal. Udzur-udzur yang dapat membatalkan akad ijaroh itu menurut ulama hanafiyyah adalah, salah satu pihak mengalami kepailitan, dan berpindah tempatnya penyewa, misalnya seorang digaji untuk menggali sumur disuatu desa, sebelum sumur itu selesai penduduk desa itu pindah kedesa lain. Akan tetapi menurut jumhur ulama, udzur yang dapat membatalkan akda ijatoh hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.

4. Berakhir dengan ’ikolah, yaitu pembatalan akad atas dasar kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini karena ijaroh merupakan akad pertukaran (mu’awadloh) harta dengan harta. Oleh karena itu diperbolehkan adanya ikolah sebagai mana dalam jual beli. 28

5. Habisnya tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah, apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya dan apabila yang disewa itu jasa seseorang, maka ia berhak menerima upah.29

Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu berbentuk barang bergerak, ia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya. Dan jika berbentuk barang tidak

28 Nazih Hammad, Mu’jam al-mustahahat al-iqtishodiyyah fi al-Lughot al-Fuqoha (al-ma’had’Ali lil al-fikri

al-islamy,1995) Cet ke 3, h.354

29

(41)

bergerak, ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong (tidak ada harta si penyewa).30

H. PEMBAYARAN UPAH DAN SEWA

Jika ijarah itu suatu pekerjaan, maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu berakhir pekerjaan, bila tidak ada disyaratkan mengenai pembayar dan tidak ada ketentuan penangguhannya, menurut Abu Hanifah wajib diserahkan upahnya secara berangsur, sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Menurut imam sayafi’i dan Ahmad, sesungguhnya ia berhak dengan akad itu sendiri, jika mu’jir, ia berhak menerima bayarannya. Karena penyewa (musta’jir) sudah menerima kegunaan.

Hak menerima upah bagi musta’jir adalah sebagai berikut :

1. Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadits yang di riwayatkan ibnu majah, Rasulullah SAW bersabda:

ݑܾﺮܲ

ڰܹ܇ݚ

ْنأ

ْ݅۹ܾ

ݐﺮْ܆أﺮْݛ܆ﻷااْﻮﻄْܲأ

)

ݑ܆ﺎ݊

ݍ۸او

ﻰ݇ܳݚ

ﻮ۸أ

ݐاور

ﺬݛ݊ﺮۿ݆او

ݙݎﺮ۹ﻄ݆او

(

Artinya :”Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu kering”(HR.Abu ya’la, Ibnu Majah, Thabrani, dan Turmidzi).

2. Jika menyewa barang, maka uang sewaan dibayar ketika akad sewa, kecuali bila dalam akad ditentukan lain. Manfaat barang yang diijarahkan mengalir selama penyewaan berlangsung.31

30Sayyid Sabiq, fiqih Sunnah (terjemahan) Oleh H. Kamluddin A Marzuki, (Bandung : PT Al-ma’rif,1997),

cet. Ke-7, jilid 13, h.20

(42)

I. HIKMAH IJARAH

Bentuk sewa menyewa ini dibutuhkan dalam kehidupan manusia, karena itulah maka syariat islam membenarkannya. Seseorang terkadang dapat memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya tanpa melakukan pembelian barang karena jumlah uangnya yang terbatas, misalnya menyewa rumah, sementara pihak yang lainnya memiliki kelebihan rumah dan dapat menyewakannya untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan lainnya.

Tidak semua orang dapat membeli kendaraan karena harganya yang tak terjangkau. Namun demikian setiap orang dapat menikmati kendaraan tersebut dengan cara menyewa. Demikian juga banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan sendiri, karena terbatasnya tenaga dan keterampilan, misalnya mendirikan bangunan dalam keadaan dimana kita mesti menyewa tenaga buruh yang memiliki kesanggupan dalam pekerjaan tersebut.32

(43)

xliii

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan teoritis pada bab II, maka dalam bab ini penulis akan membahas mengenai analisa implementasi pembiayaan yang terjadi pada PT. Al Ijarah Indonesia Finance.

A. Prosedur Pelaksanaan Pembiayaan pada PT. Al Ijarah Indonesia Finance

(44)

usaha nasabah dan agunan.33 Oleh sebab itu PT.ALIF menetapkan prosedur dalam pelaksanaan pembiayaan sebagai berikut:

1. Prosedur penerimaan calon mustajir

Dalam permohonan pembiayaan PT. ALIF mensyaratkan kepada

mustajir memuat lampiran – lampiran sebagai berikut:

a. Gambaran umum usaha, yaitu calon musta’jir harus mendeskripsikan profil perusahaannya, serta juga menjelaskan apa tujuan dari penggunaan pembiayaan yang akan dilakukan.

b. Rencana atau prospek usaha, artinya calon musta’jir menjelaskan bagaimana prospek usahanya kedepan nanti, yang nantinya akan dianalisis oleh PT. ALIF untuk melihat apakah dimasa mendatang calon musta’jir

akan mampu membayar uang sewa yang telah ditetapkan PT. ALIF dengan usaha yang dijalankannya.

c. Legalitas perusahaan, yang di dalamnya harus termuat antara lain Akte pendirian, NPWP, Tanda Daftar Perusahaan, Surat Keterangan Domisili Usaha, Surat Izin Usaha Perusahaan serta identitas lainnya.

d. Laporan keuangan dari calon mustajir periode 3 tahun terakhir, maksudnya PT. ALIF akan melihat kondisi laporan keuangan calon

mustajir apakah layak untuk mendapatakan pembiayaan dari PT.ALIF atau tidak.

e. Proyeksi cashflow, maksudnya untuk melihat sumber pengembalian pembiayaan yang akan diberikan oleh calon mustajir kepada PT. ALIF.34

(45)

f. Data jaminan, artinya calon mustajir harus dapat memberikan data jaminan kepada PT.ALIF untuk memastikan bahwa calon mustajir akan tetap membayar tarif sewa yang ditetapkan oleh PT.ALIF.

2. Prosedur Pembiayaan

Dalam hal ini PT. ALIF berkenaan dengan pinjaman/pembiayaan (pembiayaan ijarah dan ijarah muntahiya bit tamlik) yang di dukung oleh surat pengakuan hutang atau hutang lainnya yang ditandatangani oleh Debitur. Bagian umum dan administrasi membukukan pinjaman/pembiayaan setelah menerima pesetujuan tertulis seperti yang digariskan pada kebijaksanaan pembiayaan. Catatan pembiayaan (TTUN/Tanda Terima Uang Nasabah,

Promes Non Interes Bearing) dan dokumen pinjaman/pembiayaan lainnya

disiapkan dalam keadaan bagaimanapun juga transaksi pinjaman/pembiayaan tidak boleh dibukukan sebelum persetujuan tertulis untuk dasar menyiapkan Kartu Pinjaman/Pembiayaan adalah copy Halfsheet (NPP/Nota Persetujuan Pembukuan) yang telah disahkan sebagaimana disyaratkan dalam Kebijaksanaan Pembiayaan. Paraf pada Catatan Pembiayaan ( Surat Promes

Non Interest Bearing, TTUN) dan dokumen – dokumen lain yang mungkin

ditunjukkan di depan pengadilan sebagai bukti sah (legal evidence) dari adanya pemberian pinjaman/pembiayaan, wajib dilakukan dengan menggunakan pensil terlebih dahulu.35

Tanggung jawab utama untuk mendapatkan dokumen – dokumen secara lengkap yang berhubungan dengan pemberian pinjaman / pembiayaan dalam PT.ALIF terletak pada Account Manager, kemudian membubuhkan

(46)

parafnya pada dokumen – dokumen tersebut sebagai bukti bahwa kebenaran dokumen telah diperiksa Kepala Sport Pembiayaan/Business Head Division.

Account Manager memeriksa kembali kelengkapan dokumen dengan jalan

membandingkannya terhadap checklist yang tersedia, serta memberitahukannya kepada Business Head Division jika terdapat kekurangan.

Perjanjian Pembiayaan, Pengikatan Barang jaminan, Promes Non

Interest Bearing, TTUN dan dokumen – dokumen lain yang membuktikan

berhutangnya debitur, disimpan baik – baik agar terjamin keamanannya. Penarikan atau pembayaran sebagian pinjaman / pembiayaan dan sisa saldo pinjaman/pembiayaan yang masih berjalan wajib dicatat pada Kartu Pinjaman Pembiayaan, sebagai tambahan lembur tickler yang bersangkutan (untuk pemberian pinjaman/pembiayaan atau untuk pembayaran pinjaman/pembiayaan) dan diperbaharui jika terjadi pembayaran baik seluruhnya maupun sebagian.

Perubahan jatuh tempo wajib disetujui oleh Komite Pembiayaan secara tertulis. Setiap persetujuan pemberian pinjaman/ pembiayaan atau perubahan suatu fasilitas, hanya dapat dilaksanakan setelah menerima konfirmasi.

Pembiayaan akan didaftarkan terlebih dahulu oleh account manager

mengenai data nasabah, dan mengisi data jaminan, berdasarkan halsheet dan

memorandum droping. Lalu dibukukan ke dalam sistem mengenai

(47)

Kartu Pinjaman/Pembiayaan ( nama debitur, nisbah bagi hasil/ mark up), jatuh tempo, plafond pinjaman/pembiayaan, dan lain sebagainya. Setelah diteliti kebenarannya, kepala bagian loan/Business Head Division mengotorisasi dan membubuhkan parafnya pada memorandum perintah droping dan halfsheet. Setiap terdapat pinjaman/pembiayaan, kepala bagian loan/Business Head Division membubuhkan parafnya pada kolom yang tersedia.

Setelah karyawan yang ditunjuk menerima Check List Dokumentasi Pinjaman/Pembiayaan berikut dokumen – dokumennya, lalu meneliti kelengkapannya, kemudian membubuhkan paraf pada ruang yang tersedia sebagai bukti tanda terima dan tanda telah diperiksa.36

B. Kebijakan pembiayaan pada PT. Al Ijarah Indonesia Finance

Kebijakan pembiayaan yang diterapkan pada PT. ALIF yaitu sebagai berikut:

1. Dalam menentukan pembiayaan terhadap mustajir, PT.ALIF mempunyai klasifikasi dengan 2 metode yaitu :

a. Ijarah

PT.ALIF melakukan pembiayaan terhadap mustajir dengan membeli barang sewa kemudian di sewakan kepada mustajir. Dengan masa angsuran yang telah ditetapkan pada kesepakatan bersama yang disertai dengan analisis yang telah dilakukan oleh Account Manager

pada PT. ALIF.

(48)

b. Ijarah Muntahiya Bit tamlik

Finance Lease proses pembiayaan yang dilakukan oleh PT.ALIF

dengan memberikan pembiayaan kepada mustajir yang pada akhir periode mustajir mendapatkan hak opsi bahkan pada akhir periode

mustajir diharuskan untuk membeli barang sewa sebesar sisa cicilan sewa.

2. Ijarah yang dalam bahasa konvensionalnya yaitu Leasing atau sewa guna usaha, perusahaan atau lembaga yang bergerak dalam bidang pembiayaan tersebut lebih menganut pada asas ekonomi karena dalam leasing

mempunyai barang yang disewakan, barang sewa tersebut mempunyai masa atau umur ekonomis. Barang sewa tersebut harus di depresiasikan atau disusutkan, oleh sebab itu metode penyusutan merupakan asas ekonomi. Besarnya biaya penyusutan aktiva ijarah/ ijarah muntahiya bit

tamlik yang dilakukan pada PT.ALIF dihitung selama masa akad

pembiayaan.

3. Pendapatan PT. ALIF diakui secara pendekatan dasar kas (cash basis).

4. Setiap perusahaan wajib untuk melaporkan laporan keuangannya untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Laporan keuangan PT.ALIF adalah sebulan sekali. PT.ALIF melaporkan laporan keuangannya tiap bulan kepada Departemen Keuangan dan BAPEPAM dan di setujui oleh Bank Indonesia.37

(49)

C. Tindakan yang diberikan oleh pihak ALIF apabila terjadi wanprestasi

terhadap nasabah.

Tindakan yang dilakukan oleh pihak ALIF terhadap nasabah yang melakukan wanprestasi dilakukan dengan 3 cara yaitu: apabila nasabah tidak melaksanakan kewajibannya, pihak ALIF akan menegur secara baik-baik dan memberikan surat peringatan pertama. Dan apabila nasabah belum juga melaksanakan kewajibannya yang kedua maka pihak ALIF akan menegur secara baik-baik dan memberikan surat peringatan kedua. Serta jika nasabah belum juga melaksanakan kewajibannya maka pihak ALIF secara tegas memberikan surat peringatan ketiga disertai surat peringatan yang berisi bahwa pihak ALIF akan melakukan eksekusi terhadap agunan/jaminan kemudian akan melelang agunan/jaminan yang diberikan oleh nasabah.

D. Penerapan pendapatan pembiayaan pada PT.Al Ijarah Indonesia

1. Pengakuan Pendapatan

Pengakuan pendapatan ijarah dan ijarah muntahiya bit tamlik pada PT.ALIF diakui dengan pendekatan dasar kas, yaitu pada saat pembayaran sewa sebesar nilai angsuran yang di dalamnya terdapat harga pokok pembiayaan serta marginnya dan dihitung secara proposional.

(50)

PT.ALIF menentukkan tarif sewa kepada mustajir dengan menetapkan margin terlebih dahulu. Dalam perhitungan margin ijarah dan ijarah

muntahiya bit tamlik dihitung dengan menggunakan metode margin

keuntungan efektif.

Perhitungan margin dapat dilakukan berdasarkan rumus dengan menghitung jumlah angsuran, porsi margin, dan porsi pokok, yaitu:

a. Formula jumlah angsuran

Rumus :ATn = ( P x m ) 1 -1 n

( 1 + m/12)

Dimana: ATn = Jumlah Angsuran perbulan atau tarif sewa perbulan P = Pokok pembiayaan

m = Persentase margin perbulan n = Jangka waktu pembiayaan b. Formula Porsi Margin

Rumus : Mn = OSn x m

12

Dimana: Mn : Porsi margin bulan ke n = 1,2,3,4...12

OSn: Outstanding pembiayaan bulan ke n = 1,2,3,...12 m: Persentase margin perbulan.

(51)

Dimana : APn : Porsi Pokok ( dalam bulanan) ATn : Jumlah angsuran perbulan Mn : Porsi margin ( dalam bulanan ) d. Formulasi Total Sewa

Rumus : TS = ATn x n Dimana: TS : Total Sewa

Tn : Jumlah angsuran perbulan n: Jangka waktu pembiayaan e. Formulasi Margin Sewa Maksimal

Rumus : MS = TS – P

Dimana : MS : Margin sewa maksimal TS : Total sewa P : Pokok Pembiayaan

3. Perhitungan Penyusutan atas Aktiva ijarah

Secara prinsip aset ijarah sebagai objek sewa kepemilikannya dimiliki oleh PT. ALIF. Aset ijarah disusutkan secara straight line method dengan masa sewa. Masa manfaat atas aset ijarah akan menurun tiap bulannya, oleh sebab itu PT. ALIF menghitung penyusutan atas aset ijarah dengan rumus sebagai berikut:

= Harga Perolehan – Nilai sisa Jangka waktu

4. Contoh Kasus Pembiayaan Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

(52)

MHRSS beserta spare part dari PT. BUANA FINANCE Tbk sebesar Rp.2.000.000.000,-. Kelima truck tersebut digunakan untuk pekerjaan pengangkutan batu bara yang digunakan untuk proyek dengan perusahan lain. Maka dengan itu PT. ALIF memberikan fasilitas Ijarah Muntahiya Bit Tamlik

sebagai berikut:

Margin sewa Maksimal Rp. 770,084,060.00 Total Harga Sewa Rp. 2,770,084,062.00 Sewa Bulanan Maksimal Rp. 57,710,085.00 Security Deposit Rp. 200,000,000.00 Biaya Administrasi Rp. 30,000,000.00

Persentase Margin 17 %

Masa Sewa 48 bulan

a.Perhitungan margin

1). Jumlah angsuran ( lihat formula jumlah angsuran) AT = Rp. 2.000.000.000 x 17%/12

1 -1

( 1 + 17% / 12) = Rp. 57.710.085

(53)

Mn = Rp. 2.000.000.000, x 17% 12

= Rp. 28.333.333

Porsi margin PT. AIL pada bulan pertama sebesar Rp. 28.333.333 terdiri dari nilai outstanding yaitu hasil dari pokok pembiayaan di kurangi dengan margin bulan pertama. Nilai tiap bulannya akan berubah dan nilainya akan menurun, begitu pula dengan nilai outstanding karena nilai outstanding akan dipengaruhi dengan porsi margin perbulannya.

3). Jumlah Porsi Pokok ( Lihat formulasi porsi pokok ) APn = Rp. 57.710.085 – Rp. 28.333.333

= Rp. 29.376.752

Dilihat dari formulasi di atas maka jumlah porsi pokok PT. AIL pada tahun pertama yaitu sebesar Rp 29.376.752

4). Jumlah Total Sewa ( Lihat Formulasi total sewa) TS = Rp. 57.710.085 x 48

= Rp. 2.770.084.062

Total sewa sebesar Rp. 2.770.084.062 didapat dari angsuran perbulan dikalikan dengan jumlah waktu angsuran karena total sewa merupakan keseluruhan dari angsuran PT.AIL yang harus dibayar selama 48 bulan masa sewa.

5). Jumlah Margin Sewa Maksimal ( Lihat formulasi margin sewa maksimal )

(54)

= Rp. 770.084.062

Margin sewa didapatkan dari Total sewa PT. AIL dikurangi dengan Pokok Pembiayaannya dan hasilnya sebesar Rp. 770.084.062. Sewa margin maksimal adalah total dari porsi margin PT. AIL selama 48 bulan waktu angsuran.

b.Perhitungan penyusutan atas aset ijarah ( lihat rumus penyusutan ) = Rp. 2.000.000.000 - 0

4

= Rp. 500.000.000 ( perhitungan penyusutan pertahun) Maka penyusutan tiap bulannya pada akhir pelaporan yaitu:

= 1 x Rp. 500.000.000 12

= Rp. 41.666.667

PT. ALIF akan menyusutkan aset ijarah-nya pada tiap bulan sebesar Rp. 41.666.67 selama masa ijarah. Penyusutan atas aset ijarah tidak dicatat oleh PT.ALIF tiap bulan tetapi hanya dicatat sebagai rek. Administrasi.38

E. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi

Pembiayaan Ijarah

Ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang / jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa / upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

(55)

Ijma’ ulama sepakat menyatakan bahwa akad ijarah dibolehkan karena mengandung maksud dan tujuan yang baik, yaitu tolong-menolong antara sesama manusia dalam masalah sewa-menyewa. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.(Q.s 43 : Ayat .32)

Disamping itu dibolehkannya ijarah ini karena memang pada dasarnya semua bentuk Muamalah boleh dilakukan selama tidak ada dalil yang melarangnya / mengharamkannya, hal ini sesuai dengan kaidah fiqih:

ﺎﻬ݋ْݚﺮْ܋۾

ﻰ݇ܲ

ْ݅ݛ݆د

ڰلﺪݚ

ْنأڰݢإ

ﺔ܊ﺎ۸ﻹا

تݣ݊ﺎܳ݋݆ا

ݙْܺﻮْ݇ܢﻷا

Artinya : “ Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya “.

(56)

ݙܺاﻮڰܛ݆ا

ﻰ݇ܲﺎ݋۸

ضْرﻷا

يﺮْﻜݎﺎڰݏآ

ﺎﻬْݏ݊ءﺎ݋ْ݆ﺎ۸ﺪܳܚﺎ݊و

عْرڰﺰ݆ا

ݍ݊

݇ܢ

ﷲا

لْﻮܚرﺎݎﺎﻬݏܺ

۷هﺬ۸ﺎﻬݚﺮْﻜݎ

ْنأﺎݎﺮ݊أو

ﻚ݆ذ

ْݍܲ

݉݇ܚو

ݑْݛ݇ܲ

ﷲا

ﺔڰܧْܺوأ

Artinya : “Kami menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya. Maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak“.

Kewajiban LKS dan nasabah dalam pembiayaan ijarah adalah :

1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa :

a. Menyediakan aset yang disewakan

b. Menanggung biaya pemeliharaan asset

c. Menjaminkan bila terdapat cacat pada asset yang disewakan.

2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa :

a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan asset yang disewa serta

menggunakannya sesuai kontrak

b. Menanggung biaya pemeliharaan asset yang sifatnya ringan (tidak materiil)

c. Jika asset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga

bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas

kerusakan tersebut.39

Ulama fiqih juga mengemukakan dari beberapa sabda Rasulullah SAW, diantaranya : “Berikanlah upah / jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka” (HR.Abu Ya’la, Ibnu Majah, At-Tabrani, dan At-Tirmidzi).

Secara umum dapat dikatakan bahwa konsep dan operasional ijarah yang terdapat di ALIF telah memenuhi kriteria hulum berdasarkan Syariah Islam. Hal ini jika ditinjau dari :

1. Sifat Akad Ijarah

Ulama fiqih berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Mazhab Hanafi berpendirian

(57)

bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, tetapi bisa dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti salah pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak bisa dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat ini terlihat dalam kasus apabila salah seorang meninggal dunia. Menurut ulama Mazhab Hanafi, apabila sa;lah seorang yang berakad meninggal dunia, maka akad ijarah batal, karena manfaat tidak bisa diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa manfaat itu bisa diwariskan karena termasuk harta (al-mal). Oleh sebab itu, kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.

2. Tanggung Jawab Orang yang Diupah/Digaji

Apabila orang yang dipekerjakan itu bersifat pribadi, maka seluruh oekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung jawabnya. Akan tetapi, ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa apabila objek yang dikerjakannya itu rusak ditangannya, bukan karena kelalaian dan kesengajaan, maka ia tidak bisa dituntut ganti rugi. Apabial kerusakan itu terjadi atas kesengajaan atau kelalaiannya, maka menurut kesepakatan ahli fiqih ia wajib membayar ganti rugi. Misalnya, sebuah piring terjatuh dari tangan pembantu rumah tangga ketika mencucinya. Dalam kasus seperti ini, karena pecahnya piring itu bukan disengaja atau karena kelalaiannya.

(58)

Qais al-Kufi, ulama Mazhab Hanbali dan Syafe’i, berpendapat bahwa apabila kerusakan itu bukan karena unsur kesengajaan dan kelalaian tukang sepatu atau tukang jahit tersebut, maka ia tidak dituntut ganti rugi barang yang rusak itu. Imam Abu Yusuf dan Muhammad Hasan asy-Syaibani, keduanya sahabat Imam Ahmad bin Hanbal, berpendapat bahwa penjual jasa untuk kepentingan umum bertanggung jawad atas kerusakan barang yang sedang dikerjakannya, baik dengan sengaja maupun tidak, kecuali kerusakan itu diluar batas kemampuannya untuk menghindari, seperti banjir besar atau kebakaran. Ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa apabila sifat pekerjaan itu membekas pada barang yang dikerjakan, seperti pekerjaan itu membekas pada barang yang dikerjakan, seperti pekerjaan binatu, juru masak, dan buruh angkat (kuli), maka baik sengaja maupun tidak sengaja, segala kerusakan yang terjadi menjadi tanggung jawab mereka dan wajib mereka ganti.

3. Rukun dan Syarat Ijarah

Menurut Hanafi, rukun ijarah hanya satu, yaitu ijab (ungkapan menyewakan) dan kabul (persetujuan terhadap sewa-menyewa). Jumhur ulama mengatakan bahwa rukun ijarah ada empat, yaitu : orang yang berakad, sewa/imbalan, manfaat, dan sigah (ijab dan kabul). Ulama Mazhab Hanafimenyatakan bahwa orang yang berakad, sewa/imbalan, dan manfaat, termasuk syarat ijarah, bukan rukunnya.

Sebagai sebuah transaksi umum, ijarah baru dianggap sah telah memenuhi rukun dan syaratnya. Sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi lainnya. Adapun syarat akad ijarah adalah sebagai berikut:

a. Untuk kedua orang yang berakad, menurut ulama Mazhab Syafi’i dan Hanbali, disyaratkan telah baligh dan

berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila,

(59)

Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia baliq,

tetapi anak yang telah mumayiz pun boleh melakukan akad ijarah. Namun, mereka mengatakan apabila

seorang anakyang mumayiz melakukan akad ijarah terhadap harta atau dirinya, maka akad itu baru dianggap

sah apabila disetujui oleh walinya.

b. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang

diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah. Hal ini berdasarkan pada firman Allah

SWT dalam surah an-Nisa ayat 29

Artinya :”Hai orang –orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka...”

c. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna sehingga tidak muncul perselisihan di

kemudian hari. Apabila manfaat yang akan menjadi objek ijarah tersebut tidak jelas, maka akadnya tidak sah.

Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya, dan penjelasan berapa lama

manfaat di tangan penyewa. Dalam masalah penentuan waktu sewa ini, ulama Mazhab Syafi’i memberikan

syarat yang ketat. Menurut mereka, apabila seseorang menyewakan rumahnya selama satu tahun dengan harga

sewa Rp 1 juta sebulan, maka akad sewa-menyewa batal, karena dalam akad seperti ini diperlukan

pengulangan akad baru setiap bulan.

d. Objek ijarah itu bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat. Oleh karena itu, ulama

fiqih sepakat menyatakan bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak bisa diserahkan dan dimanfaatkan

langsung oleh penyewa. Misalnya, apabila seseorang

Gambar

Tabel 4.1 Perbandingan Perlakuan Akuntansi leasing Syariah atas

Referensi

Dokumen terkait

mengacu kepada ketentuan yang tertulis dalam Al-Quran dan Al-Hadist. sehingga tidak menerapkan prinsip bunga tetapi bagi hasil dan kerugian. Dalam kehidupan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara (interview) dan studi pustaka yang kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif

Penetapan harga adalah proses menentukan berapa yang akan diterima perusahaan dalam penjualan produknya. Strategi harga rendah dan strategi harga tinggi dapat

Al-Ijarah Indonesia Finance Cabang Lampung dalam melaksanakan proses transaksi pembiayaan telah sesuai dengan peraturan, kebijakan perusahaan, dan telah sesuai dengan unsur dan

Secara mayoritas dari 3 item pernyataan kuesioner (angket) tersebut adalah 30 responden menyatakan setuju. Untuk pernyataan item 8 tentang Saya mengerjakan semua yang

Sumber data sekunder yaitu data yang memberi penjelasan terhadap data primer. Data tersebut sebagian besar merupakan literatur yang terkait dengan konsep hukum

seperti ini rentan terhadap penyalahgunaan dana yang diberikan oleh bank, hal tersebut dikarenakan dalam penandatanganan akad tidak ada penyebutan spesifikasi objek

Menurut PSAK nomor 106 paragraf 23, Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan