TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD
IJA>RAH
PADA PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI KSPPS
MUAMALAH BERKAH SEJAHTERA
Skripsi
Oleh:
Muthi’ah Nurul R.A.S
NIM: C72213151
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
SURABAYA
ABSTRAK
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “ Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Akad Ija>rah Pada Pembiayaan Pendidikan di KSPPS Muamalah
Berkah Sejahtera”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan (1)
Bagaimana praktik akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera ? (2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera ?
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara (interview) dan studi pustaka yang kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif dalam menjabarkan data tentang tinjauan hukum Islam terhadap akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera. Selanjutnya data tersebut dianalisis dari perspektif hukum Islam dengan teknik kualitatif dalam pola pikir deduktif, yaitu dengan meletakkan norma hukum Islam sebagai rujukan dalam menilai fakta-fakta khusus mengenai akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera
Dalam penelitian disimpulkan letak ketidaksesuaiannya adalah objek akad ija>rah yaitu berupa dana, atau pun pihak KSPPS menyebutnya fasilitas pendidikan. Secara hukum Islam termasuk syarat sahnya barang yang disewakan adalah barang tersebut merupakan hak milik yang menyewa, bukan sebuah komoditas dan fasilitas tersebut bukan milik KSPPS. Dengan demikian, transaksi ija>rah terhadap objek sewa kepada pihak anggotanya tidak sesuai dengan syarat sahnya dan dapat dibenarkan dalam prespektif hukum Islam.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 7
C.Rumusan Masalah ... 8
D.Kajian Pustaka ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G.Definisi Operasional ... 13
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II AKAD IJA>RAH dan AKAD QARD} DALAM ISLAM A.Pengertian Ija>rah ... 22
B.Landasan Hukum ... 27
C.Jenis-Jenis Ija>rah ... 30
D.Rukun dan Syarat Ija>rah ... 31
E. Macam-Macam Ija>rah ... 34
F. Hal-Hal yang Membatalkan Ija>rah ... 35
G.Jangka Waktu Ija>rah ... 38
H.Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ija>rah ... 40
BAB III PRAKTIK AKAD IJA>RAH PADA PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI KSPPS MUAMALAH BERKAH SEJAHTERA A.Gambaran Singkat Tentang KSPPS MBS ... 43
1. Sejarah Berdirinya (Konsep Pendirian KSPPS “MBS”) ... 43
2. Tujuan ... 43
3. Visi dan Misi ... 44
4. Produk dan Aplikasi Akad ... 45
5. Kebijakan dan Prosedur Pembiayaan di KSPPS MBS ... 51
B.Struktur Organisasi dan Job Discription KSPPS MBS ... 53
C.Produk-Produk dan Jasa KSPPS MBS ... 55
D.Jumlah Anggota KSPPS MBS ... 58
E. Standar Operasional Pengajuan Pembiayaan Ija>rah di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera ... 58
F. Penetapan Margin dalam Pembiayaan Akad Ija>rah di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera ... 61
A.Praktik Akad Ija>rah Pada Pembiayaan Pendidikan di KSPPS MBS 64
B.Tinjauan Hukum Islam Terhadap Ujrah Pada Pembiayaan
Pendidikan ... 69
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 76 B.Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syariah bank maupun non bank telah berkembang
pesat, dimana banyak produk dan jasa keuangan yang ditawarkan harus
sesuai dengan syariah atau hukum Islam sebagai alternatif bagi masyarakat
dari lembaga keuangan konvensional. Hadirnya lembaga keuangan syariah
disebabkan oleh desakan yang kuat dari umat Islam agar mereka terhindar
dari transaksi yang dipandang mengandung unsur riba. Adanya pelarangan
riba merupakan pedoman utama bagi lembaga keuangan syariah dalam
melaksanakan transaksi bebas bunga baik dalam penghimpunan dana
maupun penyaluran dana pada masyarakat.
Salah satu pilar penting untuk menciptakan produk perbankan dan
keuangan syari’ah dalam memenuhi kebutuhan tuntutan kebutuhan
masyarakat modern adalah pengembangan produk-produk pembiayaan
syariah. Melihat luasnya aspek untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
merupakan salah satu tugas pokok lembaga keuangan, yaitu pemberian dana
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Menurut sifat penggunaanya,
pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal yaitu:
a. Pembiayaan produktif adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan
produksi yaitu untuk meningkatkan usaha, baik usaha produksi,
2
b. Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang habis digunakan untuk memenuhi
kebutuhan.1
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Dalam kebutuhan konsumsi terdapat istilah kebutuhan
sekunder. Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara
kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan
primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman,
pakaian/perhiasan, bangunan rumah kendaraan, dan sebagainya, maupun
berupa jasa seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata, hiburan,
dan sebagainya.2
Koperasi syariah merupakan salah satu lembaga bukan non bank yang
beroperasi sebagai lembaga penghimpun dan dan penyalur dana bagi
masyarakat. Hubungan antara koperasi syariah dengan nasabah bersifat
partner, dimana koperasi syariah dapat berlaku sebagai pembeli, penjual,
maupun pihak yang memberi sewa kepada nasabah.3
Seperti halnya yang dilakukan oleh KSPPS Muamalah Berkah
Sejahtera yang memiliki badan hukum koperasi karena di bawah pengawasan
Dinas Koperasi yang beralamat di Jl. Cipta Menanggal III-A/54F Surabaya.
1Syafi’i Antonio,
Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 160.
2
Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 160-168.
3
3
Dari berbagai jenis produk salah satu pembiayaan yang dioperasikan adalah
Pembiayaan Qardul hasa>n, Pembiayaan Ija>rah, dan Pembiayaan Mura>bahah.
KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera sebagai lembaga yang
memfasilitasi anggota memperhatikan tentang apa yang sedang dibutuhkan
anggota yang disesuaikan dengan kemampuan finansial anggota. Dengan
akad ija>rah, KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera memenuhi kebutuhan
anggota dengan menyediakan dana atau fasilitas yang dibutuhkan anggota
untuk membayar biaya pendidikan. Kemudian anggota membayar angsuran
dan ditambah margin dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
kesepakatan. Transaksi pembiayaan ija>rah yang merupakan transaksi tukar
jasa. Pihak KSPPS yang memberikan dana talangan memperoleh margin
sebagai upaya tolong menolong sesama muslim sebagaimana yang dimaksud
dalam firman Allah SWT dalam al-Quran surat al-Ma>idah ayat 2 yaitu :
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.4
Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia membutuhkan manusia yang
lain dalam menjalankan kehidupan, maka tidak dapat dipungkiri akan terjadi
kerja sama dalam mencapai sebuah tujuan. Seperti jual-beli, sewa-menyewa,
4
4
tukar menukar, dan lainnya. Adapun banyak aspek kerja sama di atas
semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup agar lebih baik. Salah
satu bentuk kerja sama yang umum di masyarakat adalah akad sewa
menyewa yang bisa dijadikan suatu usaha yang menguntungkan, misalnya
akad sewa menyewa jasa biaya pendidikan.
Sewa (ija>rah) berasal dari benda tertentu atau yang disebutkan
ciri-cirinya, dalam jangka waktu yang diketahui, atau akad atas pekerjaan yang
diketahui, dengan bayaran yang diketahui. Dan transaksi (ija>rah) merupakan
salah satu bentuk kegiatan mua>malah yang banyak dilakukan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidup.5 Sewa (ija>rah) diperbolehkan dalam Islam sebagaimana dalam al-Quran surat al-Q{as}s}a>s} ayat 26:
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: (Ya bapakku ambillah
ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat
lagi dapat dipercaya)”.6 (QS. al-Q{as}s}a>s} : 26)
Adapun hadits yang menjelaskan ija>rah diriwayatkan oleh al-Bukhari
dari Ibnu Abbas r.a. yang berbunyi,
َُرْجَأ َماجَْْا ىَطْعَأَو َملَسَو ِْيَلَع ُللا ىلَص ِِلا َمَجَتْحا
5 Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 181.
5
Artinya: “Rasulullah Saw berbekam dan memperi upah tukang bekamnya.
Seandainya Beliau mengetahui bahwa berbekam makruh tentu Beliau tidak memberi upah”.7 (HR al-Bukhari)
Pada dasarnya hukum sewa menyewa itu banyak. Tetapi secara garis
besar dapat disimpulkan menjadi dua bagian. Pertama, tentang
kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan akad sewa menyewa ini tanpa adanya
kejadian yang mendadak. Kedua, tentang hukum kejadian dan peristiwa yang
datang secara mendadak.8 Salah satunya adalah transaksi ija>rah, yaitu transaksi dalam bentuk pelayanan jasa keuangan dalam bentuk pembiayaan
ija>rah.
Transaksi ija>rah digunakan dalam bentuk pelayanan jasa keuangan
dalam KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera yang menjadi kebutuhan
masyarakat, dalam bentuk pembiayaan ija>rah yang diberikan KSPPS
Muamalah Berkah Sejahtera kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atau
suatu jasa. Adapun pembiayaan ini pada umumnya dalam bentuk dana untuk
biaya pendidikan dan sewa rumah.9 Dalam satu syarat ija>rah dijelaskan bahwa upah dalam ija>rah harus jelas, tertentu dan suatu yang bermanfaat atau
memiliki nilai ekonomi.10 Dari salah satu syarat itu dapat dijelaskan bahwa jasa yang diberikan oleh lembaga keuangan harus jelas, sehingga lembaga
keuangan syariah dapat memperoleh upah sesuai dengan jasa yang dilakukan.
7
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulu>ghul Mara>m, diterjemahkan oleh Irfan Maulana Hakim, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010), 373.
8 Al Faqih Abul Wahid Muh}ammad Ibn Ahmad ibn Muh}ammad Ibnu Rusyd, Bida>yatul Mujtah}id
Analisa Fiqh Para Mujtah}id, diterjemahkan oleh Imam Ghazali Said dan Ah}mad Zaidun dalam
Bida>yat al-Mujtah}id wa Nih}a>yat al-Muqtas}id, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 85.
9
Syaifudin (staf), Wawancara, 22 November 2016.
6
Pihak KSPPS berasumsi bahwa dalam pembiayaan ija>rah untuk biaya
pendidikan adalah fasilitas menikmati pendidikan bukan barang atau berupa
jasa yang digunakan untuk melangsungkan pendidikan tersebut. Hal ini,
dengan pengertian ija>rah sendiri yaitu akad penyaluran dana untuk
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai
pemberi sewa (mu’jir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa di ikuti pengalihan
kepemilikan barang itu sendiri.11
Dalam KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera memiliki perhitungan
margin yaitu dimana, Margin = Total Pembiayaan – Harga Perolehan.
Sugiarti mengajukan pembiayaan dengan akad ija>rah untuk biaya pendidikan
S1 kepada KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera dengan rincian perhitungan
harga perolehan Rp 4.000.000,- dan sanggup membayar dengan angsuran
jangka waktu 12 bulan dimana per bulannya mengangsur sebesar Rp
408.000,- kepada KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera.
Di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera akad ija>rah adalah produk
pembiayaan yang ditawarkan kepada anggota berupa fasilitas untuk
menikmati pembiayaan pada dana pendidikan. Pihak KSPPS memberikan
dana terlebih dahulu kepada anggota sebagai biaya pendidikan, kemudian
digunakan sebagai biaya pendidikan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti menganggap
bahwa masalah tersebut perlu dikaji secara mendalam untuk mengetahui
11
7
dasar yang menjadi pertimbangan terlaksananya praktik secara jelas. Oleh
karena itu, peneliti ingin menyusunnya dalam skripsi berjudul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Praktik Akad Ija>rah Pada Pembiayaan Pendidikan di
KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera” dengan berfokus pada praktik akad
ija>rah pembiayaan pendidikan dan analisis hukum Islam terhadap akad ija>rah
pembiayaan pendidikan.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disusun di atas, maka dapat
ditarik beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian berkaitan
dengan judul penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Proses praktik akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS
Muamalah Berkah Sejahtera.
b. Faktor yang melatar belakangi terjadinya praktik akad ija>rah pada
pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera.
c. Cara pembayaran dan perhitungan margin akad ija>rah pada
pembiayaan pendidikan yang ditawarkan kepada anggota KSPPS.
d. Dasar hukum yang digunakan oleh KSPPS Muamalah Berkah
Sejahtera dalam hal pembiayaan pendidikan.
e. Tinjauan hukum Islam terhadap akad ija>rah pada pembiayaan
pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera.
8
Agar penelitian ini tidak meluas maka sesuai judul skripsi di atas
penulis membatasi masalah. Dari pembatasan masalah tersebut, maka
dapat dirumuskan bahwa pokok-pokok permasalahan yang dibahas adalah
sebagai berikut:
a. Praktik akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS
Muamalah Berkah Sejahtera
b. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik akad ija>rah pada pembiayaan
pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
terdapat dua rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana praktik akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS
Muamalah Berkah Sejahtera ?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap praktik ajad ija>rah pada
pembiayaan pendidikan di KPPSS Muamalah Berkah Sejahtera ?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran tentang
topik yang diteliti oleh peneliti sebelumnya agar tidak terjadi pengulangan
atau duplikasi dari kajian peneliti atau yang telah ada.12
12
9
Penelitian mengenai biaya pendidikan memang telah banyak diteliti
oleh penulis sebelumnya. Bahwa penulis menemukan penelitian dari
angkatan sebelumnya yaitu yang berjudul sebagai berikut :
1. Skripsi yang ditulis oleh Qolbiyah Shofiyatul, mahasiswa Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2016,
dengan judul “Tinjauan Fatwa DSN Terhadap Ujrah Talangan Haji yang
Melebihi Tempo di KJKS BMT Mandiri Sejahtera Cabang Dukun
Gresik Jawa Timur”. Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan
talangan haji yang gagal bayar di KJKS BMT Mandiri Sejahtera Cabang
Dukun Jawa Timur bagi nasabah yang sudah mencicil atau mengangsur
tetapi saat jatuh tempo belum lunas maka harus membayar ujrah
kembali dan menyerahkan jaminan. Ujrah tersebut dilihat dari jaminan,
semakin berharga jaminan yang diberikan maka semakin besar ujrahnya,
dan objek jaminan tersebut harus memberikan manfaat. Sedangkan
untuk nasabah yang belum bayar sama sekali dan saat jatuh tempo
belum lunas maka harus membayar ujrah seperti di awal.13
2. Skripsi yang ditulis oleh Muthi’ah Tuthi’ul, mahasiswa Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2016, dengan judul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penetapan Ujrah Dalam Pembiayaan
Multijasa Akad Ija>rah di Koperasi BMT Muda Jawa Timur Kantor
Cabang Bungah Gresik”. Skripsi ini membahas tentang penetapan ujrah
13 Qolbiyah Shofiyatul, “Tinjauan Fatwa DSN Terhadap Ujrah Talangan Haji yang Melebihi
10
dalam pembiayaan multijasa akad ija>rah di Koperasi BMT Muda Jawa
Timur Kantor Cabang Bungah Gresik yang penetapannya berdasarkan
presentase persen mengandung ketidakjelasan atas manfaat jasa karena
pada prinsipnya ujrah dalam pembiayaan ini dibayarkan karena suatu
layanan bantuan dana dalam pembiayaan bukan karena pekerjaan
(manfaat jasa). Sedangkan dalam Islam ujrah yang ditetapkan
berdasarkan presentase persen ini tidak sesuai dengan Fatwa DSN
No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa, karena
penetapan ujrah ditentukan dalam bentuk presentase persen, sedangkan
dalam fatwa tersebut penetapan ujrah harus berdasarkan nominal.
Penetapan ujrah dengan presentase persen pada akhirnya menjadikan
besar atau rendahnya ujrah ditentukan atau tergantung pada jumlah
nominal yang dipinjam.14
3. Skripsi yang ditulis Ilmiyah Nurul, mahasiswa Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2014, dengan judul
“Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pembiayaan Modal
Usaha Dengan Akad Ija>rah MBT Pada KJKS “Pilar Mandiri” Nurul
Hayat Surabaya”. Skripsi ini membahas tentang pembiayaan modal
usaha dengan menggunakan akad ija>rah muntahiya bi al-tamli>k tidak
dibenarkan menurut hukum syara’ baik dari pendapat para ulama’
maupun Fatwa DSN No.29/DSN-MUI/III/2002 dikarenakan tidak sesuai
14 Muthi’ah Tuthi’ul, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penetapan Ujrah Dalam Pembiayaan
11
dengan salah satu syaratnya. Ketidaksesusaian itu terletak pada objek
transaksi yang dilakukan, objek transaksi dalam akad ija>rah muntahiyah
bi al-tamli>k objeknya harus berupa barang yang berwujud (asset tetap)
namun dalam pembiayaan ini objek transaksinya berupa modal usaha
yaitu modal lancar yang digunakan untuk membangun usaha yang akan
dirintis, dan fungsi uang pada hakikatnya adalah untuk dihabiskan.15 Dalam judul skripsi yang penulis bahas kali ini berbeda dengan judul
skripsi yang ada di kajian pustaka di atas, dimana dalam skripsi yang
pertama, nasabah yang sudah mencicil atau mengangsur tetapi saat jatuh
tempo belum lunas maka harus membayar ujrah kembali dan menyerahkan
jaminan. Sedangkan untuk nasabah yang belum bayar sama sekali dan saat
jatuh tempo belum lunas maka harus membayar ujrah seperti di awal. Skripsi
yang kedua, pada presentase persen mengandung ketidakjelasan atas
manfaat jasa karena pada prinsipnya ujrah dalam pembiayaan ini dibayarkan
karena suatu layanan bantuan dana dalam pembiayaan bukan karena
pekerjaan (manfaat jasa). Skripsi yang ketiga, pembiayaan modal usaha
dengan menggunakan akad ija>rah muntahiya bi al-tamli>k tidak dibenarkan
menurut hukum syara’ baik dari pendapat para ulama’ maupun Fatwa DSN
No.29/DSN-MUI/III/2002 dikarenakan tidak sesuai dengan salah satu
syaratnya.
15 Ilmiyah Nurul, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Pembiayaan Modal Usaha
12
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, kali ini penulis
membahas mengenai “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Ija>rah Pada
Pembiayaan Pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan peneliti membahas masalah ini dengan tujuan sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui praktik akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan di
KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum islam terhadap praktik akad ija>rah
pada pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan penelitian yang peneliti lakukan ini mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi peneliti sendiri, maupun bagi para pembaca atau
pihak-pihak lain yang berkepentingan. Dan keegunaan secara umum meliputi:
1. Kegunaan teoritis, berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan atau
menambah wawasan pengetahuan yang berkaitan dengan praktek akad
ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah
Sejahtera, sehingga dapat dijadikan informasi bagi pembaca dan
sekaligus dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut.
2. Kegunaan praktis, diharapkan bsa menjadi bahan masukan bagi para
13
untuk dijadikan salah atu metode ijtihad dalam melakukan praktek
sewa-menyewa dan sosialisasi sekaligus mempertajam analisis teori dan
praktik terhadap sewa menyewa.
G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah pemahaman dan memperoleh deskripsi
terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam penelitian yang berjudul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Ija>rah Pada Pembiayaan Pendidikan
di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera” maka perlu dijelaskan makna dari
setiap istilah tersebut yakni sebagai berikut :
Hukum Islam : yaitu hukum Islam atau peraturan yang
diturunkan Allah Swt untuk manusia melalui
Nabi Muhammad Saw, baik berupa al-Quran
maupun sunnah Nabi.16 Dalam hal ini hukum Islam yang dimaksud adalah Quran Hadis
dan Pendapat Ulama tentang ija>rah.
Pembiayaan Pendidikan : yaitu fasilitas menikmati pendidikan bukan
barang atau berupa jasa yang digunakan
untuk melangsungkan pendidikan.17
Akad Ija>rah : Akad transaksi sewa menyewa atas barang
dan atau upah mengupah dalam bentuk jasa,
16
Ahmad el-Ghandur, Perspektif Hukum Islam, diterjemahkan oleh Ma’mun Muhammad Murai dari Al-Madkha>l Ila> as-Shar>i’at al-Isla>miyah, (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2006), 7.
17
14
untuk mendapatkan imbalan atas obyek
sewa yang disewakan.18
KSPPS : Salah satu lembaga koperasi yang terletak
di Jalan Cipta Menanggal III-A/54F
Surabaya.
Dari beberapa definisi tersebut di atas yang menjadi fokus
pembahasan penulis adalah akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan, yang
merupakan suatu pembiayaan pendidikan yang di berikan lembaga syariah
kepada nasabah.
H. Metode Penelitian
Metode merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Sedangkan, penelitian dapat diartikan sebagai
sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.19
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini meliputi :
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field
research) yang bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar
belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu sosial, individu,
18Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), 117.
19
15
kelompok, lembaga, dan masyarakat.20 Yaitu Pihak KSPPS berasumsi bahwa dalam pembiayaan ija>rah untuk biaya pendidikan adalah fasilitas
menikmati pendidikan bukan barang atau berupa jasa. Selain itu, jenis
penelitian dalam skripsi ini juga menggunakan penelitian pustaka
(library research) yang merupakan sumber literatur yang berhubungan
dengan penelitian skripsi ini.
2. Data yang dikumpulkan
Data yang diperlukan dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam
rumusan masalah yakni data primer dan data sekunder:
1. Data Primer
1) Produk akad ija>rah
2) Praktik akad ija>rah
3) Mekanisme akad ija>rah
2. Data Sekunder
1) Profil berdirinya KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera
2) Visi dan Misi
3) Produk dan aplikasi akad KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera
4) Konsep umum akad ija>rah
3. Sumber data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan
penelitian lapangan (field research) yang memfokuskan pada kasus
terjadi di lapangan (KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera) dengan tahap
20
16
merujuk pada konsep-konsep yang ada seperti sumber dari kepustakaan
maupun dari subyek penelitian sebagai bahan data pendukung. Adapun
sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, antara lain sebagai
berikut:
a. Sumber primer
Sumber data primer yaitu data yang diperoleh atau
dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan
penelitian atau yang memerlukannya.21 Data ini diperoleh peneliti dari hasil wawancara dan terjun ke lapangan dengan para pihak yang
terlibat dalam kegiatan praktik pembiayaan di KSPPS. Para pihak
yang terlibat antara lain:
1) Pihak KSPPS (ketua, sekretaris dan karyawan)
2) Pihak yang melakukan pembiayaan akad ija>rah di KSPPS
Muamalah Berkah Sejahtera, yaitu anggota
b. Sumber sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang memberi penjelasan
terhadap data primer. Data tersebut sebagian besar merupakan
literatur yang terkait dengan konsep hukum Islam dan data ini
bersumber dari buku-buku dan catatan atau dokumen tentang apa
saja yang berhubungan dengan masalah akad ija>rah di KSPPS
Muamalah Berkah Sejahtera. Buku yang digunakan, antara lain:
1. Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Fiqih Muamalah)
17
2. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik
3. Nasrun Haroen, Fikih Muamalah
4. Helmi Karim, M.A, Fiqih Muamalah
5. Rachmat Syafi’i, Fiqh Muamalah
6. Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu
7. Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Ija>rah
8. Dan buku-buku lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti,
antara lain:
a. Observasi
Metode observasi data pengamatan ini merupakan strategi
pengumpulan data mengenai apa yang mereka lakukan dan
benda-benda apa saja yang mereka buat dan gunakan dalam kehidupan
mereka22. Penggunaan teknik ini dilakukan untuk melihat langsung proses terjadinya pengajuan pembiayaan, praktek akad ija>rah dan
sampai terjadinya kesepakatan.
b. Wawancara
18
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada
suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawa lisan,
dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.23
Wawancara akan dilakukan dengan narasumber sebagai
berikut:
1) Pihak KSPPS (ketua, sekretaris dan karyawan)
2) Anggota
5. Teknik Pengolahan Data
Adapun untuk menganalisa data-data dalam penelitian ini,
penulis melakukan hal-hal berikut:
a. Organizing, yaitu langkah menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dalam kerangka paparan yang telah direncanakan
sebelumnya untuk memperoleh bukti-bukti dan gambaran secara jelas
tentang akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS
Muamalah Berkah Sejahtera.
b. Editing, merupakan salah satu upaya untuk memeriksa kelengkapan
data yang dikumpulkan. Teknik ini digunakan untuk meneliti kembali
data-data yang diperoleh.24 Adapun teknik pengolahan data editing dalam penelitian ini yaitu memeriksa kembali secara cermat dari segi
kelengkapan, keterbatasan, kejelasan makna, kesesuaian satu sama
23
19
lain, relevansi dan keseragaman data akad ija>rah pada pembiayaan
pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera.
c. Analizing, yaitu lanjutan terhadap klasifikasi data, sehingga
diperoleh kesimpulan mengenai akad ija>rah pada pembiayaan
pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera.
6. Analisis Data
Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu data yang berupa informasi
nyata dilapangan dan data yang dipahami sebagai data yang tidak bisa
diukur atau dinilai dengan angka secara langsung25 dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu mengumpulkan data tentang akad
ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah
Sejahtera yang disertai analisis untuk diambil kesimpulan.
Menggunakan metode ini karena ingin memaparkan, menjelaskan dan
menguraikan data yang terkumpul kemudian disusun dan dianalisis
untuk diambil kesimpulan.
Kegiatan pengumpulan data dengan menuliskan sebagaimana
adanya. Dalam mendeskripsikan tersebut digunakan pola pikir deduktif
yang berpijak pada teori-teori tentang ija>rah dengan kemudian diteliti
sehingga ditemukan pemahaman tentang praktik akad ija>rah pada
pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera,
kemudian dianalisis secara umum menurut hukum Islam.
25
20
I. Sistematika Pembahasan
Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan sesuai dengan apa
yang direncanakan atau diharapkan oleh peneliti, maka disusunlah
sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang mengantarkan seluruh
pembahasan selanjutnya, Bab ini berisi latar belakang masalah, identifikasi
dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,
kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua, mengemukakan landasan teori yang membahas tentang
ija>rah dalam perspektif hukum Islam yang meliputi: pengertian ija>rah, dasar
hukum ija>rah, jenis-jenis ija>rah, rukun dan syarat ija>rah, macam-macam
ija>rah, hal-hal yang membatalakn ija>rah, jangka waktu ija>rah, fatwa DSN No.
09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ija>rah.
Bab ketiga, memuat data hasil penelitian tentang praktik akad ija>rah
pada pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera yang
terdiri dari gambaran letak geografis. Dalam deskripsi data penelitian penulis
memaparkan data diantaranya, profile KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera
serta praktik akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan.
Bab keempat, berisi analisis terhadap praktik akad ija>rah pada
pembiayaan pendidikan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera, dan tinjauan
hukum islam terhadap akad ija>rah pada pembiayaan pendidikan di KSPPS
21
Bab kelima merupakan akhir dari penelitian yang berisikan tentang
kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi tentang beberapa hal yang berkatan
dengan hasil penelitian sedangkan saran adalah beberapa masukan yang
BAB II
AKAD IJA>RAH DALAM ISLAM
A. Pengertian Ija>rah
Ija>rah menurut arti bahasa adalah “balasan”, “tebusan” atau
“pahala”. Sedangkan menurut syara’ berarti “melakukan akad
mengambil manfaat sesuatu yang diterima dari orang lain dengan jalan
membayar sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan dengan
syarat-syarat tertentu”.1 Jadi definisi ija>rah dalam syara’ adalah akad
atas manfaat yang dibolehkan, yang berasal dari benda tertentu atau
yang disebutkan ciri-cirinya dalam jangka waktu yang diketahui dengan
bayaran yang diketahui, atau akad atas pekerjaan yang diketahui, dengan
bayaran yang diketahui.2
Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ija>rah yang
dikemukakan para ulama fikih. Ulama Hanafiyah mendefinisikan
dengan:
ٍعِفاَنَم يَلَعٌدْقَع
ٍضَوِعَِ
(Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan).3
Menurut Hanafiyah bahwa maksud dari akad perjanjian adalah ijab
dan qabul. Misal seseorang menyewa mobil selama dua hari, maka
setelah dua hari masanya telah habis, pemilik mobil berhakk meminta
1 Moh. Saifulloh Al-Azis, Fikih Islam Lengkap, (Surabaya: Terbit Terang, 2005), 377. 2 Saleh Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 482.
3
23
mobil tersebut. jika orang yang menyewa mobil tersebut belum
mengembalikan barang yang disewa maka baginya setiap hari sejak masa
habis ada ongkosnya tiap hari sampai dia mengembalikan barang
tersebut. Maksud dari mahzab Hanafiyah ini adalah yang menyewakan
berhak mendapatkan uang ganti rugi atau denda apabila si penyewa
mangkir dalam pembayaran sewa tersebut.
Ulama Syafi’iyah mendefinisikan dengan:
ٍمْوُلْعَم ٍضَوِعَِ ِةَََاَِِاَو ِلْذَبْلِل ٍةَلَِاَق ٍةََاَبُم ٍةَمْوُلْعَم ٍةَدْوُصْقَم ٍةَعَفْ نَم يَلَعٌدْقَع
(Transaksi terhadap suatu benda yang memiliki nilai manfaat, yang dilakukan karena maksud tertentu, telah diketahui, diperbolehkan, dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu).4
Menurut Syafi’iyah bahwa maksud dari akad perjanjian adalah
manfaat yang bisa diambil dari barang ataupun jasa yang dijual.
Maksudnya hanya mengambil kemanfaatannya tidak untuk dimiliki
dengan penerima imbalan sebagai ganti, transaksi ini dibolehkan menurut
Syafi’iyah. Misal, seorang penyewa gedung pernikahan selama 12 jam
dengan biaya Rp. 8.000.000, maka setelah 12 jam telah habis, penyewa
gedung tersebut harus menyelesaikan pada waktu yang telah disepakati
dan pemilik gedung berhak meminta imbalan tersebut. jadi si penyewa
hanya mengambil kemanfaatan dari gedung tersebut dan memberi
imbalan atas manfaat tersebut. Maksud dari mahzab Hanafiah ini adalah
4Rahmad Syafe’i, Fiqih Muamalah
24
yang menyewakan berhak mendapatkan imbalan atas gedung yang
digunakan.
Sedangkan, ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikan dengan:
ٍضَوِعَِ ٍمْوُلْعَم َةَدُم ٍةََاَبُم ٍءْيَش ِعِفاَنَم ُكْيِلََْ
(Mengambil manfaat, dari sesuatu yang diperbolehkan dalam waktu tertentu dan imbalan imbalan tertentu).5
Menurut Malikiyah menjelaskan al-ija>rah da al-kira mempunyai
kata yang semakna. Hanya saja kata al-ija>rah mengatur dalam pemberian
nama dari perjanjian atas manfaat manusia dan benda bergerak selain
kapal laut dan binatang. Menamakan perjanjian persewaan atas benda
tetap, yaitu secara khusus dengan istilah “al-kira”, meskipun keduanya
termasuk barang yang bisa dipindahkan.6 Maksudnya, ija>rah adalah akad-akad yang penggunaan manfaatnya bersifat manusiawi yang merupakan
kebutuhan primer dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Wahbah Azuhaili, ija>rah menurut syara’ adalah akad
yang berisi pemberian suatu manfaat berkompensasi dengan
syarat-syarat tertentu. Ija>rah bisa juga didefinisikan sebagai akad atas manfaat
yang dikehendaki, diketahui dapat diserahkan, dan bersifat mubah
dengan kompensasi yang diketahui.7
Dari definisi-definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa pada
dasarnya tidak ada perbedaan prinsip diantara para ulama dalam
5 Nasrun Haroen, Fikih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 228.
6
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 114.
7
Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’i, Penerjemah Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz, Judul Asli:
25
mengartikan ija>rah atau sewa-menyewa. Definisi tersebut dapat diambil
intisari bahwa ija>rah atau sewa menyewa adalah akad atas manfaat
dengan imbalan. Dengan demikian, objek sewa menyewa adalah manfaat
atas suatu barang. Seseorang yang menyewa sebuah rumah untuk
dijadikan tempat tinggal selama satu tahun dengan imbalan Rp.
3.000.000,- (tiga juta rupiah), ia berhak menempati rumah itu untuk
waktu stau tahun. Tetapi ia tidak memiliki rumah tersebut.
Dari segi imbalannya, ija>rah mirip dengan jual beli. Tetapi
keduanya berbeda, karena dalam jual beli objeknya benda, sedangkan
dalam ija>rah objeknya adalah manfaat dari benda. Oleh karena itu, tidak
diperbolehkan menyewa pohon untuk diambil buahnya, karena buah itu
benda bukan manfaat. Demikian pula tidak boleh menyewa sapi untuk
diperah susunya karena susu bukan manfaat, melainkan benda.8 Adapun dalam istilah hukum Islam orang yang menyewakan disebut dengan
mu’ajjir sedangkan orang yang menyewa disebut musta’jir benda yang
disewakan disebut ma’jur dan uang sewa atau imbalan atas pemakaian
barang disebut ajran atau ujrah.
Sewa-menyewa sebagaimana perjanjian lainnya, merupakan
perjanjian yang bersifat konsensual. Perjanjian ini mempunyai kekuatan
hukum, yaitu pada saat sewa-menyewa berlangsung dan apabila akad
sudah berlangsung, maka pihak yang menyewakan (mu’ajjir)
berkewajiban untuk menyerahkan barang (ma’jur) kepada pihak penyewa
26
(musta’jir), dan dengan diserahkannya manfaat barang/benda maka pihak
penyewa berkewajiban pula untuk menyerahkan uang sewanya (ujrah).9
Dalam arti luas, ija>rah bermakna suatu akad yang berisi penukaran
manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah
tertentu. Hal ini sama artinya menjual manfaat suatu benda, bukan
menjual dari benda itu sendiri. Apabila dilihat dari uraian di atas, maka
sangat mustahil kalau manusia bisa hidup berkecukupan tanpa berija>rah
dengan manusia yang lain. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa pada
dasarnya ija>rah adalah salah satu bentuk aktivitas antara manusia satu
dengan manusia yang lain dalam berakad, guna meringankan salah satu
pihak atau saling meringankan, serta termasuk salah satu bentuk
tolong-menolong yang diajarkan agama.10
Sedangkan, ija>rah dalam konteks perbankan Islam adalah suatu
lease contract bahwa suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan
peralatan (equipment), sebuah bangunan atau barang-barang seperti
mesin-mesin, dan lain-lain kepada salah satu nasabahnya berdasarkan
beban biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya.11
Dalam transaksi ija>rah, bank menyewakan suatu aset yang
sebelumnya telah dibeli oleh bank kepada nasabahnya untuk jangka
waktu tertentu dengan jumlah sewa yang telah disetujui dimuka. Dalam
9 Choiruman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 52-53.
10 Helmi Karim, Fikih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 29-30.
11
27
pelaksanaannya, bank atau lembaga dapat membeli barang dari pemasok
barang dan pada akhirnya perjanjian ija>rah barang yang disewa kembali
pada pihak yang menyewakan barang yaitu bank atau lembaga keuangan
syariah. Pada perjanjian ija>rah panjang masa perjanjian ija>rah tersebut
kepemilikan atas barang tetap berada pada bank. Setelah barang kembali,
bank dapat menyewakan barang tersebut kepada pihak lain atau
menjualnya kembali dengan status barang bekas (second hund) karena
sudah gak dari kepemilikan bank itu sendiri.
B. Landasan Hukum
Al-ija>rah dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk
upah mengupah merupakan mua>malah yang telah disyariatkan dalam
hukum Islam. Hukum asalnya menurut jumhur ulama adalah mubah atau
boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
syara’ berdasarkan al-Quran, hadith-hadith Nabi, dan ketetapan ijma’
ulama. Adapun dasar hukum tentang kebolehan ija>rah sebagai berikut:
1. Landasan al-Quran
a. Allah berfirman dalam surat al-Zukhr>uf ayat 32
28
kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.12 (QS. al-Zukhru>f :32)
b. QS. Al-Qas}s}a>s} ayat 26
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: (Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya)”.13 (QS.
al-Q{as}s}a>s} :26)
c. QS. Al-Thala>q ayat 6
Artinya: “jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik dan jika kamu menemui kesulitan
maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.14 (QS.
al-Thala>q :6)
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memberikan kelebihan
sebagian manusia atas sebagian yang lain, agar manusia itu dapat saling
membantu antara yang satu dengan yang lainnya. Salah satu contohnya
adalah dengan melakukan akad ija>rah (upah-mengupah), karena dengan
akad ija>rah orang yang memiliki kelebihan dapat membantu orang yang
dalam keadaan kekurangan. Dalam hal ini adalah kekurangan harta.
12Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya,, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro,
2010), 49.
Rasulallah bersabda, beberkanlah dan beliau memberikan upah kepada orang yang membekamnya itu. Seandainya pembekamnya
haram niscaya beliau tidak memberinya upah.”(HR. Bukhari)15
ْيَلَعْوُلَص ها َلْوُسَر َلَق ُهْنَع ُها يِضَر َرَمُع ُنَِْا ْنَع
ْنآ َلْبَ ق َُرْجَآَرْ يِخَأااوُطْعَآ ْمَلَسَو ِه
ُهَقَرَعلَفََِ
Artinya : “dari Ibnu Umar R.A. beliau berkata : Rasulallah saw. Bersabda: berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR.
Ibnu Majah)16
3. Ijma’
Mengenai disyariatkan ija>rah, para ulama keilmuan dan
cendekiawan bersepekat tentang keabsahan ija>rah, sekalipun ada
hanya sebagian kecil diantara mereka yang berbeda pendapat tetapi
itu tidak dianggap.17
Dari ayat-ayat al-Qur’an dan beberapa hadis Rasulallah
tersebut jelaslah bahwa akad ija>rah atau sewa menyewa hukumnya
dibolehkan, karena memang akad tersebut dibutuhkan oleh
masyarakat.
Disamping al-Qur’an dan sunnah, dasar hukum ija>rah adalah
ijma’. Sejak zaman sahabat sampai sekarang ija>rah telah disepakati
15
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Terjemah Irfan Maulana Hakim, Cet. I, (Surabaya: Sinar Wijaya, 2010), 373.
16
Ibid, 374.
17
30
oleh para ahli hukum Islam, kecuali beberapa ulama yang telah
disebutkan di atas. Hal tersebut dikarenakan masyarakat sangat
membutuhkan akad ini.18 Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ada orang kaya yang memiliki rumah yang tidak ditempati. Di sisi
lain ada orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Dengan
dibolehkannya ija>rah maka orang yang tidak memiliki tempat tinggal
bisa menempati rumah orang lain yang tidak digunakan untuk
beberapa waktu tertentu, dengan memberikan imbalan berupa uang
sewa yang disepakati bersama tanpa harus membeli rumah tersebut.
C. Jenis-Jenis Ija>rah
a. Al-Ija>rah ‘Ala> Al-Manafi’. Ija>rah atas manfaat, disebut juga sewa
menyewa. Dalam ija>rah bagian pertama ini, objek akadnnya adalah
manfaat dari suatu benda.
b. Ija>rah Al-Zimmah. ija>rah atas pekerjaan, disebut juga
upah-mengupah. Dalam ija>rah bagian kedua ini, objek akadnya adalah
amal atau pekerjaan seseorang.
Secara global jenis-jenis ija>rah dapat dibagi menjadi beberapa bentuk.19
a. Ija>rah Mutlaqah, adalah proses sewa menyewa yang memberikan
kesempatan bagi penyewa untuk pemanfaatan dari barang sewa
18
H. Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), 320.
19
31
untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah
disepakati bersama.
b. Ba>i At-Takjiri, adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan
penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah
diperhitungkan sehingga pembelian terhadap barang secara angsur.
Jenis ija>rah ini dapat dikombinasikan dengan ba>i al-muraba>hah
untuk tujuan pengadaan barang dan pembiayaan impor. Bentuk
kombinasi ini telah banyak disepakati oleh bank-bank syariah di
luar negeri dengan sukses, proses tersebut yaitu setelah bank
membiayai pengimporan barang sesuai dengan pesanan nasabah
secara muraba>hah langsung menyewakan kepada nasabah untuk
jangka waktu tertentu dan pada akhir pembiayaan nasabah memiliki
aset tersebut.
D. Rukun dan Syarat Ija>rah
a. Rukun Ija>rah20
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ija>rah adalah ijab dan qabul.
Antara lain dengan menggunakan kalimat: Al-Ija>rah, Al-Isti’jar, Al
-Iktira’, dan Al-Ikra.
Adapun menurut jumhur ulama, rukun ija>rah ada empat, yaitu:21
1) ‘A>qid (orang yang berakad).
2) Shighat akad.
20Rahmad Syafi’I, Fiqih Muamalah
, (Bandung: CV. Pustakan Setia, 2006), 125.
21
32
3) Ujrah (upah).
4) Manfaat.
b. Syarat Ija>rah
Syarat-syarat ija>rah terdiri dari empat macam, sebagaimana
syarat yang ada dalam transaksi jual beli yaitu antara lain:22
1) Syarat terjadinya akad (im’inqad), syarat yang berkaitan
dengan orang yang melakukan akad sewa menyewanya (aqid),
dimana disyaratkan pada mu’jir dan musta’jir harus berakal dan
mumayyiz menurut Hanafiyah dan baligh menurut Syafi’iyah
dan Hanabilah.
2) Syarat pelaksanaan (nafadz), barang yang harus dimiliki ‘a>qid
memiliki kekuatan penuh untuk akad. Dalam arti orang yang
menyewakan mempunyai hak kepemilikan atau kekuasaan
penuh atas objek ija>rah.
3) Syarat sahnya ija>rah, keabsahan ija>rah sangat berkaitan dengan
‘aqid (orang yang akad), ma’qud ‘alaih (barang yang menjadi
objek akad), ujrah (upah), dan zat akad (nafs al-‘aqad), yaitu:23 a) Adanya keridaan kedua belah pihak yang akad, syarat ini
didasarkan pada firman Allah SWT:
22
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), 321-328.
23Rahmad Syafi’I, Fiqih Muamalah
33
َِ ْمُكَنْ يَ َ ْمُكَلاَوْمَااْوُلُكْأَتَا اْوُ نَمَا َنْيِذَلااََ يَاآَي
ْنَع ًةَرَِِ َنوُكَت ْنَاَاِا ِلِطاَبْل
ْمُكْنِم ٍضاَرَ ت
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakai harta sesamamu dengan jalan yang batal, kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama
suka.”(QS. An-Nisa’: 29)24
Ija>rah dapat dikategorikan jual-beli sebab mengandung unsur
pertukaran harta dan syarat ini berkaitan dengan ‘aqid.
b) Ma’qud ‘alaih (barang) bermanfaat dengan jelas. Adanya
kejelasan pada ma’qud alaih maksudnya harus mengetahui
dari kemanfaatannya, batas waktu atau jenis pekerjaan jika
ija>rah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
c) Ma’qud alaih (barang) harus dapat memenuhi secara syara’.
Tidak boleh seseorang menyewa barang atau jasa yang
dilarang dalam Islam. Misal, seseorang menyewa seseorang
untuk menyantet oraang lain atau menyewa rumah untuk
dijadikan tempat-tempat maksiat.
d) Kemanfaatan benda dibolehkan menurut syara’.
Pemanfaatan barang harus digunakan untuk
perkara-perkara yang dibolehkan syara’, seperti mikrofon beserta
sound system untuk pengeras suara dalam acara pengajian.
24
34
e) Tidak menyewa untuk pekerjaan yang diwajibkan
kepadanya. Seperti menyewa seseorang untuk melakukan
sholat fardhu, puasa dan lain-lain. Juga melarang menyewa
istri sendiri untuk melayaninya sebab itu sudah menjadi
kewajiban seorang istri.
f) Manfaat ma’qud alaih sesuai dengan keadaan yang umum.
Pemanfaatan barang yang tidak sesuai semestinya, seperti
menyewa pohon untuk dijadikan jemuran aatau tempat
berlindung karena tidak sesuai dengan manfaat pohon yang
dimaksud dalam ija>rah.
E. Macam-Macam Ija>rah
Dilihat dari segi obyeknya ija>rah dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu ija>rah yang bersifat manfaat dan ija>rah yang bersifat pekerjaan:
1. Ija>rah bersifat manfaat, umpamanya sewa menyewa rumah, toko,
kendaraan, pakaian pengantin dan perhiasan. Apabila manfaat itu
merupakan manfaat yang dibolehkan syara’ untuk digunakan, maka
para ulama fiqh sepakat hukumnya boleh dijadikan objek sewa
menyewa.
2. Ija>rah yang bersifat pekerjaan, adalah dengan cara memperkerjakan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ija>rah seperti ini
diperbolehkan seperti buruh bangunan, tukang jahit, tukang sepatu,
35
yang bersifat pribadi juga dapat dibenarkan seperti mengaji,
pembantu rumah tangga, tukang kebun dan satpam.25
Apabila orang yang dipekerjakan tersebut bersifat pribadi, maka
seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung
jawabnya. Akan tetapi, para ulama fikih sepakat menyatakan bahwa
apanila obyek yang dikerjakan itu rusak dalam tangannya, bukan karena
kelalaian dan kesengajaan, maka ia tidak dituntut ganti rugi. Apabila
kerusakan itu terjadi karena kesengajaan atau kelalaian, maka menurut
kesepakatan pakar fikih, ia wajib membayar ganti rugi.26 Menurut madzhab Hanafi akad ija>rah bersifat mengikat kedua belah pihak, akan
tetapi dapat dibatalkan secara sepihak, apabila terdapat uzur seperti
meninggal dunia atau tidak dapat bertindak secara hukum seperti gila.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa akad ija>rah itu bersifat mengikat,
kecuali ada cacat atau barang itu tidak dapat dimanfaatkan.27
F. Hal-Hal yang Membatalkan Ija>rah
Ija>rah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak
membolehkan adanya faskh pada salah satu pihak, karena ija>rah
merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang
mewajibkan fasakh. Agama menghendaki agar dalam pelaksanaan ija>rah,
senantiada diperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa menjamin
25
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam Fiqh Muamalat (Jakarta: PT Raja Grafindo Prsada, 2003), 236.
26
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 236. 27
36
pelaksanaannya. Sehingga tidak merugikan salah satu pihak, serta
terpelihara pula maksud-maksud mulia yang diinginkan agama.
Para ulama fikih menyatakan bahwa akad ija>rah akan berakhir
apabila:
1. Obyek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang
dijahitkan hilang.
2. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ija>rah telah berakhir.
Apabila yang disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan
kepada pemiliknya. Apabila yang disewakan itu adalah jasa
seseorang, maka ia berhak menerima upahnya. Kedua hal ini
disepakati oleh seluruh ulama fikih.
3. Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad,
karena akad ija>rah menurut mereka tidak boleh diwariskan.
Sedangkan menurut jumhur ulama, akad ija>rah tidak batal dengan
wafatnya salah seorang yang berakad karena manfaat. Menurut
mereka boleh diwariskan dan ija>rah sama dengan jual beli, yaitu
mengikat kedua belah pihak yang berakad.
4. Menurut ulama Hanafiah, apabila ada uzur dari salah satu pihak,
seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang
yang banyak, maka akad ija>rah batal. Uzur-uzur yang dapat
membatalkan akad ija>rah itu, menurut ulama Hanafiyah adalah
salah satu pihak muflis (bangkrut), dan berpindah tempat penyewa,
37
sebelum sumur itu selesai, duduk desa itu pindah ke desa lain. Akan
tetapi, menurut jumhur ulama, uzur yang boleh membatalkan akad
ija>rah itu hanyalah apabila obyeknya mengandung cacat atau
manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan
dilanda banjir.28
5. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan,
atau berakhirnya masa, kecuali jika terdapat Uzur yang mencegah
fasakh. Seperti jika masa ija>rah tanah pertanian telah berakhir
sebelum tanaman dipanen, maka ia tetap berada ditangan penyewa
sampai masa selesai diketam, sekalipun terjadi pemaksaan, hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada
pihak penyewa yaitu dengan mencabut tanaman sebelum waktunya.
Jika ija>rah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan
barang sewaan. Jika barang itu berbentuk barang dapat dipindah, ia
wajib menyerahkannya kepada pemiliknya. Jika berbentuk barang tidak
bergerak (‘iqar) ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam
keadaa kosong (tidak ada) hartanya (harta si penyewa). Jika berbentuk
tanah pertanian, ia wajib menyerahkannya dalam keadaan tidak
bertanaman. Kecuali jika terdapat uzur seperti yang telah lalu, maka itu
tetap berada ditangan penyewa sampai tiba masa diketam, dengan
pembayaran serupa.
28
38
Penganut-penganut madzhab Hanafi berkata: boleh memfasakh
ija>rah, karena adanya uzur sekalipun dari salah satu pihak. Seperti
seseorang menyewa toko untuk berdagang, kemudian hartanya terbakar,
dicuri, dirampas, atau bangkrut, maka ia berhak memfasakh ija>rah.
Penganut-penganut mazhab Hambali berkata: manakala ija>rah telah
berakhir, penyewa harus mengangkat tangannya, dan tidak ada
kemestian mengembalikan untuk menyerahterimakannya. Seperti barang
titipan, karena ia merupakan yang tidak menuntut jaminan. Sehingga
tidak mesti mengembalikan dan menyerahterimakannya.
Mereka berkata: setelah berakhirnya masa, maka ia adalah amanat
yang apabila terjadi kerusakan tanpa dibuat, tidak ada kewajiban
menanggung.29 Menurut Sayyid Sabiq jika akad ija>rah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu
berbentuk barang yang dapat dipindah (barang bergerak), seperti rumah,
tanah, bangunan, ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya
dalam keadaan kosong, seperti keadaan semula.30
G. Jangka Waktu Ija>rah
Ija>rah merupakan akad yang dibatasi dengan jangka waktu
tertentu. Waktu ija>rah yaitu batasan yang digunakan untuk mengukur
29 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 13..., 29-30.
30
39
berapa besar manfaat yang diperoleh.31 Ija>rah menjadi batal atau berakhir jika terjadi hal-hal sebagai berikut:32
a. Terjadinya cacat pada barang sewaan, maksudnya pada barang yang
menjadi obyek ija>rah terdapat kerusakan ketika sedang berada di
pihak penyewa sendiri. Misal, karena penggunaan barang tidak
sesuai dengan kegunaannya barang tersebut.
b. Rusaknya barang, maksudnya barang yang menjadi sebab terjadinya
hubungan ija>rah mengalami kerusakan sebab dengan rusaknya atau
musnahnya barang yang menyebabkan terjadinya akad maka akad
tidak mungkin terpenuhi lagi.
c. Terpenuhinya manfaaat yang diakadkan, maksudnya apa yang
menjadi tujuan akad ija>rah telah tercapai atau masa akad ija>rah
telah berakhir sesuai dengan masa yang ditentukan dan selesainya
pekerjaan dengan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak.
d. Adanya udzur, maksudnya adanya suatu halangan sehingga akad
tidak mungkin terlaksana sebagaimana semestinya.
e. Menurut ulama Hanafiyah,33 wafatnya salah seorang yang berakad karena akad ija>rah, menurut mereka tidak boleh diwariskan.
Sedangkan menurut jumhur ulama, akad ija>rah tidak batal dengan
wafatnya salah seorang yang berakad karena manfaat, menurut
31
Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’i, penerjemah Muhammad Afifi dan Abdul Hafz, Al-Fiqhu Asy-Syafi’i Al-Muyassar, Cet I, (Jakarta: Al-Mahira, 2010), 54.
32Rahmad Syafe’i, Fiqih Muamalah
..., 57.
33Rahmad Syafe’i, Fiqih Muamalah
40
mereka boleh diwariskan dan ija>rah sama dengan jual beli, yaitu
menguatkan kedua belah pihak yang berakad.
H. Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ija>rah
a. Rukun dan Syarat Ija>rah
1. Sighat Ija>rah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua
belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau
dalam bentuk lain.
2. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi
jasa dan penyewa/pengguna jasa.
3. Obyek akkad ija>rah adalah: manfaat barang dan sewa, atau
manfaat jasa dan upah.
b. Ketentuan Objek Ija>rah
1. Objek ija>rah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau
jasa.
2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat
dilaksanakan dalam kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
41
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan
mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar
nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu
yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan
sewa atau upah dalam ija>rah.
8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat
lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentuka sewa atau upah dapat
diwujudka dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
c. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ija>rah
a) Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
1. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang
diberikan.
2. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
3. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
42
1. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk
menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai
akad (kontrak)
2. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya
ringan (tidak materiil).
3. Jika barang yang disewakan rusak, bukan karena
pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan
karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan
tersebut.
d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrsi Syari’ah seelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.34
34 Fatwa Dewan syari’ah Nasional MUI, fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.
BAB III
PRAKTIK AKAD IJARAH PADA PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI KSPPS MUAMALAH BERKAH SEJAHTERA
A. Gambaran Singkat Tentang Praktik di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera
1. Sejarah Berdirinya (Konsep Pendirian KSPPS “MBS”)\
KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera merupakan sebuah lembaga
keuangan syariah non bank yang berbadan hukum koperasi dengan
nomor Badan Hukum: 109/BH/XVI.37/2008, Tanggal 12 Juni 2008.
Berawal dari obrolan santai di Masjid Al-Falah, dan keprihatinan
atas makin merebaknya praktik “bank titil” atau rentenir khususnya
yang terjadi di daerah Gayungan dan sekitarnya, maka ditantanglah
untuk mendirikan sebuah lembaga keuangan syariah.
Perguliran gagasan pendirian lembaga keuangan syariah ini mulai
nampak sejak bulan Februari 2008 ketika rapat-rapat mulai
diselenggarakan. Hingga akhirnya Tanggal 1 Mei 2008, dengan
mengundang pejabat dari Kantor Dinas Koperasi Kota Surabaya, KSPPS
Muamalah Berkah Sejahtera resmi didirikan.
Pada awalnya KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera ini didirikan
dengan mengumpulkan modal dan jumlah anggota minimal sesuai
dengan yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian.
Modal awal yang digunakan sebesar Rp. 20.000.000., namun pada tahun
2013 mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp. 173.350.000.
44
Koperasi yang terletak di dekat Rumah Susun Cipta Menanggal
ini memiliki 3 tujuan utama, yaitu:
1) Bagi Anggota
Meningkatkan kesejahteraan anggota, khususnya dan masyarakat
muslin pada umumnya.
2) Bagi Umat
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya terutama
umat Islam dan membebaskannya dari jeratan rentenir (bank
thihtil).1 3) Bagi Negara
Membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, dengan tetap berlandaskan pada syariat
Islam.2 3. Visi dan Misi
Adapun visi yang dimiliki oleh KSPPS Mumalah Berkah Sejahtera
adalah : “Bertekad menjadi koperasi yang syar’i sebagai sarana
bermuamalah masyarakat demi terwujudnya kehidupan yang penuh
berkah dan sejahtera dalam ridha Allah”.
Sedangkan misi yang dikembangkan dalam KSPPS Muamalah
Berkah Sejahtera, yaitu:
1
KJKS Muamalah Berkah Sejahtera, Dokumen Profil Koperasi Jasa Keuangan Syariah “MBS”,
(Surabaya: KJKS MBS, 2008)
2
45
1) Mengembangkan dan mendorong kehidupan ekonomi syariah
2) Membudayakan bermuamalah secara syar’i
3) Menjalankan fungsi sosial khususnya kepada kaum dhuafa
4. Produk dan Aplikasi Akad
Beberapa lembaga sejenis KSPPS memiliki jenis-jenis produk dan
pengaplikasian akad yang sama. Hanya saja lembaga-lembaga tersebut
memiliki inovasi dalam pemberian nama pada masing-masing akad serta
memiliki perbedaan dalam beberapa poin praktik dan
ketentuan-ketentuan terkait operasional kantor.3
KSPPS Muamlah Berkah Sejahtera bergerak di bidang koperasi
simpan pinjam dan pembiayaan syariah, di mana koperasi ini dapat
dijadikan sebagai tempat alternatif pembiayaan dengan sistem Islam
untuk memenuhi kebutuhan anggota. KSPPS juga dapat dijadikan
sebagai tempat penyimpanan dana oleh anggota serta ada pula produk
peminjaman dalam hal ini yaitu akad Q}ard} untuk para anggota yang
membutuhkan, jadi produk yang ada di KSPPS Muamalah Berkah
Sejahtera ada tiga, yaitu Simpanan, Pinjaman dan Pembiayaan yang
berbasis syari’ah.
Produk dan layanan di KSPPS Muamalah Berkah Sejahtera yang
mengutamakan prinsip syariah:
1. Simpanan, meliputi:
3
Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Panduan Unit Simpan Pinjam Syariah,