• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENERAPAN HUKUM DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG PENGADAAN TANAH

B. Analisa Komponen Substantif

B.1. Sebelum Berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993

Berdasarlan Pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 dikeluarkanlah Undang-undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya. Dalam undang-undang ini upayan pencabutan hak itu merupakan alternatif terakhir setelah dilakukan upaya-upaya lain secara maksimal dan jika ternyata mengalami jalan buntu, sementara kepentingan umum sangat mendesak dan membahayakan kepentingan bersama dan keselamatan bersama, baru pencabutan hak itu dilakukan.

43

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

hak atas tanah, karena perlindungan yang ada bersifat sepihak, sedangkan kepentingan umum dalam undang-undang ini tidak jelas kriterianya. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 1961 yang menyatakan : untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Mentri Agraria, Mentri Kehakiman dan mentri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya. Kemudian apa saja yang harus diganti rugi dalam undang-undang ini tidak dijelaskan secara tegas.44

44

Ediwarman, Op.cit, halaman 88.

Dalam Pasal 8 Undang-undang No. 20 tahan 1961 tercermin adanya lembaga banding ke Pengadilan Tinggi yang merupakan instansi pertama dan terakhir sebgaimana yang diuraikan dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1973, sedangkan dalam peraturan pembebasan tanah tidak ada lembagan banding. Mengenai penetapan besarnya ganti rugi tanah, harus ditetapkan dalam Keputusan Presiden, demikian juga gati rugi tanah harus diumumukan secara transparan sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Impres No. 9 Tahun 1973. Oleh karena peraturan pencabutan hak atas tanah prosedurnya sangat lama dan kurang melindungi pihak yang membutuhkan tanah maupun pemilik tanah bila ingan mendapatkan tanah maupun melepaskan hak atas tanah dengan cepat dan mudah, maka dikeluarkan peraturan pembebasan tanah seperti PMDN No. 15 Tahun 1975.

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Pembebasan tanah dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 ini bukan saja semata-mata untuk kepentingan umum, akan tetapi juga untuk kepentingan swasta sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11. peraturan ini menegaskan bahwa pembebasan tanah untuk keperluan swasta pada asasnya harus dilakukan secara langsung antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemberian ganti rugi atas dasar asas musyawarah. Musayawarah dimaksud mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi.45

1. PMDN No. 15 Tahun 1975 baik ditinjau dari formilnya (yang tidak memenuhi persyaratan yuridis) maupun ditinjuau dari segi meterilnya (yaitu berupa perlindungan kepada anggota masyarakat yang akan dicabut haknya) adalah batal menurut hukum

Menurut A.P. Parlindungan PMDN No. 15 Tahun 1975 ini mengandung beberapa kelemahan antara lain :

2. Apbila PMDN itu diuji kepada doktrin (bahwa ada pembatas wewenang dari badan negara untuk membuat undang-undang dalam arti materil) dengan anggapan bahwa pembebasan tanah adalah sama dengan pencabutan hak, maka peraturan mentri termasuk adalah batal karena :

a) Mentri dalam negri tidak mempunyai wewenang membuat peraturan yang mengikat umum, tanpa adanya pendelegasian wewenang.

b) Mengenai pencabutan hak, Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 telah menunjuk Presiden sebagai instansi yang berwenang memutus.

45

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

3) PMDN mengatur suatu soal yang telah diatur oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 dan isi PMDN tersebut bertentangan dengan undagn-undang termadsud.46

Mengenai kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi diwilayah kecamatan diatur dalan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahaun 1985. pengadaan tanah di wilayah kecamatan menurut Pasal 2 PMDN No. 2 Tahun 1985 luasnya tidak lebih dari 5 (lima) Ha dengan syarat-syarat sebagai berikut :

1) Lokasi dan luas tanah yang diperuntukkan bagi proyek pembagunan harus disesuikan dengan rencana penggunaan tanah/pembangunan pemerintah daerah ; 2) Harga tanah harus memadai dalam arti yang paling menguntungkan bagi negara

dan harta tanah tersebut juga harus sesui dengan harga tanah bagi proyek-peoyek pembangunan lainnya di wilayah yang bersangkutan dalam tahun anggaran yang sama.47

Dalam menetapkan besarnya ganti rugi tanah harus dilakukan secara musyawarah antara pimpinan proyek dengan pemilik tanah dengan memperhatikan ketentuan harga dasar yang ditetapkan di daerah setempat. Apabila telah tercapai kata sepakat berdasarkan musyawarah dengan para pemilik yang berhak atas tanah, tetap memperlakukan PMDN No. 15 Tahun 1975 dan apabila belum dicapai musyawarah dengan para pemilik tanah yang diperlukan menurut ketentuan peraturan, hal ini sesui denga ketentuan Pasal 11 PMDN No. 2 Tahun 1985 yang menyatakan bahwa :

46

AP. Parlindungan, Op.cit, halaman 2.

47

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

1) Pengadaan tanah untuk kepentingan proyek-proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dilaksanakan oleh pemimpin instansi proyek yang bersangkutan.

2) Pengadaan tanah yang dimaksud dalam ayat 1 luasnya tidak lebih 5 (lima) Ha. 3) Dalam melaksanakan pengadaan tanah dimaksud dalam ayat 1 pemimpin proyek

memberitahukan kepada Camat mengenai letak dan luas tanah yang dibutuhkan. 4) Apabila dipandang perlu Camat dapat memeinta bantuan dari instansi/dinas yang

bersangkutan sesui dengan jenjang hirarki.48

Ketentuan PMDN No. 2 Tahun 1985 memperpendek jalur dari pembebasan tanah untuk luas kurang dari 5 (lima) Ha yang diserahkan saja kepada Camat dan pimpinan setempat.49

Kelemahan PMDN No. 2 Tahun 1985 dapat mempermudah timbul KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) karena yang memutuskan adalah ketua panitia dan camat setempat dan terlalu mudah untuk membebaskan satu bidang tanah, yang akibatnya dapat menimbulkan pihak yang dirugikan dalam pengadaan tanah ini, misalnya tanah yang dibebaskan puluhan hektar, tetapi dalam pelaksanaan yang dibebaskan dibagi-bagi menjadi 5 Ha, sehingga unsur KKN dalam pembebasan tanah dapat berjalan lancar. Ketentuan ini secara yuridis dan sosiologis maupun filosofis belum memenuhi suatu aturan yang benar-benar dapat memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak.50

48

Sajudi Wiranoto, Himpunan Peraturan Pembebasan Tanah, BP. Dharma Bhakti, 1992, halaman 209-210

49

AP. Parlindungan, Op-cit, halaman 49.

50

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009