• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Gambar an Objek Penelitian

4.1.1. Gambar an umum kota Sur abaya

Kota Surabaya adalah ibukota provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya secara geografis terletak antara 0721' Lintang Selatan dan 11236' - 11254' Bujur Timur.

Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang hampir 3 juta jiwa. Wilayah Kota Surabaya di sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Madura, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gresik dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo. Luas wilayah Kota Surabaya 274,06 Km2 yang terbagi menjadi 31 kecamatan dan 163 desa/kelurahan.

Sebagai kota metropolitan, Surabaya menjadi pusat kegiatan perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industri, dan perdagangan sehingga jarang ditemukan lahan persawahan. Banyak perusahaan besar yang berkantor pusat di Surabaya, seperti PT Sampoerna Tbk, Maspion,

Wing's Group, Unilever, dan PT PAL. Kawasan industri di Surabaya diantaranya Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dan Margomulyo. Sektor industri pengolahan dan perdagangan yang mencakup juga hotel dan restoran, merupakan kontributor utama kegiatan ekonomi surabaya yang tergabung dalam nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Di sektor pariwisata, surabaya memiliki objek wisata alam Kebun Binatang Wonokromo dan Pantai Kenjeran. Kota ini juga mempunyai banyak wisata sejarah dari kenangan Soerabaja Tempo Doeloe , gedung-gedung tua peninggalan zaman belanda dan jepang salah satunya adalah Hotel Oranje atau Yamato. Disamping dianugerahi wisata sejarah, surabaya juga kaya akan wisata belanja. Sebagai kota perdagangan, surabaya memiliki cukup banyak pusat perbelanjaan dan mal.

Kesenian tradisional di Kota Surabaya turnbuh dan berusaha untuk tetap dilestarikan. Bentuk kesenian tradisional kota ini banyak ragamnya. Ada seni tari, seni musik dan seni panggung. Ludruk, Gending Jula Juli Suroboyo, tari Remo, Kentrung, Okol, Seni Ujung, Besutan, upacara Loro Pangkon, tari Lenggang Suroboyo dan tari Hadrah.

Sumber Data:

Jawa Timur Dalam Angka 2007

54

4.1.2. Gambar an Umum SMA Komplek

SMA Komplek Surabaya terletak di Jln. Wijaya Kusuma 48. SMA ini merupakan salah satu sekolah negeri favorit di kota Surabaya yang di dalamnya terdapat empat SMA Negeri yaitu SMA 1, SMA 2, SMA 5 dan SMA 9.

Sekolah ini berdiri sejak jaman penjajahan Belanda, dari dulu sampai sekarang fungsinya pun tetap sama, yaitu sebagai tempat belajar. Tetapi pada jaman dahulu nama sekolah ini adalah HBS, tempat belajar para Sinyo dan Nonik Belanda. Ada juga putra pribumi yang bersekolah disini, tetapi itu pun hanya putra-putri pembesar dan pejabat.

Setelah masa kemerdekaan, sekolah ini diambil alih oleh pemerintah dan dijadikan sekolah negeri. Terdapat dua jurusan di sekolah ini yaitu ilmu Sosial (jurusan A) dan ilmu pasti Alam (jurusan B).

Dalam perkembangan selanjutnya jurusan A menjadi SMA Negeri 1 yang kemudian dikembangkan menjadi SMA Negeri 9 Surabaya sedangkan jurusan B menjadi SMA Negeri 2 Surabaya yang dikembangkan menjadi SMA Negeri 5 Surabaya . Inilah asal mulanya mengapa SMA komplek terdiri dari empat sekolah negeri.

4.2. Identitas Responden

a. Narasumber 1

Nama : Bapak J oko

J abatan : Gur u Kimia

Narasumber 1 dipilih karena beliau telah menjadi guru SMA 5 sejak tahun 1992. Selain itu pak Joko dikenal sangat akrab dengan para murid SMA 5, Jadi beliau cukup mengetahui tentang informasi seputar SMA 5.

b. Nar asumber 2

Nama : Ibu Kur niasih

J abatan : Gur u Kesiswaan

Narasumber 2 bernama Ibu Kurniasih, beliau merupakan guru konseling di SMA 2. Peneliti merasa tepat menjadikan narasumber karena guru kesiswaan merupakan elemen penting dalam lembaga pendidikan sebagai pengayom para siswa.

56

c. Narasumber 3

Nama : Bapak Nur Hasan

J abatan : Kepala Sekolah SMA 1

Narasumber 3 merupakan Kepala Sekolah SMA 1. Sebagai kepala sekolah beliau bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengevaluasi SMA 1 dalam bentuk hal apapun termasuk konflik antar siswa.

d. Narasumber 4

Nama : Rangga

J abatan : Alumnus SMA 5 Tahun 2002

Narasumber 4 merupakan alumnus SMA 5 dan termasuk dalam organisasi ikatan alumnus SMA 5. Beliau juga mengetahui dengan pasti kejadian konflik pada tahun 2002 sehingga peneliti merasa tepat menjadikan narasumber untuk penelitian.

e. Narasumber 5

Nama : M. Itqon Ashar y

Narasumber 5 dipilih karena deklarasi konflik ini merupakan kerjasama antara pihak guru dan pihak OSIS. OSIS merupakan organisasi sebagai wadah aspirasi dari perwakilan rekan-rekannya.

4.3 Analisis data

Salah satu permasalahan yang pernah terjadi di lingkup SMA Komplek adalah permasalahan yang terjadi pada tahun 2002. Menurut informasi yang didapatkan dari alumni, permasalahan ini bermula dari adanya kesalahfahaman antara siswa SMA 5 dengan siswa SMA 2 terhadap objek masalah dan berujung dengan direncanakannya tawuran oleh pihak-pihak yang terlibat konflik.

Narasumber 3 dan narasumber 5 tidak mengetahui mengenai konflik yang terjadi pada tahun 2002. Sedangkan narasumber 2 menjawab secara ragu-ragu namun tidak menutup kemungkinan konflik tersebut pernah terjadi, hal ini terlihat dari hasil wawancara dan jawaban dari narasumber 2 mengatakan “Hm..(ragu-ragu) setau saya tidak pernah sih mas, tapi mungkin ditangani guru lain.

Narasumber 1 dan narasumber 4 yang memberikan jawaban secara pasti mengenai kebenaran konflik pada tahun 2002. Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara dengan narasumber 1, Bapak Joko yang merupakan guru dari SMA 5 “Oh tahun 2002 ya mas... Se ingat saya dulu belum terjadi

58

tawuran, karena kami mendapatkan informasi terlebih dahulu sebelum tawuran itu terjadi dan langsung melakukan tindakan pencegahan”. Dan juga hasil wawancara dengan narasumber 4 yang merupakan alumni dari siswa SMA 5 Rangga “Ya... Pernah sih mas waktu itu ada konflik dengan SMA 2, anak-anak sudah kumpul rame, tapi ternyata bocor duluan mas ada yang bilang ke guru

Berangkat dari rumusan permasalahan tentang bagaimana komunikasi yang digunakan dalam menangani konflik yang terjadi di lingkungan SMA Komplek terdapat dua hal yang menjadi acuan peneliti yaitu : Komunikasi interpersonal menggunakan teori Kredibilitas dan Resolusi penanganan konflik

4.3.1. Komunikasi Interper sonal dan Teori Kredibilitas

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.

Salah satu teori komunikasi interpersonal yakni teori kredibilitas, Kredibilitas menurut Aristoteles, bisa diperoleh jika seorang komunikator memiliki ethos, phatos, dan logos. Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara dari karakter pribadinya sehingga ucapanya dapat dipercaya. Phatos adalah kekuatan yang dimiliki seorang pembicara dalam

mengendalikan emosi pendengarnya, sedangkan logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui argumentasinya.

Narasumber 1 membenarkan adanya permasalahan pada tahun 2002 namun belum sampai ke tahap terjadinya tawuran dikarenakan pihak SMA Komplek melakukan tindakan pencegahan melalui pemanggilan langsung kepada siswa yang terkait terlebih dahulu dan berusaha menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan cara memanggil siswa tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dari jawaban narasumber yang mengatakan “Oh tahun 2002 ya mas... Se ingat saya dulu belum terjadi tawuran, karena kami mendapatkan informasi terlebih dahulu sebelum tawuran itu terjadi dan langsung melakukan tindakan pencegahan dengan memanggil dan berbicara kepada siswa yang terkait”. Dan dilanjutkan dengan jawaban narasumber 1 mengenai penanganan permasalahannya melalui komunikasi interpersonal “Sebenarnya penanganannya pada waktu itu , kalau saya tidak salah ingat kita langsung memanggil pihak-pihak yang bersangkutan kita bicarakan seperti apa letak permasalahannya lalu mencari solusi pemecahannya pada saat itu juga”.

Narasumber 2 mengatakan tidak mengetahui secara pasti mengenai permasalahan yang terjadi pada tahun 2002, namun tidak menutup kemungkinan permasalahan ini pernah terjadi, hal ini dapat di buktikan dari jawaban “Hm..setau saya tidak pernah sih mas, tapi mungkin ditangani guru lain”. Dan jika memang sampai terjadi maka beliau menggunakan komunikasi interpersonal dalam menanganinya, hal ini

60

dapat dibuktikan dari jawaban narasumber 2 yang mengatakan “Ya sebagai guru bimbingan konseling, kita memanggil siswa yang telibat, kita bicarakan letak permasalahannya, lalu kita damaikan dengan mengkoordinasi guru dari sekolah yang terkait mas, selanjutnya kita berikan bimbingan dan arahan serta solusi terbaik buat semuanya mas. Dalam hal ini dapat terlihat bahwa adanya komunikasi interpersonal dari jawaban narasumber yang mengatakan “membicarakan letak permaslahannya dan mengkoordinasi pihak sekolah dan segera mencari solusi.

Narasumber 3 mengatakan tidak pernah terjadi permasalahan di lingkungan SMA Komplek hal ini dapat dijelaskan melalui jawaban hasil wawancara dengan narasumber 3 yang mengatakan “Yang saya tau dan pernah dengar lingkungan ini aman-aman saja mas, tidak pernah ada yang namanya tawuran antar SMA Komplek.” Peneliti tidak menemukan jenis komunikasi apa yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

Narasumber 4 merupakan alumni dari SMA 5, ia mengatakan pernah terjadi permasalahan pada tahun 2002 yang awalnya terjadi kesalah fahaman dengan siswa SMA 2, hal ini dapat dibuktikan dari jawaban narasumber yang mengatakan “Ya... Pernah sih mas waktu itu ada permasalahan dengan SMA 2, ada salah faham teman saya dengan salah satu anak SMA 2. Permasalahan tersebut awalnya dapat diredam oleh guru namun pihak-pihak yang terlibat masih ingin melanjutkan permasalahan

tersebut diluar lingkup sekolah, hal ini dapat dibuktikan dari jawaban narasumber “Ya awalnya sih gitu mas didamaikan guru, tapi anak-anak dulu masih ada yang nggak terima trus pingin dilanjutin di luar”.

Namun yang menjadi penanganan konflik paling utama pada tahun 2002 adanya teman dari kedua belah pihak yang dapat menjadi komunikator yang handal serta meredam emosi dari pihak-pihak yang terlibat konflik seperti yang ada pada komunikasi interpersonal dengan teori kredibilitas seperti yang di dalam teori tersebut terdapat Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara dari karakter pribadinya sehingga ucapanya dapat dipercaya. Phatos adalah kekuatan yang dimiliki seorang pembicara dalam mengendalikan emosi pendengarnya, sedangkan logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui argumentasinya, seperti hasil wawancara jawaban dari narasumber 4 yang mengatakan “Ya.. waktu itu kalau saya nggak salah ingat, awalnya ada teman saya yang ternyata kenal dekat sama anak SMA 2 dan dia langsung mencarikan solusi mebicarakan permasalahan yang ada dan menenangkan anak-anak yang emosi mas, ya akhirnya gara-gara dia dulu ada kesepakatan bahwa dan kita semua menyetujui mas nggak jadi tawuran. Ya untungnya dulu ada anak itu mas, kalau nggak ya mungkin jadi tawuran mas..haha (tertawa).” Dari jawaban narasumber, menjelaskan bahwa terdapat seorang teman yang menjadi komunikator yang handal dalam mencarikan solusi permasalahan, meredam emosi menunjukkan terdapat ethos, pathos dan

62

Sedangkan Narasumber 5 menyatakan tidak pernah terjadi tawuran dalam lingkup SMA Komplek hal ini dapat dibuktikan dari jawaban narasumber 5 “Oh kalau tawuran nggak pernah mas”. Namun narasumber 5 tidak menyangkal pernah terjadi permasalahan kecil yang dapat dijelaskan melalui jawaban dari narasumber yang mengatakan “Kalau salah faham saja sih pernah mas, tapi nggak ke arah kekerasan fisik”. Untuk hal ini belum adanya kepastian dalam penanganan konflik tersebut namun peneliti berasumsi terlihat penyelesaian permasalahannya secara komuinikasi interpersonal kredibilitas dengan adanya bantuan yang dilakukan teman-teman dari pihak yang terlibat permasalahan untuk menyelesaikannya, dapat dibuktikan dari jawaban narasumber “Ya selama ini kalau saya lihat temen-temen selama tidak ketahuan guru ya diselesaikan sendiri kok mas kadang juga dibicarakan masalahnya dan dibantu sama temen-temen untuk mendamaikannya, kecuali kalau masalahnya besar ya bagian konseling yang turun tangan mas”

4.3.2. Resolusi Konflik

Merupakan proses untuk mencapai keluaran konflik dengan metode resolusi konflik. Metode resolusi konflik adalah proses manajemen konflik yang digunakan untuk menghasilkan keluaran konflik.

Metode resolusi konflik bisa dikelompokkan menjadi pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik (self regulation) atau melalui intervensi pihak ketiga (third party intervention).

Resolusi konflik melalui pengaturan sendiri terjadi jika para pihak yang terlibat konflik berupaya menyelesaikan sendiri konflik mereka dapat berupa win & lose solution maupun win & win solution. Intervensi pihak ketiga merupakan suatu bentuk penyelesaian konflik jika kedua belah pihak yang terlibat konflik tidak dapat menyelesaikan permasalahannya.

Dalam win & win solution poin yang digunakan peneliti adalah poin ke 3 dan ke 7 yakni: (3) mengajak lawan konflik untuk berunding dan bernegosiasi dengan prinsip memberi dan mengambil (give and take) dan (7) Menggunakan gaya kolaborasi dan kompromi.

Narasumber 1 menjelaskan dalam penanganan permasalahan pada siswanya menggunakan teknik resolusi pihak ketiga menggunakan mediasi para guru untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan para siswanya, dapat dijelaskan melalui jawaban dari narasumber “Ya setiap manusia khan berkonflik, namun tugas kita sebagai pendidik sebagai pengawas dan pendidik ya tidak perduli konflik besar atau kecil kita langsung memanggil siswa yang bersangkutan, kita bicarakan dan langsung kita damaikan atau kita beri hukuman untuk efek jera”

64

dibuktikan dari jawaban narasumber “Ya sebagai guru bimbingan konseling, kita memanggil siswa yang telibat, lalu kita damaikan dengan mengkoordinasi guru dari sekolah yang terkait mas, selanjutnya kita berikan bimbingan dan arahan serta solusi terbaik buat semuanya mas”

Narasumber 3 menjelaskan tidak pernah terjadi konflik namun jika terjadi konflik, narasumber menjelaskan menggunakan metode resolusi intervensi pihak ke tiga. Dapat dijelaskan dari jawaban narasumber yang mengatakan “Ya pastinya kita panggil yang bermasalah, jika masalahnya besar tentunya kita akan memanggil orang tuanya yang bersangkutan. Karena tugas pendidikan siswa merupakan kewajiban bersama antara guru dan orang tua.”

Narasumber 4 menjelaskan tidak pernah terjadi konflik lain yang terjadi selain konflik pada tahun 2002 yang cara penyelesaiannya menggunakan teori kredibilitas seperti yang ada pada pembahasan sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan dari jawaban narasumber 4 yang mengatakan “Setau saya cuma itu mas, kalau yang lainnya saya nggak pernah denger”.

Narasumber 5 menejelaskan jika terjadi permasalahan, cara penyelesaiannya belum dapat dipastikan menggunakan teori kredibilitas namun peneliti berasumsi bahwa penanganan konflik yang terjadi dapat menggunakan teori kredibilitas dan resolusi intervensi pihak ke tiga seperti yang dijelaskan oleh narasumber “Ya selama ini kalau saya lihat

temen-temen selama tidak ketahuan guru ya diselesaikan sendiri kok mas kadang juga dibantu sama temen-temen untuk mendamaikan masalahnya, kecuali kalau masalahnya besar ya bagian konseling yang turun tangan mas”

Sesuai dengan rumusan permasalahan yakni bagaimana komunikasi yang digunakan dalam penanganan konflik di SMA Komplek, peneliti menemukan dua cara penyelesaiannya, yakni menggunakan Komunikasi Interpersonal dengan teori Kredibilitas seperti penanganan konflik yang terjadi pada tahun 2002, serta penanganan konflik menggunakan metode resolusi konflik intervensi pihak ke tiga.

BAB V

Dokumen terkait