• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN DATA

IV.2 Penyajian Data Primer

Perempuan dan Anak di Kota Medan

Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan dan Kantor Yayasan Pusaka Indonesia. Informasi diperoleh melalui wawancara dengan informan yang dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti oleh peneliti. Berikut ini adalah hasil wawancara yang dilakukan peneliti berdasarkan variabel yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui proses implementasi kebijakan dalam penelitian ini: IV.2.1 Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang berwujud maupun tidak, jangka

pendek, menengah atau panjang. Hal ini dapat juga dikatakan sebagai tujuan dari sebuah kebijakan.

Pembuatan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 dilatarbelakangi oleh kasus trafiking di Sumatera Utara yang sudah dalam kondisi mengkhawatirkan begitu juga di Medan. Hal demikianlah yang mendasari para aktivis perempuan dan anak pada saat itu untuk mengajukan dibuatnya suatu kebijakan kepada Pemerintah Provinsi untuk melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan. Hasil kerja keras para aktivis yang juga bekerja sama dengan Biro Pemberdayaan Perempuan akhirnya melahirkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak.

Pada penelitian ini yang menjadi tujuan dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 adalah untuk pencegahan, rehabilitasi dan reintegrasi perempuan dan anak korban perdagangan (trafiking). Hal demikian juga disampaikan oleh informan ketika ditanyakan tentang tujuan awal dibentuknya Perda yaitu untuk mencegah semakin banyaknya kasus trafiking di Sumatera Utara pada umumnya dengan cara meningkatkan pemahaman masyarakat agar semakin berhati-hati dengan modus trafiking melalui tawaran-tawaran pekerjaan karena kebanyakan korban banyak dijanjikan akan pekerjaan oleh si pelaku. Trafiking merupakan permasalahan yang sangat besar yang penyebabnya bisa berasal dari berbagai faktor dan memerlukan upaya penghapusan yang tidak mudah sehingga pencegahan yang dimaksud diharapkan dapat mengurangi angka kasus trafiking

IV.2.2 Disposisi implementor

Disposisi menunjuk kepada kecenderungan sikap dan juga kognisi (pemahaman) implementor terhadap sebuah kebijakan. Hal ini sangat penting agar implementor memahami dan menjiwai perannya sebagai pelaksana dari sebuah kebijakan.

Hasil wawancara yang dilakukan kepada para informan menunjukkan bahwa informan sebagai implementor sangat mendukung dibuatnya Perda Nomor 6 Tahun 2004. Perda tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dari permasalahan trafiking yang ada dan mampu melindungi korban terutama perempuan dan anak. Pemahaman informan sebagai implementor dari Perda tersebut juga sangat baik yang berarti implementor sangat mengerti tujuan dan alasan dibuatnya Perda tersebut. Hal demikian karena informan yang juga sebagai aktivis di bidang perlindungan perempuan dan anak dan aktif terlibat dalam Yayasan yang bergelut di bidang yang sama turut serta dalam proses perencanaan hingga lahirnya Perda tersebut sehingga kognisi atau pemahaman informan sangat baik menyangkut Perda dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.

IV.2.3 Komunikasi antar badan pelaksana

Komunikasi merupakan faktor yang penting dalam menjalankan sebuah kebijakan. Dalam komunikasilah pesan-pesan disampaikan dan juga berbagai informasi terkait pelaksanaan dari suatu kebijakan. Komunikasi yang tidak baik dapat menimbulkan kesalahpahaman yang menimbulkan pelaksanaan kebijakan tidak berjalan baik. Komunikasi dilakukan antar sesama implementor atau badan

pelaksana kebijakan dan juga komunikasi kepada kelompok sasaran dari kebijakan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa komunikasi antar badan pelaksana jarang sekali terjadi. Komunikasi hanya terjadi ketika rapat dilakukan. Rapat antara implementor di kota Medan juga dilakukan hanya ketika ada kasus yang sedang ditangani. Berbeda dengan rapat koordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi secara rutin yakni setiap tiga bulan sekali dengan mengundang pihak dari Provinsi dan juga dari Pemerintah Kota Medan (wawancara dengan informan dari Yayasan Pusaka Indonesia Medan).

Selain komunikasi yang dilakukan dengan sesama implementor atau badan pelaksana di kota Medan, implementor juga melakukan komunikasi dengan kelompok sasaran yang dalam hal ini adalah masyarakat luas. Komunikasi yang dilakukan adalah berupa sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat. Sosialisasi tidak dilakukan secara rutin karena masalah biaya yang tidak selalu mendukung sehingga kebanyakan sosialisasi dilakukan ketika ada undangan dari pihak kelurahan yang ada di kota Medan.

Berdasarkan keterangan informan undangan untuk melakukan sosialisasi datang dari hampir seluruh kelurahan di kota Medan. Sosialisasi disampaikan kepada kelompok ibu-ibu PKK yang diundang oleh pihak kelurahan yang kemudian nantinya merekalah yang diharapkan menyampaikan informasi dari sosialisasi yang diikuti kepada masyarakat lebih luas lagi di kelurahan tersebut.

Informasi yang disampaikan dalam sosialisasi berisi pemahaman kepada masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan yang ada juga tentang bagaimana cara pengaduannya. Selain tentang trafiking informasi yang disampaikan juga tentang berbagai bentuk kekerasan lain seperti kekerasan dalam rumah tangga dan tentang pekerja anak.

Respon masyarakat terhadap sosialisasi yang dilakukan tentang trafiking masih belum antusias karena memang korban kasus trafiking di kota Medan cenderung sedikit. Mayoritas korban adalah penduduk dari luar daerah Medan. Kota Medan sendiri lebih sering sebagai daerah tujuan bagi korban trafiking berasal dari berbagai daerah.

IV.2.4 Struktur Birokrasi

Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Struktur birokrasi memiliki dua aspek yaitu aspek mekanisme yang ditandai dengan keberadaan standard operational procedures (SOP) dan aspek struktur birokrasi. Peneliti menggunakan variabel struktur birokrasi untuk mengetahui standard operational procedures (SOP) yang digunakan oleh pelaksana kebijakan dan koordinasi yang terjalin antara pihak-pihak yang saling terkait dalam pelaksanaan peraturan daerah yang telah dikemukakan sebelumnya.

Berdasarkan keterangan dari informan yang diwawancarai diperoleh informasi bahwa masing-masing badan memiliki SOP dalam menjalankan kebijakan. SOP yang digunakan oleh BPPKB sebagai petunjuk teknis atau

petunjuk pelaksana adalah Keputusan Walikota Medan Nomor 463/670.K/IV/2013 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Keputusan Walikota Medan Nomor 463/1084.K tentang Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Permberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Medan Tahun 2012 (lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran). Selain itu juga terdapat buku panduan atau pedoman dalam melaksanakan tugas.

Yayasan Pusaka Indonesia juga memiliki SOP sendiri yang dijadikan pedoman dalam menangani berbagai kasus baik kasus perdagangan orang maupun kasus lain (lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran).

Selain aspek mekanisme yang ditandai oleh keberadaan SOP dari masing-masing implementor, peneliti juga melihat bagaimana koordinasi yang terjalin antara para implementor tersebut. Di kota Medan yang menjadi leading sector (pusat koordinasi) dari pelaksanaan Perda Nomor 6 Tahun 2004 adalah BPPKB. BPPKB berkoordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah di kota Medan, berbagai LSM dan pihak-pihak lain yang tergabung dalam Gugus Tugas untuk menjalankan kebijakan tersebut.

Dari hasil wawancara diketahui bahwa sesama implementor kebijakan di kota Medan sangat jarang sekali melakukan koordinasi ketika ada kasus yang sedang terjadi. Bahkan informan dari Yayasan Pusaka Indonesia sebagai salah satu implementor kebijakan mengaku lebih banyak melakukan koordinasi langsung kepada Pemerintah Provinsi dalam penanganan kasus trafiking di kota

Medan. Menurut beliau hal tersebut disebabkan karena BPPKB Medan cenderung lambat dalam merespon dan menangani kasus. Selain itu P2TP2A kota Medan yang ada juga tidak melakukan pekerjaan dengan maksimal. Hal demikianlah yang menyebabkan Yayasan Pusaka Indonesia lebih banyak melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi.

IV.2.5 Sumber Daya

Ketersediaan sumber daya yang memadai juga menjadi faktor pendukung keberhasilan dari sebuah kebijakan yang ditetapkan. Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan sumber daya manusia, finansial dan fasilitas untuk melaksanakan program atau kebijakan.

• Sumber Daya Manusia

Dalam pelaksanaan Perda Nomor 6 Tahun 2004 di Kota Medan telah dibentuk gugus tugas sesuai dengan Keputusan Walikota Medan Nomor 463/670.K/IV/2013 yang terdiri dari 23 anggota berdasarkan kedudukannya dalam gugus tugas tersebut. Gugus tugas tersebut mulai dari Walikota Medan, Ketua DPRD Kota Medan, Kepala Kepolisian Resort Kota Medan, Kepala Kejaksaan Negeri Medan, Ketua Pengadilan Negeri Medan sebagai Pembina, Sekretaris Daerah Kota Medan sebagai Ketua, Asisten Kesejahteraan dan Sosial Kota Medan sebagai Wakil Ketua, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan sebagai Ketua Harian, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai anggota.

Selain itu juga ada Sub Gugus Tugas Bidang Pencegahan dan Partisipasi yang terdiri dari 28 anggota dari berbagai SKPD. Kemudian ada Sub Gugus Tugas Bidang Pengembangan Norma Hukum, Perlindungan dan Penegakan Hukum yang terdiri dari 13 anggota dari berbagai SKPD. Kemudian ada Sub Gugus Tugas Bidang Rehabilitasi Kesehatan, Sosial, Pemulangan dan Reintegrasi yang terdiri dari 19 anggota dari berbagai SKPD dan juga LSM. Kemudian ada Sub Gugus Tugas Bidang Koordinasi dan Kerjasama yang terdiri dari 23 anggota dari berbagai SKPD dan LSM.

• Sumber Daya Finansial

Sumber daya finansial yang digunakan dalam pelaksanaan Perda tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Medan. Walaupun berdasarkan informasi dari informan anggaran tersebut tidak selalau terealisasi. Karena itu para implementor juga banyak meminta bantuan dana kepada donatur.

• Sumber Daya Fasilitas

Fasilitas yang disediakan dalam pelaksanaan Perda ini yaitu berupa rumah aman yang disediakan oleh P2TP2A. Selain itu juga berkoordinasi dengan SKPD lain dalam pemenuhan kebutuhan korban seperti fasilitas kesehatan, pendidikan dan lainnya sesuai kebutuhan dalam penanganan kasus.

Dokumen terkait