• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH PROVINSI

SUMATERA UTARA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG

PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh:

ADE AURISTHA MANURUNG

100903046

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Agung yang menjadikan segala sesuatu, yang menjadi sumber kesabaran dan ketekunan penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan”. Skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Skripsi ini penulis persembahkan untuk orangtua tercinta Papa Alm. Hotner Manurung (it would be really great if you were here, Dad) dan Mama Ratna Lumban Gaol. Segenap cinta dan pengorbanan Mama adalah hal yang selalu saya ingat ketika menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih Mama untuk semua perjuangan dan pengorbanan Mama yang mengantarkan saya menjadi siapa saya sekarang. Terimakasih untuk cinta dari kakak dan adik saya Indah Sandra Nova Manurung, Ananda Mela Novi Manurung, Sari Yuli Artha Manurung, Anto Nera Dona Manurung, Harry Sura Doni Manurung. Saya menyayangi kalian dengan segenap hati saya. Semoga skripsi ini bisa membuat kalian bangga.

Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam pengerjaan skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

4. Bapak Drs. Tunggul Sihombing, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik.

(3)

perhatian membimbing saya selama menyelesaikan skripsi, yang memberikan inspirasi yang sangat berharga selama proses bimbingan skripsi ini.

6. Kepada Bapak Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si selaku dosen penguji yang memberikan masukan dan kritik yang membangun.

7. Seluruh dosen di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang memberikan ilmu selama perkuliahan.

8. Kepada Kak Dian dan Kak Mega selaku staf administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Negara.

9. Kepada Ibu Yuslinar dan Ibu Nana dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan, Muhammad Mitra Lubis dan Kak Una dari Yayasan Pusaka Indonesia Medan, Rina Sitompul dari P2TP2A Provinsi yang banyak membantu dalam memberikan informasi selama pengerjaan skripsi ini.

10.Kepada kalian yang bersama-sama dalam empat tahun melewati waktu-waktu tak tergantikan selama perkuliahan: Mariance Magdalena Hasibuan, Ira Ria Purba, Christine Anne Dearni Batubara, Petra Rosjuwita Telaumbanua, Zudika Manullang, Susanti Lona Silalahi, Elfina Dewi Gulo, Bobby Trimart Gea, David Saputra dan Maulana All Ravi Siregar. Terimakasih sudah mengerti ketika saya tidak dapat mengerti diri sendiri, terimakasih sudah menjaga ketika saya tidak mampu menjaga diri sendiri. Saya tidak tahu apakah nanti kalian akan tetap mengingat saya atau tidak, tapi saya ingin kita mengingat setiap hal yang kita bagi dan kita lewati bersama selama ini because everything happens for a reason even when we are not wise enough to see it. Saya menyayangi kalian.

(4)

Samosir, Yanti Mastauli Sinaga yang mengenal setiap kekurangan dari diri saya namun tetap setia.

12.Kepada teman-teman di Departemen Ilmu Administrasi Negara, abang, kakak dan adik yang juga memberikan kesan yang menjadikan perjalanan empat tahun ini begitu layak untuk diingat.

13.Kepada semua pihak yang membantu kelancaran skripsi ini, yang mau berbagi dan berdiskusi yang tidak dapat saya sebutkan semuanya.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis menunggu setiap kritik dan saran demi perbaikan ke depannya. Semoga kita semua semakin dekat dengan kesuksesan. Tuhan memberkati.

Medan, Juli 2014

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 5

I.3 Fokus Masalah ... 5

I.4 Tujuan Penelitian ... 5

I.5 Manfaat Penelitian ... 6

I.6 Kerangka Teori ... 7

I.6.1 Kebijakan Publik ... 7

I.6.1.1 Proses-proses Pembuatan Kebijakan ... 8

I.6.2 Implementasi Kebijakan Publik ... 10

I.6.2.1 Model-model Implementasi Kebijakan Publik ... 11

(6)

Horn ... 17

I.6.2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Merillee S. Grindle ... 20

I.6.2.2 Model Kebijakan Yang Digunakan ... 21

I.6.3 Perdagangan Manusia (Trafiking) ... 24

I.6.3.1 Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Manusia ... 26

I.6.4 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak ... 28

I.7 Definisi Konsep ... 30

I.8 Definisi Operasional ... 31

I.9 Sistematika Penulisan ... 33

BAB II METODE PENELITIAN II.1 Bentuk Penelitian ... 34

II.2 Lokasi Penelitian ... 34

II.3 Informan Penelitian ... 34

II.4 Teknik Pengumpulan Data ... 35

II.5 Teknik Analisa Data ... 36

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 38

(7)

III.1.2 Pemerintahan ... 39

III.1.3 Demografi ... 41

III.2 Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan .... 43

III.2.1 Tugas Pokok dan fungsi ... 43

III.2.2 Struktur Organisasi... 44

III.2.3 Susunan Kepegawaian ... 51

III.2.4 Visi ... 52

III.2.5 Misi... 53

BAB IV PENYAJIAN DATA IV.1 Identitas Informan ... 54

IV.2 Penyajian Data Primer... 55

IV.2.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ... 55

IV.2.2 Disposisi Implementor ... 57

IV.2.3 Komunikasi Antar Badan Pelaksana ... 57

IV.2.4 Struktur Birokrasi ... 59

IV.2.5 Sumber Daya ... 61

(8)

BAB V ANALISIS DATA

V.1 Analisis Data Sekunder ... 74

V.1.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ... 75

V.1.2 Disposisi Implementor... 77

V.1.3 Komunikasi Antar Badan Pelaksana ... 79

V.1.4 Struktur Birokrasi ... 81

V.1.5 Sumber Daya ... 85

V.2 Analisis Data Sekunder ... 89

BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan ... 96

VI.2 Saran... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100

(9)

DAFTAR TABEL

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Model kebijakan George Edward III ... 12

Gambar I.2 Model kebijakan Van Meter dan Van Horn... 18

Gambar I.3 Model kebijakan Merillee S. Grindle ... 21

Gambar I.4 Model kebijakan yang digunakan ... 23

Gambar III.1 Bagan Organisasi Pemerintah Kota Medan ... 39

Gambar IV.1 Sosialisasi yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia ... 68

Gambar IV.2 Rumah aman sebagai tempat penampungan korban trafiking ... 68

Gambar IV.3 Pendampingan korban trafiking dan konseling ... 69

Gambar IV.4 Pelatihan trauma dan penguatan bagi korban trafiking ... 69

Gambar IV.5 Pedoman penyelenggaraan dan modul pelatihan pengelola P2TP2A dalam penanggulangan bencana yang responsif gender ... 70

Gambar IV.6 Pedoman sistem pencatatan dan pelaporan data kekerasan terhadap perempuan dan anak ... 71

Gambar IV.7 Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan ... 72

Gambar IV.8 Ruang rapat kantor BPPKB Kota Medan (tampak luar)... 72

Gambar IV.9 Ruang rapat Kantor BPKB Kota Medan (bagian dalam) ... 73

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengajuan Judul Skripsi

Lampiran 2 Surat Permohonan Persetujuan Judul skripsi Lampiran 3 Surat Penunjukan Dosen Pembimbing

Lampiran 4 Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Lampiran 5 Jadwal Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Lampiran 6 Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal

Lampiran 7 Berita Acara Seminar Proposal

Lampiran 8 Surat Izin Pra Penelitian pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan

Lampiran 9 Surat Izin Pra Penelitian pada Yayasan Pusaka Indonesia Lampiran 10 Surat Izin Penelitian pada Kantor Balitbang Kota Medan Lampiran 11 Surat Rekomendasi Penelitian pada Badan Pemberdayaan

Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Lampiran 12 Pedoman Wawancara

Lampiran 13 Transkip Hasil Wawancara

Lampiran 14 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Lampiran 15 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004

Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak Lampiran 16 Keputusan Walikota Medan Nomor 463/670.K/IV/2013 tentang

Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lampiran 17 Keputusan Walikota Medan Nomor 463/1084.K tentang

Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Medan Tahun 2012

(12)

ABSTRAK

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan Dan Anak

Di Kota Medan Nama : Ade Auristha Manurung Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas :Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, MS

Perdagangan manusia (trafiking) adalah salah satu persoalan yang melanggar keberadaan hak asasi manusia. Trafiking dilakukan dengan cara yang tidak layak yaitu pemaksaan, penyelundupan, perekrutan yang illegal dan lain-lain dengan tujuan yang tidak layak pula yaitu eksploitasi manusia. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada kenyataannya telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Perda tersebut dikeluarkan sebagai bentuk perlindungan bagi korban-korban perdagangan manusia yang semakin marak di Sumatera Utara dan juga sebagai upaya untuk menghapuskan perdagangan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses implementasi dari kebijakan tersebut di kota Medan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi yang didapat selama penelitian berlangsung. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan, sebagai informan utama adalah Yayasan Pusaka Indonesia Medan dan sebagai informan tambahan adalah Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Utara.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 sebenarnya sudah dijalankan di kota Medan. Secara umum pelaksanaan kebijakan tersebut di kota Medan masih mengalami kekurangan terutama pada komunikasi dan koordinasi antar badan pelaksana yang tidak berjalan baik dan harmonis. Selain itu dana yang kurang mencukupi juga menghambat kelancaran dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Perlu ditingkatkannya koordinasi antar semua pihak yang terkait agar pelaksanaan kebijakan tersebut dapat maksimal.

(13)

ABSTRAK

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan Dan Anak

Di Kota Medan Nama : Ade Auristha Manurung Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas :Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, MS

Perdagangan manusia (trafiking) adalah salah satu persoalan yang melanggar keberadaan hak asasi manusia. Trafiking dilakukan dengan cara yang tidak layak yaitu pemaksaan, penyelundupan, perekrutan yang illegal dan lain-lain dengan tujuan yang tidak layak pula yaitu eksploitasi manusia. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada kenyataannya telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Perda tersebut dikeluarkan sebagai bentuk perlindungan bagi korban-korban perdagangan manusia yang semakin marak di Sumatera Utara dan juga sebagai upaya untuk menghapuskan perdagangan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses implementasi dari kebijakan tersebut di kota Medan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi yang didapat selama penelitian berlangsung. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan, sebagai informan utama adalah Yayasan Pusaka Indonesia Medan dan sebagai informan tambahan adalah Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Utara.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 sebenarnya sudah dijalankan di kota Medan. Secara umum pelaksanaan kebijakan tersebut di kota Medan masih mengalami kekurangan terutama pada komunikasi dan koordinasi antar badan pelaksana yang tidak berjalan baik dan harmonis. Selain itu dana yang kurang mencukupi juga menghambat kelancaran dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Perlu ditingkatkannya koordinasi antar semua pihak yang terkait agar pelaksanaan kebijakan tersebut dapat maksimal.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Negara sebagai organisasi yang paling besar dengan jumlah anggota yang banyak yaitu warga negaranya memiliki banyak kewajiban yang harus dilakukan. Memenuhi kesejahteraan warga negaranya, pengakuan atas hak-hak warga negara, dan bahkan perlindungan terhadap hak-hak tersebut.Selain hak yang diperoleh sebagai warga negara, manusia juga memiliki hak asasi yaitu hak yang diperoleh dikarenakan kodratnya sebagai manusia seperti hak untuk hidup yang layak, hak untuk bebas dari rasa takut, hak berkeyakinan dan sebagainya. Hak asasi yang melekat dalam diri setiap manusia adalah sama karena itu tidak ada pembedaan berdasarkan apapun dan dengan demikian pengakuan dan perlindungan yang diberikan oleh negara adalah sama.

(15)

Perdagangan manusia (trafiking) adalah salah satu persoalan yang melanggar keberadaan hak asasi manusia. Trafiking dilakukan dengan cara yang tidak layak yaitu pemaksaan, penyelundupan, perekrutan yang illegal dan lain-lain dengan tujuan yang tidak layak pula yaitu eksploitasi manusia. Trafiking merampas hak asasi manusia yaitu bebas dari rasa takut, hak atas perlakuan yang layak karena banyak dari korban trafiking yang diperlakukan secara tidak manusiawi.

Trafiking adalah persoalan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di banyak negara di dunia tak terkecuali Indonesia.Para korban trafiking banyak yang dijadikan sebagai objek eksploitasi seksual dan eksploitasi tenaga kerja.Eksploitasi tenaga kerja ini menjerumuskan para tenaga kerja pada sistem kerja tanpa upah yang jelas, tanpa ada syarat-syarat kerja, tanpa perlindungan kerja dan sebagainya layaknya kerja paksa.

(16)

Sumatera Utara sebagai bagian dari kesatuan Indonesia juga tidak luput dari praktek trafiking tersebut.Penyebab utama maraknya kasus perdagangan manusia di Sumatera Utara adalah karena perekonomian yang sulit.Kebanyakan korban diiming-imingi tawaran pekerjaan dengan penghasilan yang cukup tinggi tiap bulannya sebagai pembantu rumah tangga, perawat bayi, perawat orang tua dan sebagainya.Sumatera Utara merupakan daerah transit yang diminati oleh pelaku trafiking (trafiker) dikarenakan letak geografis yang cukup strategis yang berdekatan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Vietnam dan lain-lain.

Kota Medan sebagai ibukota provinsi di Sumatera Utara merupakan kota di Sumut dengan tindakan trafiking terbesar. Kota Medan bukan saja sebagai daerah transit namun juga daerah tujuan tindakan trafiking artinya banyak pihak-pihak di Kota Medan yang merupakan konsumen dari korban trafiking tersebut. Salah satu artikel di media berita online bahkan menyatakan bahwa pada tahun 2013, jumlah kasus trafiking di Medan meningkat sebanyak 75 % ( sumber: dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Medan juga menunjukkan angka kasus yang meningkat yaitu pada tahun 2012 kasus yang ditangani oleh BPPKB Kota Medan sebanyak 4 kasus dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 35 kasus.

(17)

sarang burung walet di salah satu kawasan di Kota Medan. Mereka telah bekerja selama 3 – 4 tahun, tidak pernah keluar dari gedung /pabrik sarang burung walet tersebut artinya terisolir dari lingkungan sosialnya, gaji jauh dibawah UMR bahkan tidak pernah dibayar oleh majikan, pengabaian hak atas terbukti dengan pemberian makanan yang hanya berupa nasi putih, ikan asin dan kerupuk dan tindakan kekerasan fisik dan psikologis lainnya (sumber: Summary Situasi Trafiking Di Sumatera Utara oleh Yayasan Pusaka Indonesia Medan).

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada kenyataannya telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak.Perda tersebut dikeluarkan sebagai bentuk perlindungan bagi korban-korban perdagangan manusia yang semakin marak di Sumatera Utara dan juga sebagai upaya untuk menghapuskan perdagangan manusia.Di samping itu juga telah diterbitkan Peraturan Gubernur No. 24 tahun 2005 tentang Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak serta Pembentukan Gugus Tugas Provinsi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Sampai saat ini, sudah terbentuk 12 Gugus Tugas di kabupaten/kota yang menjadi daerah perdagangan orang di Sumut yaitu Kota Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Binjai, Pematang Siantar, Asahan, Batubara, Tanjung Balai, Langkat, Tebing Tinggi dan Labuhan Batu.

(18)

Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan“

I.2 Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut dapat dibuat rumusan masalah yaitu: “Bagaimana Proses Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 mengenai Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak di Kota Medan.“

I.3 Fokus Masalah

Fokus masalah pada penelitian ini adalah pada bagian kelembagaan dari pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak di Kota Medan.

I.4 Tujuan Penelitian

(19)

I.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dimaksud mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Manfaat Secara Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan sistematis dan dapat mengembangkan kemampuan menulis berdasarkan kajian teori yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Manfaat Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi mengenai implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara mengenai penghapusan perdagangan perempuan dan anak.

3. Manfaat Secara Akademis

(20)

I.6 Kerangka Teori

I.6.1 Kebijakan Publik

Kebijakan Publik merupakan suatu aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan merupakan bagian dari keputusan politik untuk mengatasi berbagai persoalan dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarakat. Kebijakan publik juga merupakan keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan pilihan tindakan tertentu untuk tidak melakukan sesuatu maupun untuk melakukan tidakan tertentu.

Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara sering terjadi berbagai permasalahan.Negara yang memengang penuh tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya harus mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik yang dibuat dan dikeluarkan oleh negara diharapkan dapat menjadi solusi akan permasalahan-permasalahan tersebut.

Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah (Winarno, 2002). Pengertian yang diberikan Thomas R. Dye ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas.Selain itu, kajiannya yang hanya terfokus pada negara sebagai pokok kajian.

(21)

rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu (Winarno, 2002).

James E. Anderson mendefinisikan kebijakan publik adalah kebijakan kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa (Winarno, 2002).

I.6.1.1 Proses-proses Pembuatan Kebijakan

Menurut Dunn (1998), proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu:

1. Penyusunan agenda

(22)

perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

2. Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.Pemecahan masalah tersebut berbagai dari berbagai alternatif yang ada.

3. Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Implementasi Kebijakan

Program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun nenerapa yang lain mungkin akan ditentang.

5. Penilaian Kebijakan

(23)

masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan.Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat.Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang manjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

I.6.2 Implementasi Kebijakan Publik

Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Menurut Webster to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (Webster dalam

Definisi lain juga diutarakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier yang menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

(24)

Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.

I.6.2.1 Model Implementasi Kebijakan

Untuk mengkaji lebih baik suatu implementasi kebijakan publik maka perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.Untuk itu, diperlukan suatu model kebijakan guna menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan.Terdapat banyak model yang dapat dipakai untuk menganalisis sebuah implementasi kebijakan. Pada bagian ini akan dijelaskan model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh George Edward III, model implementasi Van Meter dan Van Horn dan model implementasi kebijakan Merilee S. Grindle.

I.6.2.1.1 Model Implementasi Kebijakan George Edward III

Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi. Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok yaitu:

(25)

2) Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan?

Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure (Winarno, 2002).

Gambar I.1 Model kebijakan George Edward III

Sumber: www.kertyawitaradya.wordpress.com, diakses pada 24 Juni 2014

a. Komunikasi (Communication)

(26)

Informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.

Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.

b. Sumber Daya (Resources)

(27)

pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif.

Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan sebagai berikut :

1) Sumber Daya Manusia (Staff)

Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat.

2) Anggaran (Budgetary)

(28)

kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran.

3) Fasilitas (Facility)

Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.

4) Informasi dan Kewenangan (Information and Authority)

Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan.Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki.

c. Disposisi (Disposition)

(29)

Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana dengan baik.

d. Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)

(30)

I.6.2.1.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn menetapkan beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan (Dwiyanto, 2009). Beberapa variabel yang terdapat dalam model Van Meter dan Van Horn adalah sebagai berikut:

a. Standar dan sasaran kebijakan, standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang berwujud maupun tidak, jangka pendek, menengah atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dilaksanakan.

b. Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standard dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal.

c. Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal sulit yang terjadi adalah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja baik. Evaluasi program/kebijakan seharusnya dapat menjelaskan nilai yang efisien.

(31)

juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan.

e. Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.

f. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi itu sendiri.

g. Sikap pelaksana, menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias dan responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan dapat menjadi bagian dari sikap pelaksana ini.

Gambar I.2 Model kebijakan Van Meter dan Van Horn

(32)

Model dari Van Meter dan Van Horn ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan merupakan model yang sangat kompleks, dimana satu variabel dapat mempengaruhi variabel yang lain seperti:

• Variabel sumber daya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi dan politik

• Variabel sumber daya juga dapat mempengaruhi komunikasi antar badan pelaksana

• Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi karakteristik badan pelaksana

• Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi sikap badan pelaksana

• Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi kinerja kebijakan

• Komunikasi antar badan pelaksana memiliki hubungan yang saling mempengaruhi dengan karakteristik badan pelaksana

• Komunikasi antar badan pelaksana dapat mempengaruhi sikap pelaksana • Karakteristik badan pelaksana dapat mempengaruhi sikap pelaksana

(33)

I.6.2.1.3 Model Implementasi Merilee S. Grindle

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle dipengaruhi dua

variabel besar, yakni :

1. variabel isi kebijakan (content of policy) mencakup:

• sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat

dalam isi kebijakan

• jenis manfaat yang diterima oleh target group

• sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan

• apakah letak suatu program sudah tepat

• apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan

rinci

• apakah suatu program didukung oleh sumber daya yang memadai

2. variabel lingkungan kebijakan mencakup:

• seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh

para actor yang terlibat dalam implementsi kebijakan

• karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa

• tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran (Subarsono,

(34)

Gambar I.3 Model kebijakan Merillee S.Grindle

Sumber: www.kertyawitaradya.wordpress.com, diakses pada 24 Juni 2014

I.6.2.2 Model implementasi kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini Dari berbagai model yang dikemukakan oleh para ahli diatas terdapat

(35)

1. Standar dan sasaran kebijakan

Peneliti menggunakan variabel standar dan sasaran kebijakan untuk mengetahui tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan. Hal ini penting karena suatu kebijakan haruslah memiliki tujuan-tujuan yang jelas yang memungkinkan untuk dicapai dan mampu menjawab kebutuhan dari kelompok sasaran. Selain itu dengan adanya kejelasan standar dan sasaran kebijakan akan memudahkan implementor untuk melakukan tindakan yang lebih bersifat teknis dalam implementasi kebijakan.

2. Disposisi implementor

Variabel disposisi implementor digunakan untuk mengetahui sikap dan pemahaman implementor itu sendiri terhadap kebijakan yang ada. Sikap yang berkomitmen dan mendukung tujuan-tujuan kebijakan serta pemahaman yang baik terhadap tujuan-tujuan tersebut akan dapat mempengaruhi jalannya sebuah kebijakan dengan baik.

3. Komunikasi

(36)

4. Struktur birokrasi

Variabel struktur birokrasi digunakan untuk mengetahui standard operational procedures (SOP) yang digunakan oleh pelaksana kebijakan dan koordinasi yang terjalin antara pihak-pihak yang saling terkait dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini penting karena struktur yang terlalu besar yang dimiliki oleh suatu lembaga akan dapat mempengaruhi lambat atau tidaknya pelaksanaan kebijakan bila tidak menggunakan pedoman teknis berupa SOP. Selain itu koordinasi yang baik juga harus dilaksanakan agar pelaksanaan kebijakan berjalan maksimal.

5. Sumber daya

Variabel sumber daya digunakan untuk mengetahui ketersediaan sumber daya di lingkungan implementor yang dapat mendukung pelaksanaan kebijakan. Sumber daya tersebut berupa sumber daya manusia, sumber daya finansial (anggaran) dan fasilitas pendukung.

Hubungan kelima variabel tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar I.4 Model kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini

Standar dan sasaran kebijakan

Struktur

birokrasi Komunika

si

(37)

I.6.3 Perdagangan Manusia (Trafiking)

Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan istilah trafiking sebagai: suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kejahatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi.

Global Alliance Against Traffic in Women (GAATW) mendefinisikan istilah trafiking sebagai: semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atas lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.

(38)

menyalahgunakan kekuasaan/wewenang atau memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, ketidakberdayaan, kepolosan dan tidak adanya perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapat izin/persetujuan dari orang tua, wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengisap atau memeras tenaga (mengeksploitasi) korban (Irwanto, 2001).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan:

a. Pengertian trafiking mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya atau sanak keluarga. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud disini tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri.

b. Meskipun trafiking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafiking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya (misalnya karena terjerat hutang), terdesak oleh kebutuhan ekonomi (misalnya membiayai orangtua yang sakit), dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.

(39)

serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan dalam transaksi seks).

Trafiking manusia untuk berbagai tujuan, telah berlangsung cukup lama sejak dahulu kala hingga sekarang, dari kerajaan Jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perdagangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dengan menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran.Kegiatan ini berkembang menjadi lebih terorganisir pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.Bahkan kini kegiatan tersebut tidak semakin menyurut justru semakin marak.

Tujuan trafiking di Indonesia adalah perdagangan antardaerah/antarpulau dan antarnegara. Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai ribuan pulau-pulau dan bermacam suku-suku, sehingga sangat memudahkan terjadinya trafiking dalam lingkup domestik, dari beberapa provinsi dimana kasus trafiking domestik terjadi, tempat-tempat wisata yang berbatasan dengan negara lain seperti Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jakarta, Bali, dan Jawa Timur sebagai tujuan.

I.6.3.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Manusia

Banyak faktor yang mendorong orang terlibat dalam perdagangan manusia, diantaranya adalah:

(40)

Hal ini menyebabkan kejahatan internasional terorganisir menjadi prostitusi internasional dan jaringan perdagangan manusia sebagai focus utama kegiatannya.

b. Kemiskinan telah mendorong anak-anak tidak sekolah sehingga kesempatan untuk memiliki keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong anak dan ibu sebagai tenaga kerja wanita, yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga berisiko menjadi korban.

c. Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi.

d. Konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak remaja, sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini. Akibat konsumerisme, berkembanglah kebutuhan untuk mencari uang banyak dengan cara mudah.

(41)

seseorang atau membuat awet muda, telah membuat masyarakat melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya.

f. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut, mudah diatur dan mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya permintaan terhadap pekerja anak (pekerja jermal di Sumatera Utara, buruh pabrik/industri di kota-kota besar, di perkebunan, pekerja tambang permata di Kalimantan, perdagangan, dan perusahaan penangkap ikan). Seringkali anak-anak bekerja dalam situasi yang tidak aman dan rawan kecelakaan.

g. Perubahan struktur sosial yang diiringi oleh cepatnya industrialisasi/komersialisasi, telah meningkatkan jumlah keluarga menengah, sehingga meningkatkan kebutuhan akan perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.

h. Kemajuan bisnis pariwisata di seluruh dunia yang juga menawarkan pariwisata seks, termasuk yang mendorong tingginya permintaan akan perempuan dan anak-anak untuk bisnis tersebut (Chairul Bariah, 2005).

I.6.4 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak

(42)

nasional maupun internasional, perempuan adalah penerus generasi bangsa yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa, untuk itu perlu dilindungi harga diri dan martabatnya, serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah dan kodratnya, karena itu segala bentuk perlakuan yang menggangu dan merusak hak-hak dasarnya dalam berbagai bentuk pemanfaatan dan eksploitasi yang tidak berperikemanusiaan harus segera dihentikan.

Hal-hal yang penting dalam Perda Nomor 6 Tahun 2004 yaitu:

1. Pasal 3 yaitu perda bertujuan untuk pencegahan, rehabilitasi dan reintegrasi perempuan dan anak korban perdagangan (trafiking).

2. Pasal 4 yaitu: perempuan yang akan bekerja di luar wilayah desa/kelurahan wajib memiliki Surat Izin Bekerja Perempuan (SIBP) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa atau Lurah dan diadministrasikan oleh Camat setempat.

3. Pasal 11 yaitu: untuk pengefektifan dan menjamin pelaksanaan pencegahan perlu dibentuk gugus tugas Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak (RAN P3A). 4. Pasal 17 yaitu: masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya

(43)

I.7 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak: kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Konsep teoritis diajukan untuk menjawab permasalahan yang diteliti, maka perlu diadakan definisi konsep. Adapun konsep penelitian ini adalah:

1. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan adalah usaha untuk mengaplikasikan atau melaksanakan kebijakan yang telah dirumuskan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Proses implementasi kebijakan dapat dilihat dari berbagai variabel. Pada penelitian ini variabel yang digunakan oleh peneliti adalah variabel standar dan sasaran kebijakan, disposisi implementor komunikasi, struktur birokrasi dan sumber daya.

(44)

sumber daya yaitu variabel yang digunakan untuk mengetahui ketersediaan sumber daya manusia, finansial dan fasilitas.

2. Perdagangan Perempuan dan Anak (Trafiking)

Perdagangan perempuan dan anak adalah kegiatan yang melanggar hak asasi manusia dengan merekrut atau memperjualbelikan dan mempekerjakan manusia oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dengan mengambil perempuan dan anak sebagai korban untuk tujuan eksploitasi demi membawa keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.

I.8 Definisi Operasional

Definisi operasional berisi batasan-batasan atau indikator-indikator dari konsep yang telah ditetapkan. Indikator yang digunakan dalam penelitian implementasi kebijakan ini adalah:

1. Standar dan sasaran kebijakan

• Latar belakang dibuatnya kebijakan • Tujuan yang ingin dicapai

• Sejauh mana isi kebijakan dapat menjawab kebutuhan kelompok sasaran

2. Disposisi Implementor

(45)

3. Komunikasi

• Bentuk komunikasi antar badan pelaksana • Pelaksanaan rapat rutin

• Pihak yang terkait dengan proses penyampaian pesan atau sosialisasi yang dilakukan dalam upaya penghapusan trafiking di kota Medan

• Bentuk sosialisasi yang dilakukan • Kelompok sasaran dari sosialisasi • Isi sosialisasi yang diberikan

• Respon kelompok sasaran terhadap sosialisasi 4. Struktur Birokrasi

Standard Operational Procedures (SOP) yang ditetapkan oleh pelaksana kebijakan

• Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan • Bentuk koordinasi yang terjalin antar pihak-pihak tersebut • Pembagian peran atau tugas

5. Sumber Daya

• Ketersediaan sumber daya manusia

(46)

I.9 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memaparkan keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat gambaran umum tentang lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, kedudukan, tugas dan fungsi.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat penyajian data yang diperoleh selama penelitian berlangsung. BAB V : ANALISA DATA

Bab ini memuat pembahasan dan analisa dari data-data yang telah diperoleh selama penelitian berlangsung.

BAB VI : PENUTUP

(47)

BAB II

METODE PENELITIAN

II.1 Bentuk Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat suatu penjelasan, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki. Analisis dilakukan terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi.

Menurut Lexy J. Moleong (2005), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Dilakukan dengan cara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang khusus dan alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

II.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan di Jl. Ibus Raya no. 131 (Petisah) Medan.

II.3 Informan Penelitian

(48)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan informan kunci, informan utama, dan informan tambahan. Informan dalam penelitian ini, yaitu :

1 Informan kunci, yaitu Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan

2 Informan utama, yaitu Yayasan Pusaka Indonesia Medan

3 Informan tambahan, yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Utara

II.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari lapangan yang diperoleh melalui wawancara, yaitu teknik penguumpulan data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan kunci atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh tidak langsung dari subjek penelitian. Data sekunder diperoleh melalui:

a. Studi kepustakaan,yaitu pengumpulan data yang di peroleh dari buku-buku, karya ilmiah, pendapat para ahliyang memiliki hubungan dengan masalah yang di teliti

(49)

penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang di teliti dengan instansi terkait.

II.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknis analisis data kualitatif. Menurut Moleong teknik analisa data kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, menyusun dalam satu satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan dan serta menafsirkannya dengan analisis dengan kemampuan nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2009), mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Dalam melakukan analisis data, ada langkah-langkah yang dilakukan menurut Miles dan Huberman, yaitu:

1. Reduksi data

(50)

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3. Penarikan kesimpulan

(51)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

III.1 Gambaran Umum Kota Medan

III.1.1 Letak Geografis

Kota Medan terletak di bagian utara Pulau Sumatera dengan posisi koordinat 3°35′LU dan 98°40′BT. Kota Medan berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara dan Kabupaten Deli Serdang di sebelah barat, timur, dan utara. Luas Kota Medan adalah sekitar 26.510 hektar atau setara dengan 265,10 km². Dengan kata lain, Kota Medan memiliki wilayah 3,6% dari keseluruhan Sumatera Utara. Kota Medan jika diperlihatkan secara topografinya cenderung miring ke utara. Kota ini berada pada 2,5 hingga 3,5 meter di atas permukaan laut.

(52)

III.1.2 Pemerintahan

Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Secara garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar III.1 Bagan Organisasi Pemerintah Kota Medan

Sumber : Website Pemerintah Kota Medan (www.pemkomedan.go.id) diakses pada 24 Juni 2014

(53)

(1) Pemberian pelayanan,

(2) Fungsi pengaturan (penetapan perda), (3) Fungsi pembangunan,

(4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat),

(5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota.

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan 2 (dua) bidang urusan yaitu :

(1) Urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Dinas-dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum) dan

(2) Urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari:

• Kewenangan mengatur yang diselengarakan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagi Badan Legislatif Kota.

• Kewenangan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh Wlikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Kota.

(54)

III.1.3 Demografi

Penduduk Kota Medan tergolong masyarakat plural yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara demografi, Kota Medan sedang mengalami masa transisi demografi. Pada tahun 2011, penduduk kota Medan mencapai 2.117.224 jiwa. Dibanding hasil Sensus Penduduk 2010, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.614 jiwa (0,94%). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km2, kepadatan penduduk mencapai 7.987 jiwa/km2.

Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

(55)

Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah Suku Jawa dan Batak Toba. Adapun etnis asli kota Medan adalah Melayu dan Karo. Di Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak.

Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India.

Pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk tercapai optimal. Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya.

(56)

dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun cultural, menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik, akan mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

III.2 Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan

III.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana merupakan unsur pendukung tugas Kepala Daerah yang dipimpin oleh Kepala Badan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan pemerintah daerah di bidang Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana.

Dalam melaksanakan tugasnya Badan Permberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana menyelenggarakan fungsi:

(57)

b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga berencana.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pemberdayaan perempuan, perlindunan anak dan keluarga berencana.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

III.2.2 Struktur Organisasi

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan dipimpin oleh Kepala Badan dengan membawahi:

a. Sekretariat

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas badan lingkup sekretariat yang meliputi pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program. Membawahi:

• Sub Bagian Umum • Sub Bagian Keuangan

• Sub Bagian Penyusun Program

Dalam melaksanakan tugas pokok, Sekretaris menyelenggarakan fungsi:

(58)

• Pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan administrasi kesekretariatan Badan yang meliputi administrasi umum, kepegawaian, keuangan, dan kerumahtanggaan Badan

• Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan organisasi dan ketatalaksanaan

• Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas Badan • Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian bidang

kesekretariatan

• Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kesekretariatan

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya

b. Bidang Pemberdayaan Perempuan

Bidang Pemberdayaan Perempuan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas badan lingkup pengarusutamaan gender, kualitas hidup, perlindungan perempuan dan anak. Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan membawahi:

• Sub Bidang Pengarusutamaan Gender

(59)

Dalam melaksanakan tugas pokok Bidang Pemberdayaan Perempuan menyelenggarakan fungsi:

• Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Pemberdayaan Perempuan

• Pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan gender • Penyiapan kelembagaan pengarusutamaan gender • Pelaksanaan pengarusutamaan gender

• Penyiapan kebijakan kualitas hidup perempuan • Peintegrasian kebijakan hidup perempuan

• Pengorganisasian pelaksanaan kebijakan kualitas hidup perempuan

• Penyiapan kebijakan perlindungan perempuan • Pengintegrasian kebijakan perlindungan perempuan

• Pengorganisasian pelaksanaan kebijakan perlindungan perempuan

• Penyiapan kebijakan kesejahteraan dan perlindungan anak • Pengintegrasian hak-hak anak dalam kebijakan dan program

pembangunan

• Pengorganisasian pelaksanaan kesejahteraan dan perlindungan anak

(60)

• Pengembangan dan penguatan jaringan kerja lembaga masyarakat dan dunia usaha untuk pelaksanaan pengarusutamaan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak • Penyiapan data terpilih menurut jenis kelamin dari setiap

bidang terkait

• Penyiapan data dan informasi gender dan anak

• Pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

• Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang Pemberdayaan Perempuan

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya

c. Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi

Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas badan lingkup Pengembangan Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi membawahi:

• Sub Bidang Pengembangan Pelayanan Keluarga Berencana • Sub Bidang Kesehatan Reproduksi

(61)

• Penyusunan rencana, program dan kegiatan Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi

• Penetapan kebijakan dan pelaksanaan jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana, peningkatan partisipasi pria, penanggulangan masalah kesehatan reproduksi serta kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak

• Penetapan kebijakan dan pelaksanaan kesehatan reproduksi remaja dan perlindungan hak-hak reproduksi

• Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya

d. Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga

Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Badan Lingkup Pengembangan Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga. Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga membawahi:

• Sub Bidang Pengembangan Ketahanan Keluarga • Sub Bidang Pemberdayaan Keluarga

(62)

• Penyusunan rencana, program, dan kegiatan bidang ketahanan dan pemberdayaan keluarga

• Penyiapan kebijakan dan pelaksanaan pengembangan ketahanan dan pemberdayaan keluarga

• Penyiapan kebijakan dan pelaksanaan penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas dan jejaring program

• Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang ketahanan dan pemberdayaan keluarga

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya

e. Bidang Data dan Informasi

Bidang Data dan Informasi mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Badan Lingkup Data dan Informasi . Kepala Bidang Data dan Informasi membawahi:

• Sub Bidang Data • Sub Bidang Informasi

Dalam melaksanakan tugas pokok Bidang Data dan Informasi menyelenggarakan fungsi:

(63)

• Penyiapan kebijakan dan pelaksanaan data mikro kependudukan dan keluarga

• Penyiapan kebijakan dan pelaksanaan advokasi dan KIE

• Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang data dan informasi

• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya

f. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas badan sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.

• Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan

• Setiap kelompok jabatan fungsional dipimpin oleh tenaga fungsional senior

• Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja

(64)

III.2.3 Susunan Kepegawaian

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan didukung aparatur sebanyak 189 pegawai dengan komposisi sebagai berikut:

Tabel III.1 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon

Jabatan/Eselon Jumlah

Kepala Badan/Eselon II 1 orang Kepala Bidang/Sekretaris/Eselon III 4 orang Kepala Subbid, Subbag/Eselon IV 11 orang Jabatan Fungsional/Non Jabatan/Staf 115/58 orang

Sumber: Rencana strategis Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Tahun 2011-2015

Tabel III.2 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan

Golongan Kepangkatan Jumlah

Golongan IV 16 orang

Golongan III 158 orang

Golongan II 15 orang

(65)

III.2.4 Visi

Dengan berpedoman pada visi RPJMD Kota Medan 2011-2015 dan memperhatikan tugas pokok dan fungsi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan dalam mendukung pencapaian tujuan dan sasaran Pembangunan tahun 2011-2015, maka visi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Tahun 2011-2015 ditetapkan sebagai berikut:

“TERWUJUDNYA KESETARAAN GENDER DAN PERLINDUNGAN ANAK SERTA DUA ANAK LEBIH BAIK MENUJU KELUARGA SEJAHTERA.”

Kesetaraan gender bermakna setara dan seimbang dan sederajat dalam hubungan peran, kedudukan, fungsi hak dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Berarti sederajat dalam perbedaan dan keikutsertaan laki-laki dan perempuan di seluruh bidang kehidupan (public private).

Perlindungan Anak bermakna terlaksananya hak-hak anak

Dua Anak Lebih Baik bermakna kelahiran anak yang direncanakan akan labih baik

(66)

perumahan, kehidupan keagamaan, serta peningkatan pendapatan untuk kehidupan keluarga yang layak dan sejahtera.

III.2.5 Misi

Dengan memperhatikan visi tersebut, maka misi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Tahun 2011-2015 ditetapkan sebagai berikut:

a. Meningkatkan kesetaraan gender dan kualitas hidup perempuan dan anak

b. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan keluarga berencana, kesehatan reproduksi dalam membangun keluarga sejahtera

(67)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Setelah melakukan penelitian dan pengumpulan data di lapangan, maka diperoleh data yang berkaitan dengan Implementasi Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara yang dilakukan terhadap informan yang dianggap paling mengetahui tentang pelaksanaan kebijakan yang dimaksud dan juga data sekunder yang diperoleh selama penelitian berlangsung.

(68)

IV.1 Identitas Informan

Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci dan informan utama. Informan kunci adalah Ibu Dra. Yuslinar selaku Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan di Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Informan utama adalah Muhammad Mitra selaku Koordinator Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak di Yayasan Pusaka Indonesia dan Rina Sitompul selaku Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Utara.

IV.2 Penyajian Data Primer Tentang Implementasi Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan dan Kantor Yayasan Pusaka Indonesia. Informasi diperoleh melalui wawancara dengan informan yang dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti oleh peneliti. Berikut ini adalah hasil wawancara yang dilakukan peneliti berdasarkan variabel yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui proses implementasi kebijakan dalam penelitian ini:

IV.2.1 Standar dan sasaran kebijakan

(69)

pendek, menengah atau panjang. Hal ini dapat juga dikatakan sebagai tujuan dari sebuah kebijakan.

Pembuatan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 dilatarbelakangi oleh kasus trafiking di Sumatera Utara yang sudah dalam kondisi mengkhawatirkan begitu juga di Medan. Hal demikianlah yang mendasari para aktivis perempuan dan anak pada saat itu untuk mengajukan dibuatnya suatu kebijakan kepada Pemerintah Provinsi untuk melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan. Hasil kerja keras para aktivis yang juga bekerja sama dengan Biro Pemberdayaan Perempuan akhirnya melahirkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak.

(70)

IV.2.2 Disposisi implementor

Disposisi menunjuk kepada kecenderungan sikap dan juga kognisi (pemahaman) implementor terhadap sebuah kebijakan. Hal ini sangat penting agar implementor memahami dan menjiwai perannya sebagai pelaksana dari sebuah kebijakan.

Hasil wawancara yang dilakukan kepada para informan menunjukkan bahwa informan sebagai implementor sangat mendukung dibuatnya Perda Nomor 6 Tahun 2004. Perda tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dari permasalahan trafiking yang ada dan mampu melindungi korban terutama perempuan dan anak. Pemahaman informan sebagai implementor dari Perda tersebut juga sangat baik yang berarti implementor sangat mengerti tujuan dan alasan dibuatnya Perda tersebut. Hal demikian karena informan yang juga sebagai aktivis di bidang perlindungan perempuan dan anak dan aktif terlibat dalam Yayasan yang bergelut di bidang yang sama turut serta dalam proses perencanaan hingga lahirnya Perda tersebut sehingga kognisi atau pemahaman informan sangat baik menyangkut Perda dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.

IV.2.3 Komunikasi antar badan pelaksana

(71)

pelaksana kebijakan dan juga komunikasi kepada kelompok sasaran dari kebijakan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa komunikasi antar badan pelaksana jarang sekali terjadi. Komunikasi hanya terjadi ketika rapat dilakukan. Rapat antara implementor di kota Medan juga dilakukan hanya ketika ada kasus yang sedang ditangani. Berbeda dengan rapat koordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi secara rutin yakni setiap tiga bulan sekali dengan mengundang pihak dari Provinsi dan juga dari Pemerintah Kota Medan (wawancara dengan informan dari Yayasan Pusaka Indonesia Medan).

Selain komunikasi yang dilakukan dengan sesama implementor atau badan pelaksana di kota Medan, implementor juga melakukan komunikasi dengan kelompok sasaran yang dalam hal ini adalah masyarakat luas. Komunikasi yang dilakukan adalah berupa sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat. Sosialisasi tidak dilakukan secara rutin karena masalah biaya yang tidak selalu mendukung sehingga kebanyakan sosialisasi dilakukan ketika ada undangan dari pihak kelurahan yang ada di kota Medan.

Gambar

Gambar I.1 Model kebijakan George Edward III
Gambar I.2 Model kebijakan Van Meter dan Van Horn
Gambar I.3 Model kebijakan Merillee S.Grindle
Gambar I.4 Model kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk semester II tahun pelajaran 2014/2015, penyediaan buku teks pelajaran dan buku pegangan guru kurikulum 2013 dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau kota dengan sumber dana

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Akhmadi (2008), bahwa kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan

As already mentioned in section 6.2, the 5-axis system is able to print both a better surface and parts without support in a shorter time than a 3-axis FDM printer. Since the

7 laporan ini adalah Neraca, Laporan Operasional, Lapropan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan, Laporan Realisasi Anggaran, Serta Saldo Anggaran

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Penyusun Profil

[r]

Pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika dengan model Two Stay Two Stray (TSTS) dapat dilihat dari hasil prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah

Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan berbagai macam gerakan (reaksi motorik) dengan cara yang cepat. Kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan