• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2019 Oleh Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2019 Oleh Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2019 Oleh Badan Kesatuan Bangsa Dan

Politik Provinsi Sumatera Utara

Implementation of Regional Regulation of North Sumatra by the National Unity and Politics Agency of North Sumatra

Province

Rosenna R. Sihaloho, Tengku Irmayani & Hatta Ridho*

Program Studi Magister Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Indonesia

Diterima: 14 Desember 2022; Direview: 19 Desember 2022; Disetujui: 15 Januari 2023 Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi penyalahgunaan narkoba dan faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 dan kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Kesbangpol Provsu sebagai koordinator dalam pelaksanaan kebijakan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA di Sumatera Utara. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian didapatkan bahwa implementasi Perda Provsu Nomor 1 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2020-2021 belum berjalan dengan baik. Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal karena tidak didukung sumber daya manusia serta alokasi anggaran yang belum memadai; Kurangnya komunikasi dan koordinasi diantara organisasi pelaksana; Komitmen Badan Kesbangpol Provsu yang masih belum cukup kuat; Kondisi eksternal khususnya kondisi ekonomi dan kondisi sosial tidak mendukung pelaksanaan implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 akibat pandemi Covid-19. Kendala yang dihadapi antara lain: Belum optimalnya sumber daya baik SDM maupun Alokasi; Kurangnya dukungan dan komitmen OPD; Dukungan pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara masih rendah, Hingga saat ini masih banyak pemerintah kabupaten/kota yang belum memiliki Perda; Pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020 menjadi kendala bagi Badan Kesbangpol dalam mengimplementasikan Perda Nomor 1 Tahun 2019.

Kata Kunci: Implementasi; Peraturan Daerah; Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika; Psikotropika Dan Zat Adiktif

Abstract

The purpose of this study was to identify and analyze the conditions of drug abuse and what factors influenced the implementation of Regional Regulation Number 1 of 2019 and the obstacles faced by the Provsu Kesbangpol Agency as the coordinator in implementing the facilitation policy for preventing drug abuse in North Sumatra. The approach used in this study is a qualitative approach. The results of the study found that the implementation of North Sumatra Province Regional Regulation No. 1 of 2019 concerning Facilitation of Drug Abuse Prevention by the National Unity and Political Agency of North Sumatra Province in 2020-2021 has not gone well. Utilization of resources that are not yet optimal because they are not supported by human resources and inadequate budget allocations; Lack of communication and coordination among implementing organizations; The commitment of the Provsu Kesbangpol Agency which is still not strong enough; External conditions, especially economic conditions and social conditions, do not support the implementation of Regional Regulation No. 1 of 2019 due to the Covid-19 pandemic. Constraints faced include: Not yet optimal resources both HR and Allocation; Lack of OPD support and commitment; District/city government support in North Sumatra is still low. Until now, there are still many district/city governments that do not have regional regulations; The Covid-19 pandemic that occurred in 2020 became an obstacle for the Kesbangpol Agency in implementing Regional Regulation Number 1 of 2019.

Keywords: Implementation; Local regulation; Prevention of Narcotics Abuse; Psychotropic And Addictive Substances How to Cite: Sihaholo, R.R, Irmayani, T. & Ridho, H. (2023). Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika Dan Zat Adiktif Lainnya Oleh Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Provinsi Sumatera Utara. PERSPEKTIF, 12 (1): 321-330

*Corresponding author:

E-mail: hattaridho@usu.ac.id ISSN 2085-0328 (Print)

ISSN 2541-5913 (online)

(2)

PENDAHULUAN

NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya atau sering juga disebut Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya).

Terminologi narkoba merupakan istilah yang lazim digunakan oleh masyarakat dan aparat penegak hukum sedangkan para praktisi kesehatan lebih sering menggunakan terminologi NAPZA. Istilah NAPZA tidak ditemukan dalam peraturan perundangan.

Didalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya disebutkan tentang narkotika, yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Disatu sisi NAPZA merupakan bahan yang bermanfaat dalam pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun disisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat. Penggunaan narkoba yang tanpa kontrol akan berakibat pada rusaknya kehidupan seseorang. Pada Tahun 2014, diperkirakan 207.400 kasus kematian yang diakibatkan penyalahgunaan narkoba di dunia (Drugs &

Crime, 2006).

Kondisi penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) di Sumatera Utara berdasarkan hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2019 menempati peringkat pertama angka prevalensi baik angka prevalensi pernah memakai narkoba maupun pemakaian narkoba dalam satu tahun terakhir.

Angka prevalensi pernah pakai narkoba berada pada angka 7,00%. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, jumlah penduduk Sumatera Utara berada pada angka 14.703.532 jiwa (BPS, 2020). Dengan demikian, Angka prevalensi pernah pakai narkoba setara dengan 1.707.936 jiwa.

Kontribusi Sumatera Utara untuk pembentukan prevalensi pernah pakai narkoba yang dihitung secara nasional sekitar 37,66%.

Sementara itu, angka prevalensi pemakaian narkoba dalam satu tahun terakhir berada pada

angka 6,50%. Dengan kata lain, jumlah penduduk Sumatera Utara yang pernah memakai narkoba, diantara mereka masih banyak yang tetap memakai narkoba dalam satu tahun terakhir mencapai angka 1.585.941 jiwa.

Pada tahun 2021, BNN mencatat ada 41.084 kasus dan 53.405 tersangka tindak pidana narkoba di Indonesia. Sumatera Utara menjadi provinsi dengan jumlah kasus narkoba terbanyak, ada 6.077 kasus, diikuti Provinsi Jawa Timur 5.931 kasus, DKI Jakarta 3.511 kasus kemudian Provinsi Jawa Barat 2.570 kasus dan Provinsi Jawa Tengah 2.043 kasus.

Selain itu, Provinsi Sumatera Utara juga menjadi provinsi dengan jumlah tersangka tindak pidana narkoba tertinggi, ada 7.852 tersangka. Jawa Timur berada di posisi kedua dengan 7.221 tersangka, DKI Jakarta berada di posisi ketiga dengan 4.222 tersangka, kemudian Provinsi Jawa Barat dengan 3.180 tersangka dan Provinsi Sulawesi Selatan 2.679 tersangka.

Permasalahan NAPZA di Indonesia telah menjadi ancaman nasional yang sangat serius dan mengkhawatirkan, United Nations Office of Drugs and Crime (Drugs & Crime, 2006) melaporkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna narkoba tertinggi di dunia. Diperkirakan 2,9-3,6 juta pengguna tercatat di Indonesia, setara dengan 1,5% dari total penduduk negara Indonesia.

Yang mengkhawatirkan lagi, 22% dari 1,5%

pengguna narkoba adalah remaja (Kusumawardhani et al., 2017).

Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Pol. Arman Depari menyatakan bahwa penyalahgunaan narkoba menjadi masalah yang sangat serius bukan karena jumlah kasus yang terus meningkat, namun karena generasi millennial yang menjadi sasaran. Terutama bagi mereka yang berusia 15-35 tahun (Hadi, 2019). Kondisi yang labil serta mudahnya terpengaruh fear group menjadikan kelompok ini kerap menjadi sasaran sindikat narkoba untuk dimanfaatkan. Hal ini menjadi ancaman yang cukup serius bagi ketahanan nasional.

Penyalahgunaan narkoba secara massif pada generasi muda dapat mengakibatkan terjadinya fenomena lost generation atau generasi yang hilang pada masa yang akan dating (Supratman, 2018).

(3)

jabatannya mendeklarasikan bahwa Indonesia tengah berada pada situasi darurat narkoba.

Pernyataan tersebut kembali ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo bahwa setiap harinya ada 50 orang meninggal dunia akibat narkoba, artinya ada sekitar 18 ribu orang meninggal dunia dalam setahun, sehingga pemberantasan narkoba menjadi salah satu agenda prioritas nasional Indonesia (Satria & SAP, n.d.).

Peredaran gelap narkotika di Indonesia, setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu ekonomi, geografi dan demografi. Faktor ekonomi, antara lain disparitas harga antara negara sumber dan negara pasar, tingginya angka permintaan, dan adanya kesenjangan pendapatan. Faktor geografi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 17.508 pulau dan 85.000 km panjang garis pantai, serta 39 pelabuhan laut internasional dan 17 bandar udara internasional memiliki pengaruh terhadap peredaran dan penyelundupan narkoba. Faktor demografi, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 260 juta jiwa memiliki potensi menjadi pasar narkoba (Kanato et al., 2017). Menurut US Bureau of International Control Strategy Report 2016, sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia merupakan negara transit dan juga tujuan peredaran gelap narkoba, terutama sabu, mariyuana, dan heroin.

Demikian pula hasil studi UNODC menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara tujuan utama pemasaran obat narkotika karena memiliki jumlah penduduk yang sangat besar terutama kategori usia produktif (Perwira &

Wahyudi, 2018).

Salah satu bentuk keseriusan pemerintah Republik Indonesia dalam mengatasi permasalahan penyalahgunaan dan peredaran NAPZA yang tidak kunjung usai adalah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika yang telah dicabut dan diganti dengan Permendagri Nomor 12 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Permendagri ini memberi kewenangan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota untuk mengatur melalui peraturan daerah fasilitasi pencegahan

Zat Adiktif lainnya.

Dalam melaksanakan kewenangan tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyusun Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2019 selanjutnya disebut Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.

Perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan bidang kesatuan bangsa dan politik di Provinsi Sumatera Utara adalah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Sumetara Utara (Badan Kesbangpol Provsu).

Badan Kesbangpol Provsu adalah salah satu Organisasi Perangkat Daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Badan Kesbangpol Provsu. Badan Kesbangpol Provsu memiliki tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang kesatuan bangsa dan politik.

Kegiatan sosialisasi Perda tentang Fasilitasi Pencegahan dan Penyalahgunaan NAPZA yang seyogianya dilaksanakan pada tahun 2020 tidak dapat dilaksanakan akibat realokasi anggaran. Sementara kegiatan sosialisasi bahaya narkoba dan tes urine mengalami refocusing sehingga kegiatan tersebut hanya dapat dilaksanakan di dua universitas di Kota Medan. Kondisi ini menjadi kendala bagi Badan Kesbangpol Provsu dalam melaksanakan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA.

Walaupun kebijakan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA telah ditetapkan pada tanggal 8 Januari 2019, namun nampaknya belum mencapai hasil yang maksimal. Bahkan pada tahun 2020 justru terjadi peningkatan kasus tindak pidana narkoba dari tahun sebelumnya 6542 kasus menjadi 7353. Sementara pada tahun 2021, menurut Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak kasus penyalahgunaan narkoba di Sumatera Utara mengalami peningkatan kasus dan barang bukti narkoba hingga mencapai 98% (waspada.id, 2021).

Hal tersebut diatas menimbulkan ketertarikan dalam diri penulis untuk

(4)

mengetahui dan menganalisis bagaimana kondisi penyalahgunaan narkoba di Sumatera Utara dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 yang dilakukan oleh Badan Kesbangpol Provsu serta kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Kesbangpol Provsu sebagai koordinator dalam pelaksanaan kebijakan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA di Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Adapun alasan mengapa penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif antara lain; pertama, dalam mengumpulkan data untuk mengetahui sejauh mana implementasi Perda Nomor 1 tahun 2019 di Sumatera Utara, maka peneliti memerlukan kajian mendalam dengan menggunakan metode kualitatif sehingga peneliti dapat lebih interaktif dengan informan. Dengan melakukan wawancara langsung kepada para informan kunci sebagai pelaku yang terlibat dalam implementasi peraturan daerah, maka akan didapatkan jawaban yang diinginkan.

Kedua, penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif (interpretive) atau postpositivistik bertujuan memahami suatu fenomena menurut pemahaman individu, oleh karenanya peneliti dapat mempelajari konsep- konsep yang disampaikan informan secara lebih mendalam. Interaksi yang lebih dekat dengan informan akan menghasilkan pemahaman yang sama antara peneliti dengan informan sehingga informan tidak memiliki keraguan dalam menjawab setiap pertanyaan.

Ketiga, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap situasi sosial yang diteliti, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang bersifat triangulasi diharapkan akan mampu menyajikan gambaran yang menyeluruh dan menganalisa implementasi fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA di Sumatera Utara yang dilakukan oleh Badan Kesbangpol Provsu.

Untuk melengkapi pemahaman, peneliti juga melakukan pengumpulan data dengan menelaah data yang telah ada (data sekunder), baik berupa buku-buku, jurnal maupun makalah-makalah hasil penelitian sebelumnya

yang relevan, Dokumen Rencana Strategis Badan Kesbangpol Provsu (2019-2024), Rencana Kerja, Laporan Realisasi Fisik dan Keuangan dan peraturan perundang-undangan yang terkait lainnya

Setelah tahapan dalam analisa data dilakukan, selanjutnya hasil wawancara dianalisis dengan metode analisis naratif.

Analisis naratif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam tentang makna yang diberikan individu atau kelompok pada pengalaman mereka. Penelitian naratif mewawancarai sampel subjek penelitian yang sedikit guna mendapatkan hasil yang mendalam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA oleh Badan Kesbangpol Provsu.

Dalam setiap kebijakan publik, ukuran- ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan harus senantiasa dicantumkan dengan jelas pada setiap program. Kejelasan ukuran dasar dan tujuan kebijakan akan memudahkan pelaksanaan kebijakan. Sebaliknya, akan sering terjadi kegagalan yang disebabkan oleh ketidakjelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan. Penetapan ukuran dasar dan tujuan kebijakan salah satunya dapat menggunakan suatu “statemen” daripada pembuat kebijakan (policy maker), yang dapat dituangkan dalam suatu peraturan, garis petunjuk program yang didalamnya telah dijelaskan kriteria-kriteria untuk kepentingan evaluasi suatu kebijakan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyusun regulasi berupa Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA yang ditetapkan pada tanggal 8 Januari 2019 sebagai upaya sinergitas membangun koordinasi dan berperan aktif dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA di wilayah Sumatera Utara.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika yang menjadi dasar rujukan dalam pembentukan Perda Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA.

Pada tanggal 8 Februari Permendagri Nomor

(5)

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan dinamika pemerintahan.

Terdapat perbedaan yang mendasar dan substansial antara Peraturan tersebut adalah keberadaan Tim Terpadu Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (Tim Terpadu P4GN).

Permendagri Nomor 21 Tahun 2013 juga belum mengintegrasikan pencegahan dan pemberantasan narkotika dari berbagai pihak dan kalangan secara terpadu. Sementara pencegahan dan pemberantasan NAPZA tidak cukup hanya melalui peran pemerintah saja, peran pihak lain utamanya badan usaha, organisasi non pemerintahan, dan/atau masyarakat serta keberadaan dari lembaga narkotika nasional yang mempunyai instansi perwakilan secara vertikal di setiap daerah juga sangat diperlukan.

Oleh karenanya sangat relevan dan beralasan untuk melakukan revisi atau review terhadap Perda Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA agar setiap norma yang terkandung didalamnya sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dituangkan melalui Permendagri Nomor 12 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pengaruh kedua untuk mendukung keberhasilan implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 adalah tersedianya sumberdaya yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Sumberdaya yang penting adalah staf yang memadai serta memiliki kemampuan yang cakap dalam melaksanakan tugas-tugas, tersedianya anggaran dan sarana prasarana/fasilitas kerja yang mendukung.

Ketiga faktor tersebut merupakan sumberdaya yang sangat mendukung dalam kelancaran implementasi suatu kebijakan.

Ketidaktersedian sumberdaya tersebut akan menghambat pelaksanaan kebijakan. Sebuah

suatu kebijakan dengan baik apabila didukung oleh staf yang berkualitas, anggaran yang cukup dan sarana fasilitas kerja yang memadai.

Badan Kesbangpol Provsu dalam menjalankan kebijakan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA dituntut untuk dapat menyediakan dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara maksimal, diantaranya:

Sumberdaya Manusia (SDM)

SDM merupakan salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun perusahaan karena perannya dalam implementasi strategi sangat penting yaitu sebagai subyek pelaksana dari strategi organisasi. Menurut (Triwiyanto & Ulfatin, 2016) SDM adalah orang-orang yang ada di dalam organisasi yang berkaitan langsung dengan pekerjaannya di dalam organisasi. SDM merupakan orang-orang yang memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan pada suatu organisasi tertentu.

Memiliki SDM yang berkualitas, tangguh dan professional merupakan harapan besar suatu organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.

Dari segi kemampuan, menurut informan SDM pada Badan Kesbangpol Provsu juga belum memadai. Demikian juga halnya dengan pengamatan peneliti. Diperlukan latar belakang pendidikan yang multidimensi pada subbid ini.

Seperti yang dikatakan oleh Kepala Badan

Kesbangpol Provsu, Bapak

Safruddin,.S.H,.M.Hum, diperlukan latar belakang medis, psikologi, sosial, dan lain sebagainya. Saat ini staf yang ada pada subbid ini memiliki latar belakang pendidikan Magister Manajemen 1 orang, Sarjana Ekonomi 1 orang, SMA 2 orang dan SLTP 1 orang.

Masalah yang sering dihadapi oleh birokrasi pemerintah daerah adalah terbatasnya SDM yang memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya. Banyak jabatan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan (Syahrudin, 2011). Pemberlakuan otonomi daerah turut memberi keleluasaan bagi pejabat pemerintah daerah untuk menetapakan promosi dan mutasi pegawai sesuai dengan kepentingannya dan bukan berdasarkan kecakapan dan keahliannya.

Terkait SDM, Badan Kesbangpol Provsu perlu melakukan penambahan SDM dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan untuk membentuk personil

(6)

yang terampil dan ahli. Rekrutmen pegawai dengan latar belakang pendidikan dan kompetensi yang berkaitan dengan upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA juga harus dilakukan. Faktor SDM merupakan pondasi utama sebagai dasar dan unsur pembangun dari suatu organisasi seperti yang dikatakan oleh (Veithzal & Sagala, 2004) bahwa tanpa dukungan pegawai/karyawan yang sesuai baik dari segi kuantitatif, kualitatif, strategi dan operasionalnya, maka organisasi/perusahaan itu tidak akan mampu mempertahankan keberadaannya, mengembangkan dan memajukannya dimasa yang akan datang.

Alokasi anggara menjadi hal yang penting, pandemi Covid-19 menyebabkan hampir seluruh anggaran kegiatan pada Badan Kesbangpol Provsu dialihkan untuk percepatan penanganan covid-19. Dengan demikian praktis program dan kegiatan lainnya tidak dapat dilaksanakan akibat ketidaktersediaan anggaran. Ketersediaan anggaran merupakan faktor yang penting dalam implementasi kebijakan seperti yang dikemukakan oleh Van Meter Van Horn bahwa anggaran/dana akan menjadi faktor yang menentukan keberhasilan kebijakan (Winarno, 2016).

Dari hasil pengamatan peneliti dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) terdapat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) program dan kegiatan narkoba sebesar Rp.

358.341.321. Jadi menurut peneliti, anggaran bukan menjadi kendala. Selain itu, dengan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang ada, penambahan anggaran akan menjadi sia-sia. Menurut peneliti, yang terpenting adalah pengalokasian anggaran yang tersedia dengan tepat guna dan tepat sasaran.

Ketepatan alokasi sumber dana merupakan salah satu faktor yang mendukung pelaksanaan implementasi kebijakan (Nugroho, 2014).

Unsur lain yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan kebijakan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA adalah sarana dan prasarana yang memadai dalam mendukung kelancaran pelaksanaan tugas- tugas. Sarana dan prasarana yang ada pada Badan Kesbangpol Provsu sudah sangat memadai.

Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA sebagai wujud implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 pada masa pandemi Covid-19, dimana

rapat-rapat koordinasi dilakukan secara virtual, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Badan Kesbangpol Provsu sudah cukup memadai. Badan Kesbangpol Provsu telah memiliki fasilitas yang dibutuhkan untuk rapat- rapat secara virtual seperti koneksi internet yang stabil, komputer, microphone, webcam, dan aplikasi rapat online seperti zoom cloud meeting.

Komunikasi antar organisasi pelaksana dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan. Kebijakan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019. Sebelum Perda tersebut disebarluaskan kepada masyarakat, perlu ada tindak lanjut Perda dalam ketentuan yang mengatur dan petunjuk pelaksanaan yang memberikan penjelasan rinci mengenai Perda yang akan diimplementasikan. Dengan adanya petunjuk pelaksanaan yang jelas dan terperinci akan memudahkan pelaksana di lapangan dalam menterjemahkan kebijakan yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan. Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau peraturan daerah merupakan kebijakan publik yang bersifat strategis tapi belum implementatif karena masih memerlukan derivasi kebijakan berikutnya atau kebijakan publik penjelas atau yang sering disebut sebagai peraturan pelaksanaan atau petunjuk pelaksanaan (Tahir, 2014).

Tindak lanjut setelah Perda ditetapkan, maka Gubernur dengan segala kewenangan yang dimilikinya menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) dalam menterjemahkan substansi Perda dalam bentuk keputusan dan peraturan yang dapat dijadikan pedoman dan arahan bagi pejabat dibawahnya yaitu para kepala dinas atau jabatan setingkatnya.

Petunjuk pelaksanaan Perda tersebut dituangkan dalam Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 19 Tahun 2021 yang ditetapkan pada tanggal 6 Oktober 2021.

Penyusunan Pergub Nomor 19 tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 1 Tahun 2019 mengalami keterlambatan. Selang waktu antara Perda dengan Pergub ditetapkan Keterlambatan Pergub ini terjadi karena pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia awal tahun 2020, yang mengakibatkan pemerintah daerah Provinsi

(7)

refocusing kegiatan dan realokasi anggaran.

Dalam mengkomunikasikan Perda Nomor 1 Tahun 2019 kepada OPD terkait, Badan Kesbangpol Provsu membentuk Tim Terpadu Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Timdu P4GN) yang dibentuk melalui Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/837/KPTS/2021 tanggal 21 Desember 2021. Timdu P4GN yang dibentuk menjadi instrumen bagi Badan Kesbangpol Provsu untuk melakukan koordinasi, komunikasi dan konsultasi dengan seluruh OPD terkait. Rapat koordinasi yang telah dilakukan Timdu P4GN pada tahun 2021 sebanyak 4 kali yakni pada tanggal 15 Desember 2021, 20 Desember 2021, 23 Desember 2021 dan 29 Desember 2021.

Menurut informasi dari Kepala Badan Kesbangpol Provsu, rapat koordinasi baru dapat dilaksanakan pada bulan Desember 2021 karena anggarannya ditampung di APBD Perubahan.

Menurut Edward untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan, pelaksana harus mengetahui betul apa yang harus dilakukannya berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu, kelompok sasaran kebijakan juga harus diinformasikan mengenai apa yang menjadi ukuran dan tujuan kebijakan. Ini penting untuk menghindari resistensi dari kelompok sasaran (Winarno, 2016). Dengan demikian perlu dilakukan sosialisasi yang intensif tentang kebijakan dimaksud. Sosialisasi dalam hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya pertama, melalui media konvensional tatap muka seperti sosialisasi, talkshow, dan dialog interaktif. Kedua adalah media cetak seperti koran, majalah, kemudian juga bahan cetak seperti poster, spanduk, baliho, sticker, brosur, leafleat dan buku saku.

Ketiga, media penyiaran seperti televisi dan radio dan keempat melalui media online, yaitu penggunaan layanan media sosial.

Menurut peneliti, sebaiknya kegiatan dilakukan secara berbeda sesuai kelompok sasaran. Hal ini bertujuan agar sosialisasi tersebut dapat diterima oleh setiap target sasaran. Misalnya dengan mengadakan talkshow di lingkungan kampus agar pemahaman dan kesadaran tentang bahaya narkoba dikalangan mahasiswa meningkat.

Untuk kegiatan pendidikan narkoba usia dini

figure untuk menarik minat dan perhatian target sasaran usia dini dalam mensosialisasikan bahaya narkoba. Sementara untuk kalangan pelajar dengan kegiatan pentas seni dan bila perlu menghadirkan bintang tamu yang akan menyisipkan konten bahaya narkoba dalam kegiatan tersebut sehingga dapat menarik minat para pelajar.

Sosialisasi sebaiknya juga dilakukan terhadap organisasi kemasyarakatan, badan usaha, tempat usaha, hotel/penginapan, pemondokan/asrama dan tempat hiburan, lembaga pemerintah daerah dan DPRD, media massa, komunitas dan lembaga adat di daerah sebagaimana tercantum dalam Perda Nomor 1 Tahun 2019. Dengan disosialisasikannya Perda ini kepada kelompok sasaran tersebut maka diharapkan informasi yang didapatkan akan diteruskan kepada kelompok/lingkungannya masing-masing, sehingga informasi mengenai Perda ini akan lebih cepat terkomunikasikan dan semakin banyak orang yang mengetahui dan memahami bahaya penyalahgunaan NAPZA.

Karakteristik organisasi pelaksana, Menurut (Winarno, 2007), birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi secara sadar atau tidak memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif dalam rangka memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern. Dalam implementasi kebijakan, struktur organisasi mempunyai peranan yang penting. Aspek-aspek dalam struktur organisasi adalah prosedur pelaksanaan yang standar atau tata laksana kebijakan yang jelas dan koordinasi antar instansi yang baik sehingga kebijakan dapat dilaksanakan dengan benar. Struktur birokrasi yang panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks (Subarsono, 2012).

Birokrasi mempunyai peran penting dalam menjalankan administrasi negara yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah.

Sebagaimana disebutkan oleh (Syahrudin, 2011) bahwa birokrasi adalah tipe organisasi pemerintahan modern untuk melaksanakan berbagai tugas spesialis yang dilaksanakan dalam sistem administrasi negara. untuk menentukan tipe organisasi yang sesuai

(8)

dengan kebutuhan dan bidang tugas yang direncanakan, maka struktur birokrasi membentuk pejabat dan staf yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang harus dijalankan.

Dalam struktur birokrasi yang ada pada Badan Kesbangpol Provsu, bidang yang memiliki tugas pokok dan fungsi menjalankan program dan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan NAPZA adalah Bidang Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya dan Ormas tepatnya Subbid Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya dan Ormas.

Sehubungan dengan struktur birokrasi pemerintah yang ada pada Badan Kesbangpol Provsu sebagai pelaksana sekaligus koordinator dalam pelaksanaan kebijakan ini dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik.

Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan adanya dokumen laporan pertanggungjawaban program dan kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang tertata cukup baik yang dibuat dan disusun oleh Bidang Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya dan Ormas.

Hal ini memberikan penjelasan bahwa nyata telah terdistribusi wewenang dan tanggung jawab secara jelas kepada implementor atau pelaksana kebijakan ini. Dengan struktur yang jelas akan memberikan penjelasan kepada yang bersangkutan untuk apa yang harus dilakukan sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan intervensi dalam pelaksanaan kebijakan.

Menurut Van Meter dan Van Horn terdapat tiga macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan suatu kebijakan yakni:

pertama, pengetahuan (cognition), pendalaman dan pemahaman (comprehention and understanding) terhadap kebijakan, kedua, arah respon mereka, apakah menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrally or rejection) dan ketiga, intensitas tanggapan mereka terhadap kebijakan (Winarno, 2007).

Tingkat komitmen Badan Kesbangpol Provsu dalam implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 masih belum kuat seperti apa yang dikatakan oleh para informan. Dilihat dari terbitnya Pergub yang ditetapkan pada tanggal 06 oktober 2021, kurang lebih dua tahun setelah Perda ditetapkan, menjadi bukti komitmen Badan Kesbangpol Provsu yang sebenarnya masih kurang dalam implementasi Perda ini. Hal ini menjadi bukti kurangnya

komitmen Badan Kesbangpol Provsu dalam mendukung pelaksanaan Perda.

Pada tahun 2021, Badan Kesbangpol Provsu mengusulkan anggaran untuk penyusunan Pergub dalam kegiatan focus grup diskusi peraturan gubernur tentang pencegahan penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif lainnya pada APBD murni sebesar Rp.

58.149.950 kemudian dilakukan penambahan pada APBD perubahan sebesar Rp.

135.068.900. Hal ini menunjukkan perencanaan yang kurang baik dari pelaksana implementasi. Jika penyusunan Pergub menjadi prioritas, penganggaran untuk penyusunan Pergub harusnya bisa dilakukan sepenuhnya pada APBD murni sehingga Pergub dapat ditetapkan lebih awal.

Dalam bentuk penganggaran, peneliti sependapat bahwa Badan Kesbangpol Provsu memiliki komitmen yang kuat. Berdasarkan penelitian, terjadi peningkatan anggaran yang signifikan. Pada APBD murni anggaran untuk program fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA sebesar Rp 701.564.750 dan pada APBD perubahan mengalami penambahan sebesar Rp. 2.486.950.950. Terdapat dua penambahan kegiatan pada APBD perubahan yaitu kegiatan sosialisasi layanan rehabilitasi pada saran Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dan pelatihan kepada mantan pecandu narkoba.

Program pencegahan penyalahgunaan NAPZA menjadi kegiatan yang jumlah anggaran paling besar dibandingkan dengan kegiatan lainnya pada Badan Kesbangpol Provsu selain kegiatan sosialisasi tatanan hidup baru.

Pelaksanaan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA, Badan Kesbangpol Provsu bekerjasama dengan BNN dan Poldasu.

Kondisi penyalahgunaan narkoba yang setiap tahun meningkat mengakibatkan perlu adanya upaya kemitraan yang dibangun oleh Badan Kesbangpol Provsu dalam mengkomunikasikan peran dan tanggung jawab bersama para stakeholder dalam menanggulangi tingginya tingkat penyalahgunaan narkoba di Sumatera Utara.

Kerjasama/kemitraan menjadi sangat penting dalam melaksanakan pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Selain dengan dunia pendidikan, Badan Kesbangpol Provsu juga perlu menjalin kerjasama/kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan, badan hukum, kwartir daerah, sukarelawan, lembaga adat,

(9)

karang taruna, tokoh agama, tokoh masyarakat dan lain sebagainya agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan maksimal, merata dan menyentuh hajat hidup bermasyarakat.

Kendala-kendala dalam implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA.

Dari model implementasi kebijakan publik sebagaimana dikemukakan oleh Van Meter Van Horn maka dapat disimpulkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Begitu juga halnya dengan implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 di Sumatera Utara, terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh Badan Kesbangpol Provsu sebagai koordinator, diantaranya:

Ditinjau dari faktor sumberdaya baik dari sisi SDM maupun alokasi anggaran pada tahun 2020 pada Badan Kesbangpol Provsu sebagai koordinator pelaksanaan implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 di Sumatera Utara masih belum memadai.

Dari sisi kuantitas, SDM pada Badan Kesbangpol Provsu masih belum cukup memadai. Jumlah SDM pada Badan Kesbangpol Provsu total berjumlah 56 orang dan Bidang Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya dan Ormas sebagai pelaksana program dan kegiatan yang berhubungan dengan pencegahan penyalahgunaan NAPZA memiliki 10 orang SDM. Penelitian yang dilakukan oleh BNN dan LIPI yang menetapkan Provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat pertama tingkat prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia sehingga diperlukan kerja keras dan kerja cepat dalam penanganannya.

Dari segi kualitas, SDM pada Badan Kesbangpol Provsu khususnya Bidang Ketahanan Ekonomi, Sosial Budaya dan Ormas juga masih belum memadai. Selain itu, diperlukan latar belakang pendidikan yang multidimensi baik latar belakang psikologis dan medis seperti yang diutarakan oleh Kaban Kesbangpol Provsu, Bapak Safruddin, SH, M.Hum.

Keterbatasan anggaran dalam program pencegahan penyalahgunaan narkoba.

Berdasarkan DPA Badan Kesbangpol Provsu, pada Tahun 2020, anggaran untuk program dan

1.111.622.150. Namun, pandemi Covid-19 yang melanda negeri ini pada awal tahun 2020 mengakibatkan pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan berbagai kebijakan dalam upaya percepatan penanganan Covid-19, salah satunya refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Akibat kebijakan ini anggaran yang tersisa untuk kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba sebesar Rp.

107.200.000. Kondisi ini mengakibatkan kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA tidak dapat dilaksanakan secara maksimal.

Dari segi komunikasi antar organisasi pelaksana masih belum berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari kurangnya dukungan dan komitmen OPD terkait dalam melaksanakan kebijakan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA.

Dukungan pemerintah daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara terhadap permasalahan narkoba hingga kini masih sangat kecil. Anggaran terhadap pemberantasan narkoba tidak menjadi prioritas bagi pemerintah daerah kabupaten/kota. Selain itu masih banyak pemerintah kabupaten/kota yang belum memiliki Perda tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA.

SIMPULAN

Pencegahan penyalahgunaan NAPZA pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui implementasi Perda Provsu Nomor 1 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2020-2021 belum berjalan dengan baik. Dari keenam faktor yang mempengaruhi implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019, keadaan ini didasari oleh fakta-fakta sebagai berikut: Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal karena tidak didukung sumber daya manusia baik dari sisi kuantitas dan kualitas serta alokasi anggaran yang belum memadai.;

Kurangnya komunikasi dan koordinasi diantara organisasi pelaksana implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 maupun komunikasi dengan kelompok sasaran. Kondisi ini mengakibatkan organisasi terkait pada tahun 2020-2021 belum menganggarkan dan melaksanakan program dan kegiatan pencegahan narkoba sesuai dengan tupoksinya; Komitmen Badan Kesbangpol

(10)

Provsu yang masih belum cukup kuat dalam mendukung pelaksanaan implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 yang mengakibatkan keterlambatan penetapan Pergub sebagai peraturan pelaksana Perda.; Kondisi eksternal khususnya kondisi ekonomi dan kondisi sosial tidak mendukung pelaksanaan implementasi Perda Nomor 1 Tahun 2019 akibat pandemi Covid-19.

Kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan Perda Nomor 1 Tahun 2019 antara lain: Belum optimalnya sumber daya baik SDM maupun Alokasi anggaran dalam pelaksanaan kebijakan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA;

Kurangnya dukungan dan komitmen OPD terkait dalam melaksanakan kebijakan fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA;

Dukungan pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara masih rendah, dapat dilihat dari anggaran untuk pemberantasan narkoba bukan menjadi prioritas bagi Pemda kabupaten/kota. Hingga saat ini masih banyak pemerintah kabupaten/kota yang belum memiliki Perda fasilitasi pencegahan penyalahgunaan NAPZA; Pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020 menjadi kendala bagi Badan Kesbangpol dalam mengimplementasikan Perda Nomor 1 Tahun 2019.

DAFTAR PUSTAKA

Berliana, R. (2020). Flexible Work Arrangements:

Pergeseran Budaya Kerja yang Kini Semakin Menarik. Business Lounge Journal. Diambil Dari Https://Www. Blj. Co.

Id/2020/04/02/Flexible-Work-

Arrangements-Pergeseran-Budaya-Kerja- Yang-Kini-Semakin-Menarik.

Drugs, U. N. O. on, & Crime. (2006). World drug report (Vol. 1). Boom Koninklijke Uitgevers.

Hadi, F. (2019, April). BNN Bilang Narkoba Kini Menyasar Generasi Milenial, Waspadalah.

https://www.tribunnews.com/nasional/201 9/04/06/bnn-bilang-narkoba-kini-

menyasar-generasi-milenial-waspadalah Kanato, M., Leyatikul, P., & Choomwattana, C. (2017).

ASEAN drug monitoring report 2016. ASEAN Narcotics Cooperation Center.

Kusumawardhani, Levi, D. L., & Nikolas, H. (2017).

Progressive Step of Narcotic Abuse Eradication in Globalization Era. Proceeding the 2017 International Conference on Globalization of Law and Local Wisdom, 1(2).

Mungkasa, O. (2020). Bekerja dari rumah (working from home/WFH): menuju tatanan Baru era andemi Covid 19. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning, 4(2), 126–150.

Nugroho, R. (2014). Public Policy: Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis, Konvergensi, dan Kimia Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Perwira, A. Y., & Wahyudi, F. E. (2018). Kerjasama BNN (Badan Narkotika Nasional) Indonesia dan NNCC (National Narcotics Control Commissions) Tiongkok dalam Menanggulangi Perdagangan Narkotika Asal Tiongkok di Indonesia Tahun 2012-2018.

Journal of International Relations, 5(1), 1059–

1066.

Sabitah, N. M., & Susilo, H. (2017). Implementasi Metode Penilaian Kinerja 360 Degree Feedback untuk Mengukur Soft Competence Karyawan (Studi pada PT Petrokimia Gresik).

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol, 47(1).

Satria, R., & SAP, N. T. (n.d.). Kebijakan Pemberantasan Peredaran Narkoba di Indonesia dan Meksiko: Sebuah Studi Perbandingan. Indonesian Perspective, 1(2), 158–175.

Subarsono, A. G. (2012). Analisis kebijakan publik:

konsep, teori dan aplikasi. Pustaka Pelajar.

Supratman, D. (2018). Prevalensi Usia Pemuda Dan Ketahanan Nasional (Narkotika Dan Ancaman Lost Generation). Jurnal Litbang Sukowati: Media Penelitian Dan Pengembangan, 1(2), 118–127.

Syahrudin, S. (2011). Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri.

BISNIS & BIROKRASI: Jurnal Ilmu Administrasi Dan Organisasi, 17(1), 3.

Tahir, A. (2014). Kebijakan publik dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Penerbit Alfabeta.

Triwiyanto, T., & Ulfatin, N. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia Bidang Pendidikan.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Veithzal, R., & Sagala, E. J. (2004). Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

waspada.id. (2021, December). kasus narkoba meningkat 98 persen di sumut.

https://waspada.id/headlines/kasus- narkoba-meningkat-98-persen-di-sumut Winarno, B. (2007). Kebijakan publik: Teori dan

proses. Yogyakarta: Media Pressindo.

Winarno, B. (2016). Kebijakan publik era globalisasi.

CAPS (Center of Academic Publishing Service).

Referensi

Dokumen terkait

yang menguntungkan yang berasal dari luar partai. Hal tersebut antara lain perubahan format pemilu pemilu 2014 dan adanya beberapa segmen masyarakat yang hampir

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Akhmadi (2008), bahwa kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan

Menurut Gunarsa (2003: 93): “Moral siswa yang baik adalah kehidupan si anak yang teratur dan mengikuti tatacara tertentu, sopan, mengetahui tata cara pergaulan, dapat

-&-&1  M enjelaskan hu*ungan antara (aerah asal+ (aerah hasil suatu .ungsi (an ekspresi sim*olik -&-&2  M enentukan masalah kontektual ,ang (in,atakan (engan

Dulu, pergantian kekuasaan di negeri-negeri Afrika Utara dan Timur-Tengah umumnya dimotori oleh kaum militer, sehingga sebagian besar dari rezim

Analisa Data Menggunakan Metode Simple Additive Weighting ( SAW ): Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode Simple Additive Weighting ( SAW ). Penelitian

Understatement aset bersih yang sistematik atau relatif permanen merupakan konservatisme akuntansi, sehingga dapat dikatakan bahwa konservatisme akuntansi menghasilkan

Pemetaan Kantor Polisi Wilayah Kota Pekanbaru Provinsi Riau", JUITA : Jurnal Informatika, 2018 Publication eprints.undip.ac.id Internet Source www.mrag.org Internet