• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.9 Penyakit Degeneratif

Dari hasil penelitian yang diperoleh mengenai penyakit degeneratif yang diderita responden dalam waktu 6 bulan terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.11. Distribusi Penyakit Yang Diderita Pada PNS Di Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan Tahun 2013

No Penyakit Yang Diderita n %

1. Penyakit Degeneratif 1. Jantung 11 18,3 2. Stroke 3 5,0 3. Hipertensi 9 15,0 4. Diabetes Militus 12 20,0 5. Asam Urat 6 10,0

2. Lainnya (Non Degeneratif) 1. Demam dan Batuk 2. Keram kaki 7 12 11,6 20,0 Jumlah 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa responden yang menderita penyakit jantung, stroke, dan hipertensi dengan jumlah total sebanyak 23 orang (38,3%). Selain itu terdapat 19 orang (31,7%) yang menderita penyakit lainnya. Dari analisa mengenai penyakit lainnya yang diderita PNS, didapat bahwa penyakit 7 orang mengalami sakit demam dan batuk dan 12 orang mengalami sakit pada bagian betis saat berjalan dan kaki sering kebas.

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Jenis dan Frekuensi Makan pada PNS Di Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan Tahun 2013

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada PNS di Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan untuk jenis bahan makanan pokok yang sering dikonsumsi adalah nasi (95%) dengan frekuensi 2-3 kali sehari. Mie dan roti dikonsumsi responden sebagai makanan pengganti nasi nasi pada waktu tertentu saja. Konsumsi mie dalam bentuk kering dan basah diolah dengan direbus atau digoreng. Untuk roti, PNS sering mngonsumsi sebagai makanan selingan dalam bentuk roti kering (biskuit atau crackers) dan berbagai jenis kue. Untuk konsumsi singkong/ubi sebesar 30% tidak pernah mengonsumsi.

Bahan makanan pokok merupakan sumber utama energi, dianggap yang terpenting dalam susunan hidangan pada masyarakat Indonesia dan biasanya merupakan jumlah terbanyak dalam suatu hidangan. Bahan makanan pokok juga dianggap terpenting, karena bila suatu susunan makanan tidak mengandung bahan makanan pokok, tidak dianggap lengkap, dan sering orang yang mengonsumsinya mengatakan belum makan, meskipun perutnya telah kenyang (Sediaoetama, 2006).

Untuk jenis makanan lauk pauk, responden lebih banyak memilih ikan basah (23,3%) dengan frekuensi 1 kali per hari dalam bentuk ikan digoreng dan digulai. Dari hasil penelitian diketahui bahwa lauk pauk bersumber dari hewani yang dikonsumsi, adalah telur (43,4%), daging ayam (48,3%) dan daging sapi (45%) dengan frekuensi 1-3 kali per minggu.

Diketahui bahwa konsumsi lemak yang bersumber dari lemak hewani sering sehingga asupan lemak dari makanan ini tinggi. Keadaan ini juga diperberat dengan cara pengolahan bahan makanan dengan menggunakan minyak dan santan, sehingga kandungan lemak dalam makanan semakin bertambah untuk meningkatkan kolesterol

dalam darah. Lemak trans dalam produk minyak sawit seperti minyak goreng dan margarin dapat terbentuk pada saat hidrogenasi parsial asam lemak tak jenuh dalam pengolahan minyak.

Penelitian studi Harvard oleh Lanset (2001) menyatakan bahwa margarine merupakan faktor yang cukup kuat dan dapat meningkatkan PJK sampai 50%. Jenis bahan makanan lauk pauk yang dikonsumsi oleh PNS, juga mengandung lemak dan kolesterol yang banyak terdapat pada udang, cumi dan kepiting. Apabila kelebihan lemak dan kolesterol dari bahan makanan ini, maka dapat menyebabkan peningkatan kolesterol dalam darah. Selain kebiasaan konsumsi pangan dari jenis dan frekuensi yang sering, kondisi kantin dan rumah makan sekitar kantor juga menyediakan jenis lauk pauk yang sama dengan kebiasaan konsumsi PNS. Jika kebiasaan pola konsumsi makanan ini terus terjadi maka, kondisi ini yang menyebabkan peningkatan kolesterol darah total yang akhirnya dapat memperburuk dan menyebabkan PJK.

Jenis sayuran yang lebih banyak dikonsumsi adalah sawi (35%) dengan frekuensi 1 kali per hari. Sayur daun ubi, bayam, buncis, kacang panjang, wortel dan timun sebagian besar mengonsumsi dengan frekuensi 1-3 kali seminggu. Dalam pengolahan sayur juga menggunakan minyak dan santan sehingga dapat menghasilkan lemak dan kolesterol. Sayur yang dikonsumsi bervariasi, terlihat dari jenis yang dikonsumsi sudah

beragam dan berimbang. Konsumsi sayur yang baik adalh konsumsi sayuran hijau dan mengandung serat tinggi. Daun ubi merupakan sayuran yang memiliki kandungan serat yang tinggi. Dengan mengonsumsi daun ubi, diharapkan dapat menurunkan kadar koleterol dalam darah. Namun dari hasil peneltian sebanyak 13,7% responden tidak pernah mengonsumsi sayur daun ubi.

Jenis buah yang sering dikonsumsi adalah buah pisang, jeruk dan pepaya dengan frekuensi 1-3 kali seminggu. Konsumsi buah biasanya dikonsumsi langsung atau diolah menjadi jus buah. Banyak bukti yang menyatakan bahwa serat makanan memegang peranan dalam menurunkan kolesterol dalam darah. Penelitian Story dan Kristchevcky (2006) percobaan pada hewan dan manusia, menjelaskan bahwa beberapa komponen serat makanan dapat menurunkan kadar kolesterol. Penelitian Leveille (2007) yang paling banyak diterima bahwa serat mengikat asam/garam empedu sehingga mencegah penyerapan kolesterol kembali ke usus dan meningkatkan eksresi kolesterol ke feses (Muchtadi, 2010).

Dilihat dari jenis minuman lain, PNS sering mengonsumsi teh manis (51,6%) dan kopi (38,3%) dengan frekuensi 1 kali sehari. Sejalan dengan penelitian Ningsij (2000), bahwa konsumsi teh dan kopi mengandung kafein yang tinggi yang dapat meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah. Mengonsumsi 2-3 kali cangkir kopi dapat meningkatkan tekanan darah 5-15mmHg dalam waktu 15 menit. Peningkatan tekanan darah atau hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner.

Sedangkan untuk jenis makanan lainnya, PNS sering mengkonsumsi gorengan (65%) dan sate (31%) dengan frekuensi 1-3 kali seminggu. Menurut hasil penelitian

Singarimbun (2004), makanan gorengan memiliki tingkat asam lemak jenuh yang tinggi. Ini diakibatkan karena menggunakan minyak yang berulang-ulang pada saat menggoreng. Penggunaan minyak yang berulang, cenderung meningkatkan asam lemak jenuh 3 kali lebih tinggi dibandingkan minyak yang belum digunakan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Sartika (2009), hasil penelitian menunjukkan bahwa asam lemak yang paling banyak terkandung pada minyak goreng adalah asam oleat (bentuk cis). Asam lemak trans (elaidat) baru terbentuk setelah proses menggoreng (deep frying) pengulangan ke-2, dan kadarnya meningkat sejalan dengan pengulangan penggunaan minyak. Hasil uji korelasi antara asam elaidat (trans) dan asam oleat (cis) menunjukkan asosiasi negatif. Dilihat dari mulai terbentuknya asam lemak trans, maka disarankan untuk menggunakan minyak goreng tidak lebih dari 2 (dua) kali pengulangan. 5.2. Konsumsi Energi Dan Lemak Dengan Tingkat Kolesterol Dalam Darah pada

PNS Di Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian didapat tingkat konsumsi energi PNS, lebih banyak pada kategori baik (80%). Untuk konsumsi energi lemak paling banyak pada kategori lebih (75%). Diketahui bahwa konsumsi energi dari lemak tinggi. Semua makanan yang dikonsumsi menghasilkan energi, tetapi makanan paling tinggi menghasilkan energi adalah yang bersumber dari lemak. Lemak menghasilkan energi dua kali lebih banyak dibandingkan protein dan karbohidrat, yaitu 9 kkal/gr.

Tidak hanya konsumsi energi berlebih saja yang menyebabkan PJK, namun harus diperhatikan proporsi energi yang berasal dari lemak dan kolesterol. Konsumsi yang berlebih terutama lemak tinggi akan mengakibatkan peningkatan kolesterol dalam darah.

Keadaan ini akan berbanding lurus dengan terjadinya PJK dan oleh sebab itu upaya yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit jantung koroner yaitu melalui pengaturan pola makan/intake makanan (Soekidjo, 2007).

Dari hasil penelitian asupan konsumsi lemak yang terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh pada PNS, didapat asam lemak jenuh lebih banyak pada konsumsi >10% dari total kalori sebanyak 88,3%. Sedangkan konsumsi lemak asam lemak tak jenuh juga lebih banyak pada konsumsi >7% dari total kalori sebanyak 66,7%. Tingginya asupan asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh pada penelitian ini berkaitan dengan asupan lemak yang tinggi. Ini disebabkan frekuensi dan jumlah asupan lemak melebihi dari jumlah kebutuhan yang dianjurkan.

Hal ini didukung dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa indeks massa tubuh (IMT) PNS lebih banyak pada obesitas tingkat I (43,3%) dan berat badan lebih (28,4%), sedangkan proporsi PNS yang melakukan aktifitas olahraga rendah (43,3%). PNS yang berolahraga cenderung hanya melakukan lari pagi atau jogging sebanyak 2-3 seminggu dengan durasi 15-20 menit. Hal ini masih belum memenuhi standart WHO (2003) yang menganjurkan berolahraga sebanyak 3-4 kali seminngu dengan durasi minimal 20-30 menit untuk dapat menghindari penyakit kardiovaskuler.

Bahan makanan sumber lemak ada 2 jenis, yaitu lemak hewan dan lemak tumbuh-tumbuhan. Lemak yang terdapat di dalam lemak hewan merupakan asam lemak jenuh sedangkan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan terdapat dalam bentuk asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh tetapi lebih banyak asam lemak tak jenuh. Dari bahan

makanan sumber lemak ini, asam lemak jenuh sangat berpengaruh terhadap terjadinya kadar kolesterol dalam darah, tetapi tidak mengabaikan asam lemak tak jenuh.

Menurut Beynen dan Katan (2005) dalam buku pangan dan gizi menyatakan bahwa asam lemak tak jenuh jamak akan menurunkan kadar kolesterol darah total karena hati tidak akan mengkonversikannya menjadi trigliserida tetapi menjadi senyawa keton (keton bodies). Hati akan mentransportasikan asam lemak tak jenuh jamak ke jaringan untuk di oksidasi tanpa meninggalkan remnant lipoprotein dalam bentuk LDL.

Oleh karena itu, berdasarkan hasil-hasil penelitian seperti ini, untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah, dianjurkan untuk mengonsumsi lemak/minyak tak jenuh jamak yang mengandung asam lemak tak jenuh jamak, asam lemak tak jenuh atau PUFA dalam jumlah tinggi, sedangkan konsumsi lemak jenuh dari hewani termasuk minyak kelapa yang harus dikurangi atau dihindarkan. Seperti yang terdapat pada minyak sawit yang menyebakan perubahan lemak dari cis menjadi trans. Lemak trans merupakan faktor yang cukup kuat dan dapat meningkatkan penyakit jantung koroner sampai 50%. 5.3. Tingkat Kolesterol Darah Total PNS Di Kanwil Direktorat Jendral

Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan Tahun 2013

Berdasarkan hasil pemeriksaan kolesterol darah total pada PNS terdapat tingkat kolesterol darah total yang paling banyak dengan kategori diwaspadai (>200-239mg/dl) sebanyak 41,7% dan kategori berbahaya (>239mg/dl) 20%, dengan nilai terendah 127 mg/dl dan nilai tertinggi 320 mg/dl. Tingginya kolesterol darah total dapat dipengaruhi oleh umur PNS yang sebagian besar berumur >40 tahun. Umur 40 tahun keatas merupakan umur yang rawan pada penyakit degeneratif terutama PJK.

Pedoman klinis tingkat kolesterol darah total dihubungkan dengan resiko PJK, sehingga pedoman ini memerlukan pengelolaan penting. Dari berbagai penelitian jangka panjang dikaitkan dengan besarnya resiko kemungkinan untuk terjadinya PJK yang dikenal patokan kadar kolesterol total yaitu, kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman, kadar yang sudah mulai meningkat dan harus sudah diwaspadai untuk mulai dikendalikan dan kadar yang tinggi dan berbahaya.

Pedoman klinis kolesterol darah total kategori diwaspadai dan berbahaya adalah sebagai salah satu patokan terhadap kejadian PJK. Sehingga untuk mengatasi hal ini maka, dianggap perlu untuk melakukan pengaturan konsumsi energi terutama lemak dan melakukan pemeriksaan rutin terhadap kolesterol darah total.

Tingkat kolesterol darah total baik yang diinginkan (<200mg/dl), diwaspadai (>200-239 mg/dl) dan berbahaya (≥240 mg/dl) lebih dominan pada jenis kelamin perempuan. Hal ini dapat dikarenakan sebagian besar dari responden adalah perempuan. Untuk tingkat kolesterol darah total diinginkan (<200mg/dl) lebih banyak pada tingkat umur <40 tahun sebanyak 11 orang (18,3%), diwaspadai (>200-239mg/dl) juga lebih banyak pada umur <40 tahun sebanyak 10 orang (16,6%) dan berbahaya (≥240mg/dl) lebih banyak pada umur 40-49 tahun sebanyak 10 orang (16,6%).

Faktor risiko pada PJK dapat dibedakan menjadi faktor yang risiko yang dapat dikendalikan seperti kolesterol dalam darah dan tidak dapat dikendalikan yaitu umur dan jenis kelamin. Umur 30 tahun ke atas merupakan risiko terjadinya peningkatan kolesterol dalam darah. Sehingga untuk umur ini perlu dilakukan pemeriksaan kolesterol untuk dapat dikendalikan agar tidak menjadi PJK.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa dari 60 PNS, yang menderita penyakit jantung sebanyak 11 orang, menderita hipertensi sebanyak 9 orang, menderita stroke sebanyak 3 orang dan sebanyak 19 orang menderita penyakit lainnya. Yang dikatakan penyakit lainnya adalah penyakit demam dan batuk yang didierita sebanyak 7 orang dan 12 orang mengalami sakit pada bagian betis saat berjalan dan sering kebas kaki.

Menurut Bull (2007), kolesterol sangat erat hubungannya dengan penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit arteri perifer. Penyakit arteri perifer adalah terjadinya penumpukan kolesterol pada pembuluh darah arteri disekitar kaki yang dapat menyebabkan keram dan nyeri saat berjalan. Untuk itu PNS yang sering mengalami kebas dan nyeri kaki dapat diasumsikan menderita penyakit arteri perifer. Sedangkan penyakit hipertensi merupakan faktor resiko terhadap terjadinya PJK. .

5.4. Hubungan Konsumsi Energi Dan Lemak Dengan Tingkat Kolesterol Darah Total Pada PNS Di Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan Tahun 2013

Pola konsumsi dalam penelitian ini menggambarkan besarnya asupan energi dan lemak. Berdasarkan uji exact fisher nilai p = 0,05 maka ho ditolak yaitu ada hubungan antara konsumsi energi dengan tingkat kolesterol dalam darah. Pada hubungan konsumsi energi dengan tingkat kolesterol darah total didapat nilai p=0,768 artinya tidak ada hubungan konsumsi energi dengan tingkat kolesterol darah total.

Dari tabel 4.8 diketahui bahwa konsumsi energi baik dengan tingkat kolesterol darah total diwaspadai dan berbahaya sebanyak 83,6%. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan, ini disebabkan karena bukan konsumsi energi saja yang

menyebabkan peningkatan kolesterol tetapi persentase konsumsi energi yang bersumber dari lemak.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian Nasution (2003) yang menjelaskan hubungan konsumsi energi dengan PJK tidak bisa hanya masukan energi saja, namun harus diperhatikan proporsi energi yang berasal dari lemak terutama lemak jenuh serta kaitanya dengan obesitas dan aktivitas fisik.

Untuk hubungan konsumsi energi lemak dengan tingkat kolesterol darah total dari hasil uji exact fisher nilai p = 0,001. Artinya ada hubungan yang bermakna antara konsumsi energi lemak dengan tingkat kolesteol darah total. Berdasarkan bahan makanan yang mengandung lemak yang dikonsumsi responden seperti telur, daging ayam, daging sapi, udang/cumi/kepiting adalah produk yang mengandung lemak tinggi dan berperan dalam meningkatkan kolesterol dalam darah. Pada penelitian ini menunjukkan konsumsi energi lemak yang menyebabkan peningkatan kolesterol darah total .

Hal ini sejalan dengan penelitian Hatma (2001) mendapatkan adanya korelasi positif yang bermakna antara asupan asam lemak dengan kadar kolesterol total pada etnis Minangkabau. Pada penelitian Supari (2001) diet rendah lemak dengan tanpa melihat jenis lemaknya dapat menyebabkan penurunan kadar kolesterol darah.

Untuk hubungan asupan asam lemak jenuh dengan tingkat kolesterol darah total dari hasil uji exact fisher nilai p = 0,002 artinya ada hubungan yang bermakna antara asupan asam lemak jenuh dengan tingkat kolesteol darah total. Diketahui bahwa asupan asam lemak jenuh >10% dengan tingkat kolesterol darah total diwaspadai dan berbahaya sebanyak 61,6%. Berdasarkan bahan makanan yang mengandung lemak yang dikonsumsi

responden sebagian besar bersumber dari bahan makan hewani dan sangat jarang mengonsumsi serat yang bersumber dari sayur dan buah.

Hal ini sesuai dengan penelitian Arnett et all (2003) mendapatkan bahwa 54% subjek penelitian yang tidak mengonsumsi serat memiliki tingkat asam lemak jenuh yang tinggi. Pengaruh asupan asam lemak jenuh terhadap kadar kolesterol dalam darah adalah faktor yang kuat untuk meningkatkan, sehingga diharapkan asupan asam lemak jenuh per hari adalah <10% dari total energi.

Untuk hubungan asupan lemak asam lemak tak jenuh dengan tingkat kolesterol darah total dari hasil uji exact fisher nilai p = 0,001 artinya ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak asam lemak tak jenuh dengan tingkat kolesteol darah total. Diketahui bahwa asupan lemak asam lemak tak jenuh >7% dengan tingkat kolesterol darah total diwaspadai dan berbahaya sebanyak 33,3%. Sementara pada asupan lemak asam lemak tak jenuh <7% dengan tingkat kolesterol darah total diwaspadai dan berbahaya sebanyak 28,3%.

Asupan asam lemak tak jenuh seperti yang terdapat pada minyak dan santan akan menyumbangkan kolesterol darah total. Sehingga diharapkan asupan asam lemak tak jenuh yang terdapat pada minyak dan santan dikurangi atau dihindarkan. Menurut Beynen dan Katan (2005) dalam buku pangan dan gizi menyatakan berdasarkan hasil-hasil penelitian seperti ini, untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah, minyak kelapadan santan yang harus dikurangi atau dihindarkan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PNS di Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan tahun 2013, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pola konsumsi pangan pada PNS sudah beragam. Susunan menu dalam sehari sudah lengkap, yaitu terdiri dari bahan makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah. Namun lauk pauk yang paling sering dikonsumsi (1-3 kali seminggu) adalah telur, daging ayam, daging sapi/kambing, udang/cumi/kepiting dan ampela. Untuk sayuran PNS lebih sering mengonsumsi sawi, wortel, bayam dan timun. PNS juga sering mengonsumsi makanan dan minuman selingan berupa gorengan dan kopi.

2. Konsumsi energi PNS lebih banyak pada kategori baik (80%). Untuk konsumsi energi lemak paling banyak pada kategori lebih (75%). Asupan asam lemak jenuh PNS lebih banyak pada konsumsi >10% dari total kalori sebanyak 88,3% dan asam lemak tak jenuh lebih banyak pada konsumsi >7% dari total kalori sebanyak 66,7%. Dengan indeks massa tubuh (IMT) PNS lebih banyak pada obesitas tingkat I (43,3%) dan berat badan lebih (28,4%). Sedangkan aktifitas olahraga yang dilakukan PNS masih rendah (43,3%)

3. Kolesterol darah total pada PNS lebih banyak pada kategori diwaspadai (41,7%) dan berbahaya (20%).

4. Secara statistik terdapat hubungan nyata antara konsumsi energi lemak, asupan asam lemak jenuh dan asupan asam lemak tak jenuh dengan tingkat kolesterol darah total pada PNS.

5. Tidak ada hubungan antara konsumsi energi dengan tingkat kolesterol darah total PNS.

6.2 Saran

1. Diharapkan bagi PNS untuk memperhatikan dan mengatur pola konsumsi pangan dari jenis dan jumlah makanan yang mengandung lemak dan sebaiknya asupan konsumsi lemak dalam satu hari tidak melebihi 10-25% dari kebutuhan energi total. Lemak yang sebaikknya dikonsumsi adalah asam lemak tak jenuh yang dapat diperoleh dari ikan. Untuk itu frekuensi konsumsi daging sebaiknya hanya 1-2 kali sebulan saja.

2. Diharapkan kepada Kanwil Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara agar dapat mengaktifkan kembali “Program Jumat Sehat” dan mendisiplinkan PNS untuk mengikuti program tersebut dan diharapkan juga agar dapat memfasilitasi sarana olahraga agar membentuk kebiasaan olahraga pada PNS.

3. Diharapkan PNS melakukan pemeriksaan kolesterol darah secara rutin minimal 1 kali per 6 bulan untuk kategori diwaspadai dan berbahaya sedangkan untuk kategori diinginkan 1 kali per tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Cetakan IX, Jakarta. ________, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Gramedia, Jakarta.

Arnett. 2003. Fruit and vegetable consumption and LDL cholesterol : the National Heart, Lung, and Blood Institute Family Heart Study. Diakses http://ajcn.nutrition.org/content/79/2/213/ . Tanggal Akses 6 September 2013. Anwar, Bahri T. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung

Koroner. USU, Medan.

Anwar, Faisal. 2008. Sehat Itu Mudah : Wujudkan Hidup Sehat Dengan Makanan Tepat. PT Mizan Publika, Jakarta.

Arisman. 2008. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta.

Bull, Eleanor dkk. 2007. Simple Guide Kolesterol. Erlangga, Jakarta.

Chung, Edward. 2010. 100 Tanya Jawab Mengenai Serangan Jantung Dan Masalah Yang Terkait Dengan Jantung. PT Indeks, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. 2003. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Departemen Kesehatan.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. Depkes, 2009. Survei Kesehatan Nasional 2001: Laporan Studi Mortalitas 2001 :

Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.

FKUI, 2003. Pengkajian Status Gizi Studi Epidemiologi, Jakarta

Irfan, M. 2011. Upaya Menggugah Masyarakat Untuk Aktif Melakukan Aktivitas Fisik Dalam Usaha Preventif Terhadap Penyakit Degeneratif di Sumatera Utara. Jurnal Pengabdian Masyarakat, Universitas Negeri Medan. Kantor Wilayah Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara, Profil

Kantor Wilayah Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara.

Lubis, Zulhaida. 2009. Hidup Sehat Dengan makanan Kaya Serat. IPB Pres.

Manurung, Elvi, 2004. Hubungan Antara Asupan Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal Dengan Kadar Kolesterol HDL Plasma Penderita Penyakit Jantung Koroner. Tesis Mahasiswa Magister Sains Ilmu Gizi Klinik, UI, Jakarta.

Mawi, Martem. 2003. Indeks Massa Tubuh sebagai determinan Penyakit jantung Koroner pada Orang dewasa Berusia di Atas 35 Tahun. Skripsi Mahasiswa bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta.

Nasution, Ernawati, 2003. Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Minang Dengan Total Kolesterol Darah di Kota Medan. USU, Medan.

Ningsish, Eko Wardah. 2002. Karakteristik Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum dr. Pringadi Medan Tahun 1999-2000. Skripsi Mahasiswa Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, USU, Medan.

Nurlita, Hera, 2004. Mari Lakukan Pengendalian Penyakit Jantung Dan Pembuluh Darah Melalui Pola Makan Bergizi Seimbang. Diakses www.gizi.net. Tanggal akses 9 Oktober 2013. 

Notoatmodjo, 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta ___________, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta,

Jakarta.

Penebar Swadaya, 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Swadaya Cetakan III, Jakarta. Otto. 2012. Effect of replacement of saturated fatty acids of meat with milk

saturated fatty acids on cardiovascular disease risk. Diakses http://ajcn.nutrition.org. Tanggal Akses 6 September 2013.

Sabriah, A. Nayla. 2010. Cara Ampuh Menurunkan Kolesterol dalam Sekejab. PT Palapa, Depok.

Saidin, M. 2000. Kandungan Kolesterol dalam Berbagai Bahan Makanan Hewani. Pusat Penelitian & Pengembangan Gizi, Badan Litbangkes Depkes RI, Jakarta.

Dokumen terkait