• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA

C. Penyandang Disabilitas

Menurut Undang-Undang No .4 tahun 1997 tentang p enyandang cacat dijelaskan bahwa p engertia n penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik d an atau mental yang dapat mengganggu atau merup akan rintangan dan hambatan b aginya untuk melakukan selayaknya. Dari sumb er online id.wikip edia.org (2012) mendefinisikan sebagai beriku t :

Disabilitas atau Cacat (bahasa Inggris: disability) dapat bersifat fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, p erkembangan atau beberapa ko mbinasi dari ini.”

Dalam su mb er tersebu t dapat dikatakan b ahwa disabilitas atau cacat bisa b erupa cacat fisik, cacat mental, cacat senso rik dan cacat emosio nal. Tetapi tidak menu tup kemungkinan, kecacatan secara komb inasi. The

In ternational Classification of Impairmen ts, Disabilities and Handicaps, Organisasi Kesehatan Dunia (W HO,1980), mendefinisikan tiga aspek kecacatan secara lebih sp esifik, yaitu impairmen t, d isability, dan handicap.

Impairment adalah kehilangan atau abnormalitas stru ktur atau fungsi

psiko logis, fisiologis, atau anatomis (An y loss or abnormality of

psychological, physiologica l, or anatomica l structure or fun ction). Disability

adalah suatu keterbatasan atau kehilangan kemampuan (sebagai akibat dari su atu impairment) untu k melakukan suatu kegiatan dengan cara atau dalam batas-batas yang d ipandang normal bagi seorang manusia (Any restriction o r lack (resulting fro m an impairment) o f ability to perform an activity in th e

manner o r within the range consid ered normal for a human being). Handicap

adalah suatu keru gian, bagi seorang individ u tertentu , sebagai a kibat d ari su atu impairment atau disability, yang membatasi atau menghambat terlaksanan ya suatu peran yang no rmal, tergantung pada usia, jenis kelamin, faktor-faktor so sial atau budaya (A disadvantage, for a given individual, resulting from an impairment or disability, tha t limits or p revents the fulfillment o f a role that is normal, depending on age, sex, so cia l and cultural factors).

Definisi-definisi d i atas menunju kkan bahwa disab ility hanyalah salah satu dari tiga aspek kecacatan yang dijelaskan di atas. Sementara imp airment

merup akan aspek kecacatan pad a level organ tubuh, dan hand icap merupakan aspek yang dipengaruhi oleh faktor-fakto r yang tidak terkait langsung dengan kecacatan, disab ility merupakan aspek kecacatan pada level keberfungsian

commit to user

27

ind ividu. Suatu impairment belum tentu mengakibatkan disab ility. M isalnya, seseo rang yang kehilangan sebagian dari jari kelingking tangan kanannya tidak akan menyebabkan orang itu kehilangan kemampuannnya u ntuk melakuka n kegiatan sehari-hari secara selayaknya orang no rmal. Demikian pula, disability tid ak selalu mengakibatkan seseorang mengalami handicap. M isalnya, orang yang kehilangan pendengaran (impairment) tid ak mampu berkomunikasi secara audio (disability) tetapi dia dap at mengatasi keterbatasann ya itu d engan menggunakan alat bantu pendengaran sehingga ia dapat berkomunikasi d engan o rang lain. Akan tetapi, handicap yang a kan ia alami ketika alat bantu pendengarannya rusak maka ia akan kesulitan untuk mendengar lawan bicaranya. Ini berarti bahwa keadaan handicap itu ditentukan oleh fakto r-fakto r di luar dirinya.

Definisi di atas sama artinya dengan definisi disab ility yang telah kita bahas sebelumnya. Penyandang cacat terdiri dari 3 jenis yaitu penyandang cacat fisik, p enyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan mental. Berikut ini adalah tabel klasifikasi dan jenis disabilitas:

Tabel 2. Klasifikasi dan Jenis Disabilitas

Tipe Nama Jenis

disabilitas

Pengertian

A tunanetra disabilitas fisik

B tunarungu disabilitas fisik

tidak dapat mendengar; tuli

C tunawicara disabilitas fisik

tidak dapat berbicara; bisu

D tunadaksa disabilitas fisik

cacat tubuh

E1 tunalaras disabilitas fisik

cacat suara dan nada

E2 tunalaras disabilitas mental

sulit mengendalikan emosi dan sosial.

F tunagrahita disabilitas mental

cacat pikiran; lemah daya tangkap; idiot

G tunaganda disabilitas ganda

penyandang cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu cacat fisik dan mental)

Sumber : Depdiknas,2 007

Dari tabel tersebut sangat jelas dipaparkan tentang klasifikasi dan jenis kecacatan. Bahkan pengklasifikasian tersebut digunakan dalam

commit to user

29

pendirian seko lah luar biasa agar dapat secara khu sus menangani pen yand ang disabilitas sesuai dengan jenis-je nis kecacatannya. Selain sekola h luar biasa baru-baru ini di Indonesia muncul konsep sekolah inklusi yang memungkinkan penyandang disab ilitas untuk berbaur dengan orang no rmal. Seb enarnya ko nsep seko lah inklusi telah terlebih dahulu ad a dan berkemb ang pesat d i Amerika Serikat. Soodak (2003) mengungkapkan bahwa :

“Ten years ago, less than one third of students with disabilities participated in general education classes. By 1997-1998, more than 75% of 6.5 million stud ents with disabilities were being educated in classes with their nondisabled peers.”

(“Sepuluh tahu n yang lalu kurang dari sepertiga p enyandang disabilitas mengiku ti pendidikan umum. Tahun 1997-1998 lebih dari 75% p enyandang d isabilitas telah mendapatkan pendidikan umum dengan orang-orang normal lainnya.”)

Sebenarnya konsep pendid ikan atau sekolah inklusi mengandung arti “sekolah u mu m”. Yang dimaksu d “sekolah u mum” ad alah sekolah yang dapat diakses oleh siapa saja termasuk penyandang disabilitas. Seperti yang diungkapkan Ware (2001 ) sebagai berikut :

“The term of inclusive education has most commonly been used to refer somewhat narrowly to integration o f disable students, previou sly segregated , into general education classrooms”

Dewasa ini, pengertian cacat yang tela h disebutkan di atas memperoleh sebu tan baru yaitu “difab el” dan pada akhirnya ada juga yang menyebut dengan p enyandang disabilitas. Dalam Firdaus (2010) dijelaskan bahwa penggu naan istilah “difable” d an “d isable” seb enarn ya masih menjadi perdebatan. Ketidaksepakatan penggunaan istilah ini mu ncul dari perbedaan pemahaman sudut pandang. Difabel merupakan singkatan dari kata bahasa

Inggris Different Ability People yang artinya Orang yang Berbeda Kemampuan. Istilah difabel did asarkan pada realitas bahwa setiap manu sia diciptakan b erb ed a dan tidak menutup kesempatan u ntuk masuk dalam masyarakat. Pemahaman d ifable “menghilangkan” pemaknaan negatif dari kecacatan sehingga memu ngkinkan semu a orang terlib at dalam kegiatan masyarakat dengan cara mereka masing-masing. Penggunaan istilah yang lain, yakni disable, berdasarka n istilah disability merupakan suatu ketidakmampuan melaksanakan suatu aktifitas atau kegiatan tertentu sebagaimana la yaknya orang normal akibat ketidakmampuan fisik. Perbed aan penggunaan istilah difab le dan disable berangkat dari sudu t pandang yang berbeda dalam setiap kelo mpok. Istilah disab le leb ih mengarah pad a perbedaan karena adanya ketidaksempurnaan bagian fisik sehingga tidak mampu melaksanakan aktifitas secara normal. Dalam penggunannya istilah difable mencakup seluruh aspek tetap i melihatnya hanya sebagai sebuah perbedaan semata dan menerima cara bertindak yang berb eda tersebut. W alaupun demikian, kedua istilah ini telah memberikan sudut p and ang yang leb ih ramah terhadap kelompo k difab le dibandingkan dengan penggunaan istilah penderita cacat atau penyandang cacat. Istilah penderita atau penyandang cacat cenderung membangun anggapan bahwa kecacatan adalah su atu beb an. Penderitaan tersebut dijadikan stigm a negatif dalam masyarakat yang m enutup kesempatan b agi kelompok difable untuk iku t berpartisip asi d alam masyarakat.

commit to user

31

Tidak bisa dipungkiri bahwa penyandang disabilitas mempunyai banyak kekurangan tetap i mereka tetap warga negara Indo nesia yang mempunyai hak yang sama dengan warga negara lainnya. Undang-und ang No. 4 tahun 1997 p asal 5 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian mas yarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. M ereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama d alam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Hak penyandang d isabilitas secara rinci dijelaskan pada pasal 6 sebagai beriku t : (1) pendidikan pad a semua satuan, jalu r, jenis, dan jenjang pendidikan; (2) p ekerjaan d an penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampu annya; (3) perlakuan yang sama untuk b erperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasiln ya; (4) aksesibilitas dalam rangka kemandiriann ya; (5) rehab ilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6 ) hak yang sama untu k menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehid up an sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Dengan demikian dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama u ntuk menumbu h kembangkan kehidupan sosialnya. Kehidup an sosial sangat erat kaitannya dengan kehidupan penyand ang d isabilitas dengan masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), masyarakat adalah sejumlah manu sia dalam arti yang seluas-luasnya dan terikat o leh suatu kebud ayaan yang

mereka anggap sama. Seorang filsu f barat yang u ntuk p ertama kalinya menelaah masyarakat secara sistematis ad alah Plato (429 -347 SM), sebetu lnya Plato bermaksud u ntuk meru muskan su atu teori tentang bentuk Negara yang dicita-cita kan, yang o rganisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap sistem-sistem sosial yang ad a pada jamannya. Plato menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan. (Soekanto, 2006)

Bagi penyandang disabilitas, masyarakat merupakan lingkungan tempat mereka beradaptasi. Penyandang disabilitas akan selalu berinteraksi dengan masyarakat. Akibat d ari interaksi tersebut akan ada respon balik dari masyarakat. Resp on tersebut berupa sikap yang ditunjukkan masyarakat dan tanggapan p enyandang d isabilitas terhadap sikap tersebut.

Masyarakat kita secara umum memand ang penyandang disabilitas adalah kaum cacat yang memerlu kan belas kasihan d ari orang lain. Sehingga reaksi pertama yang dimunculkan adalah rasa iba dan ingin menolong. Rasa ingin meno lo ng terseb ut ditunjukkan melalu i p erilaku santunan. Menurut Dwiyanto dalam Fird aus dan Iswahyud i (2010) sikap masyarakat terhadap keberadaan kaum difabel dapat d igolongkan ke dalam beberapa kelompok :

1. Kelo mpok apatis : kelo mpok yang tid ak mempedulikan kaum difabel b aik secara perilaku maupun pikiran.

2. Kelo mpok pasif : kelompok yang mengenal difabel dan dalam hidupnya pernah sesekali berinteraksi dengan kau m difabel tetapi tid ak tahu harus berbuat apa.

commit to user

33

3. Kelo mpok penyantun : kelompok ini seringkali memandang difabel sebagai objek santunan. Sehingga pikiran d an sikapnya sering mengacu pada perasaan belas kasihan untu k selalu ingin membantu menyantuni.

4. Kelo mpok pemberdaya : kelompok ini melihat difabel sebagai persoalan ketidakadilan sosial. Sehingga kelompok ini berpendapat bahwa santunan merupakan cara yang ku rang tep at untuk kaum difab el. Kelompo k ini lebih mengu tamaka n persamaan hak, pemberdayaan, dan aksesibilitas kaum difabel dalam kehidupan sehari-hari.

Dari keempat kelompok terseb ut, yang paling dominan ada pada masyarakat adalah kelompo k penyantu n. M asyarakat masih menga nggap kaum difab el mengacu pada pemikiran-pemikiran med is dan tradisional. (Firdaus dan Iswahyud i,2010)

Sementara itu, p enyandang disabilitas memp unyai resp on yang berbeda-beda terhadap perlakuan masyarakat di sekitarnya. M enu rut Dwiyanto dalam Firdaus dan Iswah yudi (2010) respon penyandang disabilitas adalah sebagai berikut :

1. Memaklumi : seb agian penyandang d isabilitas memand ang sikap santunan yang diberikan oleh masyarakat adala h sesuatu yang wajar karena dirinya memang la yak u ntuk mendap atkan bantuan.

2. Memanfaatkan : ada beberapa kelompok pen yand ang disabilitas yang ju stru melihat perilaku masyarakat yang memberikan santunan adalah kesemp atan bagi dia untuk mendramatisir keadaan mereka.

3. Kritis : kelompok sifat ini berasal d ari perasaan yang ku ran g nyaman ketika mendapat perlakuan santunan dari masyarakat. Mereka merasa p erilaku santunan terseb ut telah melecehkan harkat dan martabatnya sehingga mereka mulai menolak ad anya santunan yang diberikan oleh masyarakat. Perilaku tersebut dimaksu dkan agar masyarakat lebih memand ang penyandang disabilitas secara bermartab at.

Meskipun perlaku an terhadap penyandang disabilitas berbeda-bed a dan respo n mereka juga berbeda-beda terhadap perlakuan yang diberikan oleh masyarakat, penyandang disab ilitas layak d iperlakukan secara so pan dan bermartabat karena mereka memp unyai hak d an kesempatan yang sama dalam masyarakat.

Dokumen terkait