• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS DALAM PELAYANAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN DAN KETENAGAKERJAAN DI KOTA SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS DALAM PELAYANAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN DAN KETENAGAKERJAAN DI KOTA SURAKARTA"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS DALAM PELAYANAN PUBLIK

BIDANG PENDIDIKAN DAN KETENAGAKERJAAN DI KOTA SURAKARTA

SKRIPSI

Disusun Oleh : Bimo Andang Seto

D0109016

Disusu n u ntuk Memenuhi Persyaratan d alam M emperoleh Gelar

Sarjana Strata Satu Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu So sial dan Ilmu Politik

Universitas Seb elas Maret

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadap an Panitia P engu ji Skrip si

Fakultas Ilmu Sosial d an Ilmu Politik

Universitas Seb elas Maret

Surakarta

Pembimbing

Drs. Sudarto,M.Si

(3)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini Telah Diuji Dan Disahkan Oleh Panitia Ujian Skripsi

Ju rusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Seb elas Maret

Surakarta

Pada Hari :

Tanggal :

Panitia Penguji :

1. Ketua : Drs. H.Marsudi, M.S.

NIP. 19550823 198303 1 001

NIP. 19470820197603 00

( )

2. Sekertaris : A.W.Erlin Mulyadi, S.Sos, MPA.

NIP. 19740601 200801 2 016

AW Erlin Mulyadi, S.Sos, M

( )

3. Penguji : Drs. Sudarto M.S i.

NIP. 19550202 198503 1 006

Prof. Dr. Hj. Ism i Dwi AN, M.Si NIP. 196108201986012001

( )

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial d an Ilmu Politik

Universitas Seb elas Maret

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Nama : Bimo Andang Seto

NIM : D0109016

Menyatakan dengan sesungguhn ya bahwa Skripsi yang berjudul : “Aksesibilitas

Penyandang Disabilitas dalam Pelayanan Pub lik Bidang Pendidikan dan

Ketenagakerjaan di Kota Surakarta ” adalah betul-betul karya saya sendiri.

Hal-hal yang bukan karya saya, dalam Skripsi tersebu t diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataa n saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabu tan skripsi d an gelar yang

saya peroleh dari skripsi terseb ut.

Surakarta, 6 Janu ari 2013

Yang membuat pernyataa n,

Bimo Andang Seto

(5)

commit to user

MOTTO

“Tiadanya ke yakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan; dan

saya percaya pada d iri saya sendiri.”

(Tho mas Alva Edison)

“Semua orang tid ak perlu menjadi malu karena perna h berbuat kesalahan, selama

ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya.”

(Kahlil Gibran)

“Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit

kembali setiap kali kita jatu h”

(Muhammad Ali)

“Pendid ikan merupakan perlengkapan paling b aik untuk hari tua. “

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untu k :

Kedua o rang tuaku yang telah membesarkan, mendid ik aku sampai

sekarang ini.

Kelu arga besarku yang selalu mendukung dan mengarahkan aku menjalani

kehidupan ini.

Para sahabat yang senantiasa ada bersamaku di saat aku sedih dan senang.

Kekasihku .

(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera bagi kita semu a..

Ucapan syu kur yang sebesar-besarnya pada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Aksesibilitas Penyandang Disabilitas dalam Pelayanan Pub lik

Bidang Pendidikan dan Ketenagakerjaan di Kota Surakarta”. Penyu sunan skripsi

ini diajukan sebagai salah satu syarat untu k menyelesaikan studi d i Program Studi

Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengalami berbagai hambatan.

Namun berkat duku ngan, b imbingan, arahan dari berbagai pihak, penulis d apat

menyelesaikan skripsi. Pada kesempatan ini, penulis berterima kasih kepada :

1. Drs.Sudarto,M.Si. selaku dosen p embimbing yang telah memberikan

bimbingan dan arahan se hingga p enu lis dapat men yelesaikan skripsi d engan

baik.

2. A.W .Erlin Mulyadi,S.S os,MPA yang telah memberikan kesempatan kepad a

sa ya untuk bergab ung ke d alam tim p eneliti dalam penelitian beliau tentang

imp lementasi kebijakan pendid ikan inklu si di ko ta Surakarta yang juga

menjadi tema p ayung dalam penelitian skripsi ini.

3. H.Sakur, M.Si selaku pembimb ing akademis yang telah memberi b imbingan

dan arahan selama p roses studi.

4. Drs. Is Hadri Utomo, M .Si. d an Dra. Sudaryanti, M.S i selaku Ketu a dan

Sekertaris Juru san Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universita s Sebelas Maret Su rakarta.

5. Prof. Dr. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(8)

6. Bapak Mujiyo no yang telah memberikan inspirasi dalam proses penyu sunan

skripsi ini.

7. Pen ya ndang Disabilitas di Kota Surakarta yang telah b ersedia menjadi

informan.

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu proses p enyusunan skripsi ini.

Penulis men yadari b ahwa d alam pen yu sunan skripsi jau h dari

kesemp urnaan dikarenakan keterbatasan pengetahu an yang penu lis miliki. Ole h

karena itu kritik dan saran yang berguna d alam perbaikan skripsi sangat penulis

butuhkan. Sebagai kata penutup, semoga skripsi ini bermanfaat b agi pemerintah

kota Su rakarta dalam menciptakan pela yanan publik yang leb ih op timal dan

bermanfaat pula untuk p erkembangan program stud i Ilmu Administrasi Negara

serta pihak-pihak yang memerlu kannya.

Surakarta, 6 Januari 2013

(9)

commit to user

DAFTAR ISI

JUDUL…… … ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

MOTTO... v

PERSEM BAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... ... xii

DAFTAR GAM BAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... ... . xv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belaka ng M asalah... 1

B. Ru musan M asalah ... 7

C. Tujuan P enelitian ... 7

D. M anfaat Penelitian ... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Pelayanan Pub lik ... 9

B. Aksesibilitas dalam Pelayanan Publik ... 13

(10)

2. Dimensi Perilaku ... 22

3. Dimensi Biro krasi Administratif ... 23

4. Dimensi Sarana dan Prasarana… …… ……… …… … 25

C. Pen yandang Disabilitas ... 25

D. Kerangka Pemikiran ... 34

E. Penelitian Terdahulu ... 36

BAB III : M ETODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Lokasi Penelitian ... 40

C. Sumber Data ... 41

a. Sumber Data Primer ... 41

b. Sumber Data Sekunder ... 41

D. Teknik P engumpulan Data ... 42

a. W awancara ... 42

b. Observasi... 42

c. Studi Do kumentasi ... 43

E. Teknik P enentu an Informan ... 43

F. Valid itas Data ... 44

G. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV : PEMBAHASAN ... 48

(11)

commit to user

xi

B. Aksesibilitas Penyandang Disabilitas dalam Pelayanan

Publik Bidang Pendidikan d an Keten agakerjaan di

(12)

1. Dimensi Ko gnitif ... 54

2. Dimensi Perilaku ... 65

3. Dimensi Birokrasi Administratif ... 69

4. Dimensi Sarana dan Prasarana ... 75

C. Tanggapan Penyandang Disabilitas tentang Pelayanan Publik Bidang Pemdid ikan dan Ketenagakerjaan ... 78

BAB V : PENUTUP ... 80

A.Kesimpulan ... 80

B.Saran ... ... ... 81

DAFTAR PUSTAKA

(13)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ju mlah Penyand ang Cacat Menu rut Jenis Kec acatan di Kota

Surakarta ... 4

Tabel 2 . Klasifikasi dan Jenis Disabilitas ... 27

Tabel 3 . Daftar Informan …… …… ……… …… …… …… … ……… …… ... 44

Tabel 4 . Yayasan Penyandang Cacat d i kota S urakarta ... 50

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Dimensi Aksesibilitas Pelayanan Publik ... 17

Gambar 2. Kerangka Pemikiran ... ... . 35

Gambar 3. BBRSDB Prof. Dr. So eharso ... 49

Gambar 4. Yayasan Bhakti Candrasa ... 51

Gambar 5 . Fasilitas Pembantu “Ramp” ... 51

Gambar 6. Fasilitas Pembantu “Guilding Block” ... 52

Gambar 7. SLB A YKAB Surakarta ... 52

Gambar 8. Pelatihan internet bagi p enyand ang disabilitas…… … …… …… 61

(15)

commit to user

ABSTRAK

BIMO ANDANG SETO. D0109016. AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS DALAM PELAYANAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN DAN KETENAGAKERJAAN DI KOTA SURAKARTA. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi . Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2013. 100 halaman

Penyandang disab ilitas mempunyai hak dan kewajiban yang sama seb agai warga negara. Dalam hal pela yanan publik, penyandang disabilitas memiliki akses yang sama untu k mendapatkan pela yanan p ub lik di segala b id ang termasu k bid ang pendidikan dan ketenagakerjaan. Penelitian ini bertujuan u ntuk mengetahui aksesibilitas penyandang disab ilitas d alam p elayanan p ublik di bid ang pendidikan dan ketenagakerjaan seta mengetahui tanggapan pen yand ang disabilitas terhadap pelayanan p ub lik tersebut. Aksesibilitas pada penelitian ini ditinjau dari empat dimensi yaitu dimensi kognitif, dimensi perilaku, dimensi birokrasi administratif d an dimensi sarana dan p rasarana.

Penelitian ini menggu nakan pendekatan penelitian deskriptif kua litatif. Info rman ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling. Su mber data yang digunakan merupakan sumber data primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi d an studi dokumentasi. Validitas data menggunakan triangulasi sumber. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aksesibilitas penyandang disabilitas dalam p elayanan pub lik bidang pendidikan dan ketenagakerjaan di Kota Surakarta berbeda-beda tiap dimensi. Pad a d imensi kognitif, semu a aspek menunjukkan aksesibilitas baik. Dimensi p erilaku juga menu njukkan aksesibilitas yang baik karena semu a aspek yang ada termasuk ke dalam aksesib ilitas baik. Dimensi birokrasi administratif menunjukkan aksesibilitas yang baik meskipun pada aspek tersedianya saluran untu k menyampaikan aspirasi atau keluhan dalam pelayanan publik kurang baik. Berbeda d engan tiga dimensi sebe lumnya, dimensi sarana dan prasarana menunjukkan aksesibilitas yang ku rang baik. Dalam hal pelayanan publik, pen yandang d isabilitas berpendapat bahwa p emerintah telah memberikan pela yanan publik yang b aik tetapi belu m maksim al dan memerlu kan banyak evalu asi.

(16)

ABSTRACT

BIMO ANDANG SETO. D0109016. ACCESSIBILITY OF PERSONS WITH DISABILITIES IN PUBLIC SERVICE ON EDUCATION AND LABOUR FORCE IN SURAKARTA. Thesis. Department of Administrative Science. Public Administration Program. Faculty of Social and Political Sciences. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2013. 100 pages

Persons with disabilities have same rights and obligations as citizen. In the case of public service they have the same access as o ther citizens have to public service in all areas inclu ding in the field of educatio n and labo r force. This research aim to know the accessibility of persons with disabilities in p ublic services on educatio n and labo r force as well as and to find out the responses of persons with disabilities ab ou t the public services. Accessibility in this stud y is evaluated fro m four dimensions: cognitive, b ehavior, administrative bureau cracy, and infrastructu res.

This research is a descriptive qualitative research. The informants were selected u sing p urposive sampling technique. The so urces of data used are primary and second ary d ata. Data collectio ns u sed include interview, observation, and documentatio n review. To validity data, the source method was performed. Data then was analyzed using the qualitative analysis technique.

The result of the research shows that the accessibility of persons with disabilitie s in public service on education and la bor force in Surakarta varies in every d imension. At the cognitive dimension, all aspects are categorized as good. This finding is also similar with the accessibility at the d imension o f behavior. Dimension of administrative b ureaucrac y also sho w a good accessibility although it is found a lack access for conveying their aspiration and comp laints. At the dimensio n of infrastructu res, different fro m the three previous dimensions, it sho ws less access as almost no inclusive infrastructures for them in the public service o n education and lab our force. The responses of person with diasabilities in Surakarta in term of public service found include their good notion of the public services provided, ho wever it need s an improvement as well as evaluation.

(17)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia jumlah penyandang disabilitas atau sering kali d isebut

difabel tergo lo ng sangat ban yak. Hasil survey Pusdatin Depsos (2007)

menunjukkan bahwa populasi penyandang cacat ad alah sekitar 3,11% d ari

total p endudu k Indonesia. Dib andingkan d engan jumlah penduduk Indonesia

yaitu sekitar 220 juta, berarti jumlah penyandang cacat mencapai 7,8 juta

jiwa. Seb agai warga negara, penyandang disabilitas ju ga mem iliki hak yang

sama dengan masyara kat pada umumnya termasuk dalam ha l pela yanan

pub lik.

Selama bertahun-tahun penanganan masalah penyandang disabilitas di

Indonesia tidak pernah tuntas. Kehid up an kaum penyandang d isabilitas di

Indonesia tetap saja terpuruk dan terpinggirkan. Berikut adalah beberapa

keluhan penyandang disabilitas mengenai pelayanan publik hasil penelusuran

penulis secara online seperti dalam www.su arapembaruan.com (2012) yang

menyatakan b ahwa, “Hotel, mal, rumah sakit, transportasi serta ban yak

fasilitas umu m yang belum memb erikan ru ang bagi penyandang disabilita s.”

Sumber lainnya dalam Noviana (2011) menyatakan :

(18)

Penyandang disab ilitas mempunyai hak dan perlaku an yang sam a

sebagai warga negara Indonesia. UU No.4 tahu n 1997 tentang p enyandang

disabilitas, menyebutkan bahwa p enyandang cacat berhak mendap atkan

kesamaan perlakuan dan aksesib ilitas d alam segala aspek penghidupan.

M enuru t UU No.19 tahun 2011, pemerintah harus dapat menciptakan langkah

yang tepat u ntuk melindungi akses penyand ang disabilitas dalam hal

pelayanan publik atas dasar kesamaan hak seb agai warga negara seperti

sistem informasi, transp ortasi, lingkungan hidup. Sesu ai dengan

Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pela yanan Publik p asal 4 disebutkan

bahwa azas pelayanan publik diantaranya kesamaan hak, persamaan

perlakukan / tid ak diskriminatif, dan p elayanan yang menyediakan fasilitas

dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. Undang-Undang Dasar 1945

pasal 31 dan 27 ayat 2 mengemukakan bahwa setiap warga negara berhak

mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak. Hal tersebut mendukung

adanya kesamaan perlakuan bagi pen yandang disabilitas untuk mendap atkan

akses pelayanan publik bidang pendid ikan dan ketenagakerjaan.

Sesu ai dengan d asar-dasar tersebut, pemerintahan pu sat mengeluarkan

kebija kan pada b idang pendid ikan dan ketenagakerjaan untuk memberikan

kesempatan dan aksesibilitas bagi penyandang d isabilitas. Pada bidang

pendidikan, pemerintah melalui Permendiknas No .70 tahun 2009 tentang

pendidikan inklusi dan pendidikan lu ar biasa. Dalam p eraturan tersebut

menje laskan bahwa penyandang disabilitas berhak bersekolah p ada

(19)

commit to user

3

kebija kan pendidikan inklusi dan pendidikan luar b iasa tidak d idu kung oleh

anggaran yang memadai. Harian Sinar Baru (2007) menyatakan bahwa sesuai

hasil rapat antara Sekjen Depdiknas dengan Direktorat Pendidikan Luar Biasa

Depdiknas di Jakarta, terungkap bahwa dana pendidikan anak cacat u ntuk

tahun 2008 hanya diangggarkan Rp130 miliar atau menu run dibanding tahun

2007 yang mencapai Rp300 miliar.

Pada bid ang ketenagakerjaan mengacu p ada Undang-Undang no.4

tahun 1 997 pasal 14 yang berisi setiap peru sahaan yang mempekerjakan

pegawai di atas 100 o rang harus mewajibkan mempekerjakan pula minimal 1

orang dengan keterb atasan (difabel). Pemerintah mewajib kan setiap

perusahaan wajib mempekerjakan 1 orang d ifabel. Jika itu tidak dilakukan

maka peru sahaan tersebut akan terkena sanksi d ari pemerintah.

Kota Surakarta merupakan kota kecil yang disebut-sebut seb agai kota

“ramah difab el” yang perbandingan jumlah penyandang d isabilitasnya dengan

jumlah p enduduknya tergolong cukup banyak. Berdasar data BPS Ko ta

Surakarta (2011) ju mlah penduduk kota Surakarta pad a tahun 2011 mencap ai

501.650 jiwa d engan jumlah penyand ang d isab ilitas di kota Surakarta pad a

tahun 2011 yang mencapai 1398 jiwa. Jumlah p enyandang disab ilitas tersebut

memang tidak mencapai 1% dari jumlah penduduk kota Surakarta. Akan

tetapi jika melihat dari jumlahnya yang melebihi 1000 jiwa jumla h tersebut

tergolong cu kup banyak. Dari jumlah pen yandang disabilitas tersebut terdiri

(20)

Surakarta dari tahun ke tahun berdasar jenis kecacatan sebagaimana disajikan

dalam tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Jumlah Penyandang Cacat Menurut Jenis Kecacatan di

Sumb er : Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi kota

Surakarta,2012

Pemerintah Kota Surakarta memberikan perhatian yang lebih

mengingat banyaknya penyand ang disabilitas yang ada di kota Surakarta.

Sejala n dengan pemerintahan p usat, kota Surakarta mengeluarkan Perda No.2

tahun 2008 tentang kesetaraan kaum difabel. Inti dari Perda tersebut adalah

su atu keadilan di segala b idang mengingat kaum penyandang disabilitas

merup akan warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama

sebagai warga negara. (www.harianjoglosemar.com,2011)

Sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat, pada bid ang pend idikan,

Pemkot Surakarta telah menjalin kerjasama dengan pihak swasta u ntuk

menyelenggarakan pendidikan dan ketenagakerjaan yang ramah terhadap

(21)

commit to user

5

kota Surakarta, Pemkot bekerjasama dengan YPAC, Gerkatin, Talenta dan

masih ban yak LSM-LSM yang menangani masalah p en yand ang d isabilitas.

Untuk bidang pend id ikan Pem kot Surakarta telah mendirikan beberap a

seko lah SLB A-E. Tentunya Pem kot Surakarta juga mempunyai kebijakan

tentang pendidikan inklusi. Beberapa seko lah dijadika n sekolah

penyelenggara inklusi seperti SM K 8,SMP Al-Firdaus dan SD Pajang I.

Sed angkan pada bagian ketenagakerjaan Pemkot Surakarta telah mencoba

untuk mengimp lementasikan kebijakan penampungan tenaga kerja difabel

pada setiap perusahaan. Menuru t Dinsosnakertrans, Pemkot juga telah

mengadakan Job fair 2012 yang memungkinkan para penyandang c acat u ntuk

bekerja secara formal. Selain itu , Pemkot Surakarta juga sering melakukan

pembinaan dan pelatihan kepada penyandang disabilitas.

Selain dari aksesibilitas non fisik seperti dalam hal kesamaan akses

mendapatkan pend idikan dan pekerjaan, dalam Perda No.2 tahun 2008

dijelaskan pula tentang adanya aksesib ilitas fisik meliputi pembangu nan

sarana dan prasarana dalam fasilitas publik. Pemb angunan terseb ut

dimaksudkan agar penyandang disabilitas mempunyai kesamaan dalam hal

mengakses berbagai p elayana n publik misalnya dalam hal transportasi dan

komunikasi.

Dalam hal transportasi kota Surakarta mempunyai Batik Solo Trans

yang memungkinkan masyarakat untuk menggunakan pelayanan transpo rtasi

massa l. Halte-halte BST sudah dilengkapi ramp dan hand rail yang b isa

(22)

sa yangnya tidak semua ha lte BST d ilengkapi dengan fasilitas tersebu t. Pad a

gedung-gedung pemerintahan dan ged ung pendidikan juga masih ad a

beberapa yang tidak aksesibel. Gedung-gedung sekolah yang

menyelenggarakan seko lah inklusi masih banyak yang tidak mempu nyai

sarana dan prasarana yang memudahkan p enyandang disabilitas. Contoh lain

seperti pada gedung tempat p ara Asisten Sekda berkumpu l, ramp yang ada di

sana mempunyai kemiringan yang sangat tinggi jadi menyulitkan bagi

pengguna ku rsi roda. (ninohistiralud in.blogspot.com,2012)

Selain d alam gedung-gedung pemerintahan, sarana dan prasarana

penunjang penyandang disabilitas juga dapat d itemui pada pusat perbelanjaan

seperti mall dan pasar tradisio nal. Namun sayangnya tidak semu a mall dan

pasar mempunyai sarana dan prasarana penu njang bagi pen yand ang

disabilitas. Bahkan penyandang disabilitas mengeluhkan tentang sempitnya

jalan di dalam pasar setelah renovasi, sep erti yang dikutip berikut ini :

“Di pasar kembang, kaum d ifabel terutama pengguna kursi roda justru lebih leluasa masuk ke dalam pasar ketika pasar tersebu t belu m dib angun.” (Budi,2009)

Kesuksesan kota Surakarta menerapkan aksesibilitas dalam hal

pelayanan publik merupakan to lak ukur kota Surakarta menjadi ko ta yang

ramah pen yand ang disabilitas. Dalam hal ini ramah pad a semua aspek

aksesibilitas baik yang fisik maupun non fisik. Dukungan d ari masyarakat

juga sangat diperlukan untuk mewujudkan ko ta Surakarta menjadi kota ramah

penyandang disabilitas. Sikap dan tanggapan masyarakat juga sangat

(23)

commit to user

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan

masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana aksesibilitas penyandang disabilitas d alam pela yana n

pub lik pada bid ang pendid ikan dan ketenagakerjaan di kota

Surakarta?

2. Bagaimana tanggapan penyandang disabilitas terhadap pelayanan

pub lik pada bid ang pendid ikan dan ketenagakerjaan di ko ta

Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tuju an penelitian ini adalah sebagai beriku t :

1. Untuk mengetahui aksesib ilitas penyandang disabilitas dalam

pelayanan publik bidang pendidikan dan ketenagakerjaan.

2. Untuk mengetahui tanggapa n penyandang disab ilitas terhadap

pelayanan publik pada bidang pendidikan dan ketenagakerjaan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang d apat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

terhadap p erkemb angan ilmu Administrasi Negara khusu snya dalam

(24)

2. Seb agai bahan masukan, p ertimb angan dan bantuan pemikiran bagi

pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan pelayanan pub lik bagi

penyandang d isab ilitas.

3. Seb agai med ia peningkatan wawasan dan pengetahuan bagi peneliti,

pembaca maupun pihak-pihak lain terkait dengan masalah pela yanan

(25)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelayanan Publik

Menurut Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 yang d imaksud

pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka

pemenuhan kebutuhan p elayanan sesuai dengan peraturan peru

ndang-und angan bagi setiap warga negara dan p enduduk atas barang, jasa, dan/atau

pelayanan administratif yang disediakan oleh p enyelenggara pelayanan

pub lik. Sumb er lain misalnya dalam Ratminto dan Winarsih (2005)

menyebutkan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang

dilaku kan ole h penyelenggara pelayanan publik. Hal ini dila kukan seb agai

upaya p emenu han keb utu han penerima pelayanan mau pu n pelaksanaan

ketentu an yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

Dari ked ua su mber di atas dapat diketahui bahwa setiap pelayanan

pub lik dibutuhkan p enyelenggara pela yanan publik untuk mengatur

pemenuhan kebutuhan penerima layanan. Undang-Undang No.25 tahu n 2009

memberikan pengertian pen yelenggara pela yanan pub lik seb agai berikut :

“Penyelenggara pelayanan publik ad alah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independ en yang d ibentu k berdasarkan undang-undang untu k kegiatan pelaya nan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untu k kegiatan pelayanan publik.”

Dalam Ratminto dan Winarsih (2005) dipaparkan pula tentang

(26)

instansi pemerintah. Instansi pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi

satuan kerja atau organisasi Kementrian, Departemen, Lembaga Pemerintah

Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara dan

Instansi Pemerintah lainnya baik pusat maupun daerah termasuk BUMN dan

BUM D.

Setiap penyelenggara pela yanan publik haru s melakukan pela yana n

pub lik dengan optimal karena pada hakekatnya pelayanan publik memberikan

pelayanan yang prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan

kewajiban aparatur negara sebagai abdi pemerintah (Kemenpan No .63 tahun

2004). Sumber lainnya menyeb utkan hakekat p elayanan publik adalah

pelayanan kep ada pengguna jasa layanan yang d alam hal ini adalah

masyarakat dalam arti luas, sehingga ap apun bentuk dan model pelayanan

yang dib erikan semestinya orientasinya ad alah masyarakat. Walaupun sedikit

berbeda tetapi intinya sama yaitu berorientasi kepada masyarakat.

(Suryokusumo,2008)

Dari sumb er-sumb er yang tercantum di atas terdapat kesamaan dalam

hakekat pelayanan publik yaitu berorientasi kepada masyarakat. Oleh karena

itu, penyelenggara pela ya nan publik harus memuaska n pengguna. Seperti

yang dikemukakan oleh Ratm into dan Winarsih (2005) untuk dapat

memberikan pelayanan yang memuaskan b agi pengguna jasa, penyelenggara

pelayanan harus memenuhi asas-asas p elayanan publik yaitu transparansi,

akuntabilitas, kondisional, p artisipasi, kesamaan hak, keseimbangan hak dan

(27)

commit to user

11

Pelayanan pub lik mempunyai prinsip yang harus diterapkan p ada

setiap aktivitas yang dijalankannya. Prinsip-prinsip p ela yanan publik yaitu

kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung

jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemud ahan akses, kedisiplinan dan

kenyamanan.(Ratminto dan winarsih,2005)

Di samping prinsip dan asas pelayanan pub lik, pemerintah telah juga

menetapkan standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya

kepastian bagi penerima layanan. M enurut Kemenpan nomor 63 tahun 2004

dalam Ratminto dan Winarsih (2005) standar pelayanan ad alah ukuran yang

dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh

pemberi dan atau penerima layanan yang meliputi adanya prosedur pelayanan

yang jelas, waktu penyelesaian la yanan, biaya pelaya nan, produk pelayanan,

sarana d an prasarana penunjang yang memad ai, dan kompetensi petu gas

pemberi layanan (pengetahuan, ketrampilan, sikap dan p erilaku yang

dibutu hkan). Selain itu pelayanan publik mempunyai aspek pela yanan khusus

bagi penyanda ng cacat, lanjut u sia dan wanita hamil dan balita d engan

tersedianya sarana dan p rasarana pela yanan yang memu ngkinkan untuk akses

khusus b agi mereka. Dalam hal pelayanan khusus, Suryoku sumo (2008)

menyebutkan bahwa :

(28)

Pada intinya, dalam pelayanan publik harus terjadi aspek

kesamarataan dan tidak terjadi diskriminasi. Oleh karena itu p erlu adanya

su atu p engawasan agar pelayanan publik tidak menyimpang dan hanya

menguntungkan salah satu golo ngan saja. Menuru t Ratminto d an W inarsih

(2005), pengawasan dalam penyelenggaraan p elayanan pub lik d apat

dilaku kan dengan berbagai cara yaitu dengan pengawasan melekat,

pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat. Pengawasan melekat

yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung sesuai dengan

peraturan p erundang-undangan, pengawasan fungsional yaitu pengawasan

yang dilakukan oleh ap arat pengawasan sesuai d engan peraturan p

erundang-und angan dan pengawasan mas yarakat ad alah pengawasan yang d ilaku kan

oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat tentang

penyimpangan pelayanan.

Selain pengawasan pela yanan publik memerlukan penilaian.

M enuru t Su ryo kusumo (2008) p enilaian pelayanan pub lik dapat dilihat dari

beberapa unsur, diantaranya :

1. Tangibility yaitu berupa kualitas pela yanan yang d ilihat dari

sarana fisik yang kasat mata

2. Reliability yaitu kualitas pela yanan yang dilihat dari sisi

kemampuan d an kehandalan dalam menyelesaikan layanan

yang terpercaya.

3. Respon siveness yaitu kualitas pelayanan yang dilihat d ari sisi

(29)

commit to user

13

secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan

konsumen.

4. Assu ran ce yaitu kualitas pela yanan dilihat d ari sisi

kemampuan petugas dalam meyakinkan kepercayaan

masyarakat.

5. Emphaty yaitu kualitas pela yanan yang d iberikan berupa sikap

tegas tetapi p enuh dengan perhatian terhadap masyarakat.

Dengan adanya p engawasan dan penilaian diharapka n

penyelenggaraan pelayanan p ublik tetap berorientasi pada masyarakat atau

pengguna jasa. Pelayanan p ub lik yang baik dan optimal sangat diharapkan

oleh mas yarakat.

B. Aksesibilitas dalam Pelayanan Publik

Dalam konsep pelayanan publik, pelayanan publik yang baik harus

menerapkan semu a p rinsip dan asas p elayanan publik. Semua prinsip tersebut

harus dipenuhi oleh lembaga pela yanan p ub lik demi terciptanya kesejahteraan

masyarakat yang b erkesinambungan. Tetapi pada kenyataannya lembaga

pemerintah sering kali lup a tentang prinsip keadilan dan pemerataan bagi

semua penerima layanan (aksesibilitas) atau sering disebu t dengan eq uity.

(Ratminto d an Winarsih,2005)

Prinsip keadilan dan kesamarataan pelayanan telah menjadi asas

pelayanan publik dan menjadi dasar acuan tentang p enerapan good

governance. Konsep good governance mu ncul pada tahun 1996 menjelang

(30)

organisasi-organisasi internasional sep erti UNDP dan World Bank. Sejak saat itu istilah

good governance sangatlah populer d an ban yak digunakan. Dalam Dwiyanto

(2005) good public governance dan good go vern an ce digunakan secara

bergantian dengan arti yang sama. Istilah governance dibiarkan dalam bentuk

aslinya karena sangat sulit mencari padanan katanya. Apapun

terjemaahannya, governance merujuk pada pengertian bahwa keku asaan tidak

lagi semata-mata dimiliki atau menjad i urusan pemerintah. Governance

menekankan pada pelaksanaan governing secara bersama-sama oleh

pemerintah d an juga institusi-institusi lain yakni LSM swasta dan warga

negara.

Dalam ko nsep good governan ce, p emerintah dituntu t untuk lebih

kreatif, inovatif dan bertindak cerdas tentang mana yang harus didahu lu kan,

hal ap a yang menjadi prioritas dan mampu membedakan antara yang u rgen

dan yang sia-sia bila d ilaku kan dengan mempertimbangkan keterbatasan

sumb er daya, upaya menghemat dan menambah sumber aset publik melalu i

investasi publik dengan tidak membebani mereka. (Suryokusu mo,2008)

Prinsip good governan ce tid ak hanya terbatas pada penggunaan

peraturan perund ang-undangan saja melainkan dikemb angkan denga n

menerapkan prinsip penyelenggaran pemerintahan yang baik yang tidak

hanya melibatkan pemerintah saja tetapi harus melib atkan intern d an ekstern

birokrasi. Inti dari good governance adalah partisipasi. Menurut UNDP dalam

Dwiyanto (2005 ), good governance memiliki 8 prinsip sebagai berikut :

(31)

commit to user

prinsip good governance tetap i sangatlah mirip dengan p rinsip d i atas. Prinsip

tersebu t ialah adanya partisipasi dari warga negara, pene gakan huku m,

adanya transparansi, adanya kesetaraan, daya tanggap , wawasan ke depan,

akuntabilitas, pengawasan pub lik, efektivitas dan efisiensi.

Dari p rinsip tersebut, prinsip kesetaraan memberikan kesamaan akses

pada setiap masyarakat untuk mencuku pi kebutuhann ya. Aksesibilitas

merup akan bagian yang mempunyai p eran sangat vital bagi penyelenggaraan

pelayanan publik. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umu m No.30 tahu n

2006 tentang pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan

gedung dan lingkungan, secara umum aksesibilitas adalah kemudahan yang

disediakan b agi semua orang termasuk penyand ang cacat dan lansia guna

mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidup an dan

penghidupan. Menurut sumber lainnya misalnya dalam sumber online

id.wikiped ia.org (2011 ) aksesibilitas adalah derajat kemudahan dicapai oleh

orang, terhad ap suatu ob jek, pela yanan ataupun lingku ngan.

Parasuraman dalam Tjipto no (2002) mengungkap kan bahwa

aksesib ilitas secara khusus dalam p elayanan publik menyangkut seberapa

mudah p elayanan publik tersebu t bisa diakses oleh masyarakat. Aksesibilitas

(32)

Aksesibilitas dapat d ikatakan sebagai akses yang melipu ti kemu dahan u ntuk

dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah

dijangkau, waktu menu nggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi

perusahaan mudah dihubungi d an lain-lain. Abar (1990 ) mengutip pendapat

Hassan b ahwa dalam kerangka konsep tual untuk telaah lebih jauh tentang

aksesibilitas p ada pelayanan publik dapat menggunakan p end ekatan yang

(33)

commit to user

17

Gambar 1. Dimensi Aksesibilitas P elayanan Publik. (Abar,1990)

Dimensi kognitif terd iri dari : (a) kesad aran masalah; (b ) kesadaran

su mber daya yang tersedia diperlukan untuk mengatasi masalah; (c)

pengetahuan tentang sumber daya manu sia yang tersed ia; (d) pengetahuan

dimana d an bagaimana cara mendapatkan sumber d aya; serta (e) perasaan

percaya dalam mendap atkan pelayanan kesempatan yang diperlukan. Dimensi

Struktur Sosial

- Jarak so sial antar pelanggan d an petugas - Tersedianya saluran untuk menyampaikan

perasaan tidak pu as

- Latar belakang serta pandangan p etu gas - Kebijakan kepegawaian

- Kesad aran sumber daya yang diperlukan

- Pengetahuan tentang adanya sumber daya yang dip erlukan

- Pengetahuan tentang bagaimana dan dimana mendapatkan sesuatu

- Derajat kepercayaan pada diri sendiri

(34)

perilaku mencakup : (a) kemamp uan berkomu nikasi ; (b) dinamika interaksi

so sial ; (c) pola p erilaku klien ; (d) dan hasil dari p eranan klien. Dimensi

birokrasi ad ministratif antara lain : (a) kekakuan prosedur ; (b) p emerataan

perlakuan ; (c) jarak sosial antara pelanggan dan petugas ; (d) tersedianya

saluran u ntuk menyampaikan perasaan tidak p uas; (e) latar belakang serta

pandangan petugas ; (f) kebijakan kepegawaian ; dan (g) derajat

disentralisasi.

Ketiga dimensi di atas sangat dipengaruhi oleh struktur sosial. Statu s

askriptif, sep erti jenis kelamin, kelompo k etnis, umur, keturunan, dan status

yang d ip eroleh seperti pekerjaan, p endidikan, d an kelas sosial mempengaruhi

dimesi kognitif dan p erilaku seseorang serta ku ltur politik suatu masyarakat

mempengaruhi dimensi institu sional akses terhadap pelayanan publik (Hassan

dalam Abar, 1990)

Ditinjau d ari sumber lain, menurut Demartoto (2005) aksesibilitas

pelayanan publik d ibagi ke dalam 2 macam yaitu aksesibilitas fisik dan

aksesibilitas non fisik. Aksesibilitas fisik meliputi sarana d an prasarana

penunjang sep erti guilding block, tangga ramp, hand rail (peganga n tangan)

dan alat bantu lainn ya. Sedangkan aksesibilitas non fisik melip uti kesamaa n

dalam hal pendidikan dan ketenagakerjaan.

Dalam p enelitian ini p eneliti tidak mengambil semu a aspek dalam

ketiga dimensi tersebut. Peneliti hanya mengambil dan mengad op si

aspek-aspek yang d apat dijadikan to lak ukur aksesibilitas yang sesuai d engan

(35)

commit to user

19

ind ikato r yang p eneliti anggap sesuai dengan p ermasalahan yang d ikaji

meliputi unsur-unsu r pada setiap dimensi kecu ali pola perilaku klien, latar

belakang serta pandangan petugas, kebijakan kepegawaian d an derajat

disentralisasi. To lak ukur atau ind ikato r ini digunakan sebagai acuan teoritis

dengan tetap akan menganalisis hasil temuan penelitian yang mungkin

berkemb ang di lapangan.

1. Dimensi Kognitif

Pada d imensi kognitif, peneliti memfoku skan pada lima aspek

yang telah disebu tkan di atas karena dianggap relevan denga n

permasalahan penelitian. Kelima aspek tersebut adalah kesadaran

masalah mengenai hak-hak penyandang disabilitas sebagai warga

negara, kesadaran sumber daya yang diperlukan oleh p enyandang

disabilitas dan wu jud perhatian pemerintah, pengetahuan tentang

ad anya su mber daya yang diperlu kan oleh penyandang disabilitas

dalam hal pelayanan publik bidang pendidikan d an ketenagakerjaan,

pengetahuan mengenai bagaimana mendap atkan p elayanan publik

bid ang pendidikan dan ketenagakerjaan, derajat kepercayaan diri

seo rang penyandang disabilitas dan ap a yang bisa dihasilka n denga n

keterbatasan mereka.

a. Kesadaran masalah mengenai hak-hak penyand ang disabilitas

sebagai warga negara

Kesadaran masalah adalah sejauh mana penyandang

(36)

disabilitas yang ju ga merupakan warga negara Ind onesia.

Pen yandang disabilitas mengetahui permasalahan-permasalahan

yang terjadi dalam hal pemenu han hak-hak tersebut. Pada

bidang pendidikan dan ketenagakerjaan, penyandang disabilitas

mampu menyad ari bahwa mereka berhak mendapatkan

pendidikan dan p ekerjaan yang la ya k seb agaimana d iterima oleh

orang-orang normal pada u mumnya.

b. Kesadaran sumber daya yang diperlu kan o leh penyandang

disabilitas dan wujud perhatian pemerintah

Penyandang disab ilitas sadar bahwa mereka mempu nyai

kebutuhan khusu s yang beda dengan o rang normal pada

umumnya. Dalam bidang pendidikan dan ketenagakerjaan,

penyandang disab ilitas memerlukan perhatian lebih tentang ap a

yang mereka bu tuhkan dalam mengakses pela yanan pendidika n

dan ketenagakerjaan. Pemerintah sebagai penyedia layana n

pub lik harus memperhatikan sisi keterjangkauan dalam hal

pendidikan d an ketenagakerjaan.

c. Pengetahuan tentang adanya sumber daya yang diperlukan oleh

penyandang disabilitas dalam hal pela yanan pub lik bidang

pendidikan d an ketenagakerjaan

Penyandang disab ilitas mengetahui tentang apa saja yang

mereka butuhkan sebagai orang dengan berkebu tu han khusus

(37)

commit to user

21

ketenagakerjaan. Di b idang pendidikan terd apat sekolah lu ar

biasa dan sekolah inklusi, sed angkan pada bid ang

ketenagakerjaan seperti b alai latihan kerja d an job fair.

d. Pengetahuan mengenai bagaimana mendapatkan pela yanan

pub lik b idang pendidikan dan ketenagakerjaan

Penyandang disabilitas mengeta hui dimana dan pernah

bersekolah atau menyekolahkan anakn ya pada seko lah lu ar

biasa, sekolah inklusi. Penyandang disabilitas pernah mengikuti

atau tentang balai-balai latihan kerja, lowongan pekerjaan atau

job fair.

e. Derajat kepercayaan d iri seorang penyandang disabilitas dan apa

yang bisa dihasilkan d engan keterbatasan mereka

Penyandang disab ilitas mempunyai kepercayaan diri dan

mereka tidak segan dalam beraktivitas sehari-hari. Penyand ang

disabilitas percaya bahwa dengan keterbatasan yang mereka

miliki mereka bisa sama seperti d engan o rang normal bahka n

mereka juga bisa menghasilkan sesuatu.

Begitu pula pada b idang p endidikan dan

ketenagakerjaan, penyandang disabilitas tidak merasa kurang

percaya d iri jika b ersekolah pad a sekolah inklusi yang d ikataka n

sebagai sekolah umum bukan sekolah khu sus. Pen yand ang

disabilitas juga tid ak canggung jika bekerjasama dengan o rang

(38)

2. Dimensi Perilaku

Dalam dimensi ini aksesib ilitas penyandang disabilitas dalam

pelayanan publik bidang pendidikan dan ketenagakerjaan dilihat dari

segi kemampuan mengkomunikasikan hal-hal dalam kehidupannya

sehari-hari. Kemampuan berkomunikasi berkaitan apakah penyandang

disabilitas memiliki kemamp uan dalam bermasyarakat, adaka h

kesulitan d alam berko mu nikasi d engan mas yarakat la innya,

pandangan masyarakat tenta ng pen yandang disabilitas. Peneliti

memfokuska n pada tiga asp ek yang dianggap relevan dengan masalah

penelitian ya itu kem ampuan berkomu nikasi dengan masyarakat dalam

hal pen yebarlu asan informasi pend id ikan dan ketenagakerjaan,

dinam ika transaksi sosial hasil dari berkomunikasi dengan masyarakat

a. Kemampuan berkomunikasi denga n masyarakat dalam hal

penyebarluasan informasi pendidikan dan ketenagakerjaan

Penyandang disab ilitas p erlu melakukan interaksi d enga n

mas yarakat sekitar meskipun dengan keterb atasan yang mereka

miliki. Pertukaran informasi tentang pendid ikan dan

ketenagakerjaan merupakan sala h satu hasil dari interaksi

penyandang d isab ilitas d engan masyarakat.

b. Dinamika transaksi sosial hasil dari berkomunikasi dengan

mas yarakat

Penyandang disabilitas juga meru pakan bagian d ari

(39)

commit to user

23

mas yarakat. Hasil dari berinteraksi tersebut dapat d igambarkan

dari sikap dan tanggapan yang ditunjukkan masyarakat saat

berinteraksi dengan pen yandang disab ilitas saat menanyaka n

tentang informasi dalam hal p endidikan d an ketenagakerjaan.

c. Peranan p enyandang disabilitas dalam bermasyarakat

Penyandang d isabilitas merup akan warga negara yang

mempunyai hak d an kewajib an yang sama dengan warga negara

lain. Dalam kehidupan bermasyarakat penyandang disabilitas

mempunyai peran sosial yang haru s dilakukan.

3. Dimensi Birokrasi Administratif

Dimensi b irokrasi administratif menyangkut persoalan

bagaimana penyandang d isab ilitas mendapatkan pelayanan pub lik

bid ang p endidikan dan ketenagakerjaan. Peneliti memfoku skan pad a

empat aspek yang relevan dengan masalah penelitian. Keempat aspek

tersebut adalah kekakuan p rosedur yang diterapkan d alam pelayana n

publik di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan, p erlaku an yang

diterima penyand ang disabilitas dalam pelayanan publik di bid ang

pendidikan d an ketenagakerjaan, jarak so sial antara petugas pelayanan

dan penyandang disab ilitas yang akan menerima la yanan, dan

tersedian ya saluran untuk menyampaikan aspirasi atau kelu han karena

(40)

a. Kekakuan prosedur yang diterapkan dalam pela yanan publik di

bidang pendidikan d an ketenagakerjaan

Prosedur p elayanan publik b idang pendidikan dan

ketenagakerjaan yang dib erikan pada penyand ang cacat

berbelit-belit atau tidak. Sama seperti masyarakat penyandang disabilitas

memerlu kan pelayanan yang cepat, efisien dan praktis.

b. Perlakuan yang d iterima penyandang d isabilitas dalam

pelayanan publik di bidang p endidikan dan ketenagakerjaan

Penyandang disabilitas mendap at perlakuan yang sam a

atau tidak saat memerlu kan p elayanan pub lik bidang pendidika n

dan ketenagakerjaan. Dalam p elayanan publik pemerintah harus

juga memperhatikan sikap petu gas dan perlaku an petugas dalam

melayani masyarakat.

c. Jarak sosial antara p etugas pelayanan dan penyandang

disabilitas yang akan menerima la yanan

Penyandang disabilitas meru pakan o rang berkeb utu han

khusus yang memerlukan p elayanan yang lebih d ari orang la in.

Sehingga petu gas pelayanan pub lik terkait harus bisa bersikap

sebagai pelayan yang baik. Petugas pela yanan publik bersikap

ramah atau tidak saat mela yani pen yandang d isabilitas dalam

bidang pendidikan d an ketenagakerjaan.

d. Tersedianya saluran u ntuk menyampaikan aspirasi atau keluhan

(41)

commit to user

25

Penyandang disabilitas mempunyai hak u ntuk

berpend apat seperti halnya dengan warga negara lainnya. Oleh

karena itu, p emerintah perlu membentuk suatu wadah dalam

menampung asp irasi pen yand ang disabilitas.

4. Dimensi Sarana dan Prasarana

Dimensi ini merupakan dimensi lain hasil temuan di lapangan

berdasarkan Demartoto (2005 ) yang menyebutkan adanya aksesibilitas

fisik dalam pela yanan publik. Dimensi sarana dan prasarana

mencakup tersedianya fasilitas penunjang b agi pen yandang disabilitas

di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan seperti tangga ramp ,

guilding block, hand rail dan alat bantu lainn ya, serta bagaimana

keadaan dan distribu si fasilitas penunjang tersebu t.

C. Penyandang Disabilitas

Menurut Undang-Undang No .4 tahun 1997 tentang p enyandang cacat

dijelaskan bahwa p engertia n penyandang cacat adalah setiap orang yang

mempunyai kelainan fisik d an atau mental yang dapat mengganggu atau

merup akan rintangan dan hambatan b aginya untuk melakukan selayaknya.

Dari sumb er online id.wikip edia.org (2012) mendefinisikan sebagai beriku t :

Disabilitas atau Cacat (bahasa Inggris: disability) dapat bersifat fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, p erkembangan atau beberapa ko mbinasi dari ini.”

Dalam su mb er tersebu t dapat dikatakan b ahwa disabilitas atau cacat

bisa b erupa cacat fisik, cacat mental, cacat senso rik dan cacat emosio nal.

(42)

In ternational Classification of Impairmen ts, Disabilities and Handicaps,

Organisasi Kesehatan Dunia (W HO,1980), mendefinisikan tiga aspek

kecacatan secara lebih sp esifik, yaitu impairmen t, d isability, dan handicap.

Impairment adalah kehilangan atau abnormalitas stru ktur atau fungsi

psiko logis, fisiologis, atau anatomis (An y loss or abnormality of

psychological, physiologica l, or anatomica l structure or fun ction). Disability

adalah suatu keterbatasan atau kehilangan kemampuan (sebagai akibat dari

su atu impairment) untu k melakukan suatu kegiatan dengan cara atau dalam

batas-batas yang d ipandang normal bagi seorang manusia (Any restriction o r

lack (resulting fro m an impairment) o f ability to perform an activity in th e

manner o r within the range consid ered normal for a human being). Handicap

adalah suatu keru gian, bagi seorang individ u tertentu , sebagai a kibat d ari

su atu impairment atau disability, yang membatasi atau menghambat

terlaksanan ya suatu peran yang no rmal, tergantung pada usia, jenis kelamin,

faktor-faktor so sial atau budaya (A disadvantage, for a given individual,

resulting from an impairment or disability, tha t limits or p revents the

fulfillment o f a role that is normal, depending on age, sex, so cia l and cultural

factors).

Definisi-definisi d i atas menunju kkan bahwa disab ility hanyalah salah

satu dari tiga aspek kecacatan yang dijelaskan di atas. Sementara imp airment

merup akan aspek kecacatan pad a level organ tubuh, dan hand icap merupakan

aspek yang dipengaruhi oleh faktor-fakto r yang tidak terkait langsung dengan

(43)

commit to user

27

ind ividu. Suatu impairment belum tentu mengakibatkan disab ility. M isalnya,

seseo rang yang kehilangan sebagian dari jari kelingking tangan kanannya

tidak akan menyebabkan orang itu kehilangan kemampuannnya u ntuk

melakuka n kegiatan sehari-hari secara selayaknya orang no rmal. Demikian

pula, disability tid ak selalu mengakibatkan seseorang mengalami handicap.

M isalnya, orang yang kehilangan pendengaran (impairment) tid ak mampu

berkomunikasi secara audio (disability) tetapi dia dap at mengatasi

keterbatasann ya itu d engan menggunakan alat bantu pendengaran sehingga ia

dapat berkomunikasi d engan o rang lain. Akan tetapi, handicap yang a kan ia

alami ketika alat bantu pendengarannya rusak maka ia akan kesulitan untuk

mendengar lawan bicaranya. Ini berarti bahwa keadaan handicap itu

ditentukan oleh fakto r-fakto r di luar dirinya.

Definisi di atas sama artinya dengan definisi disab ility yang telah kita

bahas sebelumnya. Penyandang cacat terdiri dari 3 jenis yaitu penyandang

cacat fisik, p enyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan mental.

Berikut ini adalah tabel klasifikasi dan jenis disabilitas:

Tabel 2. Klasifikasi dan Jenis Disabilitas

Tipe Nama Jenis

disabilitas

Pengertian

A tunanetra disabilitas

fisik

(44)

B tunarungu disabilitas

F tunagrahita disabilitas

mental

Dari tabel tersebut sangat jelas dipaparkan tentang klasifikasi dan

(45)

commit to user

29

pendirian seko lah luar biasa agar dapat secara khu sus menangani pen yand ang

disabilitas sesuai dengan jenis-je nis kecacatannya. Selain sekola h luar biasa

baru-baru ini di Indonesia muncul konsep sekolah inklusi yang

memungkinkan penyandang disab ilitas untuk berbaur dengan orang no rmal.

Seb enarnya ko nsep seko lah inklusi telah terlebih dahulu ad a dan berkemb ang

pesat d i Amerika Serikat. Soodak (2003) mengungkapkan bahwa :

“Ten years ago, less than one third of students with disabilities participated in general education classes. By 1997-1998, more than 75% of 6.5 million stud ents with disabilities were being educated in classes with their nondisabled peers.”

(“Sepuluh tahu n yang lalu kurang dari sepertiga p enyandang disabilitas mengiku ti pendidikan umum. Tahun 1997-1998 lebih dari 75% p enyandang d isabilitas telah mendapatkan pendidikan umum dengan orang-orang normal lainnya.”)

Sebenarnya konsep pendid ikan atau sekolah inklusi mengandung arti

“sekolah u mu m”. Yang dimaksu d “sekolah u mum” ad alah sekolah yang

dapat diakses oleh siapa saja termasuk penyandang disabilitas. Seperti yang

diungkapkan Ware (2001 ) sebagai berikut :

“The term of inclusive education has most commonly been used to refer somewhat narrowly to integration o f disable students, previou sly segregated , into general education classrooms”

Dewasa ini, pengertian cacat yang tela h disebutkan di atas

memperoleh sebu tan baru yaitu “difab el” dan pada akhirnya ada juga yang

menyebut dengan p enyandang disabilitas. Dalam Firdaus (2010) dijelaskan

bahwa penggu naan istilah “difable” d an “d isable” seb enarn ya masih menjadi

perdebatan. Ketidaksepakatan penggunaan istilah ini mu ncul dari perbedaan

(46)

Inggris Different Ability People yang artinya Orang yang Berbeda

Kemampuan. Istilah difabel did asarkan pada realitas bahwa setiap manu sia

diciptakan b erb ed a dan tidak menutup kesempatan u ntuk masuk dalam

masyarakat. Pemahaman d ifable “menghilangkan” pemaknaan negatif dari

kecacatan sehingga memu ngkinkan semu a orang terlib at dalam kegiatan

masyarakat dengan cara mereka masing-masing. Penggunaan istilah yang

lain, yakni disable, berdasarka n istilah disability merupakan suatu

ketidakmampuan melaksanakan suatu aktifitas atau kegiatan tertentu

sebagaimana la yaknya orang normal akibat ketidakmampuan fisik. Perbed aan

penggunaan istilah difab le dan disable berangkat dari sudu t pandang yang

berbeda dalam setiap kelo mpok. Istilah disab le leb ih mengarah pad a

perbedaan karena adanya ketidaksempurnaan bagian fisik sehingga tidak

mampu melaksanakan aktifitas secara normal. Dalam penggunannya istilah

difable mencakup seluruh aspek tetap i melihatnya hanya sebagai sebuah

perbedaan semata dan menerima cara bertindak yang berb eda tersebut.

W alaupun demikian, kedua istilah ini telah memberikan sudut p and ang yang

leb ih ramah terhadap kelompo k difab le dibandingkan dengan penggunaan

istilah penderita cacat atau penyandang cacat. Istilah penderita atau

penyandang cacat cenderung membangun anggapan bahwa kecacatan adalah

su atu beb an. Penderitaan tersebut dijadikan stigm a negatif dalam masyarakat

yang m enutup kesempatan b agi kelompok difable untuk iku t berpartisip asi

(47)

commit to user

31

Tidak bisa dipungkiri bahwa penyandang disabilitas mempunyai

banyak kekurangan tetap i mereka tetap warga negara Indo nesia yang

mempunyai hak yang sama dengan warga negara lainnya. Undang-und ang

No. 4 tahun 1997 p asal 5 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan

bagian mas yarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban,

dan peran yang sama. M ereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang

sama d alam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Hak penyandang d isabilitas secara rinci dijelaskan pada pasal 6

sebagai beriku t : (1) pendidikan pad a semua satuan, jalu r, jenis, dan jenjang

pendidikan; (2) p ekerjaan d an penghidupan yang layak sesuai jenis dan

derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampu annya; (3) perlakuan yang sama

untuk b erperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasiln ya; (4)

aksesibilitas dalam rangka kemandiriann ya; (5) rehab ilitasi, bantuan sosial,

dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6 ) hak yang sama untu k

menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehid up an sosialnya,

terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat.

Dengan demikian dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa

penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama u ntuk menumbu h

kembangkan kehidupan sosialnya. Kehidup an sosial sangat erat kaitannya

dengan kehidupan penyand ang d isabilitas dengan masyarakat. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), masyarakat adalah sejumlah manu sia

(48)

mereka anggap sama. Seorang filsu f barat yang u ntuk p ertama kalinya

menelaah masyarakat secara sistematis ad alah Plato (429 -347 SM),

sebetu lnya Plato bermaksud u ntuk meru muskan su atu teori tentang bentuk

Negara yang dicita-cita kan, yang o rganisasinya didasarkan pada pengamatan

kritis terhadap sistem-sistem sosial yang ad a pada jamannya. Plato

menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia

perorangan. (Soekanto, 2006)

Bagi penyandang disabilitas, masyarakat merupakan lingkungan

tempat mereka beradaptasi. Penyandang disabilitas akan selalu berinteraksi

dengan masyarakat. Akibat d ari interaksi tersebut akan ada respon balik dari

masyarakat. Resp on tersebut berupa sikap yang ditunjukkan masyarakat dan

tanggapan p enyandang d isabilitas terhadap sikap tersebut.

Masyarakat kita secara umum memand ang penyandang disabilitas

adalah kaum cacat yang memerlu kan belas kasihan d ari orang lain. Sehingga

reaksi pertama yang dimunculkan adalah rasa iba dan ingin menolong. Rasa

ingin meno lo ng terseb ut ditunjukkan melalu i p erilaku santunan. Menurut

Dwiyanto dalam Fird aus dan Iswahyud i (2010) sikap masyarakat terhadap

keberadaan kaum difabel dapat d igolongkan ke dalam beberapa kelompok :

1. Kelo mpok apatis : kelo mpok yang tid ak mempedulikan kaum

difabel b aik secara perilaku maupun pikiran.

2. Kelo mpok pasif : kelompok yang mengenal difabel dan dalam

hidupnya pernah sesekali berinteraksi dengan kau m difabel

(49)

commit to user

33

3. Kelo mpok penyantun : kelompok ini seringkali memandang

difabel sebagai objek santunan. Sehingga pikiran d an sikapnya

sering mengacu pada perasaan belas kasihan untu k selalu ingin

membantu menyantuni.

4. Kelo mpok pemberdaya : kelompok ini melihat difabel sebagai

persoalan ketidakadilan sosial. Sehingga kelompok ini

berpendapat bahwa santunan merupakan cara yang ku rang

tep at untuk kaum difab el. Kelompo k ini lebih mengu tamaka n

persamaan hak, pemberdayaan, dan aksesibilitas kaum difabel

dalam kehidupan sehari-hari.

Dari keempat kelompok terseb ut, yang paling dominan ada pada

masyarakat adalah kelompo k penyantu n. M asyarakat masih menga nggap

kaum difab el mengacu pada pemikiran-pemikiran med is dan tradisional.

(Firdaus dan Iswahyud i,2010)

Sementara itu, p enyandang disabilitas memp unyai resp on yang

berbeda-beda terhadap perlakuan masyarakat di sekitarnya. M enu rut

Dwiyanto dalam Firdaus dan Iswah yudi (2010) respon penyandang disabilitas

adalah sebagai berikut :

1. Memaklumi : seb agian penyandang d isabilitas memand ang

sikap santunan yang diberikan oleh masyarakat adala h sesuatu

yang wajar karena dirinya memang la yak u ntuk mendap atkan

(50)

2. Memanfaatkan : ada beberapa kelompok pen yand ang

disabilitas yang ju stru melihat perilaku masyarakat yang

memberikan santunan adalah kesemp atan bagi dia untuk

mendramatisir keadaan mereka.

3. Kritis : kelompok sifat ini berasal d ari perasaan yang ku ran g

nyaman ketika mendapat perlakuan santunan dari masyarakat.

Mereka merasa p erilaku santunan terseb ut telah melecehkan

harkat dan martabatnya sehingga mereka mulai menolak

ad anya santunan yang diberikan oleh masyarakat. Perilaku

tersebut dimaksu dkan agar masyarakat lebih memand ang

penyandang disabilitas secara bermartab at.

Meskipun perlaku an terhadap penyandang disabilitas berbeda-bed a

dan respo n mereka juga berbeda-beda terhadap perlakuan yang diberikan oleh

masyarakat, penyandang disab ilitas layak d iperlakukan secara so pan dan

bermartabat karena mereka memp unyai hak d an kesempatan yang sama

dalam masyarakat.

D. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini terdap at sistematika kerangka pemikiran yang

bertuju an untuk mempermudah memahami tujuan penelitian ini. Sistematika

(51)

commit to user

35

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Semua warga negara mempunyai hak yang sama sebagai warga

negara. Demikian pula denga n penyand ang disabilitas yang meru pakan warga

negara yang berhak mendapatkan apa yang menjadi hak-haknya. Hal tersebut

telah tercantum pada UU No.19 tahun 2011 , UU No.4 tahun 1997, Kemenpan

No.63 tahu n 2004 dan Permend iknas no .70 tahun 2009 yang isinya mengatur

tentang kehid up an penyandang d isabilitas. Selain itu, pemerintah juga

membangun fasilitas-fasilita s yang memudahkan kehid up an penyand ang

disabilitas. Kota Surakarta juga memiliki dasar dalam melindungi hak-ha k

penyandang disab ilitas yaitu Perda No.2 tahun 2 008. Selain itu, Kota Semua warga negara mempunyai hak yang

sama d alam memperoleh pelayanan pub lik.

Pen ya ndang disabilitas merupakan disab ilitas d alam p elayanan publik di b id ang pendidikan dan

(52)

Surakarta memiliki berbagai fasilitas penunjang kehidupan penya ndang

disabilitas. Pada bidang pendidikan kota Surakarta memiliki sekolah inklusi

dan seko lah luar biasa. Pada bidang ketenagakerjaan kota Surakarta memiliki

balai pelatihan kerja, job fair, d an yayasan-ya yasan sosial yang memberikan

pelatihan kepada p enyandang disab ilitas.

Dalam hal pelayanan publik prinsip aksesib ilitas merup akan prinsip

yang sangat penting. Prinsip aksesibilitas ini menentukan mudah atau

tidaknya pelayanan p ub lik itu digunakan oleh pen yandang disabilitas.

Aksesibilitas penyandang disabilitas d alam pelayanan p ub lik menjadi tolak

uku r perhatian pemerintah terhadap penyandang disabilitas demikian halnya

pada bidang p endidikan dan ketenagakerjaan.

E. Penelitian Terdahulu

Dwijosusilo (2010) mengungkap kan bahwa masih ada kesenjanga n

yang d ilaku kan pemerintah dalam melaku kan pelayanan publik u ntuk kaum

difabel. Padahal kaum difabel mempu nyai hak yang sama u ntuk mend apatkan

pelayanan publik. Dalam asas pela yanan publik ju ga sangat jelas dipaparkan

tentang adan ya kead ilan dalam memberikan pela yanan. Oleh karena itu perlu

dilaku kan adanya u paya pemaksimalan aksesibilitas pelayanan publik bagi

penyandang disab ilitas. Upaya tersebut antara lain menghapus sega la bentuk

diskriminasi terhadap para penyandang cacat baik yang ada d alam peraturan

atau p ersyaratan maupun dalam perilaku birokrat, m engubah persep si aparat

pelayanan publik bahwa p elayanan publik tidak hanya untuk orang-orang

(53)

commit to user

37

pembangu nan fisik khususnya fasilitas pelayanan pub lik dan fasilitas umum,

alo kasi anggaran khusus bagi p enyandang cacat yang pemanfaatan bersifat

bottom up. Dalam penelitiannya, Dwijosusilo lebih memfokuskan p ada faktor

penyebab terjadinya diskriminasi penyandang disabilitas dalam pelayanan

pub lik, bentuk-bentuk keberpihakan p emerintah terhadap penyand ang

disabilitas d an cara-cara memberdayakan penyand ang disab ilitas.

Penelitian lain (Firdau s dan Iswah yudi,2010) menyeb utkan bahwa

aksesibilitas bagi pen yand ang disabilitas sangatlah terbatas. Aksesibilitas

yang merupakan aspek penting bagi penyandang disabilitas. Akan tetapi

aksesibilitas bagi penyandang disabilitas bukan ha nya soal sarana fisik,

penyandang disabilitas memerlukan penerimaan dari masyarakat sekitar agar

penyandang disabilitas tersebut dapat membaur dan menjadi satu dengan

masyarakat lainnya. Secara bersama-sama, p emerintah dan masyarakat harus

bisa menggeser paradigma atau cara p andang terhad ap kaum difabel. M ereka

samam seperti manusia yang memb utu hkan aksesibilitas dalam berbagai

bidang kehid up an.

Dalam penelitiannya, M ulyad i (2012) tidak secara spesifik dan khusu s

membahas tentang aksesib ilitas p enyandang d isabilitas. Tetapi dalam

penelitiannya Mulyadi mebahas tentang imlpementasi pendidikan inklusi

untuk mewu judkan pendidikan bagi semua warga negara tanp a terkecuali.

Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah melalui Permendiknas No . 70

tahun 2009 tentang pendidikan inklusif, serta sejalan dengan d eklarasi yang

(54)

Educa tion. Hasil penelitian tersebut mengemukakan b ahwa implementasi

pendidikan inklusi masih terkendala peran ma syarakat yang masih sangat

kurang, pemahaman a ntar implementor relatif belu m sama, d an masih sangat

terbatasnya sarana dan prasarana penduku ng. Implementasi secara teknis juga

masih memerlukan pendampingan dan koord inasi yang sinergi dengan

seluruh sta keholders untu k meminimalisir rasa “berju ang sendiri” dan

mempertahankan serta meningkatkan ko mitmen yang sudah dimiliki.

Berbeda dengan tiga penelitian terdahulu yang sudah diseb utkan di

atas, penelitian ini memfo kuskan pada akses pen yand ang d isabilitas dalam

pelayanan publik bidang pendid ikan dan ketenagakerjaan. Peneliti mencob a

mengetahui aksesibilitas penyandang disabilitas dalam pelayanan publik

bidang pendidikan dan ketenagakerjaan ke dalam tiga dimensi yang telah

disebutkan dan tanggapan penyandang d isabilitas tentang pelayanan publik

(55)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan je nis penelitian deskrip tif kualitatif.

Penelitia n d eskriptif seperti yang dijelaskan oleh Gulo (2000) adalah penelitian

yang d idasarkan pada pertanyaan bagaimana. Kita tidak p uas apabila hanya

mengetahui ap a masalahnya, tetapi ingin mengetahui juga bagaimana peristiwa

tersebut terjadi.

Sugiyo no (2011) juga menjelaskan bahwasan ya penelitian deskriptif

adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mand iri, baik

satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat p erband ingan, atau

menghubungkan antara variabel satu dengan variabel lain. Dijelaskan lebih

la njut oleh Sugiyo no bahwa penelitian deskriptif bertuju an u ntuk:

1. Mengumpulkan informasi aktu al secara rinci yang melukiska n

gejala yang ada.

2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan

praktek-praktek yang berlaku.

3. Membu at perbandingan atau evaluasi.

4. Menentukan apa yang dilakukan dalam menghad api masalah yang

sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan

Gambar

Tabel 2.  Klasifikasi dan Jenis Disabilitas ...................................................
Gambar 1. Dimensi Aksesibilitas Pelayanan Publik ...................................
Tabel 1.  Jumlah Penyandang Cacat Menurut Jenis Kecacatan di
Gambar 1. Dimensi Aksesibilitas Pelayanan Publik. (Abar,1990)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pilihan lokasi di Kota Denpasar dipertimbangkan karena kota ini memiliki jumlah penyandang disabilitas terbesar dibandingkan kabupaten lain di Bali serta kota ini dijuluki

Sebuah produk inovasi harus melewati fase “uji publik” dibuktikan inovasi ini memberikan manfaat bagi disabilitas yang ada di Yogyakarta, walaupun program inovasi

Di depan Pasar Gedhe juga terdapat trotoar, namun trotoar tersebut justru digunakan untuk berjualan oleh PKL (Pedagang Kaki Lima). Selain trotoar, juga

DISABILITAS BERDASARKAN PERDA KOTA SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Agustus 2020. Penelitian

Dari tiga jenis tempat penelitian tersebut (Malioboro, Taman Pintar, Taman Sari Keraton) saat ini yang sudah banyak menyediakan fasilitas khusus penyandang

Kategori tersebut kami ukur dari keberadaan fasilitas yang dirasa penting bagi penyandang disabilitas yang kami batasi pada empat poin. Pertama Ramp untuk kursi

Berdasarkan penulisan artikel ini dihasilkan kesimpulan bahwa pemenuhan hak aksesibilitas penyandang disabilitas di SMP Al Firdaus, SMPLB Langenharjo, SMP Negeri 1 Sukoharjo,

Zainoel Abidin dalam memberikan pelayanan bagi pasien penyandang disabilitas telah menyediakan fasilitas-fasilitas diantaranya terdapat ramp (tangga landai) yang