• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

C. Keuangan Daerah

4. Penyebab Ketergantungan Fiskal

Menurut Kuncoro (2014:13), Penyebab utama rendahnya Pendapatan Asli Daerah yang menyebankan tingginya ketergantungan terhadap subsidi dari pusat adalah Pertama, kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah, seperti Daerah Tingkat 1 bagian laba BUMD selama tahun 1988-1993 meningkat pesat (tahun 1988 berjumlah Rp16,7 milyar meningkat menjadi Rp 40,2 milyar pada tahun 1993), namun sumbangannya terhadap pendapatan daerah relatif masih kecil.

Kedua, tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan. Semua

pajak utama yang paling produktif baik pajak langsung dan tak langsung ditarik oleh pusat. Pajak penghasilan badan maupun perorangan, Pajak Pertambahan Nilai, bea cukai, PBB, royalti/IHH/IHPH (atas minyak, pertambangan, kehutanan) semua diadministrasi dan ditentukan tarifnya oleh pusat.

Ketiga, kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang

bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan. Pajak daerah yang ada saat ini berjumlah 50 jenis pajak, tetapi yang bersifat ekonomis bisa dilakukan pemungutannya hanya terdiri dari 12 jenis pajak. Sekitar 90% pendapatan Daerah Tingkat I hanya berasal dari dua sumber: Pajak Kendaraan Bermotor dan Balik Nama. Di Daerah Tingkat II, sekitar 85% pendapatan daerah hanya berasal dari enam sumber: pajak hotel dan restauran, penerangan jalan, pertunjukan, reklame, pendaftaran usaha, ijin penjualan/ pembikinan petasan dan kembang api. Pajak yang dapat diandalkan di Daerah Tingkat II hanya

dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Balik Nama. Pajak-pajak daerah lainnya sulit sekali untuk diharapkan karena untuk mengubah kebijakan pajak daerah memerlukan persetujuan dari Departemen Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.

Keempat, ada yang khawatir apabila daerah mempunyai sumber

keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme. Yugoslavia dan Uni Soviet sering ditunjuk sebagai contoh negara yang cerai berai karena dorongan dari daerah yang merasa cukup kuat dalam sumber keuangan untuk berdiri sendiri sebagai sebuah negara.

Kelima, kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah. Selama ini pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk blok dan spesifik. Subsidi yang bersifat blok terdiri dari Inpres Dati I, Inpres Dati II dan Inpres desa. Subsidi yang bersifat spesifik meliputi Inpres pengembangan wilayah, Sekolah Dasar, kesehatan, penghijauan dan reboisasi, jalan serta jembatan. Perbedaan utama antara subsidi blok dengan subsidi spesifik adalah daerah memiliki keleluasaan dalam penggunaan subsidi blok, sedangkan penggunaan dana subsidi spesifik sudah ditentukan oleh pemerintah pusat dan daerah tidak mempunyai keleluasaan dalam menggunakan dana tersebut.

D. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Menurut Sholihin (2010:3) anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus.

Anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dengan demikian maka APBD harus benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Atas dasar tersebut, penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma-norma dan prinsip anggaran sebagai berikut (Nirzawan, 2001: 79) :

a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran

Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggungjawab. Mengingat anggaran daerah merupakan salah satu sarana evaluasi pencapaian kinerja dan tanggung jawab pemerintah menyejahterakan masyarakat, maka APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari

suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Selain itu setiap dana yang diperoleh, penggunaannya harus dapat dipertanggung jawabkan.

b. Disiplin Anggaran

Anggaran yang disusun harus dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggung jawabkan. Pemilihan antara belanja yang bersifat rutin dengan belanja yang bersifat pembangunan / modal harus diklasifikasikan secara jelas agar tidak terjadi pencampuradukan kedua sifat anggaran yang dapat menimbulkan pemborosan dan kebocoran dana. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos / pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.

c. Keadilan Anggaran

Pembiayaan pemerintah dapat dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat, untuk itu pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan.

d. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat mengendalikan

tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang diprogramkan. e. Format Anggaran

Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran defisit (defisit budget format). Selisih antara pendapatan dan belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran. Apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan, sedangkan bila terjadi defisit, dapat ditutupi melalui sumber pembiayaan pinjaman dan penerbitan obligasi daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) disusun dengan pendekatan kinerja dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan, demikian juga halnya dengan perubahan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Sedangkan perhitungan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

Sholihin (2010:3), fungsi anggaran di lingkungan pemerintah mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan antara lain karena anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik, anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan, anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi hukum, anggaran memberi landasan penilaian kinerja

pemerintah, hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada publik.

Dokumen terkait