• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hubungan Migrasi dengan Lingkungan Hidup

2.1.3. Penyebab Migrasi Internasional

Sejauh ini tidak ada teori tunggal, teori migrasi internasional yang sudah mapan dan mampu menjelaskan fenomena migrasi internasional secara memuaskan11. Di antara berbagai model yang berupaya menjelaskan mengapa migrasi internasional terjadi, lima pendekatan utama dapat dipaparkan sebagai berikut:

• Ekonomi Neoklasik: teori makro berpandangan bahwa perbedaan dalam aspek geografis dari sisi penawaran dan permintaan tenaga kerja di daerah asal dan tujuan merupakan faktor utama yang mendorong keputusan bermigrasi. Salah satu asumsi teori ini adalah bahwa migrasi internasional tidak akan terjadi jika tanpa adanya faktor di atas, dan bahwa penghilangan faktor-faktor di atas akan menghentikan pergerakan internasional, dan bahwa pasar tenaga kerja (dan bukan pasar yang lain) merupakan mekanisme utama pemicu migrasi. Intervensi kebijakan pemerintah mempengaruhi migrasi dengan mengatur atau mempengaruhi pasar tenaga kerja di negara asal dan tujuan.

• Ekonomi Neoklasik: teori mikro memfokuskan pada tingkat individu sebagai aktor rasional yang membuat keputusan bermigrasi

11 Douglas S. Massey, et al., "Theories of International Migration: A Review and Appraisal," in

berdasarkan perhitungan manfaat dan biaya yang mengindikasikan tingkat pengembalian yang positif dari perpindahan itu. Pada pendekatan ini, karakteristik sumberdaya manusia yang meningkatkan potensi manfaat migrasi, dan faktor individu, sosial, atau teknologi yang menurunkan biaya, akan mendorong peningkatan migrasi. Perbedaan dalam pendapatan dan tingkat upah pekerja merupakan variable kunci dan pemerintah mempengaruhi migrasi melalui kebijakan yang mempengaruhi faktor-faktor ini (misalnya: melalui proses pembangunan yang meningkatkan pendapatan di daerah asal, menurunkan kemungkinan mendapat pekerjaan di daerah tujuan atau meningkatkan biaya pemergian).

• The new economics of migration memandang bahwa migrasi sebagai sebuah strategi keluarga (misalnya kelompok) untuk mendiversifikasikan sumber pendapatan, menurunkan resiko terhadap rumahtangga, dan mengatasi hambatan terhadap keterbatasan kredit dan modal. Dalam model ini, migrasi internasional merupakan alat untuk mengkompensasi ketidakadaan atau kegagalan suatu jenis pasar tertentu di negara berkembang, misalnya pasar asuransi pertanian, asuransi tenaga kerja atau pasar modal. Kebalikan dari model neoklasik, perbedaan upah tidak dipandang sebagai syarat perlu terjadinya migrasi internasional, dan pembangunan ekonomi di daerah asal atau penyeimbangan perbedaan upah tidak dengan sendirinya akan menurunkan tekanan untuk bermigrasi. Pemerintah mempengaruhi migrasi melalui kebijakan terhadap asuransi, modal, dan pasar berjangka dan melalui kebijakan distribusi pendapatan yang mempengaruhi tekanan kelompok tertentu dan dengan demikian menurunkan keinginan untuk bermigrasi.

• Dual labor market theory menekankan bahwa permintaan terhadap pekerja kelas rendahan (low-level workers) di negara yang lebih maju merupakan faktor kritikal dalam membentuk migrasi internasional. Guna menghindari inflasi struktural yang akan terjadi akibat meningkatnya biaya bagi pekerja pemula dari tuan rumah dan untuk

menjaga agar tenaga kerja tetap merupakan faktor produksi, pemberi kerja akan mencari pekerja migran yang mau menerima gaji rendah. Dalam model ini, migrasi internasional merupakan fenomena demand- based dan diinisiasi oleh kebijakan rekruitmen dari pemberi kerja atau kebijakan pemerintah di negara tujuan. Perbedaan upah antara negara tujuan dengan negara asal bukanlah syarat perlu terjadinya migrasi. Pilihan kebijakan untuk mempengaruhi migrasi sangat terbatas— perubahan dalam organisasi ekonomi di negara tujuan.

• World systems theory fokusnya tidak pada pasar tenaga kerja di ekonomi nasional, akan tetapi pada struktur pasar dunia merupakan penetrasi hubungan ekonomi kapitalis ke dalam daerah peripheri, sebuah masyarakat non-kapitalis, yang terjadi melalui berbagai tindakan pemerintahan neokolonial, perusahan multinasional, dan elit nasional. Migrasi internasional terjadi setelah tanah, bahan mentah dan pekerja di daerah asal masuk ke dalam pasar ekonomi dunia dan sistem tradisional terganggu. Hubungan transportasi, komunikasi, budaya, dan ideologi yang menyertai globalisasi kemudian turut memfasilitasi migrasi internasional. Dalam pandangan ini, migrasi internasional kurang dipengaruhi oleh tingkat upah atau perbedaan peluang bekerja antar negara akan tetapi lebih diakibatkan oleh kebijakan atas investasi luar negeri dan kebijakan terhadap aliran modal dan barang internasional.

Studi Kolopaking (2000) di Jawa mendapatkan bahwa proses migrasi internasional dapat melanggengkan gelombang pemergian berikutnya sehingga proses migrasi itu sendiri menjadi sebuah proses yang berkelanjutan. Sebagaimana IUSSP Committee menekankan,

...the conditions that initiate international movement may be quite different from those that perpetuate it across time and space....new conditions that arise in the course of migration come to function as independent causes themselves...[making] additional movement more likely, a process known as cumulative causation."12

12 Massey et al., op. cit., p. 448.

Tentang keberlanjutan proses migrasi internasional berikut dipaparkan sejumlah teori yang berupaya menjelaskan fenomena migrasi internasional yang berterusan.

• Network theory menekankan bahwa jaringan migrasi berfungsi untuk mengurangi biaya dan resiko migrasi internasional dan karenanya meningkatkan peluang migrasi. Pengembangan jaringan seperti ini sering difasilitasi oleh kebijakan pemerintah terhadap unifikasi keluarga dan sekali dijalankan, jaringan migrasi ini dapat membangun aliran internasional yang relatif tidak sensitif terhadap intervensi kebijakan.

• Institutional theory merujuk pada fakta bahwa sekali migrasi internasional itu terjadi, organisasi swasta dan organisasi sukarela terbangun untuk mendukung dan mempertahankan aliran migrasi. Ini termasuk di dalamnya entitas legal dan illegal yang menyediakan transportasi, perekrutan tenaga kerja, perumahan, pelayanan hukum dan layanan lainnya, yang banyak diantaranya terbukti sulit diatur oleh pemerintah.

• Cumulative causation theory sebuah teori yang berpandangan bahwa dengan mempengaruhi konteks sosial keputusan migrasi, adanya gelombang migrasi menciptakan "feedbacks" yang menyebabkan arus migrasi tidak terbendung. Diantara berbagai faktor yang dipengaruhi oleh migrasi adalah distribusi pendapatan dan lahan; organisasi produksi pertanian; nilai dan persepsi budaya yang melingkupi migrasi; distribusi regional dari modal sumberdaya manusia; dan "social labeling" terhadap pekerjaan di negara tujuan "immigrant jobs” Sekali lagi, sekali sistem pemergian terbentuk, seringkali sangat resisten terhadap intervensi pemerintah.

IUSSP menyimpulkan bahwa teori pemicu migrasi internasional tidak perlu dan jangan dipandang sebagai hal yang kontradiktif atau saling asing. Namun, "it is entirely possible that individuals engage in cost-benefit calculations; that households act to diversify labor allocation; and that the

socio-economic context within which these decisions are made is determined by structural forces operating at the national and international levels."13

Dokumen terkait