• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebaran Informasi (Promosi-Promosi)

Dalam dokumen Tourism Strategy Laporan Indarwati Aminu (Halaman 33-38)

Strategi 7. Pembentukan Lembaga Tourism atau dukungan terhadap forum yang telah terbentuk dalam rangka mendukung peran aktif para pelaku kepariwisataan

6.6. Penyebaran Informasi (Promosi-Promosi)

Penyebaran informasi atau promosi merupakan faktor penting dalam rangka meningkatkan jumlah pengunjung ke Wakatobi. Pada tahun 2000-2008, boleh disebut sebagai masa keemasan Wakatobi dalam hal promosi di media-media mainstream lokal dan nacional. Tantangannya justru, meski dikenal melalui media tersebut, namun informasi detail tentang Wakatobi sulit diperoleh. Tak mudah mendapatkan data secara akurat tentang wilayah yang ingin dituju, biaya, rute transportasi dan ketepatan waktu yang dibutuhkan. Kurangnya update data penunjang, dan minimnya teknologi menjadi alasan penyebaran informasi tidak berjalan maksimal. Perlu juga untuk memanfaatkan jaringan media alternatif dan media elektronik lokal, dimana para responden mengatakan jauh lebih banyak menyaksikan dan mendengar radio lokal atau televisi lokal dibanding membaca suratkabar (yang notabene tiba sehari terlambat).

34

6.7 Ruang Belajar bagi Pelaku Kepariwisataan

Peningkatan ketrampilan dan pengetahuan merupakan bagian tak kalah pentingnya dalam proses membawa pariwisata Wakatobi ke arah lebih baik. Terdapat sejumlah program yang kini fokus pada pengelolaan kepariwisaan di Wakatobi, yakni program yang diusung oleh TNC-WWF, British Council, Sintesa, Taman Nasional Wakatobi, Dinas Pariwisata dan PNPM Pariwisata serta Swiss Contact (masih dalam perencanaan). Seluruh program ini dituntut untuk saling mengisi untuk mencegah tumpang tindih dan untuk menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan para pelaku kepariwisataan.

35

7.0 Tantangan Kepariwisataan di Wakatobi

Pertanyaan bagi pengelola kepariwisataan Wakatobi hari ini adalah ; Akan kemana program kepariwisataan ini? Apakah progra pari isata i i telah erjala ke arah ke erla juta ? Bila tidak, apa yang perlu dilakukan? Perlukah menyesuaikan aksi atau mengubah managemen secara keseluruhan? Pertanyaan-pertanyaan di atas diajukan untuk melihat gap antara penyelenggara kebijakan dan pelaksana program pariwisata di lapangan (lihat bagan alur pemikiran). Telah diketahui bersama bahwa tingkat pemahaman terhadap tujuan besar kepariwisataan di kawasan proteksi area akan mempengaruhi aksi dan kebijakan pariwisata.

Data menunjukkan bahwa belum terjadi keselarasan antara pelaku perencana kepariwisataan dengan pelaku kepariwisataan itu sendiri. Sebagian besar persoalan bertumpu pada pada aspek : sumberdaya manusia, infrastruktur, kebijakan, perubahan politik, promosi dan marketing. Tabel di bawah ini mengurangikan tipe pengelolaan kepariwisataan di Wakatobi dan dukungan apa yang diperlukan agar para pelaku ini mampu.

36 Tabel 05. Tipe Pengelolaan Kepariwisataan di Wakatobi

Jenis Usaha Deskripsi Keterangan

Akomodasi -Bahan bangunan dari wilayah lokal Wakatobi

-Pekerja pada umumnya keluarga atau kerabat yang tak memiliki skill dalam hal pelayanan.

-Standar gaji pekerja rendah, sebagian dari mereka adalah karyawan paruh waktu.

- Tarif kamar masih berkisar Rp 50 – Rp 200.000 dengan fasilitas terbatas.

-Tarif kamar berkisar Rp 250-500.000 dengan pelayanan maksimal.

- Pemilik rata-rata tak memahami management pengelolaan akomodasi

- Minim promosi

- Minim pelatihan peningkatan kapasitas

-Minim pengetahuan terhadap wilayah konservasi Wakatobi

-Tak memiliki basis data lengkap para tamu-tamu di akomodasi mereka, dan tak memahami tata cara

pelayanan tamu yang berbeda kultur, budaya dan bahasa -Tak berkomunikasi aktif dengan pihak Pemerintah -Minim penguasaan bahasa asing

Diperlukan dukungan untuk memperkuat management, kepemilikan dan perbaikan estándar pelayanan dan pengalaman para pengelola akomodasi ini.

Makanan dan minuman

-Makanan berbasis sea food bisa diperoleh dari lokal Wakatobi

-Makanan non seafood pada umumnya berasal dari luar -Kebersihan dan pelayanan perlu ditingkatkan

-Produk makanan dan minuman monoton -Harga tergolong mahal

-Belum adanya stándar dan monitoring yang rutin dari Pemerintah untuk faktor kebersihan ini.

- Minim promosi

-Belum ada asosiasi para pengelola jasa makanan dan minuman ini

-Minim pelatihan peningkatan kapasitas

-Minim pengetahuan terhadap sumberdaya penting di Wakatobi

-Minim pengetahuan terhadap perubahan iklim atau event-event yang akan diselenggarakan.

- Minim pengetahuan terhadap tata cara pelayanan tamu yang berbeda kultur, budaya dan bahasa.

- Minim pengetahuan dalam berbahasa asing.

Diperlukan dukungan untuk memperkuat posisi para pelaku

kepariwisataan di bidang ini.

Transportasi -Pada umumnya dimiliki oleh orang lokal -Memiliki fasilitas AC

37

-Tak ada tarif yang seragam, tiap pengelola kendaraan memberlakukan harga sesuai standar perusahaannya -Belum bernaung di bawah organisasi pengelola jasa transportasi

-Minim komunikasi sesama pengelola transportasi -Minim pelatihan peningkatan kapasitas di bidang pelayanan

-Minim pengetahuan terhadap keselamatan, rute dan pemahaman atas wilayah proteksi Wakatobi.

-Tak mampu berbahasa asing

-Tak memiliki pemahaman terhadap perubahan iklim -Tak memiliki pemahaman terhadap perbedaan budaya, kultur dan bahasa

Tour Operator -Bekerjasama dengan pihak luar -Masih dalam jumlah terbatas

- Memiliki jaringan cukup baik namun terbatas dengan pengelola hotel, transportasi, lokal produk dan pengelola jasa makanan dan minuman

-Minim penguasaan terhadap bahasa asing -Minim promosi

-Minim dukungan untuk peningkatan kapasitas -Masih berbasis wisata selam

Diperlukan dukungan kuat untuk

mempertahankan dan mendorong para tour operator mengambil porsi lebih besar dalam promosi-promosi

Produk lokal dan jasa lainnya

-Material dari wilayah Wakatobi

-Produk terdesign sederhana, tak ada monitoring untuk kualitas produk

-Harga relative terjangkau -Minim promosi

-Minim dukungan dari pengelola hotel atau tour operator -Tersebar di sejumlah tempat sehingga sulit untuk

dijangkau para pengunjung -Produk tak selalu tersedia

-DIkelola oleh kelompok kecil, umumnya kelompok keluarga atau para tetangga-tetangga

-Tak mengikuti perkembangan kepariwisataan, dan tak memahami kapan saatnya menjual produk

-Tak mengetahui jadwal kunjungan pengunjung

-Produk makanan tak memiliki masa kadaluwarsa jelas dan tercetak

-Minim dukungan peningkatan kapasitas -Tak memiliki management rapi

-Tak memiliki kemampuan pelayanan dan penjualan -Minim dalam penguasaan bahasa asing

Diperlukan dukungan yang kuat untuk

mendorong kelompok ini memiliki framework, target kerja dan

mengambil bagian secara aktif di setiap proses kepariwisataan.

38

Dalam dokumen Tourism Strategy Laporan Indarwati Aminu (Halaman 33-38)

Dokumen terkait